Serulah kepada Jalan Allah Ta’ala dengan Hikmah, Nasihat yang Baik dan Membantah dengan Cara Terbaik

Khotbah Jumat

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masrur Ahmad,

Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz

08 September 2017di Masjid Baitul Futuh, UK

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

]بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ[، آمين.

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

“Panggillah kepada jalan Tuhan engkau dengan bijaksana dan nasihat yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan mereka, dengan cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan engkau Dia lebih megetahui siapa yang sesat dari jalannya, dan Dia mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl 16: 126)

Sejumlah besar Jemaat di seluruh dunia mengajukan sebuah usulan supaya diagendakan pembahasannya dalam Majelis Musyawarah (Majelis Syura). Rekomendasi pembahasan tersebut ialah cara bagaimana melakukan pekerjaan Tabligh dan memperluas jangkauan tabligh supaya pesan Islam hakiki ini dapat menyebar jauh ke setiap orang yang ada di pelosok-pelosok negeri yang mungkin ada di setiap negara di dunia atau bagaimana kita dapat dengan kokoh menjalankan pekerjaan ini berdasarkan dasar yang lebih baik. Mereka lalu membahasnya dan tiap Jemaat membuat perencanaan pelaksanaannya juga.

Jemaat Ahmadiyah UK (Inggris) juga memasukan rekomendasi tersebut kedalam agenda mereka di Majelis Musyawarah tahun ini. Setiap diskusi yang produktif diadakan setelah di Majelis itu mereka menyusun program usulan yang akan diimplementasikan. Namun, harap senantiasa diperhatikan bahwa setiap kali Majelis Musyawarah menyusun rencana – baik itu aktifitas Tabligh atau pekerjaan lain -, para anggota Majelis menyajikan berbagai pandangan kemudian pada akhirnya diambil pandangan aklamasi bersama atau yang suara terbanyak dan usulan rencana pun disusun lalu dikirim kepada Khalifah-e-Waqt untuk minta persetujuan. Setelah disetujui, tanggung jawab pun jatuh kepundak para anggota Syuro untuk menggunakan seluruh kapabilitas dan kekuatan mereka agar bisa bertindak dan mengimplementasikan rekomendasi tersebut. Ketika sebuah usulan telah disetujui, setiap anggota Majelis Syura harus bertanggung jawab dan setiap anggota Jemaat di setiap tingkatan harus menggunakan semua kompetensinya untuk menerapkannya dan mendesak Ahmadi lain untuk mengerjakannya.

Proposal yang diajukan di Majelis Syura Jemaat Inggris untuk dibahas dan terkait dengan pengaktifkan tugas Tabligh dan perluasan ruang lingkupnya, pengambilan keputusan berdasarkan itu, atau mendiskusikan proposal ini di negara manapun di dunia dan mengirim keputusan setelah persetujuan dari Khalifah-e-Waqt ke cabang-cabang Jemaat untuk dikerjakan, maka setiap anggota Majelis Syura dan setiap pengurus dalam Jemaat harus berusaha untuk mengerjakannya secara pribadi dan mendesak orang lain untuk melakukannya juga.

Janganlah berpikiran bahwa karena program itu terkait dengan Tabligh saja maka hanya Sekretaris Tabligh sendirian saja bertanggung jawab atas pelaksanaan dan kinerjanya. Atau jika proposal berkaitan dengan divisi lain, sekretaris yang bersangkutan saja bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Tidak ada keraguan bahwa sekretaris yang bersangkutan bertanggung jawab atas pelaksanaannya, namun merupakan kewajiban setiap pengurus Jemaat di setiap tingkat untuk aktif dalam bidang Tabligh (pengabaran pesan kebenaran) dan Tarbiyat (pendidikan) secara khusus dan menunjukkan keteladanannya kepada orang lain.

Saat ini dikarenakan saya ingin membicarakan soal Tabligh maka saya mengingatkan setiap pengurus Jemaat di berbagai tempat bahwa mereka harus bekerjasama secara menyeluruh dengan sekretaris Tabligh untuk mendorong implementasi (pelaksanaan) agenda ini di kalangan anggota Jemaat mereka. Sebagaimana itu juga suatu keharusan bahwa mereka mendorong diri mereka sendiri guna melaksanakan itu dan menyajikan teladan bagi par anggota Jemaat.

Setiap pengurus Jemaat dapat berperan serta dalam aktifitas Tabligh dalam satu atau lain cara. Jika para pengurus menjadi teladan bagi para anggota maka sebagai dampak dari penyaksian contoh ini, banyak para Ahmadi yang secara otomatis tanpa diminta dan tanpa diingatkan akan mengamalkan rencana itu dan bergabung dalam usaha menyampaikan pesan Islam hakiki.

Beberapa Sekretaris belum banyak bekerja di divisi mereka padahal mereka bisa meluangkan waktu lebih banyak untuk bertabligh. Hal yang diperlukan hanya niat dan kehendak saja. Bagaimanapun, Sekretaris Tabligh nasional harus mengkomunikasikan rencana yang diambil dan disetujui ke sekretaris Tabligh di setiap kelompok lokal. Kemudian harus memastikan bahwa setiap bagian rencana itu disampaikan yang terkait anggota tersebut sampai ke setiap anggota Jemaat, yaitu yang berkaitan dengan anggota di luar masalah administratif.

