Khotbah Idul Adha
Ka’bah, Rumah Keamanan dan Perdamaian
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz pada 25 September 2015 di Masjid Baitul Futuh, Morden, UK.
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)
Sebagaimana setiap orang di antara kita mengetahui bahwa hari ini kita tengah merayakan Idul Adha. Id dan Haji ini berkait kelindan dengan pengorbanan-pengorbanan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Id ini juga berkaitan dengan masa ketika ditegakkan standar tinggi pengorbanan pribadi di antara putra-putra Adam yang menjadi tonggak dimulainya daur baru pengorbanan dalam keluarga.
Pengorbanan pribadi pertama diberikan Nabi Ibrahim as adalah ketika – untuk menegakkan Tauhid – beliau melakukan pengorbanan harus bertentangan dengan keluarga beliau sendiri setelah menghancurkan berhala-berhala. Kemudian beliau pun dimasukkan ke dalam kobaran api, meskipun Allah Ta’ala membuat api itu menjadi dingin.
Dalam pengorbanan keluarga, beliau siap mengorbankan putra beliau demi meraih ridha Allah Ta’ala. Begitu pula sang anak, ia telah melakukan pengorbanannya. Pengorbanan ini dalam bentuk kesiapsediaan untuk menyembelih, dan juga dalam bentuk kesiapan untuk berpisah dengan keluarga. Tetapi, penyembelihan atau kesiapan untuk melakukan penyembelihan pada zaman Nabi Ibrahim ini bukanlah sesuatu yang sangat besar, karena pada zaman itu mengorbankan manusia merupakan kebiasaan.
Namun demikian, tingkat pengorbanan itu menjadi tinggi manakala kita melihat saat beliau as [Nabi Ibrahim] mempunyai seorang putra, usia beliau as kira-kira 90 tahun. Dalam kondisi demikian, lalu beliau bersedia mengorbankan putra tersebut bagaimana [beliau] meninggalkan istri dan putra beliau di suatu tempat yang tidak terdapat air. Alhasil, ini merupakan pengorbanan keluarga beliau yang sangat tinggi kedudukannya. Karena meninggalkan istri dan anak di tempat yang tidak terdapat sedikit pun makanan, tidak ada sedikitpun air, dan juga terdapat bahaya dari binatang-binatang liar bukanlah perkara sederhana. Ini bukanlah pengorbanan kecil.
Namun, pengorbanan ini juga bukanlah puncak, ini awal pengorbanan yang kelak akan ada puncaknya. Allah Ta’ala menyatakan bahwa Ia dapat menegakkan manusia pada standar tinggi pengorbanan sampai suatu batas, dan puncak dari pengorbanan ini terjadi dengan perantaraan Nabi Muhammad Rasulullah saw. Puncaknya ini terjadi dengan perantaraan Insan Kamil yang contohnya, dan pemandangan dukungan Allah Ta’ala bagi beliau tampak kepada kita dalam seluruh kehidupan Beliau saw.
Tidak diragukan lagi, kehidupan Nabi Ibrahim as merupakan sebuah contoh bagi kita, tetapi kehidupan Nabi saw merupakan sebuah contoh sempurna di hadapan kita. Apa pun yang tampak kepada kita dari peri kehidupan Nabi Ibrahim as, kedudukan tertingginya tampak kepada kita dalam peri kehidupan Nabi saw.
Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan mengenai peristiwa-peristiwa yang berlalu dalam kehidupan Nabi Ibrahim as, ujian-ujian yang harus dilewati beliau, bagaimana Allah Ta’ala telah memberi dukungan dan pertolongan kepada beliau, dimana contoh tertinggi dan lebih luas dari pertolongan itu tampak kepada kita dalam kehidupan Rasulullah saw, beliau bersabda: “Merupakan perkara yang telah terbukti bahwa tuan dan majikan kita, Nabi Muhammad saw telah datang dengan kebiasaan dan sifat-sifat Nabi Ibrahim as. Sebagai contoh, sebagaimana Nabi Ibrahim as memasukkan diri beliau sendiri ke dalam api karena kecintaan pada Tauhid, lalu selamat dengan suara يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ ‘ya naaru kuunii bardan wa salaman ‘alaa Ibraahiima.’ (QS. Al-Anbiya, 21:70), demikian pula Nabi saw, karena kecintaan pada Tauhid, telah memasukkan diri beliau sendiri ke dalam kobaran api fitnah dimana setelah pengutusan beliau, semua kaum atau seluruh dunia mengobarkan [permusuhan], lalu beliau diselamatkan dengan gemilang dari api itu dengan suara, وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ wallohu ya’shimuka minan nas (QS. Almaidah, 5:68), yang merupakan suara Tuhan.
