Kami menjadi saksi dan memaklumkan di hadapan seluruh dunia bahwa kami telah menemukan dalam Kitab Suci Al-Quran realitas yang bisa membimbing manusia kepada Tuhan. Kami telah mendengar suara Tuhan dan telah menyaksikan tanda-tanda keperkasaan Tangan-Nya yang telah mewahyukan Al-Quran. Kami beriman bahwa Dia adalah Tuhan yang sebenarnya serta Tuhan seru sekalian alam. Hati kami dipenuhi keyakinan ini sebagaimana laiknya samudra yang terisi air. Karena itu kami menyeru semua orang kepada agama dan kepada Nur ini berdasarkan wawasan kami. Kami telah menemukan Nur haqiqi yang telah mengusir kegelapan dan mewujudkan semua hati menjadi sunyi terhadap segala sesuatu kecuali Allah swt. Inilah jalan satu-satunya yang bisa menuntun manusia keluar dari cengkeraman nafsu dan kegelapan ego sebagaimana ular yang meninggalkan selongsong kulit tuanya.” (Kitabul Bariyah, Qadian, Ziaul Islam Press, 1898; Ruhani Khazain, vol. 13, hal. 65, London, 1984).
***
“KEMASLAHATAN SESUATU dilihat dari apakah benda itu telah memenuhi tujuan diciptakannya. Sebagai contoh, jika seekor lembu dibeli dengan tujuan untuk membajak maka kebaikannya diukur dari kemampuan lembu itu melaksanakan fungsinya dalam meluku tanah. Begitu pula jelas kiranya bahwa tujuan dari sebuah Kitab samawi adalah untuk menyelamatkan para penganutnya dari kehidupan penuh dosa melalui ajaran-ajaran dan pengaruhnya. Kitab itu harus mampu memberikan kehidupan bersih kepada mereka dan setelah mensucikan mereka, lalu mengaruniakan kepada mereka wawasan yang sempurna guna mengenali Tuhan serta menciptakan hubungan kasih dan pengabdian di antara mereka dengan Wujud Yang Maha Esa yang menjadi sumber mata air semua kegembiraan. Sesungguhnya kecintaan inilah yang menjadi sumber keselamatan dan yang menjadi surga dimana semua keletihan, kegetiran, kesakitan dan siksaan bisa terobati.”
“Tidak diragukan lagi Kitab diwahyukan yang sempurna dan hidup adalah Kitab yang menuntun para pencari Tuhan ke arah sasarannya dan menyelamatkan yang bersangkutan dari kehidupan dan akhlak yang rendah, untuk bertemu dengan Wujud Penyelamat Yang Maha Tercinta. Kitab tersebut harus mampu melepaskan orang dari segala keraguan dan mengaruniakan kepadanya pemahaman yang sempurna seolah-olah ia bisa melihat Tuhan-nya. Kitab demikian harus bisa menciptakan hubungan yang erat di antara Tuhan dengan dirinya sehingga ia menjadi hamba Allah swt yang setia dimana Allah swt. akan mengasihinya sedemikian rupa sehingga Dia membedakan yang bersangkutan dibanding manusia lain melalui berbagai pertolongan dan bantuan-Nya serta membukakan pintu gerbang pemahaman Wujud-Nya kepadanya.”
“Jika sebuah Kitab gagal melaksanakan fungsi yang menjadi tujuan utamanya tersebut, bahkan lalu mencoba menaikkan pamor dirinya dengan membuat berbagai pernyataan yang tidak relevan, maka keadaannya sama saja dengan seseorang yang mengaku sebagai dokter ahli tetapi tidak mampu mengobati pasien yang dibawa kepadanya, malah terus mengatakan bahwa ia menguasai ilmu perbintangan atau filosofi. Orang seperti itu pantasnya disebut pelawak saja. Tujuan utama dari sebuah Kitab Ilahi dan seorang Rasul Allah. adalah menyelamatkan dunia dari kehidupan dosa serta menciptakan hubungan yang suci di antara Tuhan dengan dunia. Bukanlah tujuan dari Kitab demikian untuk mengajarkan ilmu-ilmu sekuler dan temuan-temuan duniawi.”
