Taqwa Dan Ketakwaan

Ikhtisar Kutbah Jum’at, tanggal 22 Mei 2009

Disampaikan oleh  Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba,  Imam Jama’at Islam Ahmadiyyah seluruh Dunia.

NOTE: Alislam Team (& Translator) takes full responsibility for any errors or miscommunication in this Synopsis of the Friday Sermon.

Hudhur aba. aba. menilawatkan ayat 33 dari Surah An Najm, yang terjemahannya, ‘Alladziina yajtanibuuna kabaa-iral itsmi wal fawaahisya illal lamama inna rabbaka waasi’ul maghfirati huwa a’lamu bikum idz ansya-akum minal ardhi wa idz antum a jinnatun fii buthuuni ummahaatikum fa laa tuzakkuu anfuskum huwa a’lami bi manit taqaa’ –   “Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan kekejian, kecuali kekhilafan kecil. Sesungguhnya Tuhan engkau Maha Luas pengampunan-Nya. Dia lebih mengetahui tentang dirimu ketika Dia menciptakan kamu dari tanah, dan ketika kamu berupa janin dalam perut ibumu, maka janganlah kamu menganggap suci pada dirimu sendiri. Dia Maha Mengetahui, siapa yang bertakwa”. (53:33)

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa janganlah ada orang yang meng-klaim, menyatakan bahwa dirinya itu suci dan bersih. Allah berfirman ‘Janganlah mengatakan bahwa engkau itu sudah suci’, Dia sendirilah Yang Tahu siapa yang bertakwa. Pensucian diri itu tergantung pada taqwa dan taqwa itu adalah untuk menjauhkan diri dari segala macam keburukan untuk mencari ridha Tuhan, untuk mentaati semua perintah-perintah-Nya dan untuk menghindarkan diri dari apa yang dilarang oleh Dia. Tuhan telah berulang-kali menyatakan bahwa adalah Dia Yang mensucikan orang-orang itu dan Dia tahu, hati siapa yang benar-benar bertakwa. Dia tahu bagaimana keadaan hati kalian, Dia memaklumi apa yang kami perlihatkan dan apa yang kami sembunyikan, Dia sama sekali tidak akan dapat tertipu bagaimana pun juga.

Satu Hadits yang terkenal meriwayatkan bahwa amalan itu dinilai dari niat atau motifnya. Tuhan, Yang Tahu apa yang ada di dalam hati, Dia benar-benar tahu akan apa motif di belakang apa yang orang perbuat itu. Ibadah kepada Tuhan yang nampak ke luar, berpuasa dan bahkan berkali-kali pergi naik Haji jika dilakukan dengan niat atau motif yang buruk tidaklah akan diterima dalam pandangan Tuhan. Bukan saja semua kebaikan-kebaikan itu terhapuskan pada keadaan yang demikian itu, bahkan kebaikan yang demikian dapat menyebabkan kerusakan dari orang itu.

Dalam menarik perhatian kami melalui peringatan dari Tuhan juga merujuk pada kemurahan-Nya yang amat luas dan memberikan kepada harapan akan pengampunan-Nya. Peringatan-peringatan-Nya itu adalah untuk kebaikan kami sendiri – agar kita mampu untuk menapaki jalan yang lurus. Sungguh, Dia tahu keadaan hati dari orang-orang, Yang tahu akan kemampuan seseorang, oleh karena itu Dia memberikan kepada kami kabar suka bahwa jika kami itu terus berpegang pada taqwa, membuat niat atau motif kami baik dan jelas maka Tuhan akan menutupi sesuatu kekhilafan dari kami di dalam  jubah ampunan-Nya.

