Hikmah-Hikmah Kebijaksanaan Hadhrat Khalifatul Masih II ra

Tim Ahmadiyah.id bertanggung jawab penuh atas kesalahan atau miskomunikasi dalam sinopsis Khotbah Jumat ini.

Ringkasan Khotbah Jumat

Hikmah-Hikmah Kebijaksanaan  Hadhrat Khalifatul Masih II ra

oleh Pemimpin Jamaah Muslim Ahmadiyah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad

1 Mei 2015 di Masjid Baitul Futuh, London

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ *

صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)

Ketika Hadhrat Mushlih Mau’ud, Khalifatul Masih II ra menyebutkan peristiwa-peristiwa dari kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud as, beliau ra melakukannya dengan maksud menarik kesimpulan-kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut yang terlihat hanya oleh mata orang yang memandangnya dengan sangat baik secara rinci dan memberikan petunjuk kepada orang-orang beriman ke arah jalan yang benar, menjadikan mereka arif haqiqi (orang yang berpemahaman sejati) tentang agama Allah dan mengerti hakekatnya.

Pada suatu waktu beliau ra memberikan komentar (tafsir) pada Ayatul Kursi [Surah Al-Baqarah; 2 : ayat 256 dari Al-Qur’an] dan beliau as menjelaskan bagian dari ayat yang Allah telah firmankan, لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ “Kepunyaan Dialah segala apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya?”

Hadhrat Khalifatul Masih II ra mengatakan, “Allah berfirman, ‘Katakan padaku sekarang bukankah Tuhan kalian itu Pemilik semua yang ada di langit dan di bumi maka bagaimana kalian dapat menjadikan yang lain menggantikan-Nya sebagai tuhan kalian?’ Orang-orang mengatakan, ‘Kita tidak menyembah siapapun selain Allah dan tidak berdoa kepada selain-Nya.’ Namun mereka berkorban (bersedekah) atas nama-nama selain Allah dan meminta mereka untuk memenuhi keinginan hati mereka karena menyangka mereka adalah orang-orang yang dikasihi Allah dan sehingga mereka akan dapat membuat syafaat (memberikan permohonan kepada Allah berisi usulan atau rekomendasi agar seseorang lain diberi kemudahan dan sebagainya) di hadirat Allah untuk kita.”

Beliau ra mengatakan, “Di ayat ini Allah berfirman, ‘Tidak ada yang dapat memberi syafaat tanpa izin dari Kami.’ Siapakah orang yang lebih agung dari Hadhrat Masih Mau’ud as di masa ini? Suatu ketika, saat beliau as berdoa untuk Abdur Rahim Khan, putra Nawab Muhammad Ali Khan Sahib, yang sedang sakit, beliau as menerima wahyu bahwa Abdur Rahim Khan ditakdirkan meninggal. Hadhrat Masih Mau’ud as berpikir Nawab Sahib telah meninggalkan semuanya untuk datang ke Qadian dan jika anaknya meninggal, ia mungkin jatuh ke dalam percobaan. Hadhrat Masih Mau’ud as menyampaikan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ‘Ya Allah! Saya memohon, memberi syafaat atas nama anak ini.’ Setelah itu, wahyu datang, “من ذا الذي يشفع عنده إلا بإذنه.” ‘Siapakah yang dapat memberi syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya?’ Perhatikanlah! Hadhrat Masih Mau’ud as adalah manusia agung dan luhur yang derajatnya sedemikian rupa sehingga dunia menunggu kedatangannya selama tiga belas abad, tetapi bahkan ketika beliau berdoa memohon kepada Allah untuk memberi syafaat, dijawab oleh-Nya, “من ذا الذي يشفع عنده إلا بإذنه.” ‘Siapakah yang dapat memberi syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya?’

Hadhrat Masih Mau’ud as mengatakan, ‘Ketika wahyu ini datang ke saya, saya terjatuh dan tubuh saya gemetar seolah-olah hidup saya akan berakhir … tapi ketika kondisi ini meliputi saya, Allah Ta’ala, berfirman, ‘Baiklah, Kami memberikan izin untuk doa syafaat. Berdoalah.’ Dengan demikian, Hadhrat Masih Mau’ud as memohon syafaat untuk anak itu dan Abdur Rahim Khan (nama anak itu) diselamatkan dan kembali sehat.”

