Jalsah Salanah Jerman
Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (أيده الله تعالى بنصره العزيز, ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 07 September 2018 (Tabuk 1397 HS/27 Dzulhijjah 1439 HQ) di DM Arena, Karlsruhe, Jerman
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ.
(آمين)
Alhamdu lillah (Segala pujian bagi Allah) bahwa sejak sekarang Jalsah Salanah Jerman telah dimulai, dan Allah Ta’ala memberi kita taufik satu kesempatan lagi mengikuti Jalsah tahunan.
Kita telah mendengarkan selama bertahun-tahun mengenai apa itu Jalsah, bahkan sejak awal diadakannya Jalsah lebih dari seratus tahun lalu telah didengar tujuan Jalsah Salanah sebagaimana sabda Hadhrat Masih Mau’ud (as), “Jalsah ini bukan festival duniawi, juga di sini tidak untuk menunjukkan tujuan dan jumlah secara duniawi atau untuk membuat dampak bersifat duniawi kepada dunia.”[1]
Melainkan hendaknya orang-orang berkumpul di sini khalishatan liLlaah (murni demi Allah). Hal demikian supaya mereka meningkatkan pengetahuan dan spiritualitas masing-masing seraya memenuhi hak-hak sesama hamba Allah.
Memang hak-hak itu mereka usahakan untuk dipenuhi, tetapi saya dengan menyesal mengatakan bahwa beberapa orang datang ke sini untuk bergabung dengan Jalsah, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Tidak ada yang mereka dapat selain berjumpa dengan beberapa teman, berkumpul dan sibuk berbicara tentang beberapa hal, orang-orang ini kemudian terus menimbulkan masalah. Beberapa pemuda dan anak-anak juga merasa tersandung karena beberapa tindakan makruh dan buruk dilakukan dengan anggapan tidak ada yang melihat. Kita harus selalu ingat bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memperhatikan dan mengawasi setiap saat.
Maka dari itu, hal pertama yang ingin saya katakan hari ini adalah setiap orang harus memiliki pemikiran yang baik bahwa Jalsah ini adalah khaalishatan (murni) Jalsah ruhani yang diselenggarakan untuk menambah ketakwaan, menciptakan hubungan dengan Tuhan dan mengembangkannya. Di depan beberapa tamu non Ahmadi mungkin tertutupi kelemahan tersebut karena ada kehati-hati di depan mereka dan beberapa juga merupakan Allah Ta’ala menutupi kesalahan dari beberapa kesalahan sehingga tindakan salah yang mencemarkan nama baik Jemaat tampaknya tidak terjadi, tetapi seperti yang saya katakan, hal pertama yang hari ini saya ingin arahkan perhatian ialah apa itu maksud diselenggarakannya Jalsah. Tujuan tersebut ialah yang Hadhrat Masih Mau’ud (as) sabdakan yaitu ciptakanlah ketakwaan.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda kepada orang-orang yang bergabung pertemuan Jalsah mengenai sasaran dan tujuan diselenggarakannya Jalsah, “Hendaknya di dalam diri mereka tercipta rasa takut akan Allah, menjadi teladan dalam hal zuhd, ketakwaan, praktek-praktek kesalehan dan kebaikan, kelembutan hati dan saling menyintai dan persaudaraan bagi orang lain. Juga mereka ciptakan kerendahan hati.”[2]
Kemudian, beliau memberikan nasehat bagi Jemaat, “Upayakanlah ketakwaan. Takwa ialah akar dari segala sesuatu. Makna ketakwaan ialah menyelamatkan diri dari dosa yang sehalus-halusnya. Makna ketakwaan ialah menyelamatkan diri dari dosa yang sehalus-halusnya. Sesuatu disebut ketakwaan jika seseorang menyelamatkan diri dari sesuatu yang meragukan dalam hal keburukan.”[3]
Sekarang, evaluasilah diri masing-masing maka kalian dapat tampak jelas mengetahui keadaan masing-masing. Apakah kita telah terus berusaha menyelamatkan diri dari dosa yang sehalus-halusnya berdasarkan definisi ini? Apakah kita telah berusaha menghindari tiap hal yang mengandung keburukan sekalipun kita masih merasa ragu untuk meyakini itu sebagai buruk?
Jika seseorang melakukan Muhasabah dan melihat ia tengah benar-benar melakukan ajaran ini maka kita harus menganggapnya telah memenuhi tujuan kedatangannya ke Jalsah Salanah atau telah berusaha memenuhinya. Jika tidak demikian maka tidak ada artinya mendengarkan pidato-pidato Jalsah dan mengekspresikan teriakan slogan-slogan.
