Peresmian Masjid Fath-e-Azeem di Zion City, Illinois, Amerika Serikat

peresmian masjid fath-e-azeem ahmadiyah

Peresmian Masjid Fath-e-Azeem (مسجد فتح عظیم) di Zion City, Illinois, Amerika Serikat

Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 30 September 2022 (30 Tabuk 1401 Hijriyah Syamsiyah/04 Rabi’ul Awwal 1444 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Fath-e-Azeem di Zion City, Illinois, Amerika Serikat.[1]



Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ * (آمين)

Hari ini Anda semua berkumpul untuk peresmian masjid di sini di Zion. Allah Ta’ala telah menganugerahkan taufik kepada Jemaat Ahmadiyah Amerika untuk membangun masjid ini, dan membangunnya di suatu kota yang memiliki pertalian penting dalam sejarah Jemaat.

Dua hari sebelumnya, seorang wartawan bertanya kepada saya bahwa mengapa masjid ini sangat penting untuk tempat ini?

Saya sampaikan kepadanya bahwa bagi kita, setiap masjid adalah penting. Semua masjid adalah penting bagi kita. 

Ia menganggap bahwa saya datang ke sini secara khusus hanya untuk Masjid ini. Saya katakan bahwa saya sebelumnya pun datang kemari untuk meresmikan berbagai Masjid. Namun demikian, saya sampaikan kepadanya bahwa Masjid ini pun memiliki suatu keistimewaan. Yaitu, masjid ini telah dibangun di kota mana seorang penentang Islam pernah tinggal. Bagi mereka yang menaruh perhatian pada sejarah, mereka akan berupaya untuk mendalami sejarah ini dan kami bermaksud mengungkapkan sejarah ini, karena tidak ada yang mengetahui sejarah kota ini dan tidak pula mengetahui tentang Dowie selain Jemaat Ahmadiyah. Jemaat pun telah menyelenggarakan satu pameran yang menerangkan tentang sejarah ini, yang menurut Jemaat adalah penting terkait kota ini; dan bagi siapa saja yang tertarik, mereka bisa mengambil manfaat dari pameran tersebut. Barangkali suatu artikel pun akan diterbitkan besok mengenai hal ini.

Dengan demikian, sebagaimana telah saya sampaikan, tentang pentingnya sejarah kota ini, dimana pernah ada seorang pendakwa palsu dan ia menggunakan kata-kata buruk dalam menentang Hadhrat Masih Mau’ud (as) lalu tentang kehancurannya dan bagaimana berdirinya Jemaat di kota ini, hal ini membuat (dan hendaknya membuat) setiap Ahmadi bersyukur kepada Allah Ta’ala.

Kemudian, sesuai petunjuk Rasulullah (saw), kita pun menyampaikan terima kasih kepada penduduk kota ini, dimana meskipun pemerintah setempat pada awalnya menolak pembangunan masjid ini (mereka menentang pembangunannya), namun penduduk setempat berdiri mendukung kami sehingga pemerintah setempat pun memberi izin kepada kami untuk membangun masjid.

Dengan demikian, hal ini semata petunjuk Rasulullah (saw) yang pernah bersabda, مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ – Mal lam yasykurin naasa lam yasykurillaah – “Siapa saja yang tidak bersyukur kepada manusia, ia tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala.”[1] Jadi, sesuai petunjuk ini, kita hendaknya bersyukur kepada Tuhan yang Maha Agung yang telah memberi kita taufik untuk membangun masjid ini. Dengan demikian, bagi para Ahmadi, hari ini bukan hanya hari yang berbahagia, tetapi juga hari untuk bersyukur sebanyak-banyaknya kepada Tuhan, yang mana selain Dia telah membangun masjid ini, juga telah Dia perlihatkan pada kita suatu tanda hidup kebenaran imam di zaman ini dan pecinta sejati Yang Mulia Rasulullah (saw).

Saya akan menerangkan juga beberapa hal tentang sejarah di masa itu yang berasal dari lembaran-lembaran sejarah, yang darinya diketahui pentingnya hal ini dan tentang kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud (as), dimana diketahui banyak orang yang juga telah menerima hal ini. Dan semakin banyak kita bersyukur, demikian jugalah Allah Ta’ala akan terus menganugerahi kita dengan karunia-karunia-Nya dan tanda kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud (as) akan semakin terbuka pada diri kita. Alhasil, ini merupakan suatu ungkapan syukur kita, dimana kita menjadi saksi kebenaran tanda-tanda itu.

Memang tidak diragukan banyak sekali dan tidak terhitung janji Allah Ta’ala terhadap Hadhrat Masih Mau’ud (as), yaitu terkait kemajuan Jemaat. Kemajuan-kemajuan Jemaat telah diperlihatkan dan sedang serta akan diperlihatkan kepada Anda sekalian. Tapi kita dapat dikatakan berhak menjadi hamba yang patut menyaksikan kemajuan-kemajuan tersebut dan ikut serta di dalamnya, tatkala kita menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ala, hamba yang menjalani perintah-perintah Allah Ta’ala, dan memenuhi hak-hak Allah. Tidak terhingga janji-janji Tuhan yang telah kita saksikan pemenuhannya di kehidupan kita ini. Allah Ta’ala memperlihatkan pada waktunya, pemandangan terpenuhinya setiap janji-janji-Nya. Jika ini bukan pemandangan terpenuhinya janji-janji Tuhan, apa lagi?