Ini adalah karunia Allah Yang Maha Esa bahwa Dia menerima doa beliau as dan izin diberikan pada beliau as untuk memberi doa syafaat. Tapi, ketika Allah Ta’ala berfirman kepada orang seperti Hadhrat Masih Mau’ud as, “Siapakah engkau sehingga engkau memberi syafaat di hadapan-Ku?”, maka apa yang dapat dikatakan tentang orang-orang lain yang menganggap diri mereka itu besar dan suci sehingga mereka merasa dapat memberi syafaat atas nama siapa saja?

Hal ini terbukti dari hadis-hadits bahwa Nabi saw hanya akan memberi syafaat ketika beliau diberi izin oleh Allah Ta’ala. Jadi betapa bodohnya orang yang mengatakan bahwa seseorang akan mampu menjadi pemberi syafaat atas namanya sendiri. Gagasan salah ini telah menyebabkan banyak kebiasaan buruk di masyarakat kita seperti menyembah kuburan, dan menyekutukan sesuatu dengan Tuhan sebab orang-orang tersebut mulai menyembah para pemuka agama mereka.

Setiap Ahmadi harus ingat ini dengan baik bahwa Allah Ta’ala, mengatakan kepada Baginda Nabi Muhammad saw juga, “Engkau akan dapat memberi syafaat untuk seseorang hanya jika izin diberikan oleh-Ku.”

Kemudian, Hadhrat Mushlih Mau’ud ra memberikan contoh bagaimana Allah Ta’ala, memperlihatkan kuasa-Nya yang ajaib dalam kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud as. Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengatakan, “Suatu kali Hudhur as terganggu oleh batuk yang terus-menerus. Penyebabnya, beliau tetap terjaga sepanjang malam untuk perawatan dan pengobatan anak bungsu beliau, Mubarak Ahmad. Pada hari-hari itu saya tidur di sekitar tengah malam dan akan bangun pagi-pagi sekali, tapi tiap kali saya pergi tidur saya mendapati Hadhrat Masih Mau’ud as terjaga dan sama akan terjadi ketika saya bangun beliau as pun dalam kondisi terjaga. Karena semua usaha ini beliau mulai menderita batuk dan sakit-sakitan.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengatakan, “Saya diberi tugas memberikan Hadhrat Masih Mau’ud as obat untuk diminum dan lain sebagainya. Adalah wajar bahwa ketika seseorang diberikan beberapa tugas dia mulai menganggapnya sebagai haknya untuk mencampuri hal-hal yang terkait hal tersebut. Jadi, dengan bertugas memberikan obat-obatan saya pikir itu adalah hak saya untuk membuat saran dalam hal makanan dan minuman Hadhrat Masih Mau’ud as. Dengan demikian, saya juga akan memberitahukan sesuatu dengan gaya memberi saran supaya makan yang ini, tidak makan yang itu dan lain-lain. Obat-obatan resep Hadhrat Khalifatul Masih I ra yang beliau ra kirim pun disiapkan dan dibuat bersama dengan obat-obatan model Inggris (Barat) tapi batuk beliau as itu semakin buruk dan lebih buruk.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1907. Di waktu yang sama, Abdul Hakeem, seorang yang murtad itu, menulis, ‘Setelah mempelajari batuk Tn. Mirza, ia akan mati setelah menderita TBC.’ Hal demikian membuat kami juga khawatir bahwa ia seharusnya tidak, bahkan salah, diberi kesempatan untuk bersukacita [dengan kewafatan Hudhur as sesuai prediksinya]. Tapi, Hadhrat Masih Mau’ud as sangat menderita batuk dan kadang-kadang serangan akan berlangsung begitu lama sehingga kami pikir napasnya akan berhenti. Pada kesempatan seperti itu, seorang teman datang dari luar Qadian dan membawa hadiah beberapa buah-buahan.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengatakan, “Saya menghidangkan hadiah-hadiah itu untuk Hadhrat Masih Mau’ud as. Beliau memandangi buah-buahan itu dan bersabda, ‘Sampaikanlah Jazakallah ahsanal jaza kepada teman yang mengirimkan buah-buahan ini’, dan kemudian beliau memilih, apa yang saya duga adalah pisang dari antara buah-buahan. Kemudian, entah karena saya biasa memberikan obat-obatan atau karena untuk mengajari saya sebuah pelajaran, Hadhrat Masih Mau’ud as bertanya, ‘Apakah buah ini dianggap baik atau buruk untuk dimakan oleh seseorang yang menderita batuk?’ Saya menjawab, ‘Itu tidak dianggap baik.’ Tapi Hadhrat Masih Mau’ud as tersenyum dan mulai mengupas dan memakannya. Saya menyampaikan lagi bahwa batuk beliau sangat parah dan hal ini tidak baik untuk dimakan ketika menderita batuk. Hadhrat Masih Mau’ud as tersenyum lagi dan terus makan.

