Khotbah Jum’at
Sayyidina Amirul Mu’minin
Hadhrat Khalifatul Masih V ayyadahullahu ta’ala binashrihil ‘aziiz [1]
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
tanggal 05 Ikha 1391 HS/Oktober 2012
di Masjid Baitul Futuh, London-UK
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihish shalaatu was salaam[2] bersabda, “Jika manusia mengetahui pasti mengenai peristiwa-peristiwa dan keadaan kehidupan Hadhrat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengetahui betul apa yang tengah terjadi di dunia pada waktu itu dan apa-apa yang beliau s.a.w. lakukan, maka manusia akan berkata seperti orang sedang mabuk cinta اللهم صلّ على محمد ‘Allahumma shalli ‘ala Muhammad’ – “Ya Allah, rahmatilah Muhammad!”
Bersabda: “Sungguh! Sungguh! Aku berkata, ini bukanlah hanya perkiraan atau angan-angan. Al-Qur’an yang mulia dan sejarah dunia menjadi saksi sepenuhnya apa yang telah dilakukan oleh Nabi Karim [s.a.w.]. Jika tidak, mengapa telah difirmankan secara khusus tentang beliau s.a.w., إنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا “Yakni, Allah Ta’ala dan seluruh malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi ini. Hai orang-orang yang beriman! Baca dan sampaikanlah selalu shalawat dan salam Nabi.” (Al Ahzab:57).
Shalawat Pujian Khusus Allah untuk Nabi Muhammad s.a.w.
Suara firman seperti itu tidak didengungkan kepada siapapun dari antara Nabi-nabi-Nya. Hanya beliaulah, seorang insan yang disebut Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah datang ke dunia dengan penuh sukses dan penuh segala pujian.”[3]
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: “Dari ayat tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa amal-amal Nabi s.a.w. telah mencapai derajat yang agung sehingga Allah Ta’ala tidak menggunakan kata-kata istimewa atau memberikan penilaian dengan kata-kata tertentu dalam memuji amal-amal atau sifat-sifat Hadhrat Rasulullah s.a.w.. Kata-kata untuk itu pasti ada namun tidak Dia gunakan.
Dalam kata lain, amal-amal saleh beliau demikian luhurnya, lebih tinggi dari pujian-pujian, penyifatan-penyifatan dan batasan-batasan mengenai beliau. Ayat pujian seperti itu tidak pernah digunakan bagi Nabi yang lain. Kebenaran dan kejujuran dalam jiwa beliau demikian sangat tinggi nilainya dan amal-amal beliau s.a.w. begitu sangat disukai oleh Allah Ta’ala sehingga Allah Ta’ala Yang Mahakuasa memerintahkan secara kekal kepada manusia untuk menyampaikan shalawat dan salam sebagai tanda syukur [penghargaan dan terima kasih atas nikmat ini].”[4]
Kewajiban Menyampaikan Shalawat Sebagai Tanda Syukur
Oleh karena itu, tugas setiap orang mu’min untuk mempelajari apa-apa yang diajarkan oleh Hadhrat Rasulullah s.a.w. dan berusaha mengamalkannya, dan ia harus membaca shalawat dan mengirim salam kepada beliau s.a.w. juga, sebagai tanda syukur terhadap kebaikan dan ihsan beliau yang sangat agung itu. Beliau telah membimbing kita menuju jalan kepada Tuhan dan menunjukkan suri teladan yang sangat baik dan indah kepada kita dalam semua aspek kehidupan sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala.
Beliau telah mengajarkan kepada kita cara menunaikan ibadah yang bermutu kepada Tuhan dan menanamkan kesadaran di dalam hati orang-orang mu’min untuk mengkhidmati semua makhluk Allah Ta’ala, sehingga dengan itu orang mu’min dapat meraih keridhaan Allah Ta’ala. Semua perkara itu dapat meningkatkan semangat manusia untuk membaca shalawat dan salam kepada Hadhrat Rasululah s.a.w. dan kita berusaha menyampaikan ajaran dan suri teladan beliau s.a.w. yang indah ini kepada dunia.
Bila saja aspek suri teladan beliau s.a.w. nampak di hadapan orang-orang non Muslim, mereka yang memiliki sedikit saja kejujuran, sekalipun mereka menentang, namun mereka tetap akan memuji keagungan beliau. Pada zaman ini orang-orang yang mengajukan berbagai macam keberatan dan kritikan tentang beliau atau tentang ajaran beliau, sebabnya adalah hati mereka kosong dari keadilan ataupun mereka tidak tahu sedikit pun sirat (riwayat hidup) beliau s.a.w., atau mereka tidak mau berusaha sedikitpun untuk mengetahui riwayat hidup beliau. Maka tugas kewajiban kitalah untuk mengemukakan riwayat hidup beliau s.a.w. yang sangat beberkat itu kepada dunia. Dan untuk melaksanakan hal itu kita harus menggunakan setiap jenis sarana dan prasarana.
Sebagian fitrat manusia adalah seperti ini atau banyak manusia yang terbenam dalam kesibukan duniawi lebih terkesan oleh manusia serupa atau sebangsa dengan mereka. Dan mereka lebih terpengaruh oleh pendapat bangsa mereka sendiri dari pada harus mendengar tentang Hadhrat Rasulullah S.a.w. dari seorang Muslim.
Tetapi jika bangsa mereka sendiri yang menceritakannya maka mereka akan berusaha mendengar atau memperhatikannya. Oleh sebab itu sudut pandang tentang sirat Hadhrat Rasulullah s.a.w. yang ditulis oleh cendekiawan atau para penulis yang terkenal dari bangsa mereka sendiri harus diperdengarkan langsung kepada mereka.
Pada hari ini saya akan membacakan sirat Hadhrat Rasulullah s.a.w. yang disusun oleh orang-orang Barat yang terkesan oleh sirat atau kepribadian Hadhrat Rasulullah s.a.w.. Diantara mereka memang merupakan musuh Islam dan giat memusuhi Islam namun mereka telah menulis dengan benar tentang sirat Hadhrat Rasulullah s.a.w..
Pendapat Positif tentang Nabi Muhammad s.a.w.:
George Sale dan Spanhemius
George Sale, seorang penulis yang menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Inggris telah menulis di bukunya ‘The Koran’ di bagian ‘The Reader’. Bagian itu bukan dalam rangka membenarkan tentang Islam.
Begitu pula seorang penulis bernama Spanhemius. Ia juga seorang penentang Islam. Tapi ia menulis, ”Muhammad [s.a.w.][5] memiliki kemampuan fitrati yang sangat luhur, sangat rupawan, cerdas dan berpandangan jauh ke depan, sangat disegani dan pencinta serta pelindung orang-orang miskin.
Dalam menghadapi musuh selalu berada di garis depan dengan gagah berani. Yang sangat menonjol adalah beliau sangat menjunjung tinggi, sangat menghormati dan mencintai Tuhannya. Membenci orang-orang pendusta, pelaku maksiat, orang-orang pelaku ghibat dan pelaku sumpah dusta, pemboros, serakah dan sangat keras menentang pelanggar hukum dan pemberi kesaksian dusta. Sangat tegas mengajar kejujuran, dermawan, kasih-sayang, rasa syukur, menghormati orang tua dan para leluhur, dan sangat sibuk dalam memuji keagungan Tuhan.” [6]
Semua orang yang menulis ini (sekalipun telah menyatakan pujian-pujian yang sangat baik), di tempat lainnya juga melemparkan tuduhan-tuduhan yang tidak wajar kepada Rasulullah s.a.w..
Pendapat: Stanley Lane-Poole; H. G Wells dan De Lace O’Leary
Stanley Lane-Poole telah menulis bahwa ketika Hadhrat Muhammad [s.a.w.] masuk kota kelahirannya Mekkah sebagai Fatih (pemenang) dan penduduk Mekkah sebagai musuh-musuh yang selalu mengintai nyawa dan haus akan darah beliau, dengan serta-merta mereka semua telah dimaafkan oleh beliau. Kemenangan itu demikian gemilang dan begitu bersih dan suci yang tidak terdapat tandingannya di dalam semua tarikh manusia. [7]
- G Wells seorang penulis sejarah (sejarahwan) telah menulis dalam bukunya yang berjudl ‘Outline of History’, “Sebuah bukti kebenaran yang besar tentang Nabi ini adalah bahwa orang yang paling banyak mengetahui tentang pribadi beliau-lah yang pertama beriman kepada beliau… Muhammad [s.a.w.] sekali-kali bukanlah seorang pendusta… Dan hakikat ini tidak dapat dibantah bahwa dalam dalam Islam terdapat banyak sekali kelebihan dan keistimewaan dan memiliki banyak sekali sifat yang agung…. Nabi Islam ini telah meletakkan asas kemasyarakatan dimana kezaliman dan kekejaman telah dihapuskan.”[8]
Selanjutnya, De Lace O’Leary dalam bukunya ‘Islam at the Cross roads’ (Islam di Persimpangan-Persimpangan Jalan) menulis:
“Sejarah telah dengan terbuka menyatakan bahwa bagi para ahli sejarah adanya kisah yang menyebut kaum Muslimin demikian menyukai kekerasan lalu mendapatkan kemenangan serta memaksakan Islam diantara bangsa-bangsa dengan pedang merupakan sebuah kisah aneh dan mengherankan.” [9]
Demikianlah yang ditulis oleh para sejarawan, bahwa kemenangan dengan pedang adalah mustahil. Ini cerita yang aneh.