Tatkala 120 (seratus dua puluh) tahun yang lalu beliau (as) dengan kabar gaib dari Allah Ta’ala, telah menubuatkan kehancuran seorang pendakwa palsu dan musuh Islam, (dimana terkait kotanya ini [yaitu kota Zion] ia telah mengumumkan bahwa tidak akan ada seorang Islam pun yang dapat masuk ke kota ini sebelum ia menjadi Kristen), tetapi Allah Ta’ala justru telah menurunkan taufik kepada Jemaat ini untuk mendirikan masjid [di sini]. Alhasil, ini merupakan pekerjaan Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala telah menetapkan seorang miliarder dan yang memiliki kebesaran duniawi itu sebagai pendusta dan Dia telah menghancurkannya sementara Dia telah menjadikan pendakwaan hamba pilihan-Nya yang tinggal di satu desa kecil di Punjab yang bertujuan untuk menghidupkan kembali Islam menjadi menggema di 220 negeri di dunia. Namun apakah pekerjaan kita telah selesai sampai di sini? Apakah ini telah cukup dengna kita membangun satu Masjid di satu kota kecil di Amerika dan Jemaat telah meraih kemajuan? Tidak.

Allah Ta’ala telah menjadikan seluruh dunia sebagai medan [pertabligan] untuk Hadhrat Masih Mau’ud (as). Kita harus membawa baik kota kecil maupun besar, serta segenap negeri untuk menjadi khadim Baginda Nabi Muhammad (saw). Jika kita melihat sarana-sarana yang ada pada kita, ini tampak sebagai satu pekerjaan yang sangat besar. Walaupun dengan semua [keterbatasan] ini, Allah Ta’ala telah meletakkan tanggung jawab akan tugas ini kepada kita. Ini pun adalah janji Allah Ta’ala kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as). Meski demikian, beliau bersabda, “Semua pekerjaan yang tengah dijalankan ini semata upaya kita yang sederhana. Pada dasarnya hal ini membutuhkan banyak doa dan dengan doa-doa-lah pekerjaan ini dapat berjalan.” Maka dari itu, kita harus senantiasa mengedepankan hal yang penting ini, yaitu berilah perhatian khusus kepada doa-doa.

Pembangunan masjid-masjid pun ditujukan untuk hal ini yaitu agar manusia berkumpul untuk beribadah di dalamnya. Dirikanlah shalat lima waktu di hadapan Allah Ta’ala. Dirikanlah shalat jumat secara dawam.

Janganlah pesona dan kesibukan duniawi menjadikan diri lupa akan ibadah-ibadah kita. Jika kita melupakan ibadah-ibadah kita maka pembangunan masjid ini hanya seolah mendirikan bangunan duniawi semata; kita seolah menyampaikan kepada dunia bahwa di sini telah dibangun satu masjid umat Islam, tetapi mungkin amal perbuatan kita tidak layak di sisi Allah Ta’ala untuk menyerap karunia keberkatan-keberkatan dari masjid ini atau menjadi diantara para penolong Hadhrat Masih Mau’ud (as).

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Jadilah penolongku dengan doa yang terus-menerus tanpa henti, supaya kita sedapat mungkin segera melihat terpenuhinya karunia-karunia Allah Ta’ala.” Dengan demikian, pada hari ini setiap kita memiliki tugas untuk menjadikan ibadah-ibadah kita sebagai bagian erat kehidupan kita demi meraih kemakbulan-kemakbulan doa.

Tanamkanlah juga kebiasaan beribadah kepada anak keturunan kita. Dirikanlah dan pereloklah shalat-shalat kita sesuai dengan jalan yang telah Allah Ta’ala firmankan. Tunduklah di hadapan Allah Ta’ala dengan penuh ketulusan dan mohonkanlah kemajuan demi kemajuan dari-Nya dengan penuh kerendahan. Betapa beruntungnya [para Ahmadi] diantara kita yang telah meraih segenap hal ini lalu ia melihat turunnya hujan deras karunia Allah Ta’ala.

Jika kita meninggikan tolok ukur ibadah-ibadah kita, mendahulukan agama daripada duniawi maka kita akan melihat terpenuhinya janji-janji Allah Ta’ala kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as) di dalam kehidupan kita. Jadi, kita harus menaruh perhatian pada keadaan diri kita.

Janganlah larut ke dalam keduniaan setelah berpindah ke negara-negara maju ini. Beberapa waktu yang lalu, para pencari suaka baru pun telah datang ke negara ini. Meski demikian, janganlah tenggelam dalam keduniaan.

Setiap masjid yang berdiri di sini hendaknya menjadi pembangkit semangat dan gejolak baru serta hubungan baru yang erat dengan Allah Ta’ala di dalam diri kita. Allah Ta’ala pasti akan memenuhi janji-janji-Nya. Janganlah disebabkan perbuatan-perbuatan kita sehingga masa pemenuhan itu menjadi jauh, atau sempurna di tangan orang selain kita yaitu orang-orang yang datang setelah kita, sementara kita menjadi kehilangan darinya.

Allah Ta’ala telah menjanjikan kemenangan Islam kepada Baginda Nabi (saw) dan apakah ada (saat itu dan kini) seorang Nabi yang lebih dicinta oleh Allah Ta’ala daripada Nabi (saw)? Meski demikian, bukankah ratapan tangis, kerendahan dan doa-doa beliau (saw) di kesempatan perang Badr telah menempati martabat sangat tinggi? Beliau (saw) sedemikian rupa meratap pilu, hingga ujung kain rida’ [kain semacam selendang yang bisa menjadi sorban] beliau berkali-kali jatuh dari pundak beliau. Tatkala Hadhrat Abu Bakar Siddiq (ra) bertanya, “Wahai Rasulullah, Allah Ta’ala telah menjanjikan kemenangan dan pertolongan. Lalu mengapa Anda sedemikian menampakkan kegelisahan?”

Atas hal ini beliau (saw) bersabda, “Allah Ta’ala adalah Maha Kaya. Di berbagai kemenangan pun terkandung syarat-syarat tersembunyi. Maka dari itu, sudah semestinya saya untuk memohon pertolongan Allah Ta’ala dengan segenap kerendahan.” [2]

Kemudian, setelah serangan yang berulang kali dari musuh di berbagai kesempatan dan meski beliau (saw) harus menanggung berbagai kehilangan dan kerugian, dalam waktu beberapa tahun kemudian Allah Ta’ala menurunkan suatu kemenangan yang tiada suatu sejarah pernah melihat atau mendengar kemenangan agung seperti demikian, dimana musuh sekalipun tidak hanya menjadi pemeluk Islam, namun bahkan menjadi para pecinta sejati beliau (saw) yang telah bersedia menyerahkan jiwa mereka melalui gambaran amalan nyata mereka. Mereka telah membuktikan kepada dunia [dengan janji] bahwa tidak ada seorang musuh pun yang mampu menyentuh Baginda Nabi (saw) sebelum sanggup melalui mayat mereka. Adapun bagi orang yang telah ditakdirkan mendapat kehinaan, maka Allah Ta’ala pun telah menghancurkan mereka.