Dalam kebodohan saya, saya bersikeras lagi bahwa itu tidak boleh dimakan dan setelah ini Hadhrat Masih Mau’ud as tersenyum lagi dan bersabda, ‘Saya baru saja menerima wahyu bahwa batuk saya telah sembuh.’ Kemudian batuk tersebut pun mulai hilang saat itu juga, sungguh pun faktanya bahwa pada saat itu tidak ada obat yang digunakan dan juga tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan – memang benar tindakan pencegahan telah diabaikan, namun ternyata batuk tersebut lenyap ….meskipun sebelumnya selama sebulan penuh berbagai pengobatan telah dicoba namun batuk tersebut tidak juga sembuh. Singkat kata, ini adalah tindakan Ilahi. Namun demikian, kita tahu bahwa penyakit bertambah akibat kurangnya tindakan pencegahan dan banyak yang disembuhkan melalui pengobatan tetapi ketika Allah Ta’ala menghendaki, Dia mengintervensi (campur tangan) juga dalam hal ini, dan senjata doa telah Dia ajarkan kepada manusia untuk tujuan ini sehingga manusia dapat memohon kehadirat Allah SWT dan mengucapkan, ‘Hamba tidak menginginkan kebebasan, hamba telah benar-benar begitu frustasi dengan kondisi dan keadaan hamba, Ya Allah, curahkanlah karunia Engkau kepada hamba dan bantulah dalam urusan hamba.’ Dan Allah Ta’ala, juga mengamati bahwa orang ini telah menjadi bergantung sepenuhnya pada-Nya dan Dia menghendaki, ‘Aku harus campur tangan dalam urusan-urusannya’, – sehingga Dia campur tangan dan memanifestasikan Kuasa-Nya.”

Setelah menyebutkan ini, Hadhrat Mushlih Mau’ud ra memberikan contoh lain yang membangkitkan iman, sebuah peristiwa yang berhubungan dengan Lekh Ram (seorang Pandit Hindu) dan yang dapat disampaikan untuk menunjukkan bahwa ketika Tuhan menghendaki, meskipun meskipun segala sesuatunya ada dalam keadaan sehat walafiyat namun penyakit akan muncul juga…,.Sehubungan dengan Lekh Ram, Allah Ta’ala telah mewahyukan kepada Hadhrat Masih Mau’ud as bahwa dia akan mati pada hari kedua Ied dan dalam jangka waktu enam tahun. Kini setiap tahun dalam enam tahun tersebut, bukanlah hal yang besar atau sulit baginya untuk mempersiapkan dirinya secara khusus guna menjamin keselamatan dan keamanannya. Dan itu adalah cara dan tindakan yang baik yang dilakukannya sehingga ia dapat mengatur dan mempersiapkan secara khusus keselamatan dan keamanan dirinya, namun sungguhpun semua itu dilakukan, Allah Ta’ala tetap menggenapi nubuatan kepada Hadhrat Masih Mau’ud as —walaupun keadaannya nampak bertentangan dengan hal tersebut. Kematian Pandit Lekh Ram telah ditakdirkan terjadi pada tanggal 6 Maret.

Pada awal Maret Lekh Rham diarahkan oleh organisasi mereka untuk pergi ke Multan, tempat ia menyampaikan empat kuliah umum hingga tanggal 4 maret. Kemudian ia diperintahkan untuk pergi ke Sukhar namun orang-orang dari organisasi Arya Samaj Multan menghentikannya pergi ke tempat tersebut karena ternyata wabah sedang merajalela di sana. Pandit Lekh Ram kemudian bersiap untuk pergi ke Muzaffargarh, namun tidak tahu mengapa kemudian ia kembali ke Lahore pada tanggal 6 Maret. Jika ia tidak kembali hari itu, nubuatan ini tidak akan terpenuhi, meski faktanya ada kesempatan baginya untuk tetap tinggal jauh namun nyatanya ia malah tiba di Lahore dan tewas pada waktu yang sudah ditentukan. Contoh ini disampaikan guna membangun fakta bahwa kendatipun semua persiapan yang diperlukan untuk kesehatan, keselamatan dan keamanan sudah dilakukan, namun seseorang tetap mengalami kematian. Jadi jelas bahwa Allah Ta’ala ikut campur tangan atas segala upaya seseorang dan Dia yang menampilkan kekuasaan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki.