Merujuk pada ayat Alqur-aan yang ditilawatkan pada awal khutbah ini Hudhur aba. mengatakan bahwa ayat ini memberikan khabar suka akan pemberian ampunan dengan merujuk pada kasih-sayang Tuhan yang maha luas dan menyatakan tentang ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Hudhur aba. menerangkan bahwa berjuta-juta tahun sebelum diciptakannya manusia, Tuhan itu sudah membuat pengaturan untuk bagaimana mempertahankan kehidupan dari manusia. Dia Maha tahu dan memaklumi akan keadaan kami sejak waktu itu, mengenai sifat dan fitrat apa yang Dia berikan kepada kami, kemampuan bagaimana yang Dia anugerahkan kepada kami dan lain-lainnya. Ini adalah subyek yang amat mendalam yang dijelaskan di dalam ayat-ayat Alqur-aan lainnya. Ilmu Tuhan tentang kita sungguh sangat luas yang mencakup segalanya yang kita tidak memiliki ilmu tentang hal itu. Dengan berjalannya waktu dan perkembangan ilmu sains, orang menjadi tahu akan fakta-fakta tentang penciptaan mahluk ini, namun kebanyakannya hanyalah dapat diketahui oleh orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan sains yang eksklusif. Namun, Tuhan memiliki ilmu yang absolute dari segala sesuatu itu dari sejak semulanya dahulu. Menelusuri tingkatan ilmu pengetahuan mengenai pertumbuhan janin di dalam rahim ibu, sekarang ini sudah banyak didapatkan ilmu mengenai hal ini. Sudah ada cukup perkembangan ilmu di bidang obat-obatan yang memungkinkan orang mampu – bahkan di negeri yang sedang berkembang pun –  untuk mengetahui apa yang terjadi dalam rahim dengan melalui ultra-sound scans. Beberapanya bahkan sudah dapat mengetahui bayi yang akan lahir itu apakah perempuan atau laki-laki  Tuhan menyatakan bahwa Dia Maha Tahu akan tingkatan dari perkembangan seseorang itu dan juga mengetahui secara tepat kapasitas dari orang yang akan lahir ini. Walaupun Tuhan Maha Mengetahui akan yang Ghaib, tapi Dia memberikan kepada manusia pilihan untuk berbuat baik atau berbuat buruk. Amal baik itu dikerjakan semata hanyalah untuk meraih ridha Ilahi. Tuhan memperingatkan bahwa bahkan dalam melakukan amal shaleh itu dapat saja timbul pada orang perasaan narsisisme memuji diri sendiri. Oleh karena itu janganlah sampai seseorang itu menyatakan dirinya sudah melakukan “amal shaleh”. Bukannya sudah merasa puas sendiri atas kebajikan yang sudah dilakukannya, tetapi setiap perbuatan amal baik itu haruslah membuat orang tersebut lebih-lebih lagi di dalam kerendahan hatinya dan dalam ketakwaannya. Seseorang tidak dapat memberikan testimony atas dirinya sendiri bahwa sudah mengikuti ketakwaan, dan tidak juga orang lain dapat memberikan attest pernyataan bukti atas nama seseorang, karena hanyalah Tuhan Yang Tahu siapa orang yang benar-benar paling ber-takwa.

Hudhur aba. mengatakan adalah penting untuk meng-klarifikasi di sini apa secara tepatnya arti kata [Arab] ‘lamama’ (ke-khilafan kecil) yang ada pada ayat yang disebutkan tadi, di mana dikatakan ‘…yang menjauhi dosa-dosa besar dan kekejian, kecuali kekhilafan/ kealfaan kecil …’ . Hudhur aba. mengatakan ada banyak orang-orang yang membuat asumsi yang salah tentang hal ini. Arti penting dari ungkapan ini ialah bahwa dikarenakan orang itu adalah lemah, maka dalam keadaan tertentu ia dapat saja melakukan suatu dosa dengan tanpa disengaja. Kesalahan ini harus diikuti dengan perasaan penyesalan yang benar-benar dan minta taubat; untuk ini diperlukan untuk banyak melakukan Istighfar. Lamama  berarti jika seseorang cenderung pada keburukan, hal itu adalah untuk sementara.  Lamama juga berarti jika timbul bujukan Syaithan dan kemudian dengan karunia kemurahan Tuhan orang tersebut diselamatkan, maka tidak akan ada bekas tanda-tanda keburukan yang tertinggal. Hudhur aba. mengatakan kebejatan ahlak dan kebrutalan sedang tersebar luas di dunia. Jika seseorang itu cenderung pada keburukan dalam keadaan yang sedemikian maka orang itu harus segera memohon ampunan Tuhan, Dia akan mengabulkan permintaan taubat yang hakiki.