Hadhrat Masih Mau’ud (as) berdoa, “Itu semata-mata buah doa-doa yang dipanjatkan oleh seseorang yang larut dalam kecintaan kepada Allah Ta’ala (yaitu Rasulullah [saw]) yang telah menciptakan revolusi ini.”[3]

Pada masa ini pun, merupakan buah doa-doa yang dipanjatkan oleh hamba sejati Rasulullah (saw)-lah yang tergenapi pada waktunya dan menggiring dunia untuk menjadi hamba-hamba Hadhrat Rasulullah (saw), namun kalian yang mengaitkan diri denganku, bantulah aku dengan doa-doa dan kesalehan amal perbuatan kalian.

Terkait:   Kehidupan Hadhrat Rasulullah SAW (II) : Ekspedisi di Masa-Masa Awal

Hari ini kita duduk di masjid ini dan tengah meresmikannya. Masjid ini juga diberi nama Masjid Fath-e-Azeem dan nama ini diberikan berdasarkan ilham dan nubuatan Hadhrat Masih Mau’ud (as). Beliau (as), setelah menerima kabar dari Allah Ta’ala, menubuatkan kematian Dowie dan beliau menyataka tanda di mana akan segera terjadi kemenangan dan dunia menyaksikan dalam jangka waktu lima belas hingga dua puluh hari bagaimana Allah Ta’ala telah membinasakannya dan dia dibinasakan dengan penuh kehinaan. Bagaimana perlakuan Allah Ta’ala sebelumnya, itu merupakan pembahasan terpisah. Namun, beliau – setelah mendapat kabar dari Allah Ta’ala – menyebut tanda kematiannya sebagai kemenangan besar dan hari ini adalah langkah selanjutnya, yaitu kita tengah meresmikan sebuah masjid di kota ini.

Kita telah menyaksikan tergenapinya satu bagian ilham yang beliau terima sekitar 115 tahun lalu dan langkah selanjutnya kita tengah saksikan hal itu tergenapi pada hari ini. Seratus lima belas atau seratus dua puluh tahun yang lalu, surat kabar pada waktu itu, yang merupakan surat kabar sekuler, menerbitkan perihal tantangan Hadhrat Masih Mau’ud (as) di surat kabar mereka dan kemudian mengabarkan kematiannya juga. Jadi ini merupakan tanda dari Allah Ta’ala yang diyakini oleh dunia.

Saya akan sampaikan sedikit bagian dari beberapa surat kabar di sini [di Amerika Serikat] yang tidak mungkin dapat disampaikan semuanya. Surat kabar ‘Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 menulis pengenalan mengenai Hadhrat Masih Mau’ud as, pendakwaan beliau dan tantangan yang beliau sampaikan, kemudian menulis berkenaan dengan Dowie. Saya akan sajikan beberapa kutipan suratkabar yang sama. Tertulis judul besar: Great is Mirza Ghulam Ahmad The Messiah. Foretold Pathetic End of Dowie, and now He Predicts Plague, Floods and Earthquakes – “Hebatnya Mirza Ghulam Ahmad, Almasih yang telah menubuatkan akhir menyedihkan Dowie dan sekarang dia menubuatkan akan datangnya wabah, banjir dan gempa bumi.”[4]

Dikatakan, “Tanggal 23 Agustus telah berlalu ketika Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, India telah menubuatkan kematian Alexander Dowie yang mendakwakan diri sebagai Elia II dan itu telah tergenapi (terjadi) pada bulan Maret lalu.”[5]

“Pria India ini telah terkenal di belahan dunia timur selama bertahun-tahun. Dia mendakwakan diri, ‘Almasih sejati yang dinubuatkan kedatangannya di akhir zaman adalah saya’ dan Tuhan memberikan kehormatan kepadanya. Dia pertama kali disebut-sebut di Amerika pada tahun 1903 ketika konfliknya dengan Elia III terungkap. Sejak kematian Dowie, sang Nabi India telah menyentuh puncak ketenaran setelah menubuatkan kematian Dowie bahwa dia akan mati dengan membawa kedukaan dan penderitaan yang luar biasa dalam hidupnya, (yakni kematian Dowie terjadi semasa hidupnya Mirza Sahib).”[6]

Kemudian surat kabar mengutip sabda Hadhrat Masih Mau’ud (as), “Jika (Dowie) menerima permintaan saya untuk mubahalah (tarung doa) lalu tampil untuk menghadapi saya secara terang-terangan atau isyarat maka dia akan meninggalkan dunia fana ini dengan membawa serta penyesalan dan kedukaan besar. Jika Mister Dowie melarikan diri dari pertarungan ini, lihatlah, hari ini saya akan mengajak seluruh penduduk Amerika dan Eropa untuk bersaksi bahwa cara tersebut akan dianggap sebagai corak kekalahannya dan jika itu terjadi, publik harus meyakini semua klaim Dowie sebagai Elia hanyalah tipuan dan kedustaan lisan semata dan meskipun dengan cara itu, dia ingin lolos dari kematian, namun sebenarnya menghindari pertarungan besar seperti ini pun merupakan satu bentuk kematian. Maka pahamilah dengan pasti, malapetaka akan segera menimpa Zionnya, karena salah satu dari dua corak ini pasti akan menimpanya.[7]

