Lebih dari 176.800 orang bergabung ke dalam Jamaah Muslim Ahmadiyah.
11 AGUSTUS 2022
Pemimpin Dunia Jamaah Muslim Ahmadiyah, Khalifah Kelima, Hazrat MIrza Masroor Ahmad menutup acara Jalsah Salanah UK ke-56 dengan pidato yang menggugah pada tanggal 7 Agustus 2022.
Jalsah yang dihadiri lebih dari 26.600 orang ini berlangsung di Hadeeqatul Mahdi, Alton, Hampshire.
Tahun ini, karena pembatasan COVID-19 yang masih berlaku, peserta utamanya adalah dari Inggris, sedangkan tamu internasional dibatasi. Seluruh acara disiarkan langsung melalui MTA Internasional dan juga disiarkan secara online.
Puncak acara Jalsah Salanah selama tiga hari ini adalah prosesi janji baiat, yang berlangsung pada Minggu sore. Prosesi bai’at ini kembali diadakan sejak tiga tahun terakhir sebelum pandemi pada tahun 2019. Para peserta sekali lagi mengucapkan ikrar baiat kepada Hazrat Mirza Masroor Ahmad sebagai Khalifah Kelima Masih Mau’ud (as).
Para peserta membentuk rantai manusia yang memusat kepada Khalifah, kemudian secara serempak mengulaingi ikrar bai’at.
Sebelum prosesi bai’at, Huzur mengumumkan bahwa lebih dari 176.800 orang telah bergabung ke dalam Jamaah Muslim Ahmadiyah selama setahun terakhir dari 109 negara di seluruh dunia.
Dalam pidato penutupannyanya, Huzur melanjutkan pembahasan tentang keunggulan hak-hak yang diberikan Islam kepada umat manusia dibanding agama dan keyakinan lain. Ini adalah rangkaian pidato yang disampaikan oleh Huzur dengan tema ini, di mana dua pidato sebelumnya telah beliau sampaikan pada kesempatan Jalsah Salanah UK tahun 2019 dan 2021.
Dalam pidato tahun ini, Huzur berfokus pada hak-hak yang diberikan Islam kepada perempuan dan masyarakat yang lemah. Huzur menyampaiakan bagaimana Islam memperjuangkan hak-hak perempuan, yang bukan hanya slogan kosong, tetapi memberlakukan aturan yang mengangkat martabat perempuan dalam masyarakat.
Huzur menyoroti tentang lemahnya gerakan-gerakan atau organisasi yang mengklaim sebagai pendukung hak-hak perempuan, Hazrat Mirza Masroor Ahmad menyampaikan:
“Saat ini ketika hak-hak perempuan banyak disuarakan, tetapi mereka gagal mempertimbangkan hal-hal mendasar yang fundamental. Ketika mereka menyuarakan hak-hak perempuan, mereka juga merampas kebebasan beragama dan hak untuk menjalankan keyakinan mereka. Ketika mereka mencoba menuntut hak mereka dari laki-laki, mereka melakukannya dengan cara yang akhirnya dapat menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.”
Hazrat Mirza Masroor Ahmad lebih lanjut menyatakan:
“Mereka [gerakan hak-hak perempuan] tidak mengatahui bagaimana menangani hambatan-hambatan yang ada seperti norma ekonomi, sosial dan budaya. Mereka hanya membuat slogan bahwa perempuan dan laki-laki adalah sama, dan dengan melakukan hal tersebut mereka menganggap telah mencapai prestasi besar. Mereka tidak memikirkan detil-detil halus, dan mereka gagal membuat aturan yang sesuai dengan tantangan yang ada. Mereka tidak memikirkan dampak aturan yang mereka buat untuk mewujudkan kesetaraan. Mereka gagal menilai apakah mereka menciptakan perdamaian dalam masyarakat atau malah memperparah kekisruhan. Mereka tidak peduli jika kebijakan dan gagasan mereka dapat merusak rumah tangga.”
Huzur melanjutkan dengan menyoroti bagaimana 1400 tahun lalu, Islam telah memberikan ajaran tentang melindungi hak-hak perempuan.
Huzur mengutip Surah An-Nisa ayat 2 yang biasa dibaca ketika khotbah nikah.
يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّكُمُ الَّذِيۡ خَلَقَكُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَةٍ
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu…”
Huzur menjelaskan:
“Allah Ta’ala telah mengingatkan orang-orang beriman bahwa mereka tidak boleh lupa bahwa laki-laki dan perempuan berasal dari jiwa yang sama dan jenis yang sama. Artinya mereka memiliki pikiran yang sama, emosi dan perasaan yang sama. Ayat ini biasa dibacakan ketika upacara pernikahan, artinya ketika berlangsungnya pernikahan harus dijelaskan bahwa ikatan pernikahan akan menjadi kuat manakala laki-laki menyadari bahwa peremuan itu sama dengan laki-laki dalam hal perasaan, emosi, pemahaman dan hak. Karena itu laki-laki tidak boleh berpikir bahwa perempuan lebih rendah darinya dalam banyak hal. Ajaran yang sama telah diajarkan kepada wanita juga.”