Hudhur aba. menilawatkan 3 ayat-ayat Alqur-aan yang berikut ini untuk menerangkan lebih jauh perkara ini:

‘Wa laa taziru waaziratuw wizra ukhraa wa in tad’u mutsqalatun ilaa himlihaa laa yuhmal minhu syai-uw wa lau kaana dzaa qurbaa innamaa tundzirul ladziina yakhsyauna rabbahum bil ghaibi wa aqaamush shalaata wa man tazakkaa fa innama yatazakkaali nafsihii wa ilallahil mashiir’ – “Dan tiada jiwa berbeban dapat memikul beban orang lain; dan jika jiwa berbeban berat berseru kepada yang lain untuk memikul bebannya, tidak akan dipikul sedikit pun daripadanya, walaupun ia adalah kaum kerabatnya sendiri. Engkau hanya dapat memperingatkan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan menyendiri dan mendirikan Shalat. Dan barangsiapa mensucikan diri, maka ia hanya mensucikan untuk dirinya, dan kepada Allah kembali segala sesuatu itu.” (Surah Al Faathir – 35:19)

‘Qad aflaha man tazakkaa’ – “Sesungguhnya, berbahagialah orang yang mensucikan diri,” (Surah Al A’laa – 87:15)

‘Qad aflaha man zakkaahaa’ – “Sungguh, beruntunglah orang yang mesucikannya,” (Surah As Syams – 91:10)

Hudhur aba. menerangkan bahwa Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa kami itu diperintahkan untuk mensucikan diri kami tetapi tidak boleh menyatakan bahwa kami sudah suci. Hudhur aba. mengatakan orang itu harus meng-asosiasikan dan mengkaitkan setiap kebaikan itu atas karunia Tuhan, jika orang itu mengkaitkan sesuatu kebaikan itu atas kemampuannya sendiri, itulah orang yang belum suci.  Seorang Mukmin sejati haruslah selalu takut kepada Tuhan sebagaimana dia berhati-hati dengan kebaikan dan kebajikan agar dia dapat mengamalkannya dalam praktek untuk meraih ridha Allah.

It is stated in Kitab Suci Alqur-aan: ‘in tajtanibuu kabaa-ira maa tunhauna’anhu nukaffir ‘ankum sayyi-aatikum wa nudkhilkum mudhalan kariima’ – “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang bagi kamu, Kami akan menghapuskan darimu dosa-dosa dan kamu akan Kami masukkan ke tempat yang mulia.” (Surah An Nisaa – 4:32). Hudhur aba. mengatakan sebagaimana yang telah beliau terangkan sebelumnya bahwa walaupun Kitab Suci Alqur-aan menyebutkan kata-kata besar dan kecil untuk dosa-dosa itu tetapi tidak ada perbedaannya apa yang disebutkan itu. Setiap dosa sedemikian yang sulit bagi orang untuk melepaskannya adalah sebuah dosa besar. Itulah sebabnya mengapa Tuhan menyatakan bahwa dengan menyimpan rasa takut kepada Tuhan dalam kesendirian, orang itu harus berusaha untuk membersihkan dan mensucikan dirinya sendiri. Bilamana terdapat rasa takut kepada Tuhan maka seseorang itu tidak akan cenderung pada berbuat dosa dan jika keadaan sedemikian sudah dapat diperoleh maka demikianlah orang itu menjadi suci. Ilmu ini hanyalah milik Tuhan semata. Kemuliaan hakiki hanyalah jika Tuhan menilai orang itu sudah suci.