Sekarang saya (Hadhrat Masih Mau’ud [as]) akhiri tulisan ini dengan doa, ‘Wahai Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Sempurna yang telah menampilkan manifestasinya kepada para Nabi dan akan terus memperlihatkannya, segerakanlah putusan ini untuk mengungkapkan kebohongan Pigott dan Dowie kepada manusia, karena di zaman ini para makhluk yang lemah ciptaan Engkau telah terperangkap dalam penyembahan sesama manusia dan menaruh keyakinan kepada makhluk fana lembah seperti diri mereka dan telah melenceng sangat jauh dari Engkau.’”[8]

Surat kabar itu kemudian menulis, “Pada awalnya Dowie tidak memberikan perhatian publik terhadap tantangan dari Timur Jauh ini, tetapi pada tanggal 26 September 1903, dia mengatakan dalam Zion City Publication (semacam suratkabar kota Zion), ‘Orang-orang bertanya kepada saya mengapa saya tidak menjawabnya. Apakah kalian membayangkan saya akan menanggapi nyamuk dan lalat seperti itu? Jika saya menginjakkan kaki saya pada mereka, saya akan hancurkan hidup mereka. Saya hanya memberi mereka kesempatan untuk terbang dan hidup.’

Hanya satu kali dia (Dowie) menunjukkan dengan suatu cara bahwa dia tahu keberadaan Mirza Ghulam Ahmad, yaitu ketika dia menyebut Mirza Sahib sebagai Almasih Muhammadi yang bodoh. (Naudzubillah) dan pada 12 Desember 1903, dia menulis, ‘Jika aku bukan Nabi Tuhan, tidak akan ada lagi orang lain sebagai Nabi di atas bumi Tuhan.’ Pada bulan Januari, dia (Dowie) menulis, ‘Tugasku membawa keluar orang-orang dari timur, barat, utara, dan selatan lalu mereka menetap di kota ini dan kota-kota Zion lainnya, hingga saat dimana kaum Mahometan (istilah orang Barat untuk umat Islam) akan sirna. Semoga Allah menunjukkan kepada kita saat itu.’ Itu ditulis oleh Dowie sementara Mirza Sahib menantangnya dengan keras.”[9]

Surat kabar itu kemudian menulis, “Mirza Sahib dengan tegas menantangnya untuk berdoa kepada Allah supaya, ‘…siapa pun yang terbukti pendusta di antara kita berdua, semoga dibinasakan.’ Dowie meninggal sedang teman-temannya menjauh darinya dan nasibnya memburuk. Dia menderita kelumpuhan dan kegilaan. Dia menemui ajal yang menyedihkan dengan kota Zion terkoyak dan terpecah oleh pertikaian sesama kalangan mereka sendiri.

Mirza tampil ke muka dan menyatakan dengan lantang bahwa dia telah terbukti menang dalam tantangan atau nubuatan dan dia mengajak setiap pencari kebenaran untuk menerima kebenaran seperti yang dia nyatakan. Dia menyajikan bencana yang menimpa penentang berkebangsaan Amerika itu sebagai bukti pembalasan dan corak keadilan dari Allah Ta’ala.[10]

Bagaimanapun, salah seorang pengikutnya menyatakan, ‘Seorang Ahmadi tidak boleh bersukacita atas kematian seorang musuh. Kita menunjuk pada beberapa keadaan khusus kehidupan Dowie. Tidak terlintas pemikiran seperti itu di benak kita. Kita mempublikasikan fakta-fakta ini untuk tujuan sendiri dan untuk mengungkapkan lebih banyak kebenaran. Tidak diragukan lagi bahwa agama Islam yang suci tidak mengajarkan manusia untuk melakukan kejahatan, tetapi tidak juga berarti bahwa kebenaran harus disembunyikan jika pengungkapannya adalah demi kepentingan masyarakat, pelayanan kemanusiaan, kebenaran dan demi Allah Ta’ala.’”

Kemudian tertulis dalam surat kabar itu dengan merujuk pada ucapan Ahmadi, “Fengan menurunkan penderitaan, kedukaan dan azab kepada Dowie yang menyebabkan kematian dini, Allah Ta’ala telah mengumumkan keputusannya seperti yang telah Dia kabarkan kepada utusan-Nya dalam waktu 3 (tiga) atau 4 (empat) tahun sebelum terjadinya peristiwa ini.”[11]

Ini adalah contoh suratkabar yang mereka terbitkan. Tentu saja, ini adalah kemenangan dan juga dalil yang membuktikan kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud (as), tetapi seperti yang saya katakan, misi beliau (as) sangat luas. Yang disebutkan ini adalah berkenaan kemenangan yang dekat di satu tempat. Kebahagiaan hakiki kita adalah ketika kita dapat membawa dunia untuk menjadi hamba-hamba Nabi yang mulia (saw). Untuk itu, seiring dengan dibangunnya masjid ini, kita harus mencari jalan baru untuk bertabligh. Bukti dalil kebenaran Almasih Muhammadi harus kita sajikan kepada dunia. Kita juga harus meningkatkan keadaan amalan dan keruhanian lebih dari sebelumnya.

Seperti yang saya katakan, Fath-e-Azhim (kemenangan agung) yang sebenarnya adalah Fath Makkah (penaklukan kota Makkah oleh Nabi (saw) dan para pengikut beliau). Setelah penaklukan Makkah, apakah Nabi (saw) dan para khalifah Rasyidin atau umat Islam sesudahnya menghentikan pekerjaan tabligh? Bukankah mereka ada upaya untuk menyebarkan pesan Islam hingga ke ujung dunia? Memang, terjadi peperangan yang melibatkan mereka juga, tetapi mereka menaklukan negeri-negeri semata-mata tidak dengan cara perang dan untuk menyebarkan agama, melainkan dengan memenangkan hati orang-orang sehingga orang-orang yang berkorban terus bergabung dengan Islam kelompok demi kelompok. Oleh karena itu, kemenangan yang diraih Hadhrat Masih Mau’ud (as) perlu diabadikan dengan upaya tabligh dan doa yang terus-menerus.