Sahibzada Mirza Mubarak Ahmad Sahib —yang telah disebutkan sebelumnya dan juga yang mendapatkan perawatan khusus selama sakit oleh Hadhrat Masih Mau’ud as hingga berdampak negatif pada kesehatan beliau as— Hadhrat Masih Mau’ud amat sangat menyayangi beliau. Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menceritakan kisah kecintaan tersebut dalam peristiwa sebagai berikut. Beliau ra bertutur, “Kami mempunyai adik yang paling kecil bernama Mubarak Ahmad. Makamnya terletak di sebelah timur makam Hadhrat Masih Mau’ud di Bahishti Maqbara. Beliau sangat disayang Hadhrat Masih Mau’ud as. Ketika kami masih kecil, kami memiliki kegiatan yaitu memelihara ayam.”—[peristiwa tersebut beliau ceritakan untuk menunjukan betapa besar Hadhrat Masih Mau’ud menyayangi Sahibzada Mirza Mubarak Ahmad dan bagaimana beliau as merawat Mian Mubarak]—Beliau ra melanjutkan “Kami sangat suka sekali memelihara ayam. Dan saya memiliki beberapa ayam begitu juga Mir Muhammad Ishaq Sahib demikian pula beberapa ayam yang dipelihara Mian Bashir Ahmad Sahib. Dan sesuai dengan semangat anak-anak setiap pagi kami pergi dan melihat berapa jumlah telur masing-masing dari ayam kami yang bertelur dan saling membanggakan satu sama lain terhadap telur yang dihasilkan… Mubarak Ahmad pun bergabung dalam kegiatan kami tersebut.”

“Suatu hari ia (Mubarak Ahmad) terserang sakit, secara kebetulan berita ini sampai kepada Hadhrat Masih Mau’ud dan wanita yang merawatnya mengatakan bahwa hal tersebut mungkin karena Mian Mubarak sering mengunjungi ayam dan menghabiskan banyak waktu dekat dengan ayam-ayam itu yang kondisi lingkungannya tidak bersih, Hadhrat Masih Mau’ud as menghitung semua ayam-ayam kami tersebut dan membayarkannya kepada kami kemudian ayam-ayam tersebut disuruh agar dimasak.

Mubarak Ahmad jelas sangat disayangi Hadhrat Masih Mau’ud as. Ketika beliau jatuh sakit Hadhrat Masih Mau’ud amat risau dan menghabiskan begitu banyak waktu hingga orang-orang berpikir bahwa jika beliau wafat Hadhrat Masih Mau’ud as akan sangat menderita serta akan sangat terpukul dan sedih akan hal itu. Namun pada hari Mia Mubarak wafat, Hadhrat Masih Mau’ud terlihat amat menerima keputusan Tuhan seraya berkata, ‘Ini adalah kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita dan kini Dia telah mengambil kembali apa yang merupakan hak-Nya lalu mengapa kita merasa keberatan.’

Dengan demikian, sikap dan perbuatan orang-orang beriman adalah untuk mengkhidmati sesama manusia sebanyak yang ia bisa dan menganggap bahwa ini adalah cara untuk meraih pahala dari Allah, namun ketika di sisi lain kehendak dan keputusan Allah Ta’ala mulai bekerja, ia sama sekali tidak mengekspresikan ketidaksabaran dari ketidakpuasan tersebut. Namun mereka yang biasa mengeluh akan mendapatkan dua kerugian, di sini (di dunia) dan di akhirat nanti.”

Kemudian di lain tempat Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menceritakan kembali hal tersebut yang diarahkan langsung kepada orang-orang yang tinggal di Qadian. Beliau ra bersabda, “Orang-orang yang hidup di sini telah melihat begitu besarnya perhatian Hadhrat Masih Mau’ud terhadap pengobatan dan perawatan Hadhrat Maulana Abdul Karim dan Sahibzada Mirza Mubarak Ahmad. Orang-orang yang mengamati hal ini mengira Hadhrat Masih Mau’ud as mungkin menganggap kemajuan Jemaat bergantung pada kedua orang ini. Pada masa-masa tersebut tidak ada topik yang lain selain bagaimana cara mengobati mereka berdua. Namun apa yang terjadi ketika mereka wafat? Sesuatu yang sama persis bahwa setelah kewafatan mereka keadaan Hadhrat Masih Mau’ud as segera berubah dan hal ini meninggalkan rasa takjub yang luar biasa bagi setiap orang. Di satu sisi beliau begitu intens memberikan perawatan dan pengobatan kepada mereka setiap harinya dari pagi hingga malam, namun di sisi lain saat kewafatan mereka, Hadhrat Masih Mau’ud as terlihat sangat tegar dan kuat saat menghadapi orang-orang dan mengatakan kepada mereka bahwa Allah Ta’ala telah mengabarkan kepada beliau tentang kewafatan mereka berdua.”