Pendapat: Mahatma Gandi & Letnan Jenderal Sir John Bagot Glubb
Mahatma Gandi di dalam suratkabar ‘Young India’ menulis: “Saya ingin sekali mengetahui segala sesuatu mengenai manusia itu yang telah memerintah jutaan orang tanpa penentangan. Setelah mempelajari kehidupannya, bertambahlah saya yakin bahwa di zaman itu Islam telah memenangkan hati orang-orang tidak dengan pedang, akan tetapi dengan kesederhanaan sang Rasul itu, beliau biasa bekerja dengan riang gembira, sangat teguh dan teliti dalam memenuhi janji, sangat erat hubungannya dengan sahabat dan pengikutnya, pemberani dan sangat meyakini sempurnanya misinya, inilah hal-hal yang membuat beliau dapat menyingkirkan semua kesulitan dan semua orang menyertainya. Ketika saya telah menyelesaikan bab kedua membaca buku mengenai perjalanan hidup Rasul ini, saya pun menjadi demikian bersedih dikarenakan telah tamatnya buku itu.” [10]
Letnan Jenderal Sir John Bagot Glubb yang wafat pada tahun 1986 menulis: “Pendapat apapun yang dikemukakan oleh pembaca buku (yang ditulis oleh beliau) tidak dapat diingkari bahwa Muhammad [s.a.w.] mempunyai persamaan pengalaman rohaniah dengan para leluhur dan orang-orang suci Kristen yang sangat mengherankan yang telah tercatat dalam Kitab Perjanjian lama dan Kitab Perjanjian baru.
Boleh jadi mempunyai persamaan dengan para leluhur dan orang-orang suci penerima wahyu dan kasyaf dari agama Hindu dan Agama-agama lainnya juga. Lagi pula, pengalaman seperti itu merupakan tanda bagi permulaan kehidupan orang-orang suci dan mulia.
Menganggap penipuan diri sendiri terhadap peristiwa-peristiwa seperti itu nampaknya sebuah penilaian yang tidak patut, sebab banyak sekali pengalaman seperti itu dialami oleh orang-orang suci yang sudah lampau yang telah beribu tahun lamanya dan ribuan mil jauhnya yang tidak pernah diketahui atau pernah didengar oleh satu sama lain.
Namun, sekalipun demikian, dalam peristiwa-peristiwa itu terdapat persamaan satu sama lain yang luar biasa. Sebuah pendapat tidak masuk akal apabila persamaan semua ru’ya atau kasyaf yang sangat mengherankan itu dianggap telah dibuat-buat oleh diri mereka sendiri. Sekalipun mereka saling tidak mengenal satu sama lain.”
Selanjutnya dia telah menulis tentang orang-orang Muslim awalin yang ke hijrah ke Abessinia katanya: “Dari daftar dapat diketahui bahwa semua orang yang telah masuk Islam pergi ke Abyssinia dan Muhammad [s.a.w.] tentu tinggal bersama dengan hanya beberapa orang pengikut saja di tengah-tengah masyarakat Mekkah yang sedang keras memusuhi beliau. Dari keadaan demikian membuktikan bahwa beliau [s.a.w.] memiliki standar tinggi dalam hal akhlak, keberanian serta keyakinan yang sangat tangguh.”[11]
Pendapat: John William Draper &William Montgomery
John William Draper di dalam bukunya ‘History of The Intelectual Development of Europe’ menulis: “Empat tahun setelah kematian Justinian, A.D. 569 di Mekkah Arabia, telah lahir seorang yang telah meninggalkan banyak sekali kesan agung terhadap manusia dan dia adalah Muhammad [s.a.w.], yang kebanyakan orang-orang Eropa menganggapnya ‘pendusta’. .. Akan tetapi beliau memiliki kelebihan dan keistimewaan yang telah menentukan perjalanan nasib berbagai bangsa. Beliau seorang prajurit yang bertabligh, mempunyai kefasihan berbicara sangat tinggi dan gagah berani di medan peperangan. Agama beliau hanyalah “Tuhan adalah Tunggal” (Ikhtisar agama hanya satu yaitu Tuhan itu Satu)… Untuk menjelaskan kebenaran ini, beliau tidak membahas dengan lisan saja, namun beliau membuat masyarakat Islam lebih baik dengan mengajar para pengikutnya dalam praktik tentang kebersihan, rajin menunaikan shalat, melaksanakan puasa dan amal-amal saleh lainnya. Beliau mengutamakan derma diatas perkara-perkara lainnya.” [12]
William Montgomery seorang Orientalis telah menulis didalam sebuah bukunya ‘Muhammad at Medina’,
“Lebih banyak merenungkan Sirat Muhammad [s.a.w.] dan Tarikh awal permulan Islam, manusia akan merasa lebih kagum dan hairan menyaksikan kemenangan dan kemajuan sangat luas yang telah diraih oleh beliau. Situasi seperti pada waktu itu telah dijumpai oleh beliau yang sangat jarang sekali dijumpai oleh orang-orang lain, sehingga beliau seorang insan yang sangat cocok dan sesuai sekali dengan keadaan zaman pada waktu itu. Jika beliau tidak mempunyai pandangan jauh ke depan, sebagai negarawan, tidak mempunyai kemampuan yang istimewa untuk menjalankan pemerintahan, tidak tawakkal kepada Allah dan tidak yakin sepenuhnya bahwa Allah Ta’ala telah mengutus beliau [s.a.w.] maka kisah kehidupan beliau yang sangat penting dan patut dikenang itu akan terlupakan oleh Tarikh.
Saya sangat berharap semoga hasil penelitian riwayat hidup beliau yang saya susun ini akan menolong dan menambah segar dalam memberikan penilaian dan penghargaan terhadap salah seorang Bani Adam yang sangat agung dan sangat mulia ini.”[13]
Perlu diketahui bahwa kesaksian mengenai Nabi [s.a.w.] ini diberikan oleh seorang yang tidak pernah melihat sendiri Nabi s.a.w..
Pendapat Reginald Bosworth Smith
Selanjutnya, sejarawan Kristen terkenal, Reginald Bosworth Smith, telah menulis: “Sebagai Pemimpin agama dan negara, dan berkualitas sebagai Governor (bakat dan kemampuan memerintah), dan dua kepribadian Raja dan Kaisar telah terkumpul dalam satu pribadi Muhammad [s.a.w.]. Beliau seorang Pope (Paus) tapi tanpa kebesaran sebagai Pope, beliau seorang Kaisar namun tanpa pasukan kebesaran Kaisar. Jika di dunia ada orang yang berhak berkata bahwa tanpa pasukan tentara pengawal kebesaran, tanpa pasukan Pengawal Istana dan tanpa pengawal pribadi, hanya atas nama Allah Ta’ala menegakkan keamanan dan kedamaian di atas dunia, maka tiada lain orang itu hanyalah Muhammad [s.a.w.]. Beliau memperoleh semua kekuatan tanpa dukungan siapapun.”
Selanjutnya R. Bosworth Smith menulis dalam bukunya ‘Muhammad and Muhammadanism’: “Orang-orang yang mula-mula sekali menerima misi beliau adalah orang-orang yang betul-betul tahu pribadi beliau [s.a.w.], misalnya istri beliau, hamba sahaya beliau, saudara sepupu beliau dan sahabat beliau sejak lama. Tentang mana [Hadhrat] Muhammad [s.a.w.] sendiri berkata, ‘Diantara orang-orang yang mula-mula masuk Islam adalah manusia-manusia nomor satu yang tidak pernah mundur dalam menghadapi setiap jenis rintangan dan tidak pernah menyatakan gelisah.’ Seperti utusan-utusan Tuhan lainnya, takdir [Hadhrat] Muhammad [s.a.w.] tidaklah kecil [biasa saja], sebab, yang menolak keagungan beliau hanyalah orang-orang yang tidak mempunyai pengetahuan yang benar tentang jati diri beliau s.a.w..”[14]
Selanjutnya Bosworth juga menulis: “Muhammad [s.a.w.] bukan hanya melarang adat kebiasaan terlarang saja bahkan beliau menghapuskannya secara total. Seperti kebiasaan orang mengorbankan anak kecil yang disayanginya dengan membunuhnya, permusuhan berdarah, mengawini sejumlah perempuan tanpa batas, penganiayaan terhadap para sahaya yang tidak kenal henti, minum arak dan judi. (Jika beliau tidak bertindak demikian) maka adat kebiasaan buruk ini akan terus merebak tanpa mengenal berhenti sampai ke wilayah-wilayah Arab dan negara-negara sekitarnya.. (dan beliau telah mengakhiri semua.)”[15]
Selanjutnya ia menulis: “[Hadhrat] Muhammad [s.a.w.] dalam kebaikan maksud dan tujuannya dan dalam semua kebaikan-kebaikannya mempunyai dasar iman yang sangat mendalam. Apa yang beliau kerjakan, orang lain tidak dapat melakukannya tanpa memiliki keyakinan yang sedalam-dalamnya.” (Yakni, keimanan dan keyakinan beliau yang besar atas kebenaran dakwah beliau dan pengutusan beliau dari Allah Ta’ala-lah yang membuat perubahan ini dapat terjadi.).
“Setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan beliau, menguatkan bukti bahwa beliau adalah seorang insan pecinta kebenaran, gelora semangat untuk berkarya (beramal) sambil bertahan dengan tabah dan sabar menghadapi berbagai macam kesulitan dan kesusahan yang akhirnya secara setapak demi setapak sampai ke tujuannya.”[16]
Selanjutnya ia menulis, “Perkataan bahwa bangsa Arab di waktu itu memerlukan inqilaab (revolusi) atau dalam kata lain waktu untuk kedatangan seorang Rasul baru sudah tiba, jika memang demikian maka Muhammad-lah orangnya. Para penulis zaman sekarang yang mengemukakan pendapat tentang itu Springer telah membuktikan bahwa kedatangan Muhammad [S.a.w.] adalah sesuai dengan yang ditunggu-tunggu bertahun-tahun lamanya dan telah dinubuatkan juga.”[17]
Selanjutnya Bosworth Smith menjelaskan, “Secara keseluruhan saya tidak merasa heran apabila terjadi banyak perubahan terhadap Muhammad [s.a.w.] disebabkan timbul berbagai macam keadaan, namun yang menakjubkan saya adalah keadaan kepribadian beliau sangat sedikit mengalami perubahan sekalipun dirundung dengan terjadinya berbagai macam peristiwa, sebagai penggembala kambing di belantara padang pasir, sebagai pedagang ke negeri Syam, pengalaman di hari-hari bersemedi (bertahannuts) di Gua Hira, sebagai Muslih (reformer) sebuah Jemaat minoritas ketika berada di Mekkah, di masa-masa pengasingan di Medinah, sebagai Pemenang yang gemilang, memiliki kedudukan sederajat dengan Kaisar dan Kisra Iran, kita dapat menyaksikan keteguhan hati dan ketabahan beliau [s.a.w.] berjalan secara konstan (tetap teguh). Keadaan luar Muhammad [s.a.w.] mengalami perubahan-perubahan namun keagungan pribadi dan akhlaki beliau sedikitpun tidak mengalami perubahan. Saya tidak yakin jika orang lain akan mampu menghadapi keadaan luar yang banyak sekali mengalami beraneka macam perubahan.”[18]
Pendapat Washington Irving & Sir William Muir
Washington Irving dalam bukunya ‘Life of Muhammad’ menulis: “Dalam meraih kemenangan-kemenangan di waktu peperangan beliau [s.a.w.] tidak pernah menunjukkan kebanggaan, tidak pernah takabbur dan tidak pernah menunjukkan suatu kebesaran atau kemegahan. Jika dalam kemenangan itu ada unsur tujuan pribadi maka pasti beliau berlaku seperti itu. Di waktu memegang kekuasaan yang cemerlang pun beliau bersikap sederhana dan merendahkan diri sekalipun beliau dalam keadaan yang sangat sulit sehingga dalam kehidupan sebagai raja pun jika seseorang masuk kedalam ruangan rumah beliau dan melakukan penghormatan yang tidak perlu, beliau menyatakan tidak senang terhadapnya.” [19]
Sir William Muir, yang disamping seorang Orientalis juga adalah seorang yang cukup menentang [Islam], beliau pun telah menulis: “Beliau menyempurnakan tiap-tiap pekerjaan beliau sendiri, dan kebiasaan beliau adalah tidak menjangkau apa-apa jika tidak betul-betul ada di hadapan beliau. Begitu juga kebiasaan beliau dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat apabila beliau sedang bercakap dengan seseorang sambil menatap mukanya maka beliau tidak menghadap kepadanya dengan separuh muka melainkan dengan sepenuh muka dan badan menghadap kepadanya dan dengan sikap yang serius kepadanya.
Di waktu berjabat tangan beliau tidak melepaskan tangan sebelum orang lain melepaskan tangan beliau. Begitu juga bila beliau bercakap-cakap dengan orang yang asing tidak meninggalkannya di tengah percakapan dan tidak pula memalingkan telinga darinya.
Beliau menjalani kehidupan dengan penuh kesederhanaan. Kebiasaan beliau adalah setiap memerlukan sesuatu, beliau lakukan dengan tangan beliau sendiri. Apabila memberi sedekah beliau berikan dengan tangan sendiri langsung kepada pengemis. Beliau membantu istri-istri beliau dalam pekerjaan rumah tangga…”
Lalu, ia menulis: “Para delegasi dan tetamu yang datang dari luar daerah beliau sambut dengan ramah-tamah dan muka ceria sambil mengucapkan selamat datang kepada mereka dengan penuh hormat dan mesra. Beliau sangat mudah dihubungi laksana air sungai mengalir menuju tepi. Dalam menyambut kedatangan para delegasi dan dalam memecahkan perkara-perkara pemerintahan lainnya dapat dibuktikan dari Sejarah bahwa dalam diri Muhammad [s.a.w.] tersimpul semua kemampuan dan kebijaksanaan yang sempurna. Dari semua perkara yang mengherankan adalah beliau tidak dapat menulis.”[20]
Selanjutnya, inilah tulisan William Muir, “Yang mengherankan lagi, Muhammad [s.a.w.] mempunyai kesopanan dan pertimbangan akhlak yang luhur sekalipun terhadap pengikut yang dianggap rendah dan tidak begitu penting. Kerendahan hati, kebaikan, kesabaran, pengorbanan diri dan kemurahan menghiasi keindahan prilakunya dan menciptakan kecintaan dalam hati orang-orang di sekelilingnya.
Beliau tidak suka menolak dengan mengeluarkan perkataan ‘tidak.’ Jika beliau tidak bisa memenuhi permintaan seseorang dengan jawaban yang positif beliau memilih sikap diam. Beliau tidak pernah menolak undangan sekalipun dari orang yang sangat miskin sekali. Dan beliau tidak pernah menolak hadiah sekecil apapun dari para sahabat beliau. Yang sangat menakjubkan lagi adalah apabila beliau berada di tengah-tengah suatu pertemuan setiap orang menganggap beliau tamu yang paling penting dan paling utama.
Apabila beliau menjumpai seseorang telah meraih suatu kejayaan maka beliau dengan hangat menyambut sambil menjabat tangannya dan merangkulnya. Beliau dengan lemah lembut menyatakan rasa simpati terhadap orang-orang yang lemah dan miskin. Beliau berlaku sangat kasih sayang terhadap anak-anak kecil yang kerap kali mengerumuni beliau.
Tanpa merasa enggan beliau mengucapkan salam terhadap anak-anak yang sedang bermain-main di tepi jalan. Di musim paceklik dimana banyak orang kelaparan beliau mengajak orang-orang makan bersama dan beliau selalu berusaha mencari kemudahan bagi orang lain.
Kebaikan, kedermawanan dan kelemahlembutan tabiat beliau menembus dan menghiasi semua akhlak karimah beliau. Muhammad [s.a.w.] seorang kawan yang sangat setia. Beliau mencintai Abu Bakar lebih dari mencintai saudara sendiri. Kasih sayang terhadap Ali seperti saudara kandung sendiri.
Zaid seorang sahaya beragama Kristen begitu lekat mencintai Muhammad [s.a.w.] sehingga ia enggan kembali kepada ibunya yang sedang sakit dan merindukannya dan memilih tinggal di Mekkah bersama beliau [s.a.w.]. Sambil melekatkan diri kepada Muhammad [s.a.w.] Zaid berkata: ‘Saya tidak akan meninggalkan engkau! Engkaulah ibu dan bapak saya!’ Persahabatan Muhammad berakhir sampai Zaid meninggal dunia, dan anaknya, Usamah diperlakukan secara istimewa oleh Muhammad [s.a.w.] demi menghormati ayahnya.