Orang-orang yang beriman kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as) termasuk golongan akharin yang bertemu dengan orang-orang awal. Karena itu, apakah orang-orang pada masa awal menghentikan upaya tablighnya dan berhenti memperbaiki keadaan ruhani dan akhlaknya? Apakah mereka mengurangi tolok ukur ibadah mereka? Selama hal-hal ini tetap ada, Islam terus berkembang di kalangan umat Islam dan kemunduran umat Islam dimulai ketika duniawi mulai unggul dan tolok ukur ketakwaan mulai menurun.

Perhatian terhadap ibadah berkurang, tetapi karena ini juga merupakan janji Allah kepada Nabi (saw) yakni agama ini akan dipertahankan sampai Hari kiamat dan akan dianugerahi ketentraman, Oleh karena itu, di akhir zaman, al-Masih yang dijanjikan dan al-Mahdi yang dijanjikan akan diutus. Dan kemudian Dia mengutus Hadhrat Masih Mau’ud dan beliau mengabarkan pengutusannya kepada dunia dan meskipun kekurangan sumber daya, pesan tabligh beliau mencapai Eropa dan Amerika dan juga banyak negara di dunia dan berkenaan dengan Dowie kita tengah menyaksikan bagaimana itu tercapai dengan penuh keaguangan.

Benih kebangkitan kedua Islam yang ditanam oleh Allah Ta’ala melalui perantaraan Hadhrat Masih Mau’ud (as) tengah terus berkembang di dunia dengan suatu keagungan. Allah Ta’ala banyak menyampaikan janji kepada beliau (as). Dia berfirman kepada beliau (as) melalui ilham, “Tuhan tidak yang meninggalkan engkau. Dia akan menganugerahkan kepada engkau kehormatan luar biasa. Bukan manusia yang akan menyelamatkan engkau, melainkan Aku-lah yang akan menyelamatkan engkau.” [12] Dan banyak lagi janji seperti demikian yang Allah Ta’ala sampaikan kepada beliau (as), dan 133 tahun sejarah Ahmadiyah menjadi saksi, bagaimana Allah Ta’ala terus menyempurnakan janji-janji-Nya.

Hari ini, Jemaat telah tersebar di 220 negara di dunia, hal ini merupakan pekerjaan Allah Ta’ala bahwa Dia telah menyediakan sarana untuk menyampaikan pesan ini, dan hari ini dunia mengetahui Mirza Ghulam Ahmad Qadiani (as) sebagai Masih Mau’ud (as) dan Mahdi yang dijanjikan. Beliau (as) telah mengundang setiap penentang untuk saling berhadapan dan mereka tidak memiliki pilihan selain melarikan diri dari beliau (as) atau Allah Ta’ala menghancurkannya.

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 7)

Ya, penentangan demi penentangan terhadap Jemaat para nabi terus berlangsung, namun para musuh tidak dapat memperoleh apa yang mereka inginkan. Ini juga lah yang terjadi pada Jemaat Ahmadiyah. Dengan segenap sumber daya dan kekuatan, tekanan apa yang para musuh tidak berikan untuk menghapuskan Jemaat dan sekarang pun sedang mereka lakukan. Mereka yang lemah iman pun teperdaya olehnya. Namun ketika satu hilang, maka Allah Ta’ala menganugerahkan ribuan. Alhasil, jika kita menyatakan ketulusan kita dan mengumumkan bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani (as) adalah Masih Mau’ud (as) dan Mahdi yang dijanjikan, yang nubuatan mengenai kedatangannya disampaikan oleh Hadhrat Rasulullah (saw), maka kemudian hendaknya kita dengan segenap kemampuan kita menjadi penolong dari Masih dan Mahdi ini. Kita harus memperlihatkan suri teladan yang telah diperlihatkan oleh para sahabat.

Kita harus menghimpun umat Islam pada agama yang satu serta menghapuskan segala macam bid’ah-bid’ah dari diri mereka. Kita harus mengenalkan keindahan ajaran Islam kepada mereka yang bukan Muslim dan menjadikan mereka orang-orang yang beribadah kepada Tuhan Yang Esa dan mengirimkan sholawat kepada Hadhrat Rasulullah (saw). Dengan melakukan demikian, barulah kita bisa menunaikan hak baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as). Jika tidak, pernyataan baiat kita adalah lemah. Untuk meraihnya, kita harus meningkatkan tolok ukur ibadah-ibadah kita, jika tidak, tidak ada gunanya membangun masjid. Hal ini baru bisa dilakukan ketika kita mengenali tujuan hidup kita.

Apa tujuan dari kehidupan? Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Manusia tidak bisa menetapkan tujuan hidupnya sendiri. Tuhan yang telah menciptakan kita-lah yang menetapkannya dan Allah Ta’ala berfirman: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ artinya, ‘Aku telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah’ (Surah adz-Dzariyat, 51:57).”

Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjelaskan ayat ini pada banyak tempat. Dalam suatu kesempatan beliau (as) menjelaskan sebagai berikut, beliau (as) bersabda: “Tujuan hakiki penciptaan manusia adalah supaya ia mengenal Tuhan-nya dan menaati-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ‘Aku telah menciptakan jin dan manusia supaya mereka beribadah kepada-Ku.’ Namun sayangnya, sebagian besar manusia yang lahir ke dunia ini, setelah mencapai kedewasaan, bukannya mereka memahami kewajiban mereka dan mengindahkan maksud dan tujuan hidup mereka, mereka malah meninggalkan Tuhan dan cenderung kepada dunia dan begitu mencintai harta dunia dengan segenap kemegahannya, sehingga bagian Allah Ta’ala menjadi sangat sedikit dan bahkan tidak ada sama sekali dalam hati banyak orang. Mereka hanya sibuk dan larut dalam keduniawian. Mereka bahkan tidak mengetahui bahwa Tuhan itu ada. Ya, mereka mengetahuinya ketika sang pencabut nyawa datang dan mengeluarkan nyawanya.” [13] Artinya, ketika waktu kematian tiba