Beberapa orang melakukan teriakan slogan (na’rae takbir dan sebagainya) sementara kesan dan senyuman dari wajah mereka menunjukkan bahwa di dalam teriakan slogan itu tidak ada semangat dari hati, tetapi hanya slogan-slogan yang semata-mata teriakan secara lahiriah saja. Sebelumnya, kesan dan motif ini disembunyikan, tetapi sekarang mata kamera tanpa sepengetahuan menyorot banyak hal ke arah mereka dan terus menceritakan tentang kondisi mereka dan kemudian hal ini akan secara aman terrekam. Sebelumnya, program-program ini hanya ada di MTA, tapi sekarang ada media sosial juga yang dari sana dapat diketahui penampakan wajah masing-masing. Wajah siapa saja dan bagaimana kesannya dapat dilihat.
Kemudian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjelaskan mengenai tolok ukur lain keadaan batin manusia dan ketakwaan, “Akibat ketakwaan di dunia ini akan mulai terlihat juga pada diri orang bertakwa. Tidak hanya terlihat di alam sana (akhirat). Bahkan, sebagaimana efek racun dan efek obat penawar segera tampat terjadi pada tubuh jika seseorang meminum racun atau minum obat apa pun, efeknya mulai muncul pada manusia, bahkan kadang-kadang juga efeknya terjadi dengan segera. Demikian pula, efek dari ketakwaan.”[4]
Dengan demikian, tidak dapat terjadi bahwa manusia berjalan di atas ketakwaan dan pengaruhnya tidak terlihat. Orang yang berjalan pada ketakwaan tidak pernah mau berjalan untuk mendekati keburukan. Pikirannya mulai menjadi suci, jadi dalam pengertian ini semua orang bisa mengambil penilaian mereka sendiri.
Beliau (as) mengatakan pada suatu kesempatan, “Saya berulang kali mengatakan semua hal ini bahwa Allah yang Maha Kuasa ingin mendirikan Jemaat ini dikarenakan ma’rifat haqiqi telah hilang di dunia.” Artinya, ma’rifat mengenai Allah telah hilang di dunia dan kecenderungan pada hal-hal duniawi mendominasi serta langkanya perhatian terhadap Allah Ta’ala. Slogan atau janjinya memang berkomitmen mendahulukan agama dibanding duniawi, tetapi banyak yang terjadi sebaliknya, banyak yang menyambut duniawi sedemikian rupa sehingga menaruh agama di belakang (atau mengesampingkan agama).
Beliau (as) bersabda, “Mendirikan sekali lagi ketakwaan sejati dan kesucian yang telah tidak ditemukan di zaman ini.”[5] Apa tujuan Jemaat? Hal itu ialah untuk memperkuat ketakwaan dan kesucian yang tidak ditemukan lagi di dunia ini. Dengan demikian, orang yang menghiasi diri sesuai dengan kehendak Allah terkait mengusahakan penegakan ketakwaan dan kesucian maka ia akan berhasil. Mereka yang berhasil itulah yang dalam pandangan Hadhrat Masih Mau’ud (as) adalah Ahmadi sejati dan mereka juga yang menyempurnakan maksud dan tujuan Jalsah.
Tidak mungkin mengamalkan hal-hal selanjutnya yang mana ingin saya bahas pada hari ini juga [tujuan Jalsah] selama tidak Anda timbulkan dalam hati Anda rasa takut akan Allah dan ketakwaan terhadap-Nya; dan selama keinginan untuk memenuhi tujuan datang ke Jalsah tidak muncul. Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud (as) jelaskan mengenai tujuan pertemuan Jalsah dengan bersabda, “Kualitas-kualitas yang hendaknya diciptakan oleh mereka yang bergabung dalam Jalsah ialah meraih ma’rifat Allah lalu timbul kelembutan hati satu terhadap yang lain, bersikap lembut hati terhadap orang lain, tercipta persaudaraan dan kasih sayang, kerendahan hati dan memiliki mutu kebenaran (kejujuran) yang tinggi.”
Ada dua jenis atau dua golongan orang yang menghadiri Jalsah – yaitu para panitia yang berkhidmat dan para tamu – dua jenis orang ini harus menciptakan kualitas-kualitas yang telah disebutkan tadi. Mereka tidak boleh merasa telah cukup mampu melakukannya. Kedua jenis orang ini harus membawa standar tinggi ini, baik tuan rumah maupun tetamu. Kedua tipe atau golongan ini – penerima tamu maupun tetamu – harus mengoreksi diri mereka sendiri berdasarkan tolok ukur-tolok ukur ini. Jika di dalam diri keduanya terdapat ketakwaan niscaya keistimewaan ini akan tercipta. Jadi dalam hal ini, saya ingin mengarahkan fokus pada tanggung jawab dan tugas kedua golongan ini (tuan rumah atau panitia dan para tamu). Jika kualitas-kualitas ini muncul, suasana Jalsah juga akan menyenangkan dan tujuan datang ke Jalsah juga akan terpenuhi.
Petugas panitia boleh jadi beranggapan sebagai berikut: “Kami adalah para panitia yang telah melaksanakan tugas. Kami melakukannya secara sukarela. Kami pasti telah mencapai tujuan besar atau meraih ridha Allah. Allah meridhai kami karena kami mengerjakan hal-hal ini.”