Pada tempat yang lain Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menguraikan peristiwa yang terjadi segera sesudah kewafatan Mubarak Ahmad, “Setelah meninggalkan rumah, beliau (Hadhrat Masih Mau’ud as) berbicara dengan orang banyak bahwa ini merupakan ujian dari Allah Ta’ala, dan anggota Jemaat tidak boleh bersedih atas cobaan tersebut. Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, ‘Mengenai Mubarak Ahmad saya telah diberikan wahyu sebelumnya bahwa ia akan diambil dari kami pada usia muda, sehingga hal ini sebenarnya membawa kegembiraan sebab tanda Allah Ta’ala telah terpenuhi.’”

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda, ‘Dengan demikian, jika saudara kita atau orang-orang yang dekat serta kerabat yang kita sayangi wafat dan ada nubuatan tentangnya dari Allah Ta’ala, maka bersama dengan kesedihan ada juga kebahagiaan dalam kewafatannya. Kebahagiaan tersebut bukan berarti kita menganggap mereka tidak lagi berhubungan dengan kita, bukan sama sekali, kita menganggap mereka ada di tengah-tengah kita, namun kita menganggap Allah Ta’ala lebih dekat dengan kita bahkan lebih daripada orang-orang yang sudah meninggal — dan tidak mungkin kita menyembunyikan tanda-tanda Allah Ta’ala. Oleh karena itu, ini adalah tugas kita sepenuhnya untuk mewujudkan kepada dunia dua keindahan tersebut: Pada satu sisi kita harus menyebarkan tanda keagungan Tuhan Yang Esa dan membuat dunia mengetahui bahwa ini diwujudkan sebagai jalan untuk menegakkan kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud as, dan di sisi lain menjadi sarana pertolongan dan bantuan terhadap mereka yang mengalami dampak dari peristiwa menyedihkan tersebut.

Mereka yang meninggal karena peristiwa tragis, mereka adalah bagian dari kita juga, dan mereka mungkin saja meninggal karena penggenapan beberapa peristiwa yang menakjubkan yang telah dinubuatkan Hadhrat Masih Mau’ud as. Jadi ini merupakan tugas kita untuk membantu semua orang yang menderita. Inilah mengapa Jemaat Ahmadiyah pun membantu orang-orang yang dalam kesusahan. Jika kita menampilkan kedua hal tersebut, yaitu keindahan-keindahan kita, maka kedua kekuatan Allah Ta’ala akan terwujud dalam kebaikan kita juga. Yaitu Kekuatan yang turun dari langit dan juga yang terwujud dari bumi.

Singkat kata, peristiwa-peristiwa dari kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud as ini menjelaskan kepada kita berbagai aspek dan tanggung jawab, yaitu layanilah keperluan anak, penuhilan kebutuhan-kebutuhannya, perhatikanlah kesehatan dan pengobatannya, perhatikanlah teman-teman terdekatnya, pedulilah terhadap perawatan dan kesejahteraannya, ungkapkanlah rasa kegembiraan atas terpenuhinya tanda-tanda Allah Ta’ala, dan ketika Keputusan Allah terwujud maka perlihatkanlah seakan semua itu tidak pernah terjadi sama sekali, arahkanlah perhatian anggota Jemaat kepada Allah, nasehatilah mereka secara paksa agar berjuang sekuat tenaga untuk meraih tujuan yang mulia, tunjukkan bahwa tujuan sebenarnya adalah untuk memenangkan ridha Allah Ta’ala, dan ketika kita melihat pemenuhan janji Allah maka di satu sisi kita benar-benar senang bahagia, namun di sisi lain saat kita melihat penderitaan manusia dan memerlukan pengkhidmatan di sana, kita harus mengkhidmatinya dengan penuh semangat dan penuh perhatian.