Demikian pula, Nabi kita saw menghancurkan berhala-berhala yang diletakkan di ruang Ka’bah dengan tangan beliau sendiri, sebagaimana Nabi Ibrahim as telah menghancurkan berhala-berhala. Seperti halnya Nabi Ibrahim as merupakan pendiri Ka’bah, demikian pula Nabi kita saw merupakan orang yang menundukkan seluruh dunia ke arah Ka’bah.
Nabi Ibrahim as telah meletakkan pondasi ketundukkan pada Tuhan, dan Nabi kita saw telah menyempurnakan pondasi tersebut. Beliau saw telah memperlihatkan tawakkal sedemikian rupa kepada pemilik karunia dan kedermawanan, yaitu Allah, sehingga setiap pencari kebenaran hendaknya belajar tawakkal pada Tuhan dari beliau saw.
Nabi Ibrahim as lahir di kalangan kaum yang mana nama dan tanda-tanda Tauhid sudah tidak ada lagi di dalamnya, dan pula tidak ada kitab [Tuhan], begitu juga Nabi kita saw lahir di kalangan kaum yang tenggelam dalam kebodohan dan tidak sampai kepada mereka kitab Rabbani.
Ada satu kemiripan lagi, Tuhan telah mencuci dan membersihkan hati Nabi Ibrahim sehingga beliau menjadi berlepas diri dari keluarga demi Tuhan—selain Tuhan, di dunia ini tidak ada lagi yang tersisa—maka seperti itu pula, bahkan lebih dari itu, peristiwa-peristiwa telah berlalu atas Nabi kita saw, meskipun di Mekah tidak ada rumah yang dengannya Nabi saw tidak memiliki perhubungan keluarga, tetapi dengan menyeru [orang-orang] kepada Tuhan, semua telah menjadi musuh. Selain Tuhan, tidak ada satu pun yang menemani.
Kemudian, seperti halnya Tuhan mendapati Ibrahim as seorang diri lalu menganugerahkan putra-putra yang tiada terhitung ibarat bintang di langit, seperti itu pula, setelah mendapati Nabi saw dalam keadaan sendiri, kemudian Allah Ta’ala menganugerahkan pengikut yang tiada terhitung dan para sahabat yang menemani beliau, tidak hanya berjumlah banyak ibarat bintang di langit, bahkan hati mereka bersinar cemerlang dengan cahaya Tauhid.”[1]
Sekarang tengoklah, orang-orang musyrik telah mengobarkan api untuk Nabi Ibrahim as sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as juga telah memberikan misal, maka Allah Ta’ala telah mengirim hujan untuk mendinginkan api itu, api itu menjadi dingin dan Nabi Ibrahim as selamat. Karena melihat kepada benda-benda lahiriah – ketika melihat setelah api berkobar kemudian awan menurunkan hujan yang mendinginkan api itu – maka orang-orang musyrik terjatuh dalam keragu-raguan, ‘mungkin ini adalah kehendak Tuhan’, lalu mereka meninggalkan Ibrahim as. Tetapi orang-orang Mekah, meskipun menyaksikan kegagalan demi kegagalan, mereka tetap mengobarkan api permusuhan sampai 10 tahun lamanya, dan senantiasa gagal. Itulah peperangan-peperangan yang dilakukan untuk membakar Nabi saw, yang dilakukan untuk menghancurkan beliau,. Namun api itu pula yang menjadi sebab kemajuan dan kesuksesan beliau saw.
Dalam menjelaskan mengenai ayat Wallohu ya’shimuka minan nas, pada suatu tempat Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda : “Allah Ta’ala berfirman sehubungan dengan Nabi kita saw, وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ ‘Wallohu ya’shimuka minan naas.’, artinya, ‘Allah senantiasa akan menyelamatkan engkau dari orang-orang.’ Padahal orang-orang menimpakan berbagai macam penderitaan seperti mengusir beliau dari tanah kelahiran, menanggalkan gigi beliau, melukai jari jemari, dan meninggalkan luka pedang di kening.