Kita yang menyatakan beriman kepada Imam Zaman, bukan pekerjaan kita menjalani kehidupan yang seperti demikian. Seraya berusaha mengenali tujuan hidup ini, kita hendaknya menunaikan hak ibadah. Perhatian orang-orang akan tertuju pada masjid yang indah ini dan kita dengan corak yang hakiki akan bisa menyampaikan pesan Islam ini serta bisa menyempurnakan misi Hadhrat Masih Mau’ud (as), apabila kita berusaha untuk meraih pertolongan Allah Ta’ala dalam upaya-upaya kita, dan ini tidak akan bisa terwujud selama kita tidak menjadi orang-orang yang menunaikan hak-hak ibadah kita. Alhasil, setiap Ahmadi hendaknya merenungkan hal ini dan berusaha menjadikan ini bagian dari kehidupannya, bahwa mereka harus menunaikan hak ibadah kepada-Nya sehingga dengan menyerap karunia-karunia Allah Ta’ala, mereka bisa menghiasi kehidupan dunia dan akhirat mereka. 

Alhasil, hari ini, peresmian masjid ini akan menjadi agung apabila kita mengenali hakikat ini, bahwa apa yang menjadi tujuan dari hidup kita? Jika tidak, terdapat begitu banyak masjid di dunia ini yang indah dan megah, namun orang-orang yang datang ke sana tidak memenuhi tujuan penciptaannya. Ibadah bukanlah sekedar melaksanakan salat lima waktu dengan cepat-cepat atau melaksanakan beberapa salat dengan mematuk-matuk, melainkan ibadah adalah menunaikan apa yang menjadi hak salat dan melaksanakannya dengan penuh keindahan.

Hadhrat Rasulullah (saw) pernah memerintahkan seseorang untuk mengulangi salat tiga hingga empat kali karena menurut beliau (saw) orang tersebut belum menunaikan hak salat dan tidak melaksanakan salat dengan keindahan sebagaimana yang semestinya.[14] Dengan demikian, laksanakanlah salat dengan menunaikan haknya, maka kemudian kita pun akan mendapatkan kedekatan dengan Allah Ta’ala, dan pengabulan dari ibadah yang seperti itu baru akan tercapai apabila hak para hamba Allah Ta’ala pun dipenuhi.

Allah Ta’ala berfirman, “Siapa yang merampas hak orang lain maka salat-salat mereka akan menjadi sarana kebinasaan bagi mereka. Salat-salat itu akan ditamparkan ke wajah mereka.”[15] Dengan demikian, tujuan kita adalah memakmurkan masjid-masjid dan memakmurkannya seraya menjalankan perintah-perintah Allah Ta’ala serta melaksanakannya demi meraih ridha Allah Ta’ala, dan hendaknya seperti itu.

Orang yang kepadanya Hadhrat Masih Mau’ud (as) berikan tantangan, apa yang diinginkan oleh orang itu? Dia menginginkan kekuasaan di dunia dengan mengatasnamakan agama. Untuk tujuan tersebut, dia telah menggunakan nama Al-Masih (as). Dia mengutarakan klaim-klaim besar bahwa dia akan melakukan ini dan itu terhadap Masih Muhammadi – sebagaimana yang telah saya sampaikan dengan mengutip sebuah surat kabar – dan ketika Hadhrat Masih Mau’ud (as) mengajukan tantangan doa kepadanya, maka kemudian terjadilah kesudahnnya. Dunia menyaksikan kehinaan Dowie dalam segala hal. Tanda yang sangat jelas telah zahir, sehingga surat kabar-surat kabar pun mengakuinya karena tidak ada pilihan lain, dan terpaksa menyatakan Mirza Ghulam Ahmad sebagai sosok yang agung. Namun apakah dalam suka cita kemenangan besar ini, kita hanya membangun sebuah masjid dan lantas merasa puas?

Sebagaimana yang telah saya sampaikan. Kita telah menikmati buah dari doa-doa Hadhrat Masih Mau’ud (as) (ra) dan sedang terus menikmatinya, namun Hadhrat Masih Mau’ud (as) juga menasihatkan kepada para pengikut beliau (as) untuk menapaki jalan-jalan yang menciptakan hubungan dengan Allah Ta’ala.

Hadhrat Masih Mau’ud (as) tidak mengajukan tantangan ini hanya untuk membinasakan orang itu, melainkan mengajukannya untuk menegakkan keagungan Islam. Beliau mengajukan tantangan ini untuk membawa dunia ke bawah bendera Islam. Beliau (as) mengajukannya dengan tujuan supaya saat ini kerajaan Masih Muhammadi menjadi tegak di dunia. Beliau (as) hendak meninggikan bendera Hadhrat Muhammad (saw) dan menegakkan kerajaan Tuhan Yang Esa di dunia. 

Dengan demikian, saat ini, merupakan tugas kita yang telah menyatakan diri termasuk Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud (as) untuk menyebarkan pesan Masih Muhammadi ke setiap penjuru negeri dan membuktikan kepada mereka keesaan Allah Ta’ala, dan tugas ini baru dapat terlaksana apabila kita sendiri menciptakan hubungan dengan Allah Ta’ala dan meningkat dalam ketakwaan.

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Bagi Jemaat kita secara khusus diperlukan ketakwaan. Secara istimewa dengan pemikiran bahwa mereka telah menjalin ikatan dengan seseorang yang mendakwakan misi pengutusan (ma’muuriyyat) sehingga orang-orang yang sekalipun telah sedemikian rupa terjerumus ke dalam segala jenis kedengkian, kebencian atau kemusyirkan, atau sedemikian rupa cenderung kepada dunia, mereka dapat selamat dari segala musibah ini.” [16]

Alhasil, kesucian batin pun sangatlah penting, dan ketika kesucian batin ini ada, maka ketakwaan akan tercipta, maka kemudian dunia akan melihat tanda demi tanda akan zahir dan inilah kedudukan di mana jalan-jalan kemenangan yang selanjutnya akan terbuka. Insya Allah. Dan inilah keadaan di mana kita akan menyaksikan fath ‘azhiim (kemenangan agung).