Mereka tidak dapat menjadikan Allah Ta’ala ridha kecuali dengan mengerjakan hal-hal yang sebelumnya saya jelaskan seiring dengan pengkhidmatan sukarela mereka.
Demikian pula, mereka yang bergabung dengan Jalsah (peserta) tidak dapat berkata, “Kami telah memutuskan untuk melakukan perjalanan jauh dari negeri kami jadi kami pasti telah membuat Tuhan senang (ridha).”
Ya, memang keridhaan Allah akan mereka dapat ketika dalam diri mereka tercipta ma’rifatuLlah (pengetahuan tentang Allah) dan fokus pada pemenuhan hak-hak sesama.
Pertama, saya akan mengarahkan perhatian pada para panitia atau tuan rumah untuk mengupayakan tercipatanya fitur-fitur (keistimewaan-keistmewaan) ini di dalam diri mereka secara khusus. Kendalikanlah emosi Anda. Setiap waktu harus berhati-hati mengenai menjaga perasaan para tamu. Gunakanlah ungkapan bahasa yang lembut seperti yang Hadhrat Masih Mau’ud (as) ajarkan. Para pejabat Jemaat dan para panitia haruslah yang pertama dalam menggunakan bahasa lembut dan santun. Yang pertama harus memperlihatkan kerendahan hati adalah para pengurus dan panitia. Walau bagaimana pun keadaannya terhadap para tamu haruslah berhati-hati. Para pengurus dan panitia harus menggunakan bahasa yang lembut.
Lalu hubungan komunikasi di antara mereka sendiri (yaitu para panitia dan tuan rumah) hendaknya tampak jelas terdapat kecintaan, loyalitas (keikhlasan) dan persaudaraan terhadap para tamu dan satu sama lain juga, apakah itu pejabat Jemaat atau pekerja di bawah mereka. Jika kemarahan Anda meletus di sisi lain selama bekerja maka itu akan berdampak negatif pada para tamu, khususnya dari non-Ahmadi yang telah mendengar para Ahmadi hidup penuh kasih sayang selama sesi Jalsah dan tidak menampilkan segala jenis amarah.
Jika mereka (para non Ahmadi) melihat hal-hal atau perselisihan tersebut atau jika mereka melihat dua orang meninggikan suara satu terhadap yang lain maka itu pasti berpengaruh secara negatif. Hendaknya para panitia ingat bahwa ketika mereka menampilkan diri mereka untuk berkhidmat selama beberapa hari – pengkhidmatan berprestise besar yaitu mengkhidmati para tamu Hadhrat Masih Mau’ud (as) – pasti pekerjaan mereka dan perilaku mereka agar diusahakan untuk tidak menyinggung setiap tamu atau panitia lain mana pun.
Termasuk bagian dari Tarbiyat Jalsah ialah baik para ketua-ketua panitia maupun para anggota panitia yang berada di bawah mereka harus mengendalikan emosi-emosi mereka. Panitia bagian parkir, pengendalian lalu lintas, memasak makanan dan kebersihan serta semuanya harus memperlihatkan akhlak luhur pada hari-hari ini. Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an, قُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا “Bicaralah kepada orang-orang secara baik dan dengan lemah lembut” (Surah al-Baqarah, 2:84) Allah telah berfirman mengenai ini untuk menetapkan standar tinggi moralitas. Ini adalah resep umum bahwa orang percaya (mu-min atau beriman) harus menunjukkan moralitas yang tinggi setiap saat, khususnya di hari-hari ini tatkala Anda telah mempersembahkan diri Anda untuk mengkhidmati tamu-tamu Jalsah yang mana mereka adalah tamu Hadhrat Masih Mau’ud (as).
Para tamu yang datang ke sini ialah demi meningkatkan pengetahuan dan amal praktis mereka serta membuat lebih baik keadaan ruhani mereka. Mereka (para tamu) juga dapat mengembangkan tarbiyat amal praktis melalui perilaku mereka (para panitia). Jadi, dalam pengertian ini, Anda (para panitia yang bekerja) berhak memperoleh hadiah pahala ganda, satu dengan menghadirkan diri Anda sendiri untuk melayani jemaat dan kedua melatih orang lain dengan teladan tingkah laku Anda yang baik. Hal ini membuat orang lain merasa bahwa setiap yang datang ke Jalsah pasti memperlihatkan akhlak yang baik.