Kendati demikian, sungguh tidak ada tempat keberatan dalam nubuwatan tersebut, karena tujuan sebenarnya dari serangan-serangan orang kafir bukanlah untuk melukai atau menanggalkan gigi Nabi saw, melainkan untuk membunuh [beliau]. Maka Allah Ta’ala melindungi Nabi saw dari tujuan orang kafir yang sesungguhnya [yaitu membunuh Nabi saw].”[2]
Selanjutnya, beliau bersabda: “Tidak terbunuhnya Nabi saw di tangan seseorang merupakan mukjizat yang sangat besar dan bukti kebenaran Al-Quran yang mulia, karena di dalam Al-Quranul yang mulia terdapat nubuwatan ini, وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ, di dalam kitab-kitab sebelumnya pun tertulis nubuwatan Nabi akhir zaman tidak akan terbunuh di tangan seseorang.”[3]
Ibrahim as dimasukkan ke dalam api secara nyata dan dengan padamnya api, orang-orang musyrik menganggap itu sebagai pertanda dan tidak menyalakan api lagi. Tetapi, guna menentang Nabi saw api telah dikobarkan oleh para penentang selama bertahun-tahun lamanya, namun Allah Ta’ala sebelumnya telah mengumumkan, “Berupayalah kalian sekuat tenaga dan lihatlah, kalian tidak berhasil, dan tidak akan pernah berhasil.” Berada di depan sebuah tantangan dan tidak bisa mematahkan tantangan itu, merupakan keberhasilan sebenarnya dari pemberi tantangan dan dari itu tampaklah keagungan nubuwatan tersebut.
Pelaku penyulut api atas Nabi Ibrahim as adalah keluarga atau kaum beliau, tetapi yang mengobarkan api penentangan kepada Baginda Nabi Muhammad saw adalah seluruh bangsa. Kemanapun pesan beliau sampai saat itu, api penentangan itu dikobarkan di sana. Bahkan, sampai hari ini api penentangan kepada beliau saw ini masih dikobarkan dan tujuan dari itu adalah untuk menjatuhkan nama baik beliau saw.
Dengan berbagai cara mereka hendak menjadikan Islam sebagai agama yang tinggal nama seperti agama yang lain, atau hendak menjadikan Islam sebagai agama yang tidak pada aslinya, atau tidak memiliki keaslian. Tetapi janji dan tantangan Allah Ta’ala, kalian tidak akan dapat melakukan ini, karena Allah Ta’ala akan memenangkan pesan-pesan beliau saw sampai ke penjuru-penjuru dunia dengan perantaraan ghulam shadiq (hamba yang benar) dari beliau saw. Insya Allah.
Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Nabi Ibrahim as dalam rangka menegakkan Tauhid telah mengorbankan hasrat beliau, istri dan anak beliau. Selanjutnya, beliau meninggalkan mereka di Mekah, tempat yang tidak ada makanan sedikitpun, tidak pula minuman. Meninggalkan [anak dan istri] di sini dengan perintah Allah Ta’ala adalah penting karena rumah Tuhan [baitullah] pertama kali dibangun di atas pondasi yang tanda-tandanya telah hilang, agar kemudian Tauhid tersebar di dunia.
Bersamaan dengan membangun Ka’bah, Hadhrat Ibrahim as dan Hadhrat Ismail as berdoa yang mengenainya Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quranul Karim, وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ () رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ () رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ () ‘Dan ketika Ibrahim meninggikan pondasi rumah istimewa itu dan Ismail juga berdoa, “Wahai Tuhan kami! Terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau Maha mendengar Maha Mengetahui.”” (Surah Al-Baqoroh, 2:128). Kemudian selanjutnya berdoa: رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ‘Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami dua orang yang berserah diri kepada Engkau, dan dari anak keturunan kami juga ciptakanlah umat yang berserah diri kepada Engkau dan ajarkanlah kepada kami tatacara ibadah dan pengorbanan kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang.’ (QS. Al-Baqoroh, 2: 129).
Alhasil, doa-doa itu memperoleh derajat pengabulan. Dari antara keturunan beliau banyak sekali terlahir orang-orang yang berserah diri. Orang-orang berserah diri yang kemudian sampai pada mi’raj sangat tinggi di antara keturunan [beliau], yang belajar tatacara ibadah dan pengorbanan dari Hadhrat saw, yang menunaikan janji baiat kepada beliau saw dan yang tidak peduli terhadap jiwa mereka sendiri demi menyucikan Ka’bah dari berhala-berhala dan menegakkan Tauhid.
Mereka yang untuk beribadah dan menyembah Allah Ta’ala, tidak memperdulikan rasa kantuk pada malam hari dan menjalin hubungan yang khas dengan Allah Ta’ala. Keresahan mereka untuk dapat beribadah dan menegakkan Tauhid ini mereka pelajari dari Nabi Muhammad saw. Inqilab (revolusi) ini terjadi dalam diri mereka berkat tarbiyat dan doa-doa Nabi saw, sehingga mereka menjadi manusia-manusia yang bertuhan.