Utsman dan Umar juga mempunyai hubungan yang istimewa dengan Muhammad [s.a.w.]. Di waktu Bai’at Ridwan di Hudaibyah demi keselamatan menantu yang istimewa itu beliau bertekad untuk menyerahkan jiwa-raga beliau sebagai bukti hubungan persahabatan yang sangat kuat dan erat sekali. Masih banyak lagi contoh kecintaan Muhammad tanpa ragu terhadap para sahabat beliau. Kecintaan beliau kepada siapapun, tidak syak lagi, sungguh pada tempatnya, dan kecintaan yang hangat dan sangat mendebarkan hati sungguh menjadi teladan bagi semua.”
Selanjutnya ia menulis: “Di kala kekuatan dan kekuasaan sudah sampai ke puncaknya juga Muhammad [s.a.w.] tetap adil dan sederhana. Perlakuan lemah lembut terhadap musuh-musuh juga beliau tidak menguranginya sedikitpun, sehingga merekapun dengan senang hati menerima da’wa beliau.
Kejahatan dan penganiayaan penduduk Mekkah secara terus-menerus terhadap beliau sampai waktu yang sangat panjang, diwaktu terjadi Fatah Mekkah menghendaki agar pembalasan terhadap mereka secara berdarah berhak dilakukan. Akan tetapi selain beberapa pelaku kejahatan beserta semua penduduk Mekkah telah dimaafkan oleh Muhammad [s.a.w.]. Dan semua kejahatan yang telah berlaku terhadap beliau dimasa lampau telah dilupakannya. Sekalipun pelaku-pelaku penghinaan, caci maki dan pengkhianatan itu bahkan orang yang sangat keras memusuhi beliau juga telah diperlakukan dengan pertimbangan yang sangat baik.
Di Madinah, Abdullah bin Ubay bersama rekan-rekanya yang munafik yang selama bertahun-tahun melakukan pelanggaran dan hambatan-hambatan terhadap kegiatan Missi beliau dan selalu melukai perasaan hati beliau [s.a.w.], memberi ma’af kepada mereka juga merupakan teladan cemerlang yang patut ditiru.
Begitu juga perlakuan lemah-lembut terhadap Kabilah-kabilah yang melakukan permusuhan keras dihadapan beliau dan sebelum terjadi Fatah Mekkah juga melakukan perlawanan yang sangat keras, terhadap mereka juga beliau berlaku sangat lunak.” [21]
Selanjutnya ia menulis: “Merupakan sebuah tanda kebenaran Muhammad (di beberapa tempat ia menuliskan penentangan dan juga menulis mengenai Al-Qur`an, tetapi di sini ia menulis) bahwa, “Untuk kebenaran Muhammad [s.a.w.] ada satu tanda pendukung kebenaran yang sangat kuat yaitu siapapun yang beriman dan masuk Islam pada awal permulaan da’wa beliau, mereka itu orang-orang yang memiliki perangai dan prilaku yang bermutu tinggi.
Bahkan kawan-kawan dekat dan kaum keluarga beliau juga, yang betul-betul mengetahui seluk-beluk kehidupan beliau [s.a.w.], mereka tidak dapat melihat sedikit pun suatu kelemahan beliau seperti yang biasa dilakukan orang munafik, dimana gerak-gerik dan perangai di luar berlainan dengan yang diperbuat di dalam rumah tangga sendiri.”[22]
Pendapat Sir Thomas Carlyle
Sir Thomas Carlyle menulis mengenai keadaan ummi beliau s.a.w., “Satu perkara yang tidak dapat dilupakan bahwa beliau tidak menerima pendidikan sekolah apapun. Sekalipun di sebuah sekolah yang disebut ‘school-learning’ pun beliau tidak pernah belajar. Kebudayaan menulis bagi Bangsa Arab adalah hal baru [kemudian].
Pendapat yang mengatakan bahwa Muhammad [s.a.w.] tidak pernah bisa menulis, adalah benar. Pendidikan beliau berlaku di sekitar pengalaman lingkungan padang Sahara dan bukit-bukit pegunungan tandus. Dengan sarana dunia terbatas, dari tempat yang gelap, dengan daya kekuatan mata dan daya pikir sendiri apa yang dapat diperolehnya?
Lebih mengherankan lagi, apabila kita memikirkan hal itu, buku-buku pun tidak ada di sana. Di padang Sahara Arab yang sunyi senyap, seseorang tidak dapat mengetahui suatu ilmu apapun kecuali dengan tutur tinular (pembicaraan dari mulut ke mulut, dari satu keturunan ke keturunan selanjutnya) dan apa-apa yang dapat disaksikan oleh kedua matanya sendiri.
Perkataan-perkataan hikmah kebijaksanaan yang sudah ada sebelum beliau atau yang suduh ada di daerah Arab yang lain, disebabkan tidak ada sarana untuk menyampaikannya kepada beliau, hal itu bagi beliau sama saja dengan tidak ada sama sekali. Dengan demikian manusia yang sangat agung ini tidak pernah mengadakan wawan-cakap langsung dengan penguasa atau pun ulama. Beliau tinggal seorang diri bersama alam di tengah-tengah Gurun Sahara tandus, dan alam dan poros pemikiran beliau terus dalam keadaan demikian.”[23]
Selanjutnya ia menulis mengenai pernikahan beliau dan hubungan rumahtangga beliau: “Bagaimana beliau menjadi teman hidup Khadijah (r.a.)? Bagaimana beliau menjadi pelaksana bisnis seorang janda kaya raya, kemudian berjalan jauh memburu pasar-pasar di Negeri Syam (Suriah)? Bagaimana beliau melakukan itu semua? Setiap orang tahu betul bahwa beliau lakukan itu semua dengan sangat jujur dan ketangkasan serta kepakaran yang luar biasa.
Mengapa timbul rasa hormat dan syukur dalam hati Khadijah (r.a.) kepada beliau? Kisah perkawinan mereka, sebagaimana para penulis Arab telah menguraikannya, adalah sangat mengesankan hati dan layak untuk diketahui. Umur Muhammad [s.a.w.] pada waktu itu 25 tahun sedangkan Khadijah 40 tahun. Dapat diketahui bahwa kehidupannya dengan wanita yang baik hati itu sangat bahagia, tenteram dan penuh kasih sayang satu sama lain.
Beliau sangat mencintai Khadijah dengan kecintaan yang hakiki dan telah menjadi buah hati beliau sendiri. Beliau tidak mungkin disebut Nabi palsu sebab sepanjang kehidupan beliau sedikitpun tidak ada suatu yang mengundang kritik. Sepanjang kehidupan beliau sangat tenang dan tenteram, hingga masa muda beliau berlalu.”[24]
Selanjutnya Thomas Carlyle menulis, “Perkara yang masyhur di kalangan kita orang-orang Kristen masa kini menuduh Muhammad [s.a.w.] seorang Nabi palsu dan pendusta. Agamanya semata-mata khayalan belaka dan palsu penuh dusta. Sekarang semua anggapan dan tuduhan orang-orang itu telah terbukti salah.
Kata-kata dusta orang-orang Kristen yang penuh kebencian ditujukan terhadap Muhammad [s.a.w.], sekarang tuduhan itu betul-betul telah membuat noda hitam terhadap diri kita sendiri (Kristen). Dan Bahasa yang keluar dari mulut orang ini (Muhammad s.a.w.) telah menjadi sarana hidayah (petunjuk) bagi 180 juta manusia sejak 1200 tahun yang lalu. (Hal ini disampaikan pada di abad 19)
Pada zaman sekarang ini tidak ada satu pun manusia yang perkataannya dipercayai orang lain melebihi ia [Nabi s.a.w.] yang dipercayai dan diimani oleh para pengikutnya. Menurut saya tidak ada yang lebih buruk dari pada tuduhan, bahwa orang ini telah menyebarkan agama dusta.”[25] (yakni anggapan itu adalah salah).
Pendapat Lamartime
Seorang Filosof Prancis bernama Lamartime telah menulis dalam bukunya bernama ‘History of Turkey’ (Sejarah Turki) sebagai berikut: “Jika untuk mengukur kepandaian seseorang ditetapkan tiga kriteria yaitu pertama, sejauh mana keagungan maksud dan tujuannya [cita-citanya], kedua, terbatasnya sarana yang dia miliki, ketiga, hasilnya yang agung. Maka sekarang di zaman modern ini siapakah yang dapat menandingi Muhammad [s.a.w.] dalam ketiga hal tersebut?
Manusia berjiwa global yang hanya dengan beberapa gelintir pasukan tentara telah mengalahkan sejumlah kerajaan dan pemerintahan besar-besar yang telah menegakkan undang-undang pemerintahan duniawi namun telah porak poranda menghadapi pasukan tentera beliau.
Akan tetapi Muhammad [s.a.w.] bukan hanya bala tentara dunia, semua undang-undang pemerintahan, negara-negara, berbagai macam bangsa dan suku-suku bangsa, melainkan semua penduduk dunia telah dihimpun olehnya menjadi satu. Selain dari itu beliau telah mengadakan reformasi tempat-tempat berkorban, ketuhanan, agama, itikad-itikad, pikiran-pikiran dan spirit manusia.