Jika seseorang berbicara dengan corak yang salah atau dengan cara yang keras dan panitia menjawabnya dengan lembut dan baik, maka pola praktis (teladan perbuatan) ini secara otomatis mengena secara perasaan pada orang yang salah itu dan mendidiknya secara amal perbuatan. Nabi Muhammad (saw) bersabda, مَا مِنْ شَيءٍ أَثْقَلُ في ميزَانِ المُؤمِنِ يَومَ القِيامة مِنْ حُسْنِ الخُلُقِ، وإِنَّ اللَّه يُبْغِضُ الفَاحِشَ البَذِيَّ ‘maa min atsqalu fi miizaanil mu-mini yaumal qiyaamati min husnil khuluqi…’ – “Tidak ada timbangan yang lebih berat selain kebagusan akhlak…”[6]
Artinya, jika akhlak diletakkan di suatu timbangan maka akhlak baik beratnya akan paling berat dibanding hal-hal yang lainnya, karena akhlak baik-lah yang menghilangkan fasaad (kerusakan) di dunia. Moral yang tinggi juga mengarahkan seseorang pada pemenuhan terhadap hak-hak Allah. Bahkan, Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah menulis bahwa dalam beberapa kasus, hendaknya mendahulukan hak-hak sesama makhluk dibanding memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap Allah.[7] Seolah-olah dalam Hadits ini Nabi (damai dan berkah Allah besertanya) bersabda, “Akhlak yang baik akan menyebabkan seseorang mengendalikan emosi mereka dan memperlihatkan kesabaran. Berpegang teguh pada pengamalan kesabaran akan mendorong seseorang mampu menanggapi orang lain secara santun. Manusia juga mempunyai banyak kesalahan lainnya. Akhlak luhur darinya ini akan menjadi sarana pengampunan baginya.”
Dengan demikian, hal pertama yang harus diingat dan diamalkan setiap panitia ialah akhlak hasanah (akhlak baik). Perhatikanlah! Betapa mudah dan murahnya itu. Bagaimana Allah secara khusus memberikan kemuliaan kepada orang-orang yang hanya menutup lidah mereka jika disertai senyuman di wajah. Jika seseorang mengatakan bangkit marahnya karena beban tugas atau karena perlakuan seseorang lain yang salah terhadapnya; maka ia harus selalu melihat junjungan kita dan orang yang kita taati, Nabi Muhammad (damai dan berkah Allah besertanya) tentang siapa Allah Ta’ala berfirman mengenai beliau (saw), لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة “Telah ada bagimu dalam diri Rasulullah sebuah keteladanan yang baik.” (Surah Al-Ahzab:22)
Apakah kesulitan yang tidak menimpa beliau? Apakah masalah yang belum beliau hadapi atau beliau tanggung? Setiap kekerasan, penderitaan dan kesulitan yang manusia dapat menggambarkannya telah Nabi (saw) alami. Beliau memikul situasi-situasi keras itu namun meski demikian para sahabat beliau mengatakan, مَا رأينا أَحَدًا أَكْثَرَ تَبَسُّمًا مِنْ رَسُولِ اللهِ “Kami belum pernah melihat satu pun orang yang banyak tersenyum sebagaimana Rasulullah (saw).”[8] Wajah penuh senyum itu tidak pernah terpisah dari wajah penuh berkah beliau (saw). Demikianlah contoh dari tuan kita dan yang kita taati, Hadhrat Muhammad Rasulullah (محمد رسول الله) (saw)
Kemudian Rasulullah saw bersabda, مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ “Orang yang jauh dari kelemah-lembutan akan jauh dari kebaikan.” [9] Ini artinya, jika dalam diri kalian tidak ada kesantunan dan kelemah-lembutan, itu artinya kalian kehilangan kebaikan.
Ajaran ini juga untuk para panitia dan para peserta keduanya. Banyak orang berinteraksi satu sama lain dan mereka bertengkar. Mereka harus ingat bahwa mereka kehilangan setiap kebaikan. Dengan demikian, bagi semuanya, khususnya para panitia dalam hal ini – yang mana Allah Ta’ala telah memberi mereka kesempatan setelah tiap tahun – untuk membuat masing-masing harus lebih dari sebelumnya dalam teladan akhlak baik, kesantunan dan ekspresi senyum di wajah mereka.
Setiap panitia mempedomani nasehat Hadhrat Masih Mau’ud (as) untuk mengekspresikan akhlak baik sebagai berikut, “Hati para tamu demikian rapuh seperti kaca yang dapat pecah dengan hanya hentakan kecil.”[10]
Beliau (as) berkata, “Lihatlah, banyak tamu telah datang, beberapa dari mereka Anda sekalian kenal, sebagian lagi tidak. Itulah sebabnya mengapa tepat bagi setiap orang untuk menganggap semua tamu sama-sama berhak untuk dihormati.”[11]
Dengan demikian, seharusnya tidak ada kekhususan (diskriminasi) dalam keramahan terhadap tamu sehingga mereka yang Anda kenal, Anda perlakukan dengan baik sedangkan yang tidak Anda kenal, tidak Anda perlakukan dengan baik atau Anda sedikit enggan menemui mereka.
Pada kesempatan ini ada juga banyak peserta dari Afrika dan dari banyak negara lain di sini (Jerman). Sebelumnya, dari Eropa Timur dan Eropa Barat telah datang ke sini. Setiap orang yang datang ke Jalsah ini harus kembali dalam keadaan memperoleh kenangan baik dan membahagiakan perihal Jalsah Jerman dan dari para panitia penyambutan tamu khususnya. Hal ini tergantung pada perilaku para panitia. Apakah itu?