Alhasil, pengorbanan-pengorbanan dan doa-doa Nabi saw telah menjadikan orang-orang jahil itu menjadi orang bertuhan, dan membersihkan Ka’bah yang dijadikan tempat kemusyrikan—bukannya Tauhid—sebelum beliau diutus. Sambil mengucapkan, وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا “Maka datanglah kebenaran dan lenyaplah kebathilan, sesungguhnya kebathilan pasti akan lenyap.” (QS. Bani Israil atau Al-Isra’, 17:82), beliau saw mengancurkan satu demi satu berhala dan menjadikan Ka’bah sebagai pusat Tauhid untuk selamanya.
Nabi Ibrahim as membangun Ka’bah setelah melakukan pengorbanan diri dan keluarga, dan beliau saw membersihkannya dari berhala-berhala dan menjadikannya sebagi pusat guna menegakkan Tauhid untuk selamanya. Beliau saw menjadikan seluruh dunia tunduk ke arah Ka’bah dan memberikan pengorbanan yang besar untuk itu.
Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud bersabda bahwa Nabi Ibrahim as telah meletakkan pondasi dasar ketundukan pada Allah Ta’ala dan Nabi kita Muhammad saw telah menyempurnakan pondasi tersebut dan sekarang [Ka’bah] ini menjadi simbol Tauhid untuk selamanya. Jadi, yang membangun pondasi awal adalah Nabi Ibrahim dan Ismail as, agar Tauhid dapat tegak. Maka puncaknya terjadi melalui Nabi Muhammad saw. Sekarang dan sampai hari kiamat [Ka’bah] ini akan terus menjadi pusat Tauhid. insya Allah.
Sekarang ini kita menyaksikan jutaan orang pergi untuk menunaikan ibadah haji, jutaan Muslim mendirikan shalat dengan menghadap ke Ka’bah, ini merupakan bukti bahwa Nabi saw telah menyempurnakan pondasi Ka’bah.
Menerangkan hal yang berhubungan dengan Nabi Ibrahim as, Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan bahwa nama dan tanda dari Tauhid telah hilang pada kaum Nabi Ibrahim as dan tidak pula ada kitab [Tuhan]. Demikian pula di dalam kaum dimana Rasulullah saw terlahir, kejahilan di dalamnya sudah sampai pada puncaknya, di sana pun tidak ada tanda Tauhid, kitab Rabbani tidak sampai kepada mereka, tetapi ketika Allah Ta’ala menurunkan Al-Quran—yang merupakan kitab kamil dan mukamal, syariat terakhir, mengandung semua pokok bahasan yang terus relevan sampai hari kiamat—kepada Rasulullah saw, maka dengan quwwat qudsiyah (kekuatan penyucian) beliau saw, orang-orang jahil yang memiliki kebiasaan seperti binatang berubah menjadi manusia. Lalu menjadi manusia yang berilmu. kemudian menjadi manusia yang bertuhan, yang dengan berjanji untuk mendahulukan agama dari pada dunia, dengan memperoleh talim dari kitab itu, dengan mempelajari ilmu dan kebijaksanaan dari beliau saw, dengan memperoleh kemahiran dalam ilmu dan marifat, dengan menjadi kibar panji Tauhid, mereka telah menjadi pembimbing bagi dunia.
Berkenaan dengan dikabulkannya doa Nabi Ibrahim as, Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Quranul karim, لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika membangkitkan kepada mereka seorang Rasul dari antara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, dan mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah; dan walaupun sebelum itu mereka sesungguhnya ada di dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali-Imran : 165).
Jadi, Allah Ta’ala berfirman, إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا idz ba’atsa fiihim rasulan, yakni ketika Dia telah mengutus seorang Rasul kepada mereka dariantara mereka untuk menarik perhatian kaum Muslimin bahwa ia berjalan diatas contoh Nabi saw, seperti mereka dan dari antara mereka, maka kewajiban umat Muslimin adalah dengan mengamalkan suri tauladannya, hendaklah ia juga meninggikan keruhaniannya, menyebarkan kedamaian dan keselamatan, mempelajari dan mengajarkan kebijaksanaan.