Maka dari itu, wahai para abdi Masih Muhammadi! Setiap tanda kemenangan hendaknya menciptakan suatu revolusi dalam diri kita. Karena itu, berjanjilah, hari ini akan menjadi hari yang membawa revolusi rohani dalam diri kita dan juga akan menjadi hari yang membawa revolusi rohani bagi anak keturunan kita dan sudah semestinya seperti itu. Jika tidak, apa faedahnya bagi kita kebinasaan Dowie atau ketidaktahuan masyarakat di kota ini mengenai nama Dowie. Faedah itu baru akan ada, apabila dengan terpenuhinya nubuatan mengenai kemenangan agung ini, di dalam diri kita pun tercipta suatu revolusi yang merupakan revolusi agung dan orang-orang yang sebangsa dengan kita serta dunia menyatakan pengabdian kepada Hadhrat Muhammad Rasulullah (saw) dan mengakui keesaan Allah Ta’ala serta siap untuk melakukan segala pengorbanan demi hal tersebut.

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita dan anak keturunan kita untuk dapat meraih kedudukan ini. 

Mereka menuliskan rincian berkenaan dengan masjid ini, namun anda akan mengetahuinya nanti. Sebagiannya juga telah saya sampaikan.[17]

Khotbah II

الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!

 إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


[1] Sunan at-Tirmidzi Kitab al-birri wa ash-shilah baab maa jaa-a fisy syukri liman ahsana ilaika (سنن الترمذی ابواب البر والصلۃ باب ما جاء فی الشکر لمن احسن الیک حدیث 1954), hadits ini juga terdapat dalam Musnad Imam Ahmad.

[2] Malfuuzhaat jilid awwal halaman 11 (ماخوذ از ملفوظات جلد اول صفحہ 11). Rujukan tercantum dalam Syarh al-‘Allaamah Zurqani ‘alaa Mawaahibil Laduniyyah jilid 2 halaman 281-284 bab ghazwah badr al-Kubra, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, 1996.

[3] Barakatud Du-aa, Ruhani Khazain jilid 6 halaman 11 (ماخوذ از برکات الدعاء، روحانی خزائن جلد 6 صفحہ 11).

[4] Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 pada link https://www.flickr.com/photos/engrmhk/3302912161

Great is Mirza Ghulam Ahmad, The Messiah FORETOLD PATHETIC END OF DOWIE AND NOW HE PREDICTS PLAGUE, FLOOD AND EARTHQUAKE

“The Sunday Herald”, Boston, Massachusetts, U.S.A. The original can be seen in the Archives Section of the State-House library of Massachusetts in Boston, U.S.A. Signatures, Ghulam Yasin, Former Ahmadiyya Muslim Missionary in U.S.A. [Suratkabar “The Sunday Herald”, Boston, Massachusetts, U.S.A. atau Amerika Serikat. Versi asli suratkabar ini dapat dilihat di bagian arsip pada perpustakaan Negara di Massachusetts, Boston, Amerika Serikat. Tertanda Ghulam Yasin, mantan Muballigh Muslim Ahmadiyah di Amerika Serikat]

[5] Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 pada link https://www.flickr.com/photos/engrmhk/3302912161

Twenty-Three were the days of August in 1903 when Mirza Ghulam Ahmad, of Qadian, India foretold the death of Dowie yclept Elijah II, while took place last March, and now cometh the aforesaid Mirza Ghulam Ahmad of Qadian, India, on June 23, and said: “The turn of this country is drawing near. “Earthquakes… will be unparalleled in the world’s history and will remind men of the destruction of the judgment day.

Terkait:   Riwayat ‘Umar Bin Khattab Ra (Seri 22)

[6] Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 pada link https://www.flickr.com/photos/engrmhk/3302912161

The Indian Gentleman has been well known in the eastern pasture of the world for many years. His claim is that he is “the true Messiah who was to come in the last ages.” And that God has showered him with grace. He first came to the attention of the United States in 1903, on account of a controversy with Elijah III. Since the death of Dowie the Indian prophet’s reputation has soared, for did he not tell of the death of Dowie, that it should take place within (the Messiah’s) lifetime, should take place “with great sorrow and torment”?

[7] Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 pada link https://www.flickr.com/photos/engrmhk/3302912161

It should be borne in mind that Dr. Dowie has not given any reply to my challenge sent him in September last, nor has he even so much as mentioned it in his paper. For an answer to that challenge I will wait for a further period of seven months from this day, the 23rd of August, 1903. If he accept the challenge within this period and fulfils all its conditions as published by me previously, and makes an announcement to that effect in his paper, the world will soon see the end of this contest. I am about 70 years of age, while Dr. Dowie is about 55, and, therefore compared with me, he is young man still. But since the matter is not to be settled by age, I do not care for this great disparity in years. The whole matter rests in the hand of Him who is the Lord of heaven and earth and judge over all judges, and He will decide it in favor of the true claimant. But if Dr. Dowie cannot even now gather courage to appear in the contest against me, let both continents bear witness that I shall be entitled to claim the same victory as in the case of his death in my lifetime if he accepts the challenge. The pretensions of Dr. Dowie will thus be falsified and proved to be an imposture. Though he may try as hard as he can to fly from the death which awaits him, yet his flight from such a contest will be nothing less than death to him, and clamity will certainly overtake his Zion: for he must take the consequences of either the acceptance of the challenge of its refusal.

[8] Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 pada link https://www.flickr.com/photos/engrmhk/3302912161

I close these brief remarks with the following prayer: O powerful and perfect God, who hast ever been revealing and will ever continue to reveal Thyself to Thy prophets, do Thou give Thy judgment and show to Thy prophets, do Thou give Thy judgment and show to Thy people the imposture and falsehood of Dowie and Pigott, for Thy weak creatures, having taken to human-worship and trusted in weak mortals like themselves, have fallen away from Thy path and are wandering in errors far from Thee.”