Dasar hukum Muhammad [s.a.w.] hanya sebuah Kitab yang setiap hurufnya menjadi undang-undang. Orang itu menjadikan setiap pengguna bahasa dan setiap Bangsa sebagai satu kepribadian rohaniah.”
Selanjutnya Lamartime, filosof Prancis ini menulis, “Muhammad [s.a.w.] seorang filosof, orator, utusan Tuhan, pakar hukum, panglima perang, juara diatas semua ahli pikir, pembaharu ajaran-ajaran rasional, penegak berpuluh-puluh macam pemerintahan menjadi satu pemerintahan. Sekarang cobalah, tentukanlah seorang pakar kemanusiaan untuk menilai dapatkah ia menemukan seorang manusia telah lahir di dunia lebih agung dari Muhammad [s.a.w.]?”[26]
Pendapat John Devonport &Michael H. Hart
John Devonport menulis, “Apakah mungkin, jika kita pikir, orang ini (Muhammad s.a.w.), seorang reformer agung terhadap orang-orang musyrik di negerinya yakni para penduduk Arab yang secara keseluruhan terbenam ratusan tahun menyembah berhala-berhala memperbaiki menjadi penyembah Tuhan Yang Tunggal kemudian merombak mereka menjadi manusia-manusia Ilahi yang taat, kita menganggapnya sebagai Nabi palsu dan dusta?
Dapatkah kita mengira semua misinya itu perbuatan makar yang dibuat-buat oleh nafsunya sendiri? Sekali-kali tidak! tanpa ragu sedikit pun Muhammad [s.a.w.] berjuang dengan gigih semenjak wahyu Ilahi pertama turun sampai akhir hayat beliau tiada lain sebabnya selain karena niat baik dan sifat jujur dapat dipercaya dan disebabkan demikian teguh kokohnya diri beliau. Orang-orang yang selalu dekat dengan beliau dan yang selalu mengadakan hubungan erat dengan beliau tidak pernah melihat adanya sifat pamer pada pribadi beliau.”
Selanjutnya ia menulis: “Dengan penuh yakin secara sempurna dapat dikatakan bahwa jika putra-putra mahkota Barat menjadi Penguasa di Asia pengganti mujahidin Muslim dan Penguasa Bangsa Turki, mereka tidak akan dapat berlaku toleran terhadap orang-orang Muslim seperti orang-orang Muslim melakukannya terhadap orang-orang Kristen. Sebab, orang-orang non Kristen dijadikan oleh mereka target penganiayaan dengan kezaliman dan kefanatikan yang memuncak disebabkan perbedaan-perbedaan agama.”[27]
Selanjutnya John Devenport menulis, “Tidak ragu-ragu lagi bahwa diantara semua orang yang sangat adil dan berjaya tidak ada seorangpun mempunyai riwayat hidup seperti yang dimilki oleh Muhammad [s.a.w.] yang sangat rinci dan betul-betul asli dan bersih.”
Michael Hart dalam bukunya bertajuk ‘The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History’ menulis: “Jatuhnya pilihan saya kepada Muhammad [s.a.w.] dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Muhammad [s.a.w.] satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.
Apakah pengaruh Muhammad [s.a.w.] yang paling mendasar terhadap sejarah ummat manusia? Seperti halnya lain-lain agama juga, Islam punya pengaruh luar biasa besarnya terhadap para penganutnya. Itu sebabnya mengapa penyebar-penyebar agama besar di dunia semua dapat tempat dalam buku ini.
Ia menulis, “Jika diukur dari jumlah, banyaknya pemeluk Agama Nasrani dua kali lipat besarnya dari pemeluk Agama Islam [pada waktu buku itu ditulis], dengan sendirinya timbul tanda tanya apa alasan menempatkan urutan Muhammad [s.a.w.] lebih tinggi dari Nabi Isa dalam daftar.
“Akan tetapi saya mempunyai dua alasan penting dibalik keputusan saya itu. Pertama, Pertama, Muhammad [s.a.w.] memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam ketimbang peranan Nabi Isa terhadap Agama Nasrani.. Biarpun Nabi Isa bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran pokok moral dan etika Kristen, (yakni, sampai batas tertentu Kristen berbeda dengan Yahudiyyat/Yudaisme), Saint Paul (Santo Paulus) memegang peran utama dalam mengembangkan teologi atau ilmu ketuhanan dan pembuat dasar baru penyebaran agama Kristen serta penulis utama sebagian besar Kitab Perjanjian Baru.
Kemudian ditulis: “Sebaliknya dalam Agama Islam, yang bertanggung jawab terhadap semua kaidah akhlaki dan asas-asas pendidikan agama adalah Muhammad [s.a.w.]. Muhammad [s.a.w.] sendiri yang telah memberi bentuk terhadap seluk-beluk agama baru ini, dan beliau menjadi perancang dan pembangun dalam pendidikan serta pengajaran agama Islam.
“Selain dari itu, Kitab Suci orang-orang Muslim yakni Al-Qur’an yang ditulis oleh Muhammad menjadi bukti visi intuisinya [s.a.w.]”. (yakni penentang yang ini, ia menulis demikian) ia menulis, “Yang mengenainya beliau (yakni Hadhrat s.a.w.) berkata, ia [Al-Qur’an] dari Allah Ta`ala, diwahyukan kepadanya. Sebagian terbesar dari wahyu ini dihimpun [dihapal, disalin, ditulis] dengan penuh kesungguhan selama Muhammad [s.a.w.] masih hidup dan kemudian tak lama sesudah dia wafat dihimpun secara keseluruhan dan terlindungi [tak tergoyahkan]. Al-Quran dengan demikian berkaitan erat dengan pandangan-pandangan Muhammad [s.a.w.] serta ajaran-ajarannya, dan dengan demikian, dari beberapa segi, Al-Qur’an itu adalah betul-betul dari kata-kata beliau. Sebaliknya, tak ada satu pun kumpulan yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Isa yang masih dapat dijumpai di masa sekarang. Karena Al-Quran bagi kaum Muslimin sedikit banyak sama pentingnya dengan Injil bagi kaum Nasrani, pengaruh Muhammad [s.a.w.] dengan perantaraan Al-Quran teramatlah besarnya.
Kemungkinan pengaruh Muhammad [s.a.w.] dalam Islam lebih besar dari pengaruh Isa dan St. Paul dalam dunia Kristen digabung jadi satu. Diukur dari semata-mata sudut agama, tampaknya pengaruh Muhammad [s.a.w.] setara dengan Isa dalam sejarah kemanusiaan. (Hudhur bersabda: Menurut pendapat mereka martabat Nabi Muhammad s.a.w. dan Nabi Isa a.s. adalah sama).
Selanjutnya iapun menulis: “Lebih jauh dari itu (berbeda dengan Isa) Muhammad [s.a.w.] bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi, akan tetapi Nabi Isa [a.s.] tidak mendapat kedudukan seperti itu.”[28]
Pendek kata, keteladanan beliau dalam setiap hal menggambarkan kepribadian beliau yang suci dalam corak yang semakin bertambah terang.
Pendapat Karen Armstrong
Karen Armstrong dalam bukunya ‘Muhammad-A Biography of the Prophet’ menulis: “Untuk mengajarkan masalah rohaniah berdasarkan tauhid, Muhammad [s.a.w.] secara amaliah harus memulai dari nol. Ketika beliau memulai menyampaikan misi dakwah nampaknya tidak mungkin dapat menyampaikannya di tengah-tengah bangsa Arab yang betul-betul tidak bersedia menerima ajaran Tauhid. Mereka itu tidak mampu untuk memahami ajaran yang sangat luhur ini.
Sebenarnya memperkenalkan ajaran Tauhid kepada masyarakat yang beringas dan ganas itu betul-betul sangat berbahaya. Dan Muhammad [s.a.w.] sangat bernasib baik ketika jiwa beliau selamat terlepas dari bahaya keganasan mereka itu. Sesungguhnya nyawa Muhammad selalu berada dalam keadaan sangat berbahaya, dan selamatnya nyawa beliau merupakan mu’jizat dari Allah Ta’ala.
Akan tetapi Muhammad [s.a.w.] tetap waspada dan berjaya. Sampai akhir hayat Muhammad [s.a.w.] berhasil menumpas serangan Kabilah ganas yang memusuhi beliau dan bagi masyarakat Arab tidak ada masalah pelik lagi tentang agama. Akhirnya Bangsa Arab sendiri betul-betul sudah siap untuk mengukir sejarah zaman baru mereka.”[29]
Selanjutnya ia menulis mengenai agama Kristen atau Barat, “Akhirnya orang-orang Baratlah, bukan orang Islam yang melarang mengadakan diskusi tentang Agama. Di zaman Inkuisisi dan perang Salib nampaknya Eropa berusaha sekuat tenaga menekan pendapat-pendapat yang timbul dari Bangsa lain, dan hukuman-hukuman yang dijatuhkan kepada para penentang mereka demikian kejamnya sehingga tidak terdapat tandingannya dalam sejarah suatu agama apapun.