Tetapi sangat disayangkan, saat ini kebanyakan kaum Muslimin telah melupakan ajaran tersebut dan kehilangan bimbingan. Anda tidak dapat belajar dari mereka dan tidak pula mereka dapat menjadi contoh untuk ke depannya. Meski ada ajaran yang sempurna (Al-Qur’an), mereka tetap berjalan dalam kesesatan. Tetapi karena ada janji Allah Ta’ala mengenai ilmu dan hikmah dari Kitab itu dan untuk penegakkan Tauhid yang akan terus Ia sempurnakan sampai hari kiamat, maka Allah Ta’ala mengutus ghulam shadiq (hamba yang benar) dari beliau saw pada zaman ini, yang telah mendirikan satu jemaat dan mengambil janji darinya untuk berkorban guna menyempurnakan tujuan itu.
Jadi, merupakan tanggung jawab setiap Ahmadi untuk memperoleh pemahaman yang ada pada kata “الآخرين” aakhaarin dalam surat al-Jumu’ah. Perhatikanlah tanggung jawab ini. Hargailah kebaikan Allah Ta’ala, berusahalah sekuat tenaga untuk melaksanakan janji bai’at kalian dan jadilah kalian termasuk orang-orang yang mengetahui tujuan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as, jadilah orang yang menyempurnakannya. Jadilah kalian termasuk orang orang yang berusaha menyempurnakan tujuan dibangunnya Ka’bah. Jadilah termasuk orang yang berusaha sekuat tenaga untuk menegakkan Tauhid. jadilah termasuk orang-orang yang berusaha untuk berjalan di atas uswah (teladan) Nabi saw.
Jika kita memberikan perhatian kepada hal ini, barulah kita akan termasuk pasukan “aakharin” yang menegakkan kembali Tauhid di dunia ini dan menjadikan dunia tunduk ke arah Ka’bah. Untuk menjadikan orang-orang tunduk ke arah Ka’bah, penting untuk terlebih dahulu kita menunaikan hak-hak untuk tunduk ke arahnya. Setiap orang di antara kita perlu meningkatkan standar ibadahnya dan menjaga shalat-shalatnya. Ka’bah ini adalah rumah aman dan keselamatan. Jika kalian mengaitkan diri dengan rumah ini, perlu untuk berusaha menyebarkan kedamaian dan keselamatan melalui setiap amal kalian. Guna meningkatkan kasih sayang di antara kalian, perlu untuk menghilangkan rasa takabur dari dalam diri kalian.
Ketika kita memperhatikan setiap segi tarbiyat dan memberi perhatian terhadap penyucian diri, barulah kita akan dapat melakukan tugas tabligh dalam keadaan amal kita yang lebih baik, dan menjadikan dunia tunduk ke arah Ka’bah. Jika tidak, memalingkan wajah secara lahiriah dan beribadah dengan menghadapkan wajah ke arah Ka’bah tidak akan memberikan faedah. Ibadah haji ini, jika dilaksanakan dengan menghancurkan perintah-perintah Allah Ta’ala dan standar ibadah hakiki tidak ditegakkan maka tidak akan berfaedah.
Setiap orang di antara kita hendaklah ingat bahwa jika hanya mencukupkan sebatas pada benda-benda lahiriah, maka kedatangan Masih Mau’ud tidak diperlukan. Tidak perlu Allah Ta’ala memberikan kabar gembira secara khusus berkenaan dengan kaum akharin. Berkorban kambing, menunaikan haji, dan melaksakakan shalat secara lahiriah, dilakukan juga oleh orang Islam lainnya, tetapi tetap saja keadaan kaum Muslimin pada umumnya terus menjadi sasaran kemerosotan. Sekarang ini, contoh-contoh kaum Muslimin digambarkan sebagai orang yang menyebarkan kedzaliman.
Keberanian orang di luar Islam mengajukan keberatan kepada Islam timbul karena meskipun kaum Muslimin mendirikan shalat dengan menghadap ke Ka’bah, tetapi mereka melupakan tujuan dari pembangunannya. Ka’bah dibangun sebagai simbol kedamaian dan keselamatan, tetapi sekarang ini kaum Muslimin memenggal kepala Muslim yang lain. Sehingga kemarin di negara-negara Arab dilaksanakan Id, tetapi pada hari Id pun satu golongan menyerang orang-orang dari golongan lain dengan bom. Keduanya mengklaim bahwa mereka melaksakan ibadah dengan menghadap ke Ka’bah, keduanya melaksanakan manasik haji, keduanya mengucapkan, “لا إله إلا الله محمد رسول الله” ‘laa ilaaha illalloh muhammadur rosulullah’ – “tiada sesembahan selain Allah dan Muhammad ialah Rasul Allah.”.