[9] Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 pada link https://www.flickr.com/photos/engrmhk/3302912161

Dowie at first paid no public attention directly to the challenge from the Far East. But on the 26th of September, 1903, he said, in his Zion City publication: “People sometimes say to me. ‘Why do you not reply to this, that and the other ting?” Reply! Do you think that I shall reply to the gnats and flies? If I put my foot on them I would crush out their lives. I give them a chance to fly away and live.”

Only once did he show in any way that he knew of the existence of Mirza Ghulam Ahmad. He referred to him as the “foolish Mahometan Messiah.” And on Dec. 12, 1903, he wrote:  “If I am not God’s prophet, there is none on God’s earth that is/” In the following January he wrote: “My part is to bring out the people from the east and from the west, from the north and from the south, and settle them in this and other Zion cities until the time shall come when the Mahometans are swept away. … May God grant us that time.” Whereupon Mirza tersely challenged him to “pray to God that of us two whoever is the liar may perish first.”

[10] Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 pada link https://www.flickr.com/photos/engrmhk/3302912161

Dowie died with his friends fallen away from him and his fortune dwindled. He suffered from paralysis and insanity. He died a miserable death, with Zion City torn and frayed by internal dissensions. Mirza comes forward frankly and states that he has won his challenge, or “prediction.” And he asks every seeker after truth to accept the truth as he announced it. He regards the misfortunes which befell his transducer in America as evidence of divine vengeance commingled with divine judgment. As a follower says, however: “It is not to exult over fallen enemy that we refer to certain circumstances in Dowie’s life.

[11] Sunday Herald Boston’ edisi tanggal 23 Juni 1907 pada link https://www.flickr.com/photos/engrmhk/3302912161

Such a thing is furthest from our ideas. It is only in the cause and for the furtherance of truth that we publish these facts. The holy religion of Islam, no doubt, teaches us not to mention the faults of the dead, but this does not mean that facts should be concealed when their disclosure is in the interests of society and a service to humanity, truth and God.”

 All these conclusions the follower arrives at with a certainty which rings with self-conviction, or at least with pride in the accuracy of his prediction. He goes on to say: “In bringing disaster upon Dowie’s head and ultimately in his untimely, brought about with sorrow and torment, Almighty God has given his judgment exactly as he had informed his messenger three or four years previous to these occurrences.”

[12] Izaalah Auham, Ruhani Khazain jilid 6 halaman 11 (ماخوذ از ازالہ اوہام، روحاني خزائن جلد 3 صفحہ 442)

[13] Malfuuzhaat jilid 7 halaman 177-178, edisi 1984 (ملفوظات جلد 7 صفحہ 177-178ايڈيشن1984ء).

[14] Sahih al-Bukhari 757, Kitab al-Adzaan (كتاب الأذان), Chapter: Recitation of the Qur’an (Surat Al-Fatiha) is compulsory for the Imam and the followers, at the home and on journey, in all As-Salat (the prayers) whether the recitation is done silently or aloud atau bab keharusan membaca al-Qur’an bagi Imam dan pengikutnya dalam shalat baik di rumah atau dalam perjalanan, baik dibaca pelan maupun nyaring (باب وُجُوبِ الْقِرَاءَةِ لِلإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ فِي الصَّلَوَاتِ كُلِّهَا فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ وَمَا يُجْهَرُ فِيهَا وَمَا يُخَافَتُ): عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ وَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ يُصَلِّي كَمَا صَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي فَقَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا Terjemah: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke masjid, kemudian ada seorang laki-laki masuk Masjid lalu shalat. Kemudian mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab dan berkata kepadanya, “Kembalilah dan ulangi shalatmu karena kamu belum shalat!” Maka orang itu mengulangi shalatnya seperti yang dilakukannya pertama tadi. Lalu datang menghadap kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi salam. Namun Beliau kembali berkata: “Kembalilah dan ulangi shalatmu karena kamu belum shalat!” Beliau memerintahkan orang ini sampai tiga kali hingga akhirnya laki-laki tersebut berkata, “Demi Dzat yang mengutus anda dengan hak, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarkkanlah aku!” Beliau lantas berkata: “Jika kamu berdiri untuk shalat maka mulailah dengan takbir, lalu bacalah apa yang mudah buatmu dari Al Qur’an kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan thuma’ninah (tenang), lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, lalu sujudlah sampai hingga benar-benar thuma’ninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar duduk dengan thuma’ninah. Maka lakukanlah dengan cara seperti itu dalam seluruh shalat (rakaat) mu”. .

[15] Hadits yang membahas ini cukup panjang dikutip dari kitab Tafsir Ruhul Bayan j. 1, hal. 78 – 80, Surat Al Baqoroh ayat 22, Darul Kutubil ‘Ilmiyah – Beirut, 2003; juga dari kitab At Targhibu wat Tarhiibu karya Al-Mundzir, jilid 1, hal. 54 -56, Bab at tarhiibu minar riyaa-i wa maa yaquuluhu man khoofa syai-am minhu, hadiits number 57, Darul Hadiits – Qohiroh (Kairo-Mesir) 1994; juga tercantum dalam buku ‘Bidayatul Hidaayah’ halaman 137-140, karya Hadhrat Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H. atau 1059-1111 M), penerbit Dar Shaadir, Beirut (Lebanon), cetakan pertama, 1998.

[16] Malfuuzhaat jilid awwal halaman 10, edisi 1984 (ملفوظات جلد اول صفحہ 10ايڈيشن1984ء)

[17] Sumber referensi: Al-Fadhl International 21 Oktober 2022 (الفضل انٹرنيشنل 21؍اکتوبر2022ءصفحہ 5تا8) pada link https://www.alfazl.com/2022/10/16/57039/; https://www.alislam.org/urdu/khutba/2022-09-30/ (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.IslamAhmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab).

Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono.

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.