Namun, diatas itu semua, harus Anda pahami hal yang mana Allah Ta’ala arahkan perhatian atasnya dalam ayat yang telah saya tilawatkan. Setiap Sekretaris Tabligh, para pengurus dan Daeyaan Khasoosi (da’i) harus bertindak sesuai dengan itu. Saya menyebut Dai Khusus secara istimewa karena mereka telah mengajukan diri dan berjanji menyediakan waktu untuk bertabligh lebih banyak dari orang-orang Jemaat lainnya. Namun, jika mereka memberikan waktu mereka dan mempunyai ilmu juga dan seiring dengan itu tidak memperhatikan hal-hal yang Allah Ta’ala arahkan perhatiannya maka takkan muncul keberkahan dalam pekerjaan mereka dan takkan tampak bagi mereka hasil-hasil yang mungkin diharapkan.

Ringkasnya, hal-hal yang Allah Ta’ala arahkan perhatian ialah hikmah lalu nasehat yang baik kemudian penggunaan dalil terbaik selama bertukar pikiran. Dewasa ini, mereka yang disebut ulama dan organisasi-organisasi teroris mencemarkan nama baik Islam dikarenakan kefanatikan, kejahilan dan argumentasi yang tidak masuk akal dan jauh dari hikmah kebijaksanaan hingga sampai ketaraf sedemikian rupa sehingga kalangan bukan Muslim percaya bahwa Islam kehilangan kebijaksanaan (hikmah) dan argumentasi-argumentasi, Islam merupakan agama yang tidak memiliki rasionalitas, dan Naudzubillah agama bagi orang-orang bodoh dan tidak waras (bodoh). Mereka percaya bahwa Islam hanya mengajarkan ekstremisme.

Bertabligh sesuai dengan perintah Allah Ta’ala dan menjalin rabtah dalam keadaan yang ada saat ini merupakan tanggung jawab yang sangat besar bagi setiap Ahmadi. Pentingnya ini pertama-tama harus dipahami oleh pejabat di setiap jenjang. Karya para ekstremis dan beberapa ilmuwan ini telah menyimpangkan citra Islam dalam dua tahun terakhir. Media juga telah menerbitkan karya-karya semacam itu sejauh jajak pendapat baru-baru ini dikeluarkan. Pertanyaannya adalah bahwa Islam itu keras, menindas dan Muslim dibenci. Tanggapan mayoritas adalah bahwa Islam adalah agama ekstremisme dan kekerasan, Di dalamnya, mereka tidak ingin tinggal di negara Muslim mereka, dan itu berbahaya bagi negara. Meski jajak pendapat yang sama diambil beberapa tahun yang lalu dan hasilnya justru sebaliknya, dengan mayoritas melihat Muslim sebagai orang baik.

Pentingnya hal ini harus dipahami pertama kalinya oleh pengurus di setiap jenjang. Perbuatan para ekstremis dan beberapa Ulama telah menyimpangkan citra Islam dalam dua tahun terakhir. Media juga telah menerbitkan perbuatan-perbuatan semacam itu sejauh mungkin sehingga jajak pendapat baru-baru ini dikeluarkan. Pertanyaan dalam jajak pendapat itu adalah tentang Islam itu keras, menindas dan orang-orang Muslim dibenci. Tanggapan mayoritas adalah Islam agama ekstremisme dan kekerasan. Mereka tidak ingin tinggal di negara Muslim. Orang-orang Muslim berbahaya bagi negara tersebut. Meski jajak pendapat yang sama diambil beberapa tahun yang lalu dan hasilnya justru sebaliknya, dengan mayoritas orang melihat orang Muslim sebagai orang baik.

Dalam kondisi-kondisi tersebut kita harus mengetahui sejauh mana kewajiban atas kita untuk tabligh sesuai cara yang diajarkan Tuhan kepada kita. Pertama, Allah Ta’ala berfirman bertablighlah dengan Hikmah (Bijak). Apa itu Hikmah? Hikmah memiliki arti yang amat banyak. Untuk dapat meraih kesuksesan dalam bertabligh, penting bagi kita untuk mengetahui makna-makna hikmah tersebut yang kita perhatikan dengan seksama saat kita bertabligh. Salah satu makna Hikmah adalah ilmu pengetahuan. Pengetahuan diperlukan dalam bertabligh. Sebagian orang berkata, “Kami tidak mempunyai ilmu pengetahuan sehingga kai tidak mampu bertabligh.” Mereka pun menemukan alasan dengan menggunakan makna hikmah ini.

Sebenarnya, hal itu bukan alasan terlebih pada zaman ini Hadhrat Masih Mau’ud as telah menyediakan sejumlah dalil-dalil dan bukti-bukti ilmiah. Ilmu-ilmu ini tersedia dalam literatur Jemaat. Dengan usaha sederhana saja, seseorang dapat meraih kemampuan ilmiah dalam batas besar. Selanjutnya, materi ini tersedia pula dalam corak tanya-jawab dan terdapat banyak sekali hal itu di internet. Banyak orang yang setelah kita sampaikan pesan Islam, dia berkata, “Kami tidak punya banyak waktu untuk pembicaraan lama.” Anda sekalian dapat menyampaikan pada mereka selebaran-selebaran dan tema-tema pokok dari link website Jemaat. Banyak orang yang terdapat ketertarikan dan tidak punya waktu banyak untuk berdiskusi lalu mereka meneliti tema itu dan memperoleh informasi. Sebagian orang memberitahu bahwa mereka memperoleh informasi mengenai Islam dari cara itu.