Alhasil, ketika kita menyaksikan gerakan-gerakan demikian, maka perhatian setiap Ahmadi mengenai pelajaran apa yang harus ia dapatkan dari Id ini harus lebih meningkat dari sebelumnya. Ia tidak mengorbankan kambing hanya untuk memakan daging, melainkan mengorbankannya dengan menempatkan dalam dirinya pemikiran yang ada di belakang pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail عليهما السلام ‘alaihimas salaam, dan lebih dari itu, pemikiran yang ada pada tuan dan junjungan yang kita taati, Nabi Muhammad saw, utusan Allah. Apakah pelajaran yang hendak disampaikan dari pengorbanan itu kepada kita?
Maka, kita perlu memberikan perhatian kepada pengorbanan-pengorbanan Nabi Muhammad saw. Kita perlu memberikan perhatian kepada talim yang dibawa oleh beliau saw. Perlu menerapkan ajaran Al-Quranul karim dalam diri kita, karena kita juga telah berjanji akan hal ini dalam janji baiat kita kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Mengamalkan hal ini akan menjadikan kita orang yang menunaikan tuntutan dari membaca kitab. Barulah kita akan dapat dimasukkan di antara orang-orang yang telah Allah Ta’ala bersihkan hatinya. Untuk membersihkan hati, terlebih dahulu kita harus melangkahkan kaki ke arah Allah Ta’ala, barulah perbedaan antara kita dengan orang ghair akan tampak.
Demi agama, terkadang kita juga harus mengorbankan hubungan kekeluargaan, terpaksa harus meninggalkan karib kerabat. Nabi Ibrahim as juga melakukan pengorbanan ini. Tetapi sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa pengorbanan yang lebih besar dari itu dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Setiap rumah di Mekah adalah keluarga dan memiliki hubungan dengan beliau, tetapi setelah pendakwaan beliau, setelah beliau mengumumkan penegakkan Tauhid, semua memutuskan hubungan dengan beliau.
Betapa kelaliman ditimpakan kepada beliau saw. Namun demikian, beliau mengumumkan bahwa untuk menegakkan Tauhid, ‘Aku tidak akan pernah bisa bergeser betapapun banyaknya kalian memberi tawaran menggiurkan. Letakkanlah matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, tetap saja aku akan terus berkorban demi tujuan dibangunnya Ka’bah, dan aku akan terus menerus menyebarkan pesan Allah Ta’ala.’[4] Tentu batu yang digunakan untuk membangun Ka’bah tidak memiliki kekuatan istimewa. Itu hanyalah batu, tetapi rumah (Ka’bah) memiliki maqom yang sangat tinggi, karena ini merupakan simbol penegakkan Tauhid.
Jadi, ketika beliau saw menegakkan standar tinggi pengorbanan ini, dan untuk meraih tujuan tersebut para sahabat beliau saw pun tidak hanya siap memberikan segala pengorbanan, bahkan memberikan pengorbanan itu dengan tidak kikir, maka kita yang termasuk dalam kaum aakharin hendaklah mengingat pengorbanan-pengorbanan itu. Seraya mengutamakan agama dari pada dunia, tempatkanlah setiap keluarga pada kedudukan kedua.
Ini merupakan karunia dan ihsan Allah Ta’ala yang sangat besar kepada Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam, bahwa Dia terus menganugerahkan kepada beliau orang-orang yang siap memberikan setiap pengorbanan sehingga orang-orang yang baru masuk [jemaat] pun merasakan kelezatan dalam pengorbanan ini.
Dua hari lalu dalam Al-Fazl yang baru dikisahkan mengenai peristiwa baiatnya seorang Ahmadi keturunan Arab. Karena masuk Ahmadiyah, bapaknya mengusirnya dari rumah. Ia terpaksa harus menanggung derita pengekangan. Dikeluarkan dari pekerjaan. Ia bekerja dalam ketentaraan, ia diperlakukan dengan keras, ibunya memarahinya, namun tetap saja ia berdiri di atas keimanan. Contoh-contoh seperti ini tersebar di dunia, berbagai macam orang, bukan hanya satu atau dua, melainkan ratusan ribu. Jadi, ketika kita tetap menegakkan standar pengorbanan tersebut maka kita akan terus menunaikan tujuan dibangunnya Ka’bah. Id yang hakiki dapat dirayakan hanya dengan menghidupkan pengorbanan-pengorbanan tersebut.
Hendaklah ingat! Kita harus menciptakan pemahaman mengenai Id hakiki dalam diri keturunan kita. Tarbiyatilah mereka dengan cara ini, bahwa hendaklah mereka setiap saat siap untuk memberikan pengorbanan baik pribadi maupun keluarga. Jika tidak, jika kita tidak menegakkan terus menerus keutamaan pengorbanan-pengorbanan ini di dalam diri anak keturunan kita, jika kita sediri melupakan keutamaannya, maka kita juga akan dimahrumkan dari nikmat-nikmat.
Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam bersabda bahwa ketika keluarga dan orang yang dicintai meninggalkan Nabi Ibrahim as, apakah beliau tinggal sendiri? Tidak. Bahkan beliau dianugerahi putra-putra yang banyaknya bagaikan bintang di langit. Begitu juga, apakah Nabi Muhammad saw menjadi sendiri? Tidak, bahkan Allah Ta’ala menganugerahkan kepada beliau saw para sahabat yang mukhlis dan siap untuk memberikan segala pengorbanan, tidak hanya jumlahnya sangat banyak seperti bintang di langit, bahkan hati mereka bersinar cemerlang dengan cahaya Tauhid sehingga sebagian dunia memperoleh cahanyanya. Kemanapun mereka pergi, cahaya itu senantiasa disebarkan. Maka saat ini kita harus memahami keutamaan ini.
Mengingatkan kepada tujuan tersebut, pada satu tempat Hadhrat Mushlih Mau’ud radhiyAllahu Ta’ala ‘anhu bersabda, “Dari pengorbanan pada waktu Id hendaklah diambil pelajaran ini, yakni kita harus mempersiapkan anak keturunan kita untuk berkorban. Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam mempersiapkan Nabi Ismail ‘alaihis salaam untuk berkorban, maka beliau siap untuk disembelih. Tetapi Allah Ta’ala mengatakan, ‘Tidak! Sembelihlah kambing olehmu.’
Kambing tidaklah bisa menggantikan manusia, tidak pula kambing ini merupakan sesuatu yang bernilai tinggi, yang dapat menjadi pengganti putra beliau. Kambing merupakan sesuatu yang biasa bagi Nabi Ibrahim as karena beliau memiliki banyak sekali hewan peliharaan. Beliau cukup kaya, sehingga jika ada seorang tamu datang segera bisa menyembelih seekor kambing. Oleh sebab itu, menyembelih kambing adalah hal kecil bagi beliau. Jadi maksudnya [penyembelihan saat Idul Qurban] adalah kita dan anak kita janganlah menjadi seperti kambing.
Sembelihlah sifat kambing dalam diri kita. Janganlah kita hanya memberikan pendidikan dari segi duniawi kepada anak kita, jangan hanya memikirkan makan dan minumnya saja, hanya menjadikan mereka sehat, melainkan ciptakanlah kemanusiaan di dalam diri mereka. Janganlah terlalu mencintai dan memanjakan mereka sehingga jangan sampai mereka hanya membatasi diri pada diri mereka sendiri, dan tidak ada rasa kemanusiaan di dalam diri mereka, tidak memberikan perhatian untuk menunaikan hak-hak Allah Ta’ala dan hamba-hamba-Nya, mereka tidak sampai pada tujuan penciptaannya.
Beliau bersabda, “Maksud Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim as menyembelih putranya adalah untuk memberikan pelajaran bahwa jika kita menghilangkan sifat hewani kambing di dalam diri anak kita, maka mereka akan menjadi pewaris nikmat-nikmat dan selama sifat ini hilang, maka mereka akan terus menjadi pewaris [nikmat] dan di dalam diri mereka akan senantiasa tegak [sifat] nubuwat/kenabian.”[5]
Alhasil, hendaklah setiap kita mengedepankan poin ini, janganlah kita hanya memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan duniawi anak-anak kita semata supaya dengan itu kelak kita akan memperoleh faedah duniawi, melainkan tarbiyat mereka, pemahaman mereka untuk mendahulukan agama daripada dunia, perhatian mereka untuk meraih kemajuan dalam akhlak hasanah, menciptakan perhatian di dalam diri mereka untuk siap sedia memberikan segala pengorbanan demi menegakkan Tauhid, ini semua adalah hal penting yang merupakan tanggung jawab kita, dan ini bisa dilakukan ketika kita sendiri menjadi orang yang mengamalkan perkara-perkara tersebut. Ketika ini terjadi, maka kita akan termasuk di antara Jemaat kaum akharin yang menyempurnakan tujuan dibangunnya Ka’bah, yang merayakan Id nya sambil mengingat pengorbanan-pengorbanan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as.
Allah Ta’ala juga menamai Hadhrat Masih Mau’ud as sebagai ‘Ibrahim pada zaman ini’ dan memberikan kabar gembira kepada beliau juga mengenai akan tersebarnya jemaat beliau; sebagaimana Dia menyatakan: “أريحك ولا أجيحك وأخرج منك قومًا.” ‘Uriihuka wa laa ujiihuka wa ukhriju minka qouman’ – “Aku akan memberikan ketentraman kepadamu, dan tidak akan melenyapkan namamu, dan akan menciptakan bagimu suatu kaum yang besar.”