Jadi dalam hal ini, pahamilah tanggung jawab Anda. Para panitia dan tiap peserta Jalsah saat memperlihatkan keteladanan baik kepada para tamu bukan Ahmadi dalam rangka mengamalkan ajaran praktis Islam menjadi sarana tabligh dan dakwah. Mereka menjadi sarana pendidikan ajaran Islam yang indah. Jadi dalam pengertian ini, Anda semua tengah melakukan tabligh secara diam-diam baik para peserta maupun para petugas.
Setiap departemen harus selalu ingat bahwa tiap bagian pekerjaan mereka ialah penting. Seperti yang telah saya katakan, baik itu pekerjaan traffic control (pengendalian lalu lintas) atau bagian parkir, departemen pendaftaran dan pemindaian atau departemen memasak atau memberi makan, departemen pembersihan dan sanitasi atau pembuatan pajangan (display) ialah penting. Setiap sektor tidak mengkhidmati para tamu saja tetapi juga melakukan tabligh diam-diam. Dengan demikian, pahamilah pentingnya tugas Anda.
Dalam rangka menegakkan disiplin tidak perlu menampakkan tanda keras hati pada wajah karena hal demikian hanya akan mempengaruhi [menimbulkan kesan buruk] khususnya terhadap para wanita. Anak-anak Jemaat di Inggris bertugas menegakkan disiplin dan mengatur dengan wajah tersenyum. Seseorang ibu mengatakan kepada saya, “Anak perempuan si Fulan yang bergabung dalam Lajnah Gah membuat kami malu karena setiap kali kami mulai berbicara atau ngobrol satu sama lain, sementara para wanita lain duduk dengan diam, ia mengambil dan memperlihatkan – dengan wajah tersenyum – kartu atau spanduk pengumuman untuk tetap diam. Ia tanpa berbicara apa pun di mulut.”
Orang-orang yang beradab pasti akan terdiam tiap kali para panitia menunjukkan spanduk pengumuman seperti itu. Adapun jika ada yang tidak peduli dan tidak punya adab, mereka tidak akan merasa harus diam. Termasuk orang yang jahil ialah yang mengatakan, “Tinggalkanlah kami dan urusan kami. Kami tahu kapan harus diam.”
Jika para remaja putri menemukan ibu-ibu yang seperti itu, laporkanlah kepada panitia yang lebih tinggi kedudukannya tanpa bertengkar dengan kaum ibu yang lebih berumur. Biarlah para panitia atasan mereka itu yang akan menasehati kaum ibu yang seperti itu.
Para panitia harus memperhatikan hal ini secara sungguh-sungguh termasuk juga di seksi konsumsi. contohnya, jika seseorang kapan saja di waktu yang tidak tepat demi memperoleh makanan di sana, atau dia sakit atau anak orang itu menangis maka sejauh mana dia (panitia) bisa membantu, bantulah. Jika Anda tidak bisa, tanggapilah dengan tenang dan berakhlak baik seraya tersenyum. Jika ada yang menggunakan kata-kata kasar, hendaklah para panitia tetap diam.
Demikian pula, harus ada perhatian pada kebersihan kamar mandi dan perlengkapan mandi kaum laki-laki dan juga kamar mandi kaum perempuan. Saya juga telah mengingatkan hal ini di hari kemarin kepada para panitia.
Suatu keharusan untuk menciptakan dalam hati mereka berupa kerendahan hati dan kecintaan terhadap yang lain supaya menjadikan pengkhidmatan mereka bercorak sebaik-baiknya sesuai yang Hadhrat Masih Mau’ud (as) harapkan. Jika Anda sekalian menciptakan perasaan-perasaan ini di dalam hati Anda maka pasti semua pekerjaan Anda demi meraih ridha Allah semata.
Demikian pula, para tamu yang datang juga harus mengingat hal yang sama juga. Pada waktu sebelumnya, saya telah mengatakan bahwa tujuan kedatangan Anda di sini adalah untuk menciptakan hubungan dengan Tuhan dan mencapai kualitas tertinggi dalam hal itu. Kemudian, mereka juga harus memperhatikan penunaian hak-hak sesama. Para tamu yang berkunjung harus selalu ingat bahwa bergabungnya mereka dalam Jalsah ini – seperti yang saya katakan – ialah demi menciptakan ketakwaan di dalam hati dan meningkatkan keadaan ilmi (keilmuan), amali (amal perbuatan) dan keruhanian mereka. Jadi, jika tujuan ini ada senantiasa di depan mata Anda maka pengaduan dan pertengkaran tidak akan timbul dengan orang lain, terutama dengan mereka yang bekerja sebagai panitia yang berkhidmat.