Maka dari itu, pertama, tingkatkanlah pengetahuan kalian supaya ketika kalian berdiskusi secara intelektual dengan seseorang, maka kalian berbicara sesuai dengan tingkat pemahaman orang tersebut. Kedua, kalian harus mengetahui di literature dan website Jemaat yang mana kita bisa memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kemudian argument atau jawaban yang diberikan kepada orang-orang yang berbeda agama serta mereka yang menyangkal keberadaan Tuhan harus sesuai dengan mentalitas, sikap dan sudut pandang mereka.

Hikmah (Kebijakan) juga berarti “kalimat yang kokoh dan tegas” dan “sebuah argumentasi yang pasti, yang tidak memerlukan bukti lebih lanjut untuk menetapkan kebenarannnya.” Oleh sebab itu, daripada kita terlibat dalam diskusi yang berkepanjangan, ada baiknya menganalisa dan menimbang terlebih dahulu tuduhan tersebut lalu berusaha keras membantahnya dengan dalil yang kuat. Kewajiban-kewajiban [sekretaris] bidang Tabligh ialah mengumpulkan kritikan-kritikan dan dalil-dalil untuk menanggapinya dalam sebuah buku lalu menyediakan buku tersebut ke berbagai Jemaat lokal supaya tersedia bagi orang-orang dalil-dalil ilmiah, kuat dan kokok demi menanggapi keberatan-keberatan itu.

Kemudian, Hikmah juga berarti al-’adl (keadilan, keseimbangan). Seseorang ketika berdiskusi hendaknya jangan menyampaikan kritikan-kritikan terhadap pihak lain yang bisa jadi itu mereka terapkan untuk balik mengkritik kita. Jemaat Muslim Ahmadiyah dengan karunia Allah, sebagai hasil tarbiyat Hadhrat masih Mau’ud as, buku-buku beliau as dan buku-buku para Khalifah juga, umumnya tidak mengarah ke kondisi ini. Umat Muslim awam dan para pengikut agama-agama lainnya mengarah ke keadaan semacam ini. Umat Islam yang menentang kita terkadang mengangkat kritikan semacam itu terhadap Hadhrat Masih Mau’ud (as), yang mana hal itu dapat juga digunakan untuk mengkritik nabi-nabi lainnya. Mereka yang menyebut diri Ulama juga terkadang mengangkat kritikan semacam itu terhadap Hadhrat Masih Mau’ud (as), yang mana hal itu dapat juga digunakan untuk mengkritik nabi-nabi lainnya. Maka dari itu, Sekretaris Tabligh juga harus mengumpulkan sanggahan-sanggahan atas tuduhan-tuduhan semacam itu dan meyediakannya untuk Jemaat.

Oleh karena itu, Sekretaris Tabligh ini juga harus mengarahkan perhatian orang-orang Ahmadi dan harus mengumpulkan keberatan-keberatan dan tanggapannya semacam itu serta mempersiapkan persediannya bagi para Ahmadi. Dari zaman Hadhrat Masih Mau’ud as sendiri, keberatan-keberatan ini muncul yang mana berlaku juga kepada pihak lain dan pihak agama pengkritik. Hadhrat Masih Mau’ud as lalu mengembalikan lagi tuduhan-tuduhan (kritik-kritik) itu kepada para pengikut agama lain berdasarkan literatur dan tulisan agama mereka.

Beliau as juga mengatakan kepada umat Islam, “Anda mengajukan keberatan terhadap saya sebagaimana yang telah diajukan terhadap Islam oleh orang-orang kafir pada masa sebelumnya.” Seperti yang saya nyatakan tadi, departemen Tabligh harus menerbitkan sejumlah keberatan tersebut dalam bentuk selebaran kecil [dengan disertai tanggapannya] dan mempersiapkannya untuk cabang-cabang Jemaat. Jika kita ingin menggerakkan sejumlah yang lebih besar dalam aktifitas Tabligh, departemen Tabligh harus melakukan upaya ini, berusaha sungguh-sungguh dan menanggung biaya-biaya juga.

Hikmah juga artinya al-hilm (kesantunan) dan kelemahlembutan. Oleh sebab itu, ada tuntutan untuk menggunakan kebaikan dan logika yang banyak selama tabligh. Pembicaraan yang bernada kemarahan dan terburu-buru dalam menjawab akan meninggalkan kesan negatif di mata pihak lain yang membuat mereka beranggapan bahwa kita tidak punya dalil-dalil sehingga menampakkan kemarahan. Sebaliknya, kita harus berbicara dengan santun terhadap mereka yang tengah marah. Sikap kemarahan dan emosional para Ulama telah menambahkan kesempatan bagi orang-orang non Muslim untuk mengkritik ajaran Islam. Jika selama perbincangan dari pihak Muslim berlaku santun dan lembut tentu sudah banyak kritikan yang secara otomatis hilang.

Kemudian, Hikmah juga berarti an-nubuwwah (Kenabian). Artinya kita harus bertabligh selama diskusi dengan menerapkan dan menggunakan dalil-dalil yang terdapat dalam al-Quran yang telah diwahyukan kepada Rasulullah (saw). Saya perhatikan selama saya berbicara di depan pengkritik Islam dengan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an maka hal ini meninggalkan kesan positif dalam diri mereka.