Tuhan berfirman tentang tanda dari seorang Mukmin sejati sebagai: ‘Wal ladziina yajtanibuuna kabaa-iral itsmi wal fawaahisya wa idzaa maa ghadhibuuhum yaghfiruun’ – “Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan kekejian-kekejian, dan apabila mereka marah, mereka memaafkan” (Surah As Syuuraa – 42:38). Hudhur aba. menerangkan di sini kemarahan disebutkan bersama-sama dengan dosa-dosa besar dan kekejian untuk memberikan klarifikasi mengenai ke-seriusannya bagi mereka yang menganggapnya tidak signifikan. Hudhur aba. mengatakan kemarahan bukanlah satu dosa kecil – jika tidak dapat dikendalikannya kemarahan seseorang, maka kemarahan tersebut akan dikategorikan sebagai dosa besar. Memang, secara naluriah orang akan merasa marah pada banyak kali, namun jika kemarahan orang ini tidak dapat dikendalikan maka hal itu akan menyebabkan hilangnya kesucian orang. Orang harus berhenti ber-asumpsi bahwa mereka dapat meraih kesucian betapa pun keadaan ahlaknya yang mengerikan dan bahwa dosa atas kemarahan mereka itu akan tersingkirkan oleh kebajikan-kebajikan lainnya. Hudhur aba. mengatakan banyak keluhan tentang kemarahan yang menyebabkan terjadi pertengkaran antara suami dan istri dan ini adalah hal yang biasa terjadi. Kemarahan menyebabkan banyak perselisihan yang terjadi dalam masyarakat, juga dalam event olah-raga. Kemarahan membawa orang pada rasa dendam dan buruk-sangka. Tuhan menyatakan, kemarahan adalah satu dosa besar dan merupakan sebuah rintangan dalam pensucian diri nafs.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa setiap orang itu harus menganggap adalah kewajiban baginya untuk mengadakan perobahan reformasi di dalam dirinya. Hudhur aba. mengatakan, untuk ini orang itu harus terus secara konstan berpaling kepada Tuhan, Yang kemurahan-Nya itu sangat luas. Bilamana, bersamaan dengan berbuat amal baik, akan terus berusaha meraih kemurahan Tuhan, akan terus mencari dan meminta kemurahan-Nya yang meliputi segala sesuatunya, maka demikianlah kami itu akan sukses.

Selanjutnya Hudhur aba. membaca intisari tulisan-tulisan dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengenai peraihan kesucian pada diri. Ini merujuk pada pelatihan spiritual, doa dan Shalat serta berkumpul bersahabat dengan orang-orang yang shadiq yang benar, sebagai persyaratan untuk meraih kemurahan Tuhan. Hudhur aba. menerangkan bahwa di masa ini dan di zaman ini tulisan-tulisan mulia dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. adalah merupakan sahabat orang shadiq bagi kita. Hudhur aba. mengatakan seorang ibu dari Jerman yang telah bekerja keras mengumpulkan perintah-perintah yang ada dalam Kitab Suci Alqur-aan menulis surat kepada Hudhur aba. dan mengatakan bahwa sekarang jika ia membaca buku-buku dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. maka ia merasa seolah-olah sedang membaca tafsir Alqur-aan, di mana ketika ia membaca Kitab Suci Alqur-aan maka ia memiliki pengertian yang jelas akan arti signifikannya dari perintah-perintah tersebut. Hudhur aba. mengatakan buku-buku ini tentu saja merupakan satu keberkahan yang amat luar biasa.

Dalam berusaha untuk pensucian diri, orang itu memiliki pilihan yang jelas. Ini di-ilustrasikan dengan kejadian di mana Syaithan yang sombong mengucapkan kata-kata tentang kehebatannya, sedagkan manusia, yang dianugerahi ilmu spiritual, memanjatkan doa berikut: ‘Qaalaa rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wa il lam taghfir lanaa wa tarhamnaa la nakuunanna minal khaasiriin’ – ”Mereka berdua berkata ‘Wahai Tuhan kami! Kami telah berlaku aniaya terhadap diri kami, dan, jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihani kami, pasti kami akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Surah Al A’raaf – 7:24)

Hudhur aba. inilah doa yang dapat menyerap ampunan Tuhan yang mencakup segala sesuatu, menyelamatkan kita dari segala keburukan, menutupi semua kesalahan dan kealfaan kita serta merupakan sarana untuk meraih ridha-Nya. Semoga Tuhan Maha Kuasa memberi taufik kepada kita agar kita senantiasa memikirkan dan merenungkan serta meng-analisa keadaan diri sendiri dan mengkaitkan segala sesuatu kebaikan itu dengan Tuhan, membersihkan diri kami dari segala keburukan dan senantiasa berusaha keras untuk ini. Semoga kita senantiasa meminta dari Tuhan ampunan-Nya yang amat luas, semoga Allah Taala memberi taufik dan kemampuan kepada kita semua untuk dapat mengamalkannya. Aamiiin.

PPSi / Mersela, 2 Juli 2009.

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.