Kezaliman yang dilakukan terhadap para penentang pendirian mereka, kezaliman orang-orang Protestan terhadap orang-orang Katolik, sebaliknya kezaliman orang-orang Katolik terhadap orang-orang Protestan yang bernafaskan perbedaan-perbedaan akidah agama yang dalam sudut pandang kedua agama, Yahudiyyat dan Islam, hanyalah menyangkut urusan-urusan pribadi belaka. Akidah Kristen berbau bid’ah mengenai kepercayaan ketuhanan manusia tidak ada kaitannya dengan Yahudiyyat maupun Islam, tidak dapat diterima, bahkan membawa kepada kemusyrikan.”[30]
Pendapat Annie Besant & Ruth Cranston
Annie Besant dalam bukunya ‘The Life and Teachings of Muhammad’ menulis: “Tidak mungkin bagi seseorang yang telah mempelajari riwayat hidup dan akhlak Nabi Agung asal Arab ini dan dia mengetahui ajaran yang disampaikannya dan mengetahui bagaimana dia menjalani kehidupannya, tanpa memberi penghormatan terhadap Nabi agung dari antara nabi-nabi Allah ini.
Apa yang sedang saya katakan ini mungkin orang-orang lain sebelumnya telah mengetahuinya. Akan tetapi bila saja saya membaca hal ini maka timbul perasaan baru dalam hati saya untuk menghormati Nabi Arabi yang agung ini dan nampak warna baru untuk memujinya.”[31]
Ruth Cranston menulis dalam ‘World Faith’ : Muhammad orang Arab itu [s.a.w.] tidak pernah menjadi orang yang memulai peperangan. Setiap perang yang beliau lakukan sifatnya membela diri. Apabila beliau berperang tujuannya hanyalah untuk menyelamatkan diri. Beliau berperang dengan cara dan menggunakan senjata sesuai zamannya.
Dengan yakin dapat dikatakan bahwa tidak ada negara Kristen dari 140.000.000 orang pada hari ini (buku ini ditulis tahun 1949) yang telah membinasakan 120.000 orang sipil tak berdaya hanya dengan satu ledakan bom saja dapat melakukan tuduhan jahat terhadap seorang pemimpin agung yang telah melakukan penyerangan dan diserang di dalam seluruh peperangan yang telah membunuh hanya 500 atau 600 orang saja dianggap paling kejam.
Membandingkan jumlah kematian di tangan Nabi Arabia [s.a.w.] di alam kegelapan abad ketujuh ketika manusia sedang haus darah satu sama lain dengan jumlah kematian di abad kita abad kedua puluh yang gilang-gemilang ini merupakan kebodohan. Tidak perlu diceritakan lagi pembantaian massal oleh orang-orang Kristen di zaman inkuisisi dan Perang Salib ketika para prajurit Kristen dengan bangga mencatat semua peristiwa ketika mereka berjalan di sela-sela mayat orang-orang tak beriman terendam darah sedalam mata kaki.”[32]
Pendapat Godfrey Higgins
Selanjutnya, Godfrey Higgins menulis: “Mengenai hal ini, umumnya, tidak apa-apa bahwa mayoritas pendeta Kristen mencaci-maki agama Muhammad [S.a.w.] dikarenakan kefanatikan dan tidak adanya toleransi mereka. Itu adalah sangat mengherankan dan merupakan sebuah kemunafikan yang aneh.
Siapakah yang mengusir orang-orang Muslim dari Spanyol hanya karena setelah mereka menjadi Kristen lalu dianggap bukan orang Kristen yang baik? Siapakah yang membunuh ribuan orang di Meksiko dan di Peru, dan menjadikan mereka budak hanya karena mereka tidak mau menjadi Kristen? Demikian berbeda dan tingginya keteladanan yang dilakukan oleh orang-orang Muslim saat mereka menguasai Yunani. Ratusan tahun mereka membiarkan orang-orang Yunani pada agama mereka, membiarkan kaum pendeta, para rahib dan biarawan beribadah dengan aman di gereja-gereja mereka.”[33]
Pendek kata, penulis memperbandingkan antara kaum Kristen dan Muslim.
Selanjutnya, Godfrey ini menulis lagi, “Dalam sejarah seluruh khalifah Islam, kami tidak menemukan adanya Inquisisi sebagaimana biasa ia disebut demikian buruk. Satu kali pun peristiwa tidak terjadi bahwa dikarenakan pertentangan keyakinan atau suatu hal lalu memberikan hukuman mati, ‘Kenapa tidak menerima agama Islam?’”[34]
Inilah pengaruh dari ajaran yang diberikan oleh Hadhrat Rasulullah S.a.w. kepada orang-orang Muslim.
Pendapat Edward Gibbon
Selanjutnya, dalam ‘History of the Saracen Empire’ karya Edward Gibbon tertulis bahwa, “Bukan penyebaran agama beliau [s.a.w.] yang mengherankan kita melainkan terus menerus berdirinya agama ini. Hadhrat Muhammad [s.a.w.] yang telah memberikan kesan istimewa dan sempurna di Mekkah dan Madinah.
Pengaruh yang ditinggalkan oleh Hadhrat Muhammad [s.a.w.] yang murni dan sempurna yang beliau letakkan di Mekkah dan Madinah itu, selama 12 abad revolusi pun, penganut baru Al-Qur`an baik di India, Afrika maupun Turki sampai sekarang masih tetap menjaganya. Mazhab dan akidah murid-murid Muhammad [s.a.w.] menguatkan wawasan teruji manusia, dan mereka tetap teguh melawan perasaan was-was.
Sesungguhnya syahadat Islam itu demikian sederhana dan tidak dapat berubah, yaitu, “Aku beriman kepada satu Tuhan dan Rasul Tuhan [.a.w.].” Yakni, Laa ilaha Illallaah Muhammad Rasuluullaah. Ini adalah suatu gambaran, bahwa Tuhannya orang-orang Muslim itu bukanlah berhala. Penghormatan (pengikutnya) kepada Nabi Islam ini tidak melewati batas-batas standar sifat-sifat kemanusiaan, dan penghargaan dan semangat kebaikan para pengikutnya atas sabda-sabdanya yang kekal menghidupkan tetap berada dalam batas agama dan akal.” [35]
Dan, ia ingin mengatakan bahwa kebalikan dari itu, orang-orang Kristen telah menjadikan seorang hamba sebagai Tuhan.
Semoga dunia memahami kedudukan manusia teragung di dunia ini, berusaha untuk bernaung di bawah telapak kaki beliau s.a.w. [menjadi pengikut beliau s.a.w.] bukan menjauhi atau berusaha memusuhi dan mencemoohkan beliau s.a.w. agar dunia selamat dari azab Allah Ta’ala. Hanya dan hanya beliau s.a.w.-lah penyelamat dunia dan setiap hakikatnya juga dijelaskan oleh orang-orang non Muslim yang oyektif seperti telah saya jelaskan kepada saudara-saudara dari kutipan tulisan mereka dan masih ada lagi tak terhitung banyaknya.
Kebenaran para nabi terdahulu juga telah terbukti melalui ajaran-ajaran beliau. Itulah kedudukan Khatamun Nubuwwah yang setiap orang Ahmadi harus menyebarkannya kepada dunia, dan setiap orang Ahmadi mempunyai kewajiban yang sama untuk itu.
Konferensi Khatamun Nubuwwah
Sehubungan dengan itu saya ingin memberitahukan bahwa di Rabwah sejak kemarin (4 Oktober 2012) sedang dilakukan konferensi Khatamun Nubuwwat, yang mungkin pada hari ini sudah selesai. Dalam Konferensi itu tidak lain hanya membahas politik, pidato-pidato yang jauh dari akhlak, mencaci maki orang-orang Ahmadiyah dan mengeluarkan kata-kata keras menentang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. Dan, itu semua mereka lakukan atas nama ‘kecintaan terhadap Nabi Muhammad s.a.w.’ dan ‘demi Khatamun Nubuwwah’. Dan mereka beranggapan melakukan hal itu, “Kami sedang memberi tahu dunia tentang kedudukan Khatamun Nubuwwah Hadhrat Rasulullah s.a.w..”
Semoga Allah Ta’ala memberi akal kepada mereka. Namun begitulah corak warna amal perbuatan mereka, sebagaimana telah saya katakan, tugas setiap Ahmadi adalah menjelaskan kepada dunia hakikat kedudukan Khatamun Nubuwwah dan itu semua akan menjadi mungkin, kala kita menyampaikan pesan-pesan dakwah beliau s.a.w. kepada dunia. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita semua.