Makna lain dari kata Hikmah adalah mencegah ketidaktahuan. Artinya, seseorang harus berbicara dengan penyampaian yang mudah dimengerti orang lain sehingga dengan itu menghilangkan ketidaktahuannya. Hadhrat Rasulullah saw juga bersabda, حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ‘hadditsun naasa bima ta’rifuuna a tuhibbuuna an yukadzdzabaLlahu wa rasuluhu?’ – “Sampaikanlah kepada manusia hal-hal yang bisa mereka pahami, kalau tidak maka apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?!”

Termasuk makna hikmah ialah berbicara sesuai dengan kenyataan (kebenaran). janganlah kita berbicara dalam diskusi kecuali itu hal yang benar dan sesuai kenyataan serta tepat pada situasinya. Janganlah kita berbicara yang bertentangan dengan kenyataan hanya demi membuat pihak lain terkesan. Hal-hal itu yang bertentangan dengan kebenaran dan kenyataan menjadikan dampaknya buruk ketika pada suatu hari terungkap hal-hal yang sebenarnya di mata orang-orang. Maka dari itu, kita harus senantiasa mengatakan hal yang benar dan sesuai dengan situasi.

Termasuk pula makna hikmah ialah berbicara pada tempat dan sesuai dengan tuntutan keadaan. Artinya, jika Anda melihat bahwa dari satu segi pihak lain akan marah dan gusar atas penjelasan Anda tentang suatu dalil tertentu dan mereka akan bertengkar dengan Anda, bukannya menyimak dengan baik terhadap Tabligh Anda, lalu mereka bertambah menjauh dari Anda maka Anda harus menahan diri dari menyajikan hujjah (argumentasi) tersebut di depan mereka. Sajikanlah dalil-dalil yang mana situasi menuntut hal itu dan sesuai dengan sifat-sifat perbantahan serta membuat mereka dekat dengan Anda bukannya menjauh dari Anda.

Sebagian orang ada yang berbicara dalam sebuah pertemuan dengan pembicaraan yang membuat takjub dan berusaha meyakinkan itu. Ia tidak menghentikan pembicaraannya tersebut untuk mengejar kata-kata lawan dan mengajukan keberatan seolah-olah dia tidak membiarkannya sampai ia dapat diyakinkan (dibuat menerima) dengan segera dan di tempat itu juga. Bukannya ia mencukupkan perkataannya itu yang mempengaruhi lawan bicara secara positif untuk menyelesaikan percakapan dengannya nanti di kesempatan lain yang tepat. Perilaku ini menghilangkan dampak positif dari ucapannya yang sebelumnya, bahkan kata-katanya jadi membosankan, intoleransi dan membuat lawan bicara menjauh daripada mendekat. Jadi saya harus menginformasikan bahwa dalam bertabligh perlu untuk mengetahui tabiat dan temperamen lawan bicara.

Hal ini menuntut kita harus dawam dan konsisten dalam bertabligh. Demikian pula menjalin komunikasi dengan pihak lain. Sebab, komunikasi pribadi menolong seseorang dalam mengenal sifat-sifat pihak lain. Maka dari itu, suatu keharusan untuk bertabligh dengan rajin tanpa putus. Tidak hanya sekali atau dua kali setahun dalam seminggu atau dalam 10 hari melaksanakan Tabligh atau dengan membagi-bagikan literatur di jalan dan menganggap kita telah cukup bertabligh.

Telah datang kemari akhir-akhir ini banyak Ahmadi dari berbagai umur yang mengajukan suaka di sini. Sebagian mereka usia muda dan menikmati kesehatan yang bagus. Sebagian lagi berusia tua. Mereka mempunyai banyak waktu luang sehingga biasa tidak ada kegiatan di kebanyakan waktunya. Mereka dapat terlibat dalam pekerjaan Tabligh dan menyebarkan selebaran. Dengan itu mereka dapat berikan waktunya. Sedikit atau banyak disesuaikan dengan kesehatan dan umur mereka. Jika mereka tidak tahu bahasa setempatnya, mereka harus keluar dengan membawa selebaran dan CD serta membagikannya. Jika Anda ingin membagikan selebaran di jalanan, rencana ini juga harus dilaksanakan secara permanen, dan para pencari suaka ini dapat diberdayagunakan untuk itu. Hal ini juga termasuk kebaikan, penghargaan dan kinerja Tabligh juga, dan mereka dapat dengan cepat memperoleh izin suaka berkat dari pekerjaan Tabligh ini.

Bagaimanapun, Departemen Tabligh harus menyampaikan instruksi yang terkait Tabligh secara permanen kepada anggota. Bagian ini harus dilengkapi dengan publikasi (selebaran). Pekerjaan harus dilakukan berdasarkan instruksi ini. Sebagaimana juga perlu dilakukan pembahasan soal langkah-langkah hukum berdasarkan makna yang disebutkan dalam kata hikmat. Para pengurus, dan juga anggota masyarakat lainnya yang telah lama berada di sini, harus dilibatkan dalam pekerjaan ini, dan bukan hanya membiarkan mereka meninggalkan pekerjaan ini kepada pencari suaka ini dengan alasan telah membicarakannya secara khusus dengan mereka.

Mereka yang menyebut diri para Dai ilaLlah juga harus mengajukan diri ke bidang ini secara khusus menghabiskan waktu sebanyak yang mereka bisa untuk itu, dan tidak hanya puas dengan gelar ini saja (Dai). Kondisi kritis dunia sekarang mengharuskan kita untuk memberi tahu orang-orang tentang hal itu dengan jelas. Kita mengatakan kepada mereka, “Penyebab situasi ini adalah keterlibatan mendalam Anda dalam materialisme dan murka Allah terhadap orang-orang. Tidak ada jalan selain Anda harus kembali kepada Tuhan dan mencari agama yang benar.”