Beliau as mengatakan, “Bersamaan ilham itu timbul pemahaman di dalam hatiku “كما جعلتُ إبراهيمَ أُمّةً.” ‘Kamaa ja’altu Ibrahiima ummatan’ – Artinya, ‘Seolah Aku telah menjadikan Ibrahim menjadi kaum.’” [banyak pengikut beliau yang memiliki sifat seperti Nabi Ibrahim].[6]
Alhasil, Allah Ta’ala menganugerahkan kepada beliau banyak sekali orang yang mengingat pengorbanan-pengorbanan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as dan juga orang-orang yang tetap berdiri tegak di atas Tauhid. Mereka menyebarluaskan Tauhid dan untuk itu tidak pula mereka kikir dalam memberikan pengorbanan, tidak menjadikan diri mereka seperti kambing, melainkan pengamalan perintah-perintah Allah Ta’ala menjadi perhatian mereka, tujuan mereka tidak hanya dunia dan nafkah duniawi, bahkan mereka mendahulukan agama daripada dunia. Karena itu, setiap kita harus berusaha agar termasuk di antara orang-orang yang berusaha memperoleh tujuan ini. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan taufik-Nya kepada kita.
Sekarang kita berdoa. Berdoalah untuk orang-orang yang terhimpit kesulitan-kesulitan demi agama. Berdoalah untuk mereka yang dipenjara di jalan Allah, semoga Allah Ta’ala menciptakan sarana untuk kebebasan mereka. Berdoalah untuk orang yang mengorbankan jiwa, para syuhada.
Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat mereka dan menjadikan anak keturunan mereka senantiasa berdiri diatas agama. Berdoalah juga untuk putra-putri Anda agar mereka tetap tegak diatas agama. Berdoalah demi meraih ridha Allah Ta’ala, semoga Allah Ta’ala senantiasa ridha kepada kita dan kita dapat melakukan pekerjaan yang dikehendaki-Nya. Berdoalah juga demi mereka yang telah mengorbankan harta.
Berdoalah juga bagi kaum Muslimin dan Muslimat semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kebijakan dan pemahaman kepada mereka dan menjadikan mereka menunaikan hak-hak satu sama lain. Semoga mereka berhenti dari kezaliman dan permusuhan. Semoga mereka menerima Imam Zaman. Semoga mereka menjadi orang yang menunaikan hak pada Ka’bah yang merupakan simbol Tauhid, kedamaian dan keselamatan.
Semoga Allah menjadikan para pemimpin Muslim dan rakyatnya juga menjadi orang yang memenuhi hak satu sama lain. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan taufik kepada kita untuk memperlihatkan gambaran keindahan Islam kepada dunia. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan taufik kepada kita untuk menyampaikan pesan indah Islam kepada dunia, dan setiap orang yang tinggal di dunia menjadi pelaksana ibadah kepada Allah yang Maha Esa.
Peristiwa-perisitiwa yang terjadi dalam ibadah haji, bencana-bencana yang terjadi, yang karenanya ratusan orang meninggal, berdoalah juga untuk mereka semoga Allah Ta’ala memperlakukan mereka dengan kasih sayang dan ampunan. Beberapa jiwa yang tidak berdosa telah melayang.
[1] Tiryaqul Qulub, Ruhani Khazain jilid 15, hal. 476-477, catatan kaki
[2] Sat Bacan, Ruhani Khazain jilid 10, hal. 301, catatan kaki
[3] Malfuzat jilid 8, hal. 11, Edisi 1985, Terbitan Inggris
[4] As siratun nubuwah li ibni Hisyam, hal. 201, Thalab Abi Thalib ilar rasul saw…Dar al-kutub –al-‘alamiah, Beirut 2001
[5] (Dikutip dari Khutbat-e-Mahmud, jilid 2, hal 114-115).
[6] Tadzkirah, hal. 530, Edisi ke empat, Terbitan Rabwah.
Khotbah Kedua Idul Adha
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –
وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ‑
عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –
أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
“Id mubarak untuk semua. Dalam hari Jumat yang bersamaan dengan Id, meskipun diizinkan tidak menunaikan shalat Jumat, dan hanya melaksanakan shalat dzuhur, tetapi Insya Allah kita akan melaksanakan shalat Jumat. Assalamu ’alaikum.”