Tugas Para Lawyer (Pakar Hukum) & Politisi Ahmadi
Dalam khotbah dua minggu lalu pada tanggal 21 September 2012 saya telah menyinggung masalah para Lawyers agar para pakar hukum Muslim di seluruh dunia bersatu-padu. Akan tetapi kita tidak tahu apakah Lawyers Muslim itu mulai bersatu atau tidak. Sedangkan para pakar hukum Ahmadi di Pakistan sudah mulai bergerak untuk menanggapi pendapat antara menghormati sentimen agama dengan batas-batas kebebasan berpendapat sejauh mana harus dibatasi.
Mereka telah mengumpulkan berbagai hal tentang itu, membuat poin-poin bahasan. Mereka mengumpulkan dan membahas keputusan hukum dan undang-undang dari berbagai negara di dunia sambil mengacu pada undang-undang Internasional dengan berbagai persoalan yang diangkat. Mereka mengirimkan kopi naskahnya kepada saya kemudian saya teruskan kepada para Lawyer Ahmadi di berbagai negara. Sebab, di Pakistan para Lawyer Ahmadi yang paling awal menaruh perhatian akan hal ini mengatakan, “Kami mengadakan pertemuan dengan para pakar Lawyers dari golongan Muslim lainnya. Maka dikatakan kepada mereka, ‘Jika hal ini semua dapat dikerjakan maka hanya Lawyers Jemaat Ahmadiyah yang dapat melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.’”
Oleh sebab itu, [mereka mengatakan], “Angkatlah masalah ini kepada dunia!” Alhasil, telah saya kirimkan materi ini kepada semua pakar hukum Ahmadi di seluruh dunia untuk mempelajarinya dengan cermat, kemudian beritahu apa saran-saran yang dapat dikerjakan. Suapaya kita tahu tindak lanjut apa yang harus dilakukan perihal ini. Mereka harus bersegera dalam hal ini dan mengirimkannya kepada saya semua pendapat mereka, supaya pertukaran pendapat dari berbagai negara dihimpun dengan sempurna dan setelah kita menetapkan satu keputusan, kita melanjutkannya dalam dengan amalan untuk dilaksanakan. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada semua pakar hukum Jemaat untuk dapat segera melaksanakannya.
Begitu juga dengan Politisi Ahmadi yang ada di berbagai negara di dunia atau para pakar politik yang dekat dengan mereka, mereka juga dengan cara yang baik harus membuat suatu forum membahas bahwa kebebasan ekspressi harus memiliki batas-batas tertentu. Jika tidak dunia akan dilanda kerusuhan yang lebih berbahaya dari yang sudah berlalu.
Gerakan “Berdoa” bagi Umat Islam
Begitu juga berkaitan dengan itu, saya ingin menggalakkan satu gerakan berdoa dan memang selalu saya lakukan gerakan ini, saat ini banyak-banyaklah berdoa bagi umat Muslim ini. Semoga Allah Ta’ala memberi akal kepada para pemimpin Muslim supaya mereka tidak bermain dengan darah rakyat mereka sendiri. Semoga Allah Ta’ala memberi akal kepada rakyat mereka juga agar tidak saling membunuh satu sama lain dengan menjadi boneka para Pemimpin mereka yang salah. Semoga Allah Ta’ala memberi akal kepada para pemerintahan Muslim agar tidak menjadi boneka permainan bangsa-bangsa lain.
Sekarang tengah terjadi saling menyerang antara Turki dan Syam (Suriah). Kekuatan politik yang anti terhadap orang-orang Islam sedang mengupayakan agar Muslim berperang dengan Muslim demi mengeruk segala jenis keuntungan dari padanya. Taktik busuk mereka itu sudah menjadi agenda mereka sejak dahulu. Orang-orang Muslim itu tidak menyadarinya. Semoga Allah Ta’ala menempatkan Muslim ummah (umat Muslim) dalam perlindungan-Nya dan semoga Dia memberi akal kepada mereka untuk memahami apa yang tengah berlaku terhadap mereka itu dan menjalankan tanggungjawab masing-masing.
Dzikr Khair dan Shalat Jenazah Gaib:
(1) Mukarram Khawaja Zhuhur Ahmad Sahib
Setelah shalat Jum’at, saya akan memimpin shalat jenazah ghaib untuk beberapa orang yang sudah wafat. Pertama, Mukarram Khawaja Zhuhur Ahmad Sahib putra dari Khawajah Manzhur Ahmad Shahib dari Sargoda. Beliau tinggal di Koth Mumin. Keluarga beliau masuk Ahmadiyah, pada masa kakek dari ayah beliau Amir Din Shahib. Beliau telah disyahidkan kemarin. Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Keluarga almarhum syahid hidup dari perdagangan. Setelah beberapa lama telah tinggal di Koth Mumin, lalu pindah ke Sargodha dan menjadi pengusaha di sana.
Kemarin malam, seperti telah saya sampaikan, beliau disyahidkan. Pada pukul 21.15 (9 seperempat malam) beliau pergi keluar rumah dengan mengendarai sepeda untuk suatu pekerjaan, sementara itu dua orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor telah berdiri menunggu di sebuah jalan sempit di luar rumah. Mereka mengarahkan pistol kepada almarhum dan menembak hingga beliau terkena bagian leher kanan di bawah telinga, setelahnya para penyerang melarikan diri.
Orang-orang yang sedang berjalan menyaksikan yang beliau alami ini dan mereka menelepon pihak ambulans. Beliau dibawa ke rumah sakit dan di tengah perjalanan beliau wafat. إنا لله وإنا إليه راجعون Innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Almarhum telah mengalami permusuhan karena masalah keyakinan dalam waktu yang lama.
Pada bulan April tahun ini, penentangan para pengusaha toko di lingkungan beliau yang meminta pemilik toko tempat almarhum menyewa toko, “Kosongkanlah tokonya! [Cabut sewanya!]” namun, pemilik toko menolak. Kemudian, mereka mempersempit kehidupan beliau dengan berbagai cara. Gembok kunci toko beliau pernah dituangi cairan yang merekat kuat sehingga toko beliau tidak bisa dibuka.
Ringkasnya, walaupun ada berbagai usaha mereka untuk membuat penghidupan beliau terasa sempit, namun beliau tetap bersiteguh dan bisnis beliau tetap berjalan. Beliau hidup sederhana Walaupun mempunyai uang yang banyak, beliau biasa memakai sepeda untuk mengurus pekerjaan yang kecil-kecil.
Beliau selalu ikut dalam program Jemaat. Beliau seorang yang berjiwa baik. Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat-derajat beliau. Almarhum meninggalkan istri, dua anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Semoga Allah Ta’ala kesabaran dan harapan kepada semua.
(2) Sahibzadi Amatus Sami’ Sahibah
Kedua, Sahibzadi Amatus Sami’ Sahibah, putri Hadhrat Dr Mir Muhammad Ismail Sahib, dan istri Sahibzadah Mirza Rafi Ahmad Sahib. Beliau yang wafat pada tanggal 3 Oktober 2012 pagi hari jam 10 di Rabwah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un.
Beliau lahir pada tahun 1937 dan menuntut pendidikan dasar di Qadian. Lalu setelah pindah ke Pakistan beliau menuntut pelajaran menengah. (Sebelum pemisahan Pakistan dari India beliau belum menempuh pelajaran menengah).
Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. menikahkan beliau dengan putra beliau r.a. sendiri yaitu Mukarram Mirza Rafi Ahmad Sahib dan Rukhstanah diselenggarakan pada bulan Desember 1952. Terkait Rukhshtanah (saat ini demikian ramai dan adat kebiasaan banyak yang ditambah-tambah) beliau menyampaikan kepada putra beliau, “Pernikahan saya demikian ajaib yaitu pada hari-hari Jalsah Salanah.”
Pernikahan diadakan pada tanggal 28 Desember hari terakhir Jalsah. Tidak ada rencana untuk menikah. Setelah melaksanakan tugas Jalsah, ibunda beliau datang dan berkata, “Besok pagi menikah.” Pada tahun 1991 di London beliau dioperasi by pass.
Orangnya penyabar. Dokter yang mengoperasi beliau berkata mengenai kesabaran beliau, “Saya pada waktu ini melihat pasien saya yang paling baik. Saya memberikan penghargaan kepadanya dimana saya belum pernah melihat pasien sesabar ini. Sebelumnya ia menderita penyakit kanker. Setiap penyakit beliau hadapi dengan sangat sabar, semangat dan penuh keberanian.”
Secara khusus beliau biasa mengkhidmati tetamu saat Jalsah Salanah. Rumah beliau penuh oleh tetamu saat Jalsah. Kendati pun banyaknya tamu tersebut, beliau tetap melaksanakan tugas-tugas Jalsah. Dengan bawahannya beliau memiliki ikatan yang sangat baik. Kapanpun tidak pernah memarahinya.