Perintah melaksanakan dakwah dengan nasehat yang baik (mau’izhah hasanah) terkandung dalam perintah Ilahi untuk bertabligh dengan hikmah juga. Artinya, kita harus bertabligh dengan cara yang santun dan menghasilkan pengaruh kedalam hati orang lain. Jadi ini merupakan tugas kita untuk menyampaikan tabligh sesuai dengan perintah Allah Ta’ala dengan hikmah (penuh bijak), dengan nasehat yang baik, argument (dalil) yang kuat yang mana itu argumen paling baik, dan penuh kegigihan untuk terus-menerus melakukannya tanpa putus.

Perihal hasil, Allah Ta’ala berfirman bahwa Dia sendiri yang akan memberikan hasilnya, yaitu siapa yang tersesat dan yang mendapat petunjuk hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya. Dia berfirman di tempat lain bahwa kalian tidak bisa memberikan hidayah (untuk menerima kebenaran) kepada orang lain dengan cara paksaan dan kekerasan. Tugas kalian bertabligh dan menyampaikan kebenaran kepada setiap orang di dunia. Kalian harus menunjukan kepada semua orang lain mengenai keindahan Islam dan ajarannya. Haruslah itu kita lanjutkan.

Manusia bukanlah ‘Aalimul Ghaib (Mengetahui hal-hal tersembunyi) sehingga Dia firmankan, “Pergilah menyampaikan pesan kebenaran kepada siapa yang akan menerimanya bukan yang hanya menyia-nyiakan waktu saja bersama orang lain.” Hal sebenarnya, manusia tidak tahu siapa yang akan terpengaruh dengan Tablighnya itu.

Allah berfirman, “Kalian tidak tahu siapa yang akan dapat diyakinkan dan siapa yang tidak yakin.” Sesuai dengan titah Allah, hasilnya bukan tanggung jawab kita. Kita tidak akan ditanya, “Mengapa hasil dari Tabligh kita tidak menjadi positif? Mengapa pesan kita tidak membuat semua orang meyakininya? Mengapa semuanya tidak masuk Islam?”

Kita akan ditanyai di hadapan Allah, “Apakah kalian telah menyampaikan pesan Tabligh tersebut? Mengapa kalian tidak memenuhi kewajiban untuk bertabligh? Mengapa kalian tidak mengikuti perintah Allah ini?”

Adapun orang-orang yang akan terbimbing dan yang tidak, hanya Allah Yang mengetahuinya. Jika kita melakukan tugas kita berupa Tabligh, setidaknya orang-orang tidak akan mengatakan kepada Allah setelah kematian mereka, “Ya Tuhan, tidak satu pun orang yang memberi tahu kami pesan tentang Islam, apa kesalahan kami dalam hal itu?”

Kita telah diperintah untuk bertabligh dan kita tidak bisa menolak maupun menghindarinya. Kita harus tuntaskan apa yang harus kita lakukan. Hanya Allah Ta’ala yang tahu siapa yang dibimbing dan siapa yang tidak. Kita harus memenuhi tugas yang diembankan kepada kita, bersama dengan itu ada janji Allah Ta’ala bahwa Dia dan Rasul-Nya akan menang, Insya Allah. Itulah sebabnya kami berharap satu hari nanti banyak orang berbondong-bondong akan masuk ke dalam Jemaat ini.

Beberapa orang mendengar pesan dan memahaminya, tapi termasuk kemalangan mereka untuk menaruh sendiri rintangan bagi iman mereka sehingga tidak menerima. Dua hari yang lalu, salah satu Muballigh dari Eropa menulis kepada saya, “Seseorang telah datang untuk menemui Hudhur dan menghadiri Jalsah tahunan di Jerman. Dia terpengaruh oleh Tabligh kita dan terkesan oleh suasana pertemuan tersebut. Dia telah berulang kali ingin membuat janji, namun memiliki beberapa kendala dalam setiap waktu.” Tuhan tahu apakah orang itu akan menerima seruan Tabligh kita atau tidak, tapi kita melunasi hutang tugas kita dengan bertabligh kepadanya dan memberi tahu ajaran-ajaran Islam yang benar.

Hal lain yang ingin saya sebutkan tentang Tabligh adalah beberapa orang bertanya kepada kami dan mengatakan, “Berapa banyak orang yang telah Anda buat memasuk Jemaat Anda, Ahmadiyah?” Mereka juga mengatakan, “Umat Islam tidak menganggap kalian Muslim.” Mereka juga mengatakan, “Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cara seperti yang Anda lakukan dalam mengkomunikasikan pesan Islam kepada orang-orang? Kami juga mengakui bahwa apa yang Anda tawarkan itu logis dan penuh kebijaksanaan.”

Saya juga telah menerima pertanyaan ini di berbagai tempat dan acara. Dalam tur Jerman ini, seorang wartawan memberi tahu saya pertanyaan ini, dan saya selalu menjawab, “Kami diperintahkan untuk mengumumkan pesan Tabligh tersebut. Kami tidak akan berpaling dari pemenuhan tugas itu. Kami tidak akan menghentikan pekerjaan ini. Namun, siapa yang akan terbimbing dan yang tidak; hanya Allah yang mengetahuinya. Kami akan terus melaksanakan tugas kami. Namun, Allah telah berjanji kemenangan adalah milik Allah dan Rasul-Nya, insya Allah, jadi kami sangat berharap akan menjadi mayoritas di dunia pada suatu hari, insya Allah.”

Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan banyak hal dalam tafsir ayat yang saya tilawatkan di awal khotbah. Beliau as mengatakan dan menunjukkan bagaimana lawan-lawan Islam kadang-kadang berusaha untuk mengobarkan emosi dan perasaan orang-orang. Tetapi beliau as bersabar demi mengamalkan ayat ini untuk menghindari pertengkaran yang panjang dan menghancurkan kedamaian.

Hadhrat Masih Mau’ud as pun memberikan beberapa petunjuk yang sangat terperinci tentang kandungan ayat tersebut yang akan saya bacakan, beliau as bersabda, “Allah Ta’ala mengetahui bahwa saya tidak pernah meninggalkan kebaikan dan kelemahlembutan saat menanggapi pembicaraan, (dengan kata lain, beliau tidak pernah berkata tanpa memperhatikan unsur kesopanan dan kelembutan, bahkan beliau selalu bertutur kata dengan kata-kata yang sopan dan lembut) kecuali beberapa kali dalam kondisi ada tulisan yang sangat keji dan yang melampaui batas dari para penentang, dan untuk batas tertentu, saya menggunakan kata-kata keras dan tegas yang di belakangnya terdapat hikmah. Kaum kita tentu akan menemukan di dalamnya kompensasi sehingga mereka menulis hal-hal yang bersifat menyerang demi meluapkan emosinya.”

(Dengan kata lain, ketika para pemuka yang jahat dan mereka yang buruk dari kalangan penentang Islam bersikap melampaui batas dan mereka yang memimpin orang-orang terkadang melampaui batas dalam permusuhan terhadap kita dan menyesatkan masyarakat, maka kita perlu menanggapi mereka dengan keras yang sama seperti yang mereka gunakan dalam tulisan mereka menentang kaum Muslimin. Kita takkan menambah-nambah atau melampaui batas. Tidak perlu setelahnya lagi sebab umat Muslim membalas orang-orang yang melampaui batas ini dan menggunakan tindakan bersifat menyerang agar tidak terjadi hasutan dan kerusuhan)

Sikap keras ini bukan hasil revolusi kejiwaan atau kemarahan, namun telah digunakan sebagai strategi bijak (hikmah) mengamalkan perintah Allah: ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ “Panggillah kepada jalan Tuhan engkau dengan bijaksana dan nasihat yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan mereka, dengan cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan engkau Dia lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalannya, dan Dia mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl 16: 126)

Artinya, ketika kita bersikap keras dalam posisi semacam itu kadang-kadang, kita melakukannya sesuai dengan ayat Alquran ini, yang memerintahkan tindakan kebijaksanaan, yaitu, memerintahkan kita untuk mengatakan sesuai dengan situasi saat diperlukan untuk menanggapi lawan, dan dalam keadaan itu saja perkataan keras digunakan. Sebaliknya, umumnya kita bersikap santun dan lembah lembut)

Oleh karena itu, kita harus tanamkan perbedaan jelas tentang ini di dalam benak kita dan jangan menunjukan kelembekan pendirian (mudah mengiyakan) sehingga kita sepenuhnya kehilangan integritas dan kehormatan, hanya karena kita merasa bahwa kita sedang bertabligh dan menyampaikan pesan tersebut kepada orang lain. Memang benar, kita harus tidak membuat keributan dan pertengkaran namun terkadang seseorang terpaksa perlu untuk memberikan bantahan perihal apa yang sedang dikatakan oleh penentang. Saat para penentang melampaui batas dalam penentangan mereka atau mereka menggunakan kata-kata menghinakan dan kotor sampai tingkat rendah maka seseorang terpaksa menanggpinya dengan kata-kata keras guna menghindari fitnah.

Beliau as juga bersabda, “Makna ayat جَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ‘debatlah mereka dengan cara yang terbaik’ bukanlah artinya menerapkan kesopanan sampai ke tingkat mudahanah (menunjukkan kelemahan dalam iman) dan membenarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran.”

Tidak diragukan lagi bahwa hikmah kebijaksanaan itu perlu di tiap hal dan demikian pula kelemahlembutan dalam berkata-kata dan akhlak juga suatu keharusan namun mengatakan apa yang salah sebagai salah, juga hal yang harus. Maka dari itu, hendaknya diingat bahwa hikmah bukan berarti pengecut dan membenarkan sesuatu yang salah demi mendekatkan orang lain pada dirinya.

Contohnya, hari ini orang-orang duniawi atas nama kebebasan memberlakukan undang-undang yang sepenuhnya bertentangan dengan Syariat (Hukum Islam). Apabila kita secara lantang bersuara menentang mereka, mereka akan berkata bahwa meskipun orang-orang Ahmadiyah mengklaim bebas dari segala jenis ekstrimisme dan menentangnya serta mendemonstrasikan tidak ekstrim, tetapi mereka juga sangat ekstrim terhadap isu-isu tertentu, seperti larangan berjabat tangan pria dengan wanita atau menentang homoseksual. Beberapa pertanyaan diajukan kepada saya saat saya di Jerman. Sebagian orang berkomentar negative namun kebanyakan paham akan kebenarannya. Kita tidak perlu berkelahi (bertengkar) namun kita harus mengatakan salah terhadap apa yang memang salah.