Berbicara tentang ketajaman kecerdasan Sahibzada Mubarak Ahmad, Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bertutur, “Ada beberapa alasan mengapa Hadhrat Masih Mau’ud as begitu menyayangi Mubarak Ahmad. Pertama, beliau (Sahibzada Mubarak Ahmad) amat lemah dan sering sakit-sakitan. Maka dari itu, beliau menjadi pusat perhatian dan hal yang wajar ketika seseorang menjadi pusat perhatian orang lain, maka ia akan disayangi oleh orang itu. Kedua, meskipun beliau paling muda dari antara kami (putra-putra Masih Mau’ud) dan hanya berusia beberapa tahun lamanya, namun beliau begitu pintar dan cerdas. Hal ini juga yang menjadi salah satu alasan beliau begitu disayangi oleh Hadhrat Masih Mau’ud as. Beliau (Sahibzada Mubarak Ahmad) baru berusia tujuh tahun namun pada usia itu beliau dapat menyusun syair dengan irama lagu yang tepat. Contoh kecerdasan daya ingat beliau yang kuat yaitu ketika beliau diminta menemukan berbagai ritme (irama) dari syair Hadhrat Masih Mau’ud as yang telah dituliskan, beliau datang dengan beberapa ritme (irama) dan diantaranya ada beberapa ritme yang bagus sekali.”

Kemudian Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menyebutkan sebuah peristiwa yang memberitahukan kepada kita bahwa manusia juga perlu dikhidmati baik secara fisik maupun materi, supaya kita dapat menyatakan sifat Allah Ta’ala yang berkaitan dengan Dia sebagai Rabb kita —yang memelihara dan mengembangkan kita setahap demi setahap dan membawa kepada kesempurnaan secara bertahap. Beliau ra menuturkan, “Saya tidak akan pernah bisa lupa kejadian tersebut. Pada waktu itu saya masih sangat muda, mungkin berumur enam belas atau tujuh belas tahun saat salah satu saudara perempuan kami wafat yang usianya baru beberapa bulan dan ia dibawa untuk dimakamkan di pemakaman. Setelah shalat jenazah Hadhrat Masih Mau’ud as mengangkat tubuhnya dengan tangan beliau sendiri dan ketika Tuan Mirza Ismail Baig meminta kepada beliau untuk membopong tubuh putri beliau as dan membawa ke kuburan, Hadhrat Masih Mau’ud as menoleh dan berkata, ‘Ini adalah putri saya, dan sebagai putri saya, pengkhidmatan terakhir yang bisa saya berikan kepadanya adalah saya sendiri yang harus membawanya ke kuburan.’”

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menarik kesimpulan dari kejadian tersebut, “Jika kalian berhasrat untuk menjadi perwujudan dari sifat Allah “رب العالمين” ‘Rabbul Aalamiin’, maka penting bagi kalian juga untuk mengkhidmati ciptaan Tuhan dengan materi (secara fisik, jasmaniah). Jika kalian memberikan seluruh kekayaan kalian untuk mengkhidmati agama, dan menghabiskan semua pendapatan kalian guna menyebarkan ajaran Islam, kalian menjadi orang-orang yang telah menerapkan dan mewujudkan ke dalam diri mereka sifat”المالك” ‘Malik’ (Raja), namun kalian belum menjadi orang-orang yang menerapkan dan mewujudkan ke dalam diri mereka sifat ‘Rabbul Aalamiin’. Karena untuk dapat melakukan hal tersebut harus melakukannya dengan tangan kalian sendiri dan senantiasa mengabdikan diri untuk mengkhidmati orang miskin dengan penuh perhatian.” Inilah uraian yang indah yang Hadhrat Mushlih Mau’ud berikan bahwa berusahalah dengan tangan kalian sendiri untuk berkhidmat bukan hanya kepada orang-orang yang memiliki hubungan dengan kalian, namun juga kepada orang-orang yang tidak memiliki hubungan.

Apabila kita merenungkannya, kita akan melihat bahwa hal tersebut menghasilkan sesuatu yang sangat luas yang dapat mendekatkan seluruh bangsa atau manusia—mereka bisa menjadi begitu dekat satu dengan lainnya karena hasil dari perbuatan mereka yang mengkhidmati satu sama lain, dan jika setiap bagian masyarakat melakukannya, maka hal tersebut dapat menghasilkan sebuah masyarakat yang elok.