Anak-anak beliau mengatakan, “kami tidak mengetahui sedekah dan kebaikan-kebaikan yang dilakukan beliau. Beliau melakukannya diam-diam. Beliau memiliki Al-Qur`an ukuran kecil, sehari-hari sering kami dapati sedang membacanya.” Anak-anak beliau berkata, “Sejak 40 tahun silam kami melihat Al-Qur’an Syarif itu di tangan beliau.”
Beliau sangat setia dan ikhlas terhadap Khilafat, dan selalu menasihati anak-anak beliau, “Dalam Khilafat terdapat kebaikan-kebaikan dan keberkatan-keberkatan yang selalu mengalir.” Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat-derajat beliau dan menganugerahi taufik kepada anak-anak beliau supaya tetap menjalankan kebaikan-kebaikan beliau.
(3) Choudri Khalid Ahmad Sahib
Jenazah ketiga, Choudri Khalid Ahmad Sahib putra dari Choudri Muhammad Syarif Sahib Sahiwal. Beliau wafat pada tanggal 1 Oktober 2012 karena mengalami suatu kecelakaan pada tanggal 20 September 2012 di Jerman dan mengalami koma setelahnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Beliau lahir pada tanggal 13 Oktober 1933 di desa Talwandi Inayat Khan di daerah Sialkot. Ayahanda beliau Choudri Muhammad Syarif Sahib Sahiwal adalah sahabi Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Ayahanda beliau juga adalah Amir Jemaat Ahmadiyah Sahiwal dan daerah Sahiwal selama sekitar 40 tahun. Kakek beliau, Hadhrat Nawab Muhammad Din Sahib banyak berkhidmat khususnya di bidang akuisisi tanah-tanah di Rabwah.
Almarhum adalah cicit dari Choudri Muhammad Din Sahib dan Majidah Syah Nawaz Sahibah yang orang-orang di UK ini sangat banyak yang mengenal mereka berdua. Almarhum mendapat tugas sebagai Naib Sadr (wakil ketua Jemaat) di halqah Denfes, Karachi selama 10 tahun ini.
Beliau menjadi anggota Markazi Qadha Board (Dewan Qadha Pusat, Lembaga Pengadilan Internal Jemaat). Beliau juga menjadi Direktur Yayasan Fadhl Umar. Beliau juga bertugas di Dewan Qadha. Beliau juga bekerja bersama saya ketika selama beberapa waktu saya menjadi Qadhi (hakim).
Dengan karunia Allah, beliau adalah seorang berwawasan luas berpikiran tajam. Cermat dalam mengambil bagian di bidang gerakan pengorbanan harta. Setia dan ikhlas dalam hubungannya dengan Khilafat. Setiap Jalsah selalu datang ke sini (Inggris). Walaupun beliau seorang yang selalu dalam kesibukan, namun beliau seorang yang humoris, rendah hati dan tidak menonjolkan diri bahkan seseorang pernah mengatakan kepada saya secara pribadi bahwa sudah sekian lama beliau mempekerjakan seorang Benggali.
Suatu kali beliau berbicara agak keras atau bersuara tinggi kepadanya. Ketika beliau pulang ke rumah sore harinya, istri beliau mengatakan, “Pembantu kita yang orang Benggali sedang bersedih karena majikannya telah menegurnya.” Beliau berkata kepada istrinya, “Ohoo, saya belum melakukan hal itu, baiklah saya tetap akan meminta maaf darinya.”
Di dalam dirinya terdapat kesederhanaan. Beliau memperhatikan para pekerja orang-orang Muslim bukan Ahmadi dan orang-orang Hindu di Sindh yang menggarap tanah-tanah beliau. Mendengar kewafatan beliau, mereka berkata, “Kami akan ke Rabwah untuk menghadiri penguburan beliau.”
Kaum perempuan juga bekerja di tanah-tanah perkebunan beliau untuk memisahkan kapas dan yang lainnya. Beliau selalu mengatakan kepada karyawan beliau, “Berikanlah upah mereka langsung kepada mereka tidak melalui para suami mereka karena mereka tidak memberikan kepada kaum perempuannya itu.”
Salah seorang manajer beliau menulis, “Beliau sangat memikirkan keadaan kami. Keadaan di Sindh adalah demikian, ketika kami pergi untuk urusan pekerjaan, selama kami belum pulang ke rumah, beliau selalu menanyakan kami lewat telepon.”
Beliau sangat memperhatikan para pekerja beliau. Sangat rendah hati dan mengayomi. Beliau setiap bulan membantu para janda dan anak-anak yatim dengan tunjangan keuangan. Namun, beliau menjaga kehormatan mereka dengan cara membantu mereka secara diam-diam. Beliau memperlakukan orang Ahmadi dan bukan Ahmadi dengan baik. Beliau memiliki seorang istri, dua anak laki-laki dan satu perempuan.
Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat almarhum dan menganugerahi taufik kepada orang-orang yang beliau tinggalkan dan anak-anak beliau supaya tetap menjalankan kebaikan-kebaikan yang beliau lakukan semasa hidup beliau. Seperti telah saya katakan, shalat jenazah untuk kesemuanya akan dilaksanakan setelah shalat Jum’at.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ ‑ وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ‑ عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ‑ أُذْكُرُوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1] Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang agung
[2] Selanjutnya disingkat a.s.
[3] Malfuuzhaat, jilid awwal, halaman 421, edisi 2003, terbitan Rabwah. Selanjutnya shallallahu ‘alaihi wa sallam disingkat s.a.w.
[4] Op.cit. halaman 24
[5] [s.a.w.] adalah tambahan dari redaksi penyusun naskah khotbah dalam teks Urdu, mengingat para penulis non Muslim tersebut hanya menyebut nama beliau ketika menyampaikan pendapatnya.
[6] The Koran by George Sale, fifth edition, Philadelphia: J.B. Lippincot & Co 1860, page iv-iiV
[7] The Speeches and Tablets of The Prophet Mohammad by Stanley Lane-Poole, Macmillan and Col 1882, page xlvi-xlvii
[8] The Outline of History by H.G. Wells, part II
[9] Islam at the Cross Roads by De Lacy O’Leary, London 1923, p. 8
[10] Mahatma Gandhi, Statement published in “Young India”, 1924
[11] The Life and Times of Muhammad
[12] History of the Intellectual Development of Europe (Sejarah Perkembangan Intelektual Eropa) by John William Draper M.D., LL.D., New York: Harper and Brothers, Publishers, Franklin Square 1863, page 244
[13] William Montgomery Watt, Muhammad at Madinah, Oxford at the Clarendon Press 1956, pp. 335
[14] Muhammed and Muhammedanism (Muhammad dan Islam) by R. Bosworth Smith, Smith Elder and Co. 1876, page 127
[15] Ibid. halaman 125
[16] Ibid. halaman 127
[17] Ibi. Halaman 133
[18] Ibid. halaman 133
[19] The Life of Mahomet (Kehidupan Muhammad) by Washington Irving, Leipzig Bernhard Touchritz, 1850, page 272-273)
[20] The Life of Mahomet by William Muir, Vol. IV, London: Smith, Elder and Co., 65 Cornhill, 1861, page. 510-513
[21] Ibid. page. 305-307
[22] Ibid. Page 97-98
[23] Six Lectures by Thomas Carlyle, Edition 1846, lecture 2 page 47
[24] Halaman 48
[25] Six Lectures on Heroes, Hero-Worship and the Heroic in History (Enam Pembahasan mengenai Para Pahlawan, Pemujaan Pahlawan dan Kepahlawanan dalam Sejarah) by Thomas Carlyle
[26] History of Turkey by A. De Lamartine, New York: D. Appleton and Company, 346-348 Broadway, 1855. Vol. 1 page 154-155
[27] An Apology for Mohammed and the Koran (Pembelaan untuk Muhammad dan Al-Qur’an) by John Devenport, page 82, Chapter: The Koran, printed by J. Davy and Sons, London, 1882
[28] The 100 A Ranking of the most Influental Persons in History by Michael H. Hart
[29] Karen Armstrong, Muhammad: A Biography of the Prophet, page 53-54
[30] Halaman 27
[31] The Life and Teachings of Muhammad (Kehidupan dan Ajaran Muhammad), Madras, 1932, p. 4
[32] World Faith by Ruth Cranston, Haper and Row Publishers, New York, 1949, page 155
[33] As Cited in Apology for Mohammad (Pujian dalam Membela Muhammad) by Godfrey Higgins, Lahore, page 123-124
[34] Ibid. halaman 125-128
[35] History of the Saracen Empire’ (Sejarah Kekaisaran Bangsa Arab) karya Edward Gibbon, Alex Murray and Sons, London, 1870, page 54