Dari semua Kitab yang diwahyukan yang ada sekarang, hanya Al-Quran saja yang sejalan dengan fitrat manusia. Akidahnya demikian sempurna dan pasti sehingga bukti-bukti nyata yang ada menjadi saksi akan kebenarannya. Perintah-perintah yang terkandung di dalamnya didasarkan atas kebenaran. Ajaran yang dikemukakannya bebas sama sekali dari segala bentuk politheisme, bid’ah dan penyembahan mahluk lainnya. Kitab ini menggiring manusia ke arah manifestasi Ketauhidan dan Keagungan Ilahi serta kesempurnaan dari Yang Maha Terpuji. Di dalamnya penuh dengan norma-norma Ketauhidan Ilahi serta luput dari daripada kekurangan, kelemahan atau sifat tidak sempurna dari Sang Maha Pencipta. Kitab ini tidak semata-mata memaksakan suatu akidah hanya berdasar kekuasaan semata, tetapi memberikan alasan atas kebenaran dari ajarannya tersebut. Kitab tersebut menjelaskan setiap arah tujuan yang harus dicapai dengan bukti-bukti dan argumentasi. Ia memberikan dasar pertimbangan dari kebenaran setiap prinsip sehingga pikiran manusia menjadi pasti dan memahaminya secara sempurna. Ia menangkal semua kelemahan yang mempengaruhi akidah, amal dan perkataan manusia serta memberikan penalaran yang cemerlang. Ia membawa ajaran sopan santun sebagai pengetahuan yang dibutuhkan bagi setiap manusia. Kitab ini menangkal dengan tegas setiap bentuk kefasikan. Ajarannya itu demikian lurus, tegas dan pasti seolah-olah menjadi cermin dari hukum alam. Ia menjadi matahari yang mencerahkan wawasan kalbu. Prinsip-prinsip penalaran manusia dikemukakannya secara rinci dan kekurangannya diperbaiki.
Adapun Kitab-kitab lain yang katanya diwahyukan pada saat ini kalis dari segala berkat sifat-sifat sempurna ini dan mengandung berbagai konsepsi yang salah tentang Wujud dan sifat-sifat Ilahi.”
“Para penganut Kitab-kitab itu mengutarakan akidah-akidah yang aneh. Sebagian dari mereka menyangkal kalau Tuhan itu adalah Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mengangkat diri mereka sendiri sebagai sekutu-Nya dalam masalah keabadian dan sifat tegak dengan sendirinya. Yang lainnya memuja berhala dan gambar-gambar dewa sebagai sekutu Ilahi dan dianggap ikut mengelola kerajaan-Nya. Ada pula yang menciptakan putra atau putri atau cucu dari Wujud-Nya. Yang lainnya menyembah-Nya dalam bentuk buaya atau kura-kura. Singkat kata, mereka itu mereka-reka wujud Sang Maha Sempurna sebagai sesuatu yang tidak mungkin mencapai kesempurnaan-Nya sendiri.”
“Ketika aku melihat manusia demikian sesatnya dalam akidah-akidah mereka serta demikian banyak melakukan kesalahan maka hatiku menjadi gemetar dan luluh. Aku merasa adalah menjadi tugas dan kewajibanku untuk mengarang buku ini sebagai petunjuk bagi mereka dan tugas ini akan aku laksanakan sepenuh hati.” (Barahin Ahmadiyah, Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 81-83, London, 1984).
[box icon=”info”]Tulisan ini dikutip dari buku “Inti Ajaran Islam Bagian Pertama, ekstraksi dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as”. Neratja Press, hal 382-383, ISBN 185372-765-2[/box]