Selanjutnya Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menceritakan kasus Masjid di Kapurtala yang menjadi tanda kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud as dan menunjukan betapa besarnya sikap tawakkal, pengabulan doa beliau as dan keyakinan beliau as yang sempurna kepada Allah. Terjadi sengketa kepemilikan masjid antara para Ahmadi dan non Ahmadi. Kasus ini dibawa ke pengadilan dan para anggota Jemaat menjadi prihatin atas sikap hakim yang menangani kasus tersebut, karena ia menunjukkan penentangannya terhadap Jemaat sejak awal, sehingga mereka menulis doa kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Beliau merespon mereka dengan bersabda, “Jika saya memang benar, kalian akan diberikan masjid.” Sementara itu di tempat yang terpisah sang Hakim terus menerus gigih dengan perlawanannya dan menuliskan surat keputusan yang menentang Ahmadiyah. Esok harinya saat diberikannya keputusan tersebut, sang hakim yang sedang bersiap-siap hendak pergi ke pengadilan seketika terkena serangan jantung dan mati. Hakim yang mengambil alih kasus tersebut kemudian memberikan keputusan yang menguntungkan Jemaat. Hal ini ternyata menjadi sumber besar meningkatnya keimanan para anggota Jemaat.

Suatu hal yang merupakan Sunnah (kebiasaan) Allah Ta’ala bahwa Dia memberikan kabar-kabar gaib kepada para Rasul-Nya, dan ketika wahyu tersebut terbukti kebenarannya, hal ini menyebabkan keimanan orang-orang yang beriman meningkat. Inilah kabar gaib yang membuat hati orang-orang yang beriman kepada Rasululah saw begitu sangat yakin, meskipun orang-orang lain mulai menangis saat melihat kematian yang menunggu mereka, akan tetapi para sahabat Rasulullah saw saat salah satu dari mereka diberikan kesempatan untuk menyerahkan nyawa mereka di jalan Allah, ia akan melompat kegirangan seraya berkata, فزتُ ورب الكعبة Fuztu wa Rabbil Ka’bah “Aku bersumpah dengan nama Tuhannya Ka’ba bahwa aku telah meraih kesuksesan!”[1]

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menyebutkan kasyaf (pemandangan rohaniah) Hadhrat Masih Mau’ud as yang terpenuhi dalam hitungan menit. Beliau ra berkata mengenai hal tersebut bahwa kadang sebuah kasyaf diperlihatkan dalam keadaan terjaga penuh yang tidak perlu ada penafsiran di dalamnya, bahkan terwujudkan dengan cara yang sama persis seperti yang terlihat dalam mimpi. Maka dari itu kita menemukan contohnya dalam peristiwa kehidupan Hadhat Masih Mau’ud as dan kasyaf yang beliau saksikan. Satu kali Hadhrat Masih Mau’ud as melihat dalam kasyaf bahwa Mubarak Ahmad tergeletak di samping tikar dan mengalami luka parah. Tidak lebih dari tiga menit berlalu dari kasyaf tersebut, nampak bahwa Mubarak Ahmad yang berdiri di samping tikar tergelincir dan terjatuh dan mengalami luka parah, akibatnya pakaiannya seluruhnya berlumuran darah.

Selanjutnya berbicara mengenai masa-masa awal Qadian serta berbicara tentang perkembangan Qadian dan Jemaat, Hadhrat Mushlih Mau’ud ra berkata bahwa pernah ada masanya saat tidak ada seorang pun yang bersama Hadhrat Masih Mau’ud as dan datang masa ketika terdapat ribuan orang bersama beliau as dan kini jumlahnya bertambah hingga ratusan ribu orang.

Kemudian, ada saatnya ketika tidak ada satu orang pun yang memercayai beliau di Punjab; akan tetapi kini, pengikut beliau tersebar bukan hanya di India, namun di seluruh benua di dunia. Jika memang benar dunia tidak memercayai beliau, lalu dari manakah semua orang-orang ini datang? Dan kini kalian lihat orang-orang berbondong-bondong di banyak negeri di seluruh dunia menjadi Ahmadi atau Ahmadiyah tersebar di negara-negara tersebut.

Beliau ra selanjutnya bersabda, “Lihatlah pemandangan ini. Dari antara orang-orang yang duduk di depan saya sekarang, berapakah jumlah dari antara mereka yang beriman di masa-masa awal Hadhrat Masih Mau’ud as? Saya kira ada sedikit sekali orang-orang yang ada dalam pertemuan ini yang melihat wajah Hadhrat Masih Mau’ud as secara pribadi. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang hanya melihat foto beliau. Lalu ada beberapa yang melihat wajah beliau namun tidak diberikan kesempatan untuk duduk sebagai sahabat beliau. Dan ada sedikit sekali –tidak lebih dari beberapa belas orang— yang mendengar sabda beliau as dan dikaruniai kesempatan untuk menjadi sahabat beliau. Jadi pertanyaan pada akhirnya adalah dari manakah semua orang-orang tersebut datang?”