Harap diketahui bahwa ada banyak petugas panitia yang masih muda, sedang belajar di sekolah, college (sekolah tinggi) dan di perguruan tinggi. Banyak dari mereka yang bekerja di bidangnya di posisi yang cukup baik. Mereka sengaja mengerjakan aktifitas-aktifitas Jalsah untuk mengkhidmati para tamu Hadhrat Masih Mau’ud (as). Maka dari itu, para tamu harus meningkatkan derajat-derajat akhlak dan ruhani mereka sehingga mereka pantas disebut ‘tamu Hadhrat Masih Mau’ud (as)’. Jika mereka tidak mengamalkan ajaran-ajaran Hadhrat Masih Mau’ud (as), mereka tidak terhitung sebagai tamu beliau meski telah datang kemari.
Dengan demikian, hanya dengan menghadiri Jalsah saja tidak menjadikan Anda sebagai tamu Hadhrat Masih Mau’ud (as) jika Anda tidak mengikuti ajaran beliau (as), tidak mengamalkan sabda-sabda beliau dan tujuan datangnya Anda di Jalsah ini tidak Anda penuhi. Ribuan kali Anda mengatakan, “Kami datang ke Jalsah yang berarti kami ialah para tamu Hadhrat Masih Mau’ud (as)”, tetap saja Anda bukan tamu bila tindakan Anda membuktikan Anda tidak mengamalkan nasehat-nasehat beliau (as).
Jadi, mereka yang ikut serta dalam Jalsah janganlah beranggapan berada di luar (tidak termasuk) dalam perintah-perintah dan ajaran-ajaran ini. Mereka harus membuat baik tingkah laku mereka dan bekerja sama dengan sebenar-benarnya dengan para panitia. Memang benar, para panitia itu mendapat tugas mengkhidmati para tamu namun para tamu juga wajib memperlihatkan akhlak yang baik.
Para muda/mudi yang datang ke Jalsah berkhidmat dengan semangat nan khas sehingga para tamu harus berlaku baik dalam berurusan dengan mereka. Tampakkan akhlak mulia kepada mereka supaya semangat dan kerajinan pengkhidmatan mereka itu kokoh dan bertambah serta supaya tidak melarikan diri dari pengkhidmatan di tahun-tahun mendatang dikarenakan kecewa atas sikap dan perilaku para tamu.
Kemudian, tamu yang tinggal di Jerman juga harus ingat bahwa mereka adalah tamu dalam satu segi dan sekaligus juga merupakan tuan rumah dalam segi lain. Karena itu, mereka harus berkorban demi para tamu yang datang dari luar Jerman. Jadi, mereka yang tidak tinggal di Jerman dan berasal dari luar Jerman; kehadiran mereka ialah sebagai tuan rumah secara otomatis. Karena itu, mereka harus berkorban demi para tamu yang datang dari luar Jerman. Contohnya, berlapang-lapang dalam mengambil tempat duduk jika tempatnya kurang lapang.
Jika mereka memerlukan sesuatu pengkhidmatan lain, para tuan rumah Jerman semuanya wajib menyediakan pengkhidmatan tersebut. Terkadang para tamu luar negeri memerlukan pertolongan dikarenakan ketiadaan pengetahuan mereka akan bahasa pribumi (bahasa lokal). Tiap kali ada seseorang memerlukan sesuatu, bukan hanya kewajiban para panitia saja untuk membantunya, bahkan wajib bagi tiap warga lokal (Jerman) untuk membantunya. Inilah tuntutan kecintaan dan persaudaraan timbal balik yang Hadhrat Masih Mau’ud (as) ajarkan.
Selanjutnya, ada juga para tamu bukan Ahmadi yang mana tiap Ahmadi wajib menampakkan keteladanan yang baik. Berdasarkan keteladanan kalian yang baik, mereka yang bukan Ahmadi akan menyaksikan pemandangan indah masyarakat Islami karena tiap anggota Jemaat meneladankan contoh luhur kerendahan hati, kesantunan, persaudaraan dan kecintaan antara satu terhadap yang lain. Jadi baik pria dan wanita harus memikirkan hal ini secara khusus.
Jika ada keterlambatan penyajian makanan atau kekurangan pada makanan, Anda harus bersabar dan menanggungnya karena makanan hakiki yang untuk itu Anda datang kemari ialah makanan spiritual (ruhani) dan keilmuan (akademis), jadi berusahalah untuk mendapatkannya. Sebab, hal ini amat penting.
Hendaknya hanya pada waktu-waktunya yang tepat saja seseorang pergi ke Bazaar yang ada. Saya bersangka baik bagian Tarbiyat tidak mengizinkan dibukanya Bazaar pada saat program Jalsah berlangsung. Ia dibuka ketika sesi program Jalsah telah berhenti. Namun, sebagian orang ada yang berkata, “Tidak. Kami harus pergi karena kami lapar.”