Berbicara tentang teladan Rasulullah (saw), Hazrat Mirza Masroor Ahmad menjelaskan:
“Kebiasaan pribadi Rasulullah (saw) adalah beliau meminta musyawarah kepada perempuan dalam hal-hal penting. Di masyarakat ketika Islam muncul perempuan diperlakukan sedemikian rupa sehingga mereka tidak diizinkan untuk mengemukakan pendapat tentang hal-hal sepele, apalagi dimintai musyawarah untuk hal-hal yang penting. Tetapi Rasulullah (saw) biasa meminta pendapat kepada mereka. Hal ini menciptakan keberanian dalam diri perempuan, sehingga mereka dapat menegur laki-laki ketika laki-laki menempatkan batasan yang tidak semestinya kepada perempuan. Diriwayatkan tentang Hazrat Umar (ra) bahwa suatu kali ketika istrinya menyatakan pendapat tentang masalah tertentu, beliau memarahi istrinya dengan mengatakan bahwa ia tidak berhak ikut campur dalam masalah tersebut. Istrinya menjawab, ‘Kamu harusnya diam, karena masa itu telah berlalu. Nabi Muhammad (saw) telah memberi kami hak untuk berbicara. Kami juga memiliki otak dan mampu mengungkapkan pendapat kami tentang hal-hal penting.’ Bahkan, para sahabat perempuan mempelajari ajaran agama sebagian dari mereka sering memberikan nasihat kepada khalifah. Jadi Islam memberikan hak kepada wanita di saat mereka dianggap tidak berharga.”
Huzur juga menjelaskan bahwa Islam memberi perempuan hak untuk mendapatkan warisan, sesuatu yang baru diterapkan oleh Barat pada abad yang lalu.
Huzur melanjutkan kutipan beberapa contoh kehidupan Nabi Muhammad (saw) yang menekankan perlakuan baik terhadap wanita.
Sebagai contoh, Nabi Suci Muhammad (saw) bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik kepada anggota keluarganya dan aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.”
Merujuk pada beberapa referensi terkait hak-hak perempuan, Hazrat Mirza Masroor Ahmad mengatakan:
“Semua referensi yang saya sampaikan utamanya berkaitan dengan penekanan Islam terhadap hak-hak perempuan. Di dalam Islam hak-hak laki-laki tidak secara khusus diatur seperti itu, kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Hal ini karena pada umumnya dalam masyarakat laki-laki mendominasi sehingga mereka berhasil mendapatkan hak-hak mereka…Di negara-negara terbelakang dan masyarakat yang kurang berpendidikan, perempuan secara khusus diperlakukan tidak adil. Mayoritas penduduk Muslim banyak yang tinggal di negara-negara terbelakang dan kurang berpendidikan sehingga hak-hak perempuan tidak diberikan dan perempuan diperlakukan dengan buruk. Jika laki-laki ingin berbicara dan menginginkan hak-hak mereka, maka mereka juga harus memenuhi hak-hak perempuan. Inilah ajaran Islam. Mengingat situasi umum itulah [di mana laki-laki dominan dalam masyarakat], Islam lebih menekankan pemenuhan hak-hak perempuan. Meskipun demikian, orang-orang tampaknya masih menganggap bahwa Islam tidak memenuhi hak-hak perempuan!”
Huzur kemudian menjelaskan hak-hak dalam Islam dari ‘mereka yang meminta sedekah dan mereka yang tidak meminta’.
Huzur menjelaskan filosofi memberi sedekah dan siapa yang harus menjadi penerima sedekah. Merujuk pada kutipan Hadhrat Masih Mau’ud as dan Hadhrat Khalifatul Masih II (ra), Huzur menyebutkan bahwa Islam menekankan pentingnya memberi kepada mereka yang meminta bantuan. Namun, pada saat yang sama, Islam juga menekankan bahwa tangan di atas yang memberi lebih baik daripada tangan di bawah yang menerima, dengan demikian Islam melarang orang-orang yang mampu berdiri sendiri untuk menjadi pengemis.
Namun Huzur juga mengatakan bahwa bagi orang yang ingin bersedekah – di saat mereka dapat memutuskan untuk tidak bersedekah kepada orang-orang yang menyalahgunakan uang – mereka tetap dapat bersedekah kepada orang-orang tersebut terlepas dari kondisi mereka seperti itu, karena memberi sedekah tentu akan mendatangkan pahala dari Allah Ta’ala. Mereka dapat bersedekah dengan cara membantu mereka sembari menasihati mereka untuk meninggalkan kebiasaan buruk seperti itu.
Huzur kemudian menjelaskan bahwa di masyarakat ada yang meminta bantuan, tetapi ada juga yang tidak mau meminta, dan seorang mukmin harus mencari cara untuk membantu orang-orang yang tidak memilih tidak meminta karena harga diri mereka.
Berbicara tentang rincian sedekah dalam Islam, Hazrat Mirza Masroor Ahmad menjelaskan:
“Setiap kali peminta-minta atau orang yang membutuhkan datang kepada Rasulullah (saw) untuk meminta bantuan, beliau juga akan menganjurkan kepada para sahabat untuk ikut ambil bagian juga membantu orang yang membutuhkan, sehingga mereka juga mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala… Perhatian orang beriman telah diarahkan bahwa mereka juga harus membantu orang yang membutuhkan, dan jika mereka sendiri tidak dapat membantu, maka mereka harus berusaha mencari cara agar orang itu mendapatkan bantuan yang dibutuhkan.”
Menjelaskan tentang bagaimana Islam memenuhi hak-hak manusia, Hazrat Mirza Masroor Ahmad menjelaskan:
“Orang-orang materialistis berupaya memenuhi hak mereka demi kepentingan pribadinya saja. Sedangkan Islam menekankan bahwa seseorang harus memenuhi hak orang tanpa adanya kepentingan pribadi. Jika kita benar-benar mengamalkan ajaran ini, maka hal itu akan menjadi sarana pengenalan ajaran Islam kepada dunia. Semoga Allah memberikan kepada kita taufik untuk mengamalkan ajaran Islam, sehingga kita dapat membantu pemenuhan misi yang diemban Imam Zaman saat ini.”