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra berkata, “Kelahiran saya (1886) dan awal bai’at (1889) adalah dua peristiwa yang mulai dari waktu yang hampir bersamaan dan berturut-turut satu demi satu. Dan ketika saya menyadari lingkungan dan keberadaan saya, saya sudah tumbuh dewasa. Beberapa tahun telah berlalu setelah pemberitaan di kalangan orang-orang. Saya ingat saat itu bahwa ketika Hadhrat Masih Mau’ud as pergi keluar untuk jalan-jalan hanya Tuan Hafiz Hamid Ali yang bersama beliau. Satu kali Hadhrat Masih Mau’ud as pergi jalan-jalan ke satu daerah tertentu, dan karena saat itu saya masih kanak-kanak saya bersikeras ikut bersama beliau… dan pada waktu itu hanya ada semak belukar di sini dan di seluruh area yang kini berdiri Talimul Islam High School, Asrama, Masjid dan lain sebagainya… ada hutan di sana yang dahulunya tidak ditumbuhi apa-apa kecuali semak belukar… Hadhrat Masih Mau’ud as datang ke tempat tersebut untuk berjalan-jalan dan setelah saya ngotot akhirnya saya diajak bersama beliau… namun beberapa saat kemudian saya mengatakan bahwa saya lelah, sehingga kadang Hadhrat Masih Mau’ud as dan terkadang Hafiz Hamid Ali yang menggendong saya, dan saya ingat kejadian tersebut hingga hari ini. Itulah saat ketika Hadhrat Masih Mau’ud as telah mendakwakan dirinya, namun mereka yang menerima pendakwaan beliau hanya beberapa gelintir jumlahnya. Dan langka sekali pada waktu itu orang-orang datang ke Qadian.

Namun hari ini–[tahun 1937 saat Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menceritakan kisah ini]—inilah waktu yang kita miliki untuk mengumumkan berulang-ulang kali bahwa sebelum orang-orang pindah ke Qadian mereka harus mendapatkan izin, namun jika seseorang yang pindah ke Qadian tanpa izin wajib baginya untuk pulang kembali.”

Sesungguhnya semua peristiwa tersebut adalah penyebab untuk meningkatkan keimanan dan keyakinan kita. Semoga Allah terus menerus meningkatkan keimanan dan keyakinan kita semua. Dan semoga kita semua menjadi orang yang bermanfaat bagi Jemaat ini. Amin!

Setelah Shalat saya akan memimpin shalat jenazah gaib yang diperuntukan bagi Nyonya Naseem Mahmood, istri dari Tuan Syed Mahmood Ahmad dari Karachi yangwafat tanggal 27 April 2015 pada usia 58 in Karachi, Pakistan karena kanker. إنا لله وإنا إليه راجعون inna lillahi wa inna ilaihi raji’oon.

Penerjemah: Yusuf Awwab & Dildaar Ahmad

[1][1] Itu adalah teriakan Sahabat Nabi saw bernama Haram ibn Milham ra saat ditusuk tombak dari belakang atas perintah Amir ibn Thufail, sepupu Abu Barra’ Amir bin Malik, pemuka suku Bani Amir. Beliau anggota rombongan 70 orang sahabat pilihan, utusan kiriman Nabi saw kepada orang-orang Najd (jarak perjalanan saat itu berhari-hari), dan saat itu sedang mengantarkan surat dari Nabi saw sementara anggota rombongan lain sedang transit di Bi’r Ma’unah. Pemuka mereka sendiri, Abu Barra’ yang meminta Nabi saw mengirim orang untuk mengajar mereka. Kabilah Bani Amir menaati pimpinan tertingginya untuk menjamin keamanan dan tidak menyerang rombongan Sahabat Nabi saw, namun sepupu Abu Barra, Amir ibn Thufail, berhasil mengajak kabilah tetangga, Bani Sulaim untuk menyerbu rombongan para sahabat. Dari 70 anggota rombongan, hanya ada dua yang selamat masih hidup. Dalam keadaan diserang, mereka berdoa, اللهم بلغ عنا نبينا أنا قد لقيناك فرضينا عنك ورضيت عنا ‘Allahumma balligh ‘anna Nabiyyana anna qad laqiinaaka fa radhiina ‘anka wa radhiita ‘anna.’ – ‘Ya Allah, sampaikanlah keadaan kami kepada Nabi kami bahwa kami telah menemui Engkau, sehingga kami ridha atas Engkau dan Engkau ridha atas kami.’ Nabi saw mendapat kabar dari Allah, dan menceritakannya kepada para Sahabat.

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.