Telah saya sampaikan sebelumnya bahwa hendaknya bagian penerima tamu telah dapat mengatur atau menyediakan hal itu. Lalu, ada fasilitas Bazaar (pasar) bagi kaum wanita dan juga Bazaar kaum pria. Baik kaum pria maupun wanita saat mereka mengunjungi Bazaar masing-masing, mereka harus menjaga supaya menghormati suasana Jalsa. Hendaknya tidak beranggapan bahwa menghormati suasana Jalsah itu hanya suatu keharusan di tempat tenda Jalsah saja melainkan hendaknya diketahui bahwa jagalah kehormatan suasana Jalsah juga di tempat nan luas ini yang di dalamnya terdapat banyak perkemahan, tenda dan lain-lain. Disebutkan di dalam Al-Qur’an, قُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا “Bicaralah kepada orang-orang secara baik dan dengan lemah lembut” (Surah al-Baqarah, 2:84). Itulah perintah Qur’ani yang bukan hanya ditujukan kepada para panitia melainkan juga kepada setiap Muslim. Maka dari itu, setiap Ahmadi wajib secara bersungguh-sungguh membiasakan hal ini.
Saya telah mengatakan kepada para panitia untuk menunjukkan perilaku yang baik, bahkan kemarin juga, dan hari ini pun mengatakan. Janganlah menunjukkan kenakalan apapun tetapi itu tidak berarti bahwa Anda (para tamu) harus menguji kesabaran mereka dan menciptakan kondisi yang mengarah pada perengkaran dan situasi yang memalukan. Setiap kali para panitia – dari bidang apa pun – diberikan arahan atau ajaran tertentu maka Anda semua (termasuk peserta dan tamu) harus menaatinya dan bekerjasama sepenuhnya dengannya disertai menampakkan akhlak mulia. Perlakukanlah ia dengan akhlak baik sebagaimana Al-Qur’an ajarkan. Perlu diketahui bahwa arahan Al-Qur’an ini berlaku untuk semua.
Selama berlangsungnya Jalsah, ketika program Jalsah sedang dilakukan, simaklah itu dan janganlah keluar dari Gah kecuali keadaan yang betul-betul mendesak. Setiap Ahmadi dapat menemukan di setiap pidato sesuatu yang dapat dia gunakan untuk memperbaiki kehidupannya.
Demikian pula, selama Jalsah, pada waktu berdiri maupun duduk, biasakanlah berdzikr Ilahi, beristighfar dan mengirimkan shalawat kepada Nabi Muhammad (saw) karena doa-doa, dzikr Ilahi dan shalawat kepada Nabi Muhammad (saw) dapat memperbaiki keadaan-keadaan manusia dari segi individu maupun dari segi berJemaat. Selain itu, berdoalah demi membuat lebih baik keadaan-keadaan yang tengah dilalui umat Muslim. Disamping hal itu, pada saat ini, berdoalah untuk membuat lebih baik keadaan umat Muslim.
Shalawat kepada Nabi Muhammad (saw) harus banyak dilafalkan pada masa ini. Dalam shalat-shalat saja jutaan kali umat Muslim membaca bacaan shalawat ini, tetapi kita melihat sebagian besar keadaan umat Muslim dari segi agama, dari segi ruhani dan duniawi juga lebih menyedihkan dibanding selain mereka. Hal demikian karena doa-doa mereka dalam shalawat kepada Nabi (saw) hanya di lidah saja. Doa-doa mereka yang lain juga tidak membawa apa-apa selain kehancuran dan kehancuran, karena Tuhan mengembalikan doa-doa seperti itu kepada pemiliknya.
Dalam keadaan ini, terletak di pundak para Muslim Ahmadi sebuah tanggung jawab besar, yaitu, bahwa mereka harus mengirim doa shalawat kepada Nabi Muhammad (saw) lebih sering dan berdoa – secara ikhlas demi Allah – untuk kemajuan Islam dan membuat perubahan yang baik dalam diri mereka sendiri serta menciptakan di dalam hati mereka ketakwaan yang tulus kepada Allah Ta’ala. Janganlah datang ke negara-negara ini hanya untuk sibuk memenuhi keinginan duniawi semata, tetapi berusahalah untuk menciptakan perubahan suci di dalam diri Anda.
Selain bershalawat kepada Nabi Muhammad (saw), perbanyaklah berdzikr Ilahi dan berdoalah kepada Allah supaya Dia menjadikan kita dapat memenuhi tujuan Jalsah ini dan menjadikan kita bagian dari berkat-berkatnya. Perjalanan yang untuk tujuan baik ini, manfaat-manfaatnya, akan selalu mencapai kita, dan dalam generasi keturunan kita timbul ketakwaan, dan kita menghindari segala yang Allah tidak suka, dan anak-anak kita dan keturunan kita juga akan menghindarinya. Semoga harta kekayaan kita diberkahi dan jangan sampai kita atau keturunan memperoleh harta kekayaan dengan cara yang tidak disukai dan salah dalam pandangan Allah, atau masuk ke dalam kategori harta terlarang.
Bagi para suami berdoalah bagi istri dan anak Anda sekalian; dan bagi para istri, berdoalah untuk para suami Anda sekalian agar Allah selalu menjaga mereka tetap teguh beragama, dan menjaga mereka dari semua fitnah dan cobaan yang berbahaya dan menghancurkan agama. Semoga selalu berjalan di jalan yang lurus. Semoga – pada hari-hari ini – selalu menaruh perhatian pada shalawat kepada Nabi saw dan doa-doa yang telah pernah disampaikan; dan juga disiplin dalam shalat.