Di UK (Inggris), beberapa hari lalu, seorang anggota partai politik yang amat popular dan calon kandidat ketua partai mengumumkan ia tidak bisa mencalonkan diri menjadi ketua partai karena ia menentang homoseksual dan aborsi. Ia berkata, “Kedua hal tersebut sudah sedemikian rupa adanya, sehingga masyarakat tidak menerima siapapun yang menentangnya.”

Sejauh menyangkut isu homoseksual, al-Quran dan Bible keduanya menyebutkan bahwa ketika perilaku ini merebak di tengah-tengah manusia, maka Tuhan menjatuhkan hukuman-Nya kepada mereka. Tapi, berkenan dengan aborsi, kita menganggap hal tersebut diperbolehkan dalam situasi, keadaan atau perkara-perkara tertentu. Namun, bagi orang tersebut, ia berpandangan secara mutlak itu dilarang.

Demikian pula dengan pemimpin politik lainnya yang melakukan pengunduran dirinya beberapa bulan lalu karena ia menentang homoseksual dan mengatakan, “Hal tersebut membuat pendirian saya terbelah dua antara memilih politik atau keimanan. Oleh karena itu, saya berpikiran lebih baik untuk melindungi keimanan saya dengan mengundurkan diri dari pemimpin partai.”

Jadi, apabila orang-orang itu yang mana mereka orang-orang duniawi dan yang agama mereka saja sudah tidak orisinil (sudah tidak murni) berani mengorbankan keduniawian mereka demi keimanan mereka dan sama sekali tidak menunjukan sifat kelembekan atau kepengecutan, lalu seperti apa seharusnya kekuatan iman kita yang mempercayai syariat terakhir dan berlaku selamanya?

Kita harus menolak hal-hal ini [yaitu homoseksualitas dan tsb diatas] dengan hikmat dan dengan dalil-dalil qath’i (bukti tegas) dalam hubungan duniawi kita dan dalam hubungan advokasi kita juga dan kita tidak boleh takut demi kepentingan duniawi kita, atau kita harus setuju dengan mereka karena takut mereka memutuskan hubungan. Jika kita berbicara dengan bijak maka itu tidak akan mengakhiri hubungan, dan seperti yang saya sebutkan bahwa Tuhan berfirman, “Aku lebih Mengetahui mana yang mendapat petunjuk.” Maka, seseorang yang Tuhan ingin membimbingnya maka dia akan membuka hatinya sendiri.

Para pengurus Jemaat harus menaruh perhatian banyak terhadap hal ini, karena kalau saya perhatikan para pengurus lebih cenderung memperlihatkan kepengecutan tersebut. Mereka hendaknya jangan takut dengan penentangan sebab penantangan akan membuka seluas-luasnya jalan baru dalam pertablighan. Hadhrat Masih Mau’ud a.s bersabda di satu kesempatan: “Seberapa keras kebatilan (kepalsuan) melakukan penentangan terhadap kebenaran sebanyak itulah kekuatan kebenaran dan potensinya akan menjadi tambah lebih tajam, [Kebohongan seberapa gencarnya melakukan perlawanan terhadap kebenaran maka sebanyak itulah kekuatan kebenaran akan menjadi bertambah.]

Di kalangan para petani juga terdapat ungkapan yang masyhur bahwa seberapa teriknya panas matahari di musim panas maka sederas itulah hujan akan turun di musim hujan. Ini merupakan fenomena alamiah yaitu seberapa kerasnya kebenaran itu dimusuhi seperti itulah kebenaran itu akan menjadi terang dan memperlihatkan keagungannya. Di tempat-tempat mana lebih banyak permusuhan yang terjadi dalam menentang kita maka di sana Jemaat berdiri. Sementara itu, di tempat mana orang-orang setelah mendengar Jemaat mereka menjadi diam maka di sana kebanyakan tidak akan ada kemajuan.”

Kita menyaksikan semua pemandangan itu bahkan hingga hari ini. Belum lama ini di Jerman, saya berjumpa dengan seorang tamu bukan Ahmadi yang sangat terkemuka dari Aljazair. Ia datang menemui saya dan berkata, “Tidak disangsikan saat ini Jemaat tuan mengalami banyak penderitaan dan penganiayaan namun pengenalan mengenai Jemaat tuan ini tablighnya menjadi meluas mencapai hampir ke seluruh dunia akibat penentangan tersebut, dan orang-orang mulai mencari tahu Jemaat tuan ini. Anda tidak mungkin mampu menyebarkan perkenalan semacam ini hingga batas ini meski itu usaha dalam 10-20 tahun juga. Hal ini karena adanya penentangan.”

Sebagian Ahmadi Aljazair menulis surat kepada saya, “Orang-orang dalam jumlah besar dari berbagai wilayah telah siap berbaiat. Mereka sedang menunggu keadaan-keadaan yang membaik dalam beberapa hal.” Maka dari itu, janganlah hendaknya merasa takut akan permusuhan juga atau dari orang-orang duniawi. Namun, meski demikian, berpegang teguh dalam hikmah itu juga suatu keharusan.