“Tidaklah sulit bagi seorang berfikiran jernih dan adil untuk memahami bahwa tujuan dari sebuah Kitab Ilahi adalah menuntun manusia kepada Tuhan dan menjadikan mereka beriman kepada-Nya sepenuh hati serta menahan mereka dari melakukan dosa dengan cara menanamkan keagungan dan penghormatan kepada Tuhan dalam hati mereka. Apalah artinya sebuah Kitab yang tidak bisa mensucikan hati atau memberikan pemahaman murni dan sempurna sehingga orang lalu jadi membenci dosa. Daya tarik dosa adalah laiknya penyakit lepra yang tidak bisa disembuhkan kecuali adanya manifestasi dari Tuhan Yang Maha Hidup, yang Maha Mengerti, dimana tanda-tanda keagungan dan kekuasaan-Nya turun bagai hujan atas diri manusia. Manusia tidak akan terbebas dari dosa kecuali ia menyadari Wujud Tuhan dengan Kekuasaan-Nya yang Maha Dahsyat sebagaimana seekor domba menyadari adanya harimau dua langkah di depannya.”
“Manusia perlu dibebaskan dari ketertarikan fatal terhadap dosa. Keagungan Tuhan seharusnya mengisi hati yang bersangkutan agar hal itu bisa mengikisnya dari daya tarik nafsu yang turun ke atas dirinya seperti kilat dan menghanguskan seketika sisa-sisa ke-muttaqi-annya. Nafsu-nafsu kotor yang menyerang berulangkali seperti penyakit epilepsi (ayan) dan menghancurkan semua rasa kesalehan, tidak mungkin dipupus melalui impresi tentang Tuhan yang direka-rekanya sendiri. Hal demikian tidak juga bisa diredam dengan olah fikiran sendiri atau dicegah melalui penebusan dosa oleh orang lain.”
“Seorang yang bijak tentunya menganggap perlu menjaga dirinya dari kehancuran yang dihadapi akibat dari keberaniannya dan karena kurang dekat dirinya kepada Tuhan, dimana semua itu menjadi sumber dari dosa dan kedurhakaan. Pasti bahwa seseorang tidak akan meninggalkan kesenangan hanya karena suatu duga rekaan atau kira-kira. Hanya kepastian saja yang akan bisa menyelamatkan seseorang dari kepastian lainnya. Sebagai contoh, kalau kita meyakini bahwa di sebuah hutan ada sejumlah rusa yang mudah ditangkap maka didorong keyakinan tersebut kita akan memasuki hutan itu. Tetapi kalau kita juga tahu dan yakin bahwa ada limapuluh harimau serta seribu ular di sana, kita akan menahan diri untuk memasuki hutan tersebut. Karena itulah dosa tidak mungkin dihindari tanpa adanya kepastian keyakinan seperti itu. Harus ada keyakinan tentang keagungan dan takut kepada Tuhan yang merobek tirai keacuhan manusia, sedemikian rupa sehingga tubuh menjadi gemetar dan merasa maut sudah mendekat. Hati harus demikian takutnya sehingga semua hubungan dengan kalbu yang berdosa akan diputuskan dan yang bersangkutan ditarik oleh tangan yang tak tersembunyi ke arah Tuhan-nya. Hatinya haruslah dipenuhi keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Hidup tidak akan membiarkan pendosa yang berani melenggang bebas tanpa dihukum. Apa yang harus dilakukan seorang pencari kebenaran dengan Kitab yang tidak mampu memenuhi kebutuhan seperti itu?”
[box icon=”info”]Tulisan ini dikutip dari buku “Inti Ajaran Islam Bagian Pertama, ekstraksi dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as”. Neratja Press, hal 351-354, ISBN 185372-765-2[/box]