Mereka yang tidur malam di tempat Jalsah harus tetap shalat Shubuh berjamaah dan mendirikan juga shalat Tahajjud. Mereka harus berusaha untuk bangun pada waktu-waktu itu dan shalat berjamaah. Jika para panitia tidak mampu shalat berjamaah pada waktu-waktu shalat berjamaah dikarenakan sifat pekerjaan mereka maka mereka harus shalat berjamaah di tempat kerja mereka sebelum memulai pekerjaan atau sesudahnya.
Kita berdoa kepada Allah supaya memberi taufik kepada semua untuk menghabiskan hidup dengan meraih ridha-Nya; dan untuk memahami semangat bergabung dengan komunitas Almasih yang dijanjikan (Jemaat Masih Mau’ud) dan memenuhi kewajiban-kewajiban dalam bergabung dengan mereka. Apa ruh (semangat) itu? Saya akan jelaskan secara singkat subyek ini dalam kata-kata Hadhrat Masih Mau’ud (as) sendiri, sebagai berikut: “Komunitas (Jemaat) kami tidak akan bertahan (meraih keselamatan) kecuali dengan mengikuti jalan kesalehan (ketakwaan).”[12] Hal ini berarti Tuhan tidak akan menjamin perlindungan mereka yang tidak menjalani ketakwaan.
Lalu beliau (as) bersabda: “Buatlah rumah Anda dipenuhi dengan mengingat Allah Ta’ala (dzikr Ilahi), berikanlah sedekah, bayarlah zakat dan hindarilah dosa-dosa supaya rahmat Allah turun pada kalian.”[13]
Kita berdoa kepada Allah Ta’ala semoga kita menghabiskan hidup kita sebagaimana yang Hadhrat Masih Mau’ud (as) harapkan dari kita dan kita memperoleh berkat-berkat Jalsah dan pada hari-hari ini dan kemudian juga memperoleh bagian dari doa-doa yang beliau (as) tujukan bagi para peserta Jalsah. Demikian pula, kita berdoa kepada Allah Ta’ala supaya Dia mengaruniai kita taufik untuk mengupayakan kebaikan-kebaikan senantiasa.
Suatu hal administratif lain yang terlewat saya katakan sebelumnya, sekarang saya ingin mengatakan bahwa setiap orang harus selalu menjaga segi keamanan secara tepat. Hal ini suatu keharusan bagi semua, baik para tamu Jalsah maupun para panitia. Amatilah senantiasa hal-hal di sekitar Anda secara seksama dari segi keamanan dan perlindungan. Bekerjasamalah dengan para panitia dari segi keamanan. Jika Anda melihat sesuatu yang mencurigakan, segera laporkan. Semoga Allah Ta’ala melindungi setiap orang yang terlibat dalam Jalsah dan tidak ada peristiwa apa pun yang akan membahayakan siapa pun. [aamiin]
Penerjemah : Mln. Dildaar Ahmad; Referensi proof reading (baca ulang dan komparasi naskah): http://www.islamahmadiyya.net (bahasa Arab)
[1] Syahadatul Qur’an, Ruhani Khazain jilid 6, h. 395.
[2] Syahadatul Qur’an, Ruhani Khazain jilid 6, h. 394 (شهادة القرآن، الخزائن الروحانية ج6، ص 394)
[3] (الملفوظات، مجلد 2), Malfuzhat jilid 2, h. 321, edisi 1985, terbitan UK.
[4] Malfuzhat jilid 2, h. 324, edisi 1985, terbitan UK.
[5] Malfuzhat jilid 2, h. 277-278, edisi 1985, terbitan UK.
[6] Sunan at-Tirmidzi (سنن التـرمذي، كتاب البر والصلة), riwayat Abu Darda (أَبي الدَّرداءِ); Sunan Abi Daud, Kitab al-Adab, bab husnul khulq, no. 4799.
[7] Malfuzhat jilid 10, h. 290, edisi 1985, terbitan UK.
[8] Sunan At-Tirmidzi, abwab al-Manaqib, bab perkataan sahabat bahwa tidak pernah dia lihat seorang pun yang banyak senyum kecuali Rasulullah saw, no. 3641
[9] Sunan At-Tirmidzi, abwab al-birri wash shilah, tema ar-rifq (kesantunan), no.2013 dan juga dalam Shahih Muslim, kitab kebaikan, silaaturrahmi dan kesantunan (صحيح مسلم، كتاب البر والصلة والآداب)
[10] Malfuzhat jilid 4, h. 406, edisi 1985, terbitan UK.
[11] Malfuzhat jilid 6, h. 226, edisi 1985, terbitan UK.
[12] Malfuzhat jilid 5, h. 458, edisi 1985, terbitan UK.
[13] Malfuzhat jilid 5, h. 459, edisi 1985, terbitan UK.