Suatu hal yang penting dalam bertabligh untuk adanya kesesuaian antara ucapan dan perbuatan serta menjalankan apa-apa yang dikatakan. Kata-kata yang penuh hikmah tidak akan keluar dari mulutnya dan juga tidak akan membawa pengaruh kepada orang lain saat tidak adanya keharmonisan antara ucapannya dan perbuatannya tersebut. Ucapan yang kita ucapkan hanya akan memberikan dampak ketika adanya konsistensi keduanya yaitu antara ucapan dan perbuatan. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda perihal ini, “

Kemudian di satu tempat beliau as bersabda, “Ada ratusan ribu penceramah ulung. Banyak sekali maulwi dan ulama yang sering tampil di mimbar-mimbar. Mereka menyatakan diri naib ar-rasul (pembantu Rasul) dan waratsatul anbiyaa (pewaris para nabi) dan banyak memberi nasehat. Kata mereka, ‘Jauhilah takabbur, menipu dan penyakit akhlak lainnya!’ Namun, justru itulah perbuatan mereka. Engkau dapat mengenali mereka yang sebenarnya dengan tolok ukur seberapa jauh segala ucapan mereka itu mampu menyentuh qalbu orang-orang?” (Setiap perkataan seorang Muballigh tidak akan ada pengaruhnya tanpa ia harmonis antara perkataannya dan perbuatannya.)

“Jika orang-orang demikian memiliki kekuatan dalam beramal dan mereka senantiasa mengamalkan sesuatu terlebih dahulu sebelum menyampaikannya maka tidak akan difirmankan di dalam Al-Quran: لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ () ‘… untuk apa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan?’ [Ash-Shaff, 61:3] Ayat ini mengungkapkan bahwa ada orang-orang di dunia ini yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan, sebagaimana memang orang-orang demikian itu telah ada dan akan terus ada di masa mendatang.

Dengarlah sungguh-sungguh dan renungkanlah! Perkataan seseorang tidak akan ada pengaruhnya jika tidak diikuti dengan kejujuran hati dan didukung dengan kekuatan berbuat. Dari bahasan ini, menjadi jelas kebenaran Nabi kita yang Termulia saw karena kesuksesan dan pengaruh ke dalam hati orang-orang yang telah beliau saw timbulkan tidak ada bandingannya dalam sejarah Bani Adam (umat manusia). Semua hal itu terjadi karena terdapat kesesuaian sempurna antara ucapan beliau saw dan perbuatan beliau saw.”

Kemudian, beliau as bersabda, “Ingatlah baik-baik! Kata-kata manis dan kefasihan ucapan saja tidak akan berguna apa-apa selama itu tidak dibarengi dengan amal perbuatan. Hanya ucapan semata tidak ada artinya dalam pandangan Allah. Dia berfirman, كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ ‘Alangkah besar murka Allah bila kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian amalkan.’”

Hadhrat Masih Mau’ud as lebih jauh bersabda: “Orang beriman seharusnya tidak menjalankan kehidupan ganda (dua wajah berbeda), dan harus selalu menjauhkan diri senantiasa dari kepengecutan dan kemunafikan. Jagalah selalu ucapan dan perbuatan kalian dengan lurus serta tunjukan keharmonisan antara keduanya sebagaimana para Sahabat Nabi saw lakukan. Kalian juga harus megikuti jejak langkah mereka dan mendemonstrasikan kejujuran dan ketulusan kalian.”

Di tempat lain beliau as juga bersabda, “Hal yang utama untuk membela Islam dan menyebarkan kebenarannya ialah dengan menjadi teladan sebagai orang Muslim sejati. Segi kedua ialah bertabligh menyebarluaskan keunggulan Islam ke seluruh dunia.”

Dalam bertabligh harus terjadi perubahan suci dalam diri kita. Ketika kita menjadi model sejati seorang Muslim, maka tidak ada lagi pertanyaan jika perhatian orang-orang tidak akan tertarik kepada kitu. Bahkan, dengan melihat sikap teladan seseorang maka otomatis perhatian orang-orang akan tertuju padanya, dan secara tidak langsung ia telah bertabligh, sehingga jalan tabligh secara terorganisasi pun terbuka. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik pada kita untuk bisa mengamalkan cara-cara tersebut.

[1] Shahih al-Bukhari, Kitab tentang ilmu pengetahuan, no. 127.
Riwayat Hadhrat Ali ibn Abi Thalib

[2] Tiryaqul Quluub, Ruhani Khazain jilid 15, h. 305

[3] Jacob Rees-Mogg, dari Partai Konservatif (Tory), seorang Katholik
yang awal September 2017 menyatakan hal diatas.

https://www.lifesitenews.com/news/uk-leadership-candidate-turns-heads-with-opposition-to-abortion-gay-marriage

http://www.huffingtonpost.co.uk/john-reynolds/jacob-rees-mogg_b_17915772.html

[4] Tim Farron, pemimpin Partai Liberal Demokrat di Inggris
mengundurkan diri pada bulan Juni 2017.

https://www.theguardian.com/politics/2017/jun/14/tim-farron-quits-as-lib-dem-leader

https://www.theguardian.com/politics/video/2017/jun/15/what-we-know-about-tim-farron-resignation-video-report

[5] Malfuzhat jilid 5 hlm. 310-311.

[6] Malfuzat jilid 1, hal. 67, Edisi 1985, Terbitan UK, Pidato Jalsah
Salanah 1897, h. 73-74

[7] Pidato Jalsah Salanah 1897, h. 80

[8] Al-Hakam, jilid 9, nomor 16, edisi 10/5/1905, h. 2

Penerjemah Dildaar Ahmad & Yusuf Awwab

 

 

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.