Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz [1]
Tanggal 28 Sulh 1390 HS/Januari 2011
Di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK.
أَشْهَدُ أَنْ لا إِلٰهَ إلا اللّٰهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فأعوذ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
Salah satu hadits Qudsi Hadhrat Muhammad Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam adalah lau laaka lamaa khalaqtul aflaak (Jika bukan karena engkau, maka tidak aku ciptakan alam semesta).[2]
Meskipun sebagian besar umat Muslim berkeberatan atas kesahihan hadits ini, namun Imam Zaman dan pecinta sejati Hadhrat s.a.w. telah memberitahukan kepada kita mengenai kesahihannya. Inilah maqam (martabat) yang mengisyaratkan kepada puncak kedudukan Hadhrat s.a.w.. Beliau s.a.w. adalah yang afdhal (terutama) di antara semua nabi. Beliau diutus untuk seluruh zaman, sampai hari kiamat.
Allah Ta’ala telah menganugerahkan maqam ini kepada beliau s.a.w., sehingga dengan mengikutinya manusia mendapatkan kecintaan Allah Ta’ala. Kepada beliau dianugerahkan cap kenabian yang membuktikan dan membenarkan kenabian semua nabi terdahulu. Beliau memperoleh maqam khaataman nabiyyiin yang dengan mengikutinya juga bisa mendapatkan derajat kenabian.
Karena mengikuti dan menjadi pecinta sejati beliau s.a.w. lah, kepada Masih dan Mahdi yang akan datang pun diberikan maqam kenabian, sesuai dengan nubuwatan beliau. Berkenaan dengan kedekatan beliau dengan Allah Ta’ala, Allah Ta’ala berfirman dalam Quran Karim: ثُمَّ دَنَا فَتَدَلّٰی ۙ ’Tsumaa danaa fa tadallaa..’ (QS. An-Najm: 9). Ini adalah puncak kedekatan dengan Allah Ta’ala.
Makna Shu’ud, Nuzul dan Hadits Qudsi Tersebut
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: “(Hal ini) ada dalam keagungan Hadhrat s.a.w.. Maksudnya adalah, beliau naik (mendekat) ke atas dan juga turun (mendekat) ke arah umat manusia. Kesempurnaan Hadhrat s.a.w. adalah derajat kesempurnaan paling tinggi dan tidak ada tara bandingannya. Beliau s.a.w. menjelaskan mengenai dua tingkatan/derajat dalam kesempurnaan tersebut. Yang pertama adalah shu’ud (yakni naik ke arah ketinggian). Yang kedua adalah nuzul (turun ke bawah).
Beliau s.a.w. telah naik ke arah Allah Ta’ala, yakni beliau ditarik ke dalam kecintaan dan kesetiaan kepada Allah Ta’ala sehingga Dzat Yang Maha Suci itu sendiri menganugerahkan derajat dunuww (mendekat) kepada beliau. Dunuww lebih dekat dari aqrab. Oleh karena itu, di sini digunakan kata dunuww.” — yakni, jika dibandingkan dengan kata aqrab, kata dunuww memberikan makna yang lebih tinggi dan luas. Kata aqrab hanya memberikan gambaran mengenai kedekatan, sedangkan kata dunuww, memberikan gambaran sebegitu dekatnya, yakni menjadi satu/menyatu.
Lebih lanjut bersabda, “Beliau s.a.w. mengambil bagian dari karunia-karunia dan berkat-berkat Allah Ta’ala, kemudian beliau turun kepada umat manusia sebagai rahmat. Inilah rahmat yang diisyaratkan dalam firman wa maa arsalnaaka illaa rahmatan lil ‘alamiin (Kami tidak mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam).
Ini juga merupakan rahasia dari isim (nama/sifat) Qaasim (Gemar Berbagi) beliau s.a.w., yakni beliau meraih Allah Ta’ala dan menyampaikannya kepada makhluk. Jadi untuk menyampaikannya kepada makhluk itulah beliau s.a.w. turun. Dalam danaa fa tadallaa ini shu’ud (mendekat) dan nuzul (turun) tersebut diisyaratkan. Ini merupakan dalil untuk ketinggian martabat Hadhrat s.a.w..”[3]
Jadi, bumi baru tercipta karena nuzul beliau s.a.w., yang di dalamnya beliau mendapatkan derajat kedekatan tertinggi serta kedudukan pemberi syafaat di sisi Allah Ta’ala untuk keselamatan manusia dan kecintaan terhadap Allah Ta’ala. Dan Allah Ta’ala juga menganugerahkan maqam (kedudukan) rahmatan lil ‘alamiin kepada beliau. Dia menetapkan bahwa kecintaan terhadap beliau s.a.w. adalah kecintaan terhadap-Nya.
Kecintaan Hadhrat Rasulullah S.a.w. kepada Allah Swt.
Semua hal ini membuktikan bahwa aflak (alam semesta) ini pun telah diciptakan untuk beliau s.a.w. sebagai akibat dari kecintaan istimewa Allah Ta’ala terhadap beliau. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menerima hadits Qudsi tersebut sebagai hadits sahih yang menyatakan keagungan beliau s.a.w.. Oleh karena itu, kita ini bernasib baik karena kita telah baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan mengenal maqam (kedudukan) beliau s.a.w. itu.
Dalam menjelaskan hadits tersebut, Hadhrat Masih Mau’ud bersabda: “Apakah kesulitan dalam law laaka lamaa khalaqtul aflak? Di dalam Quran Majid tertera khalaqa lakum maa fil ardhi jami’an (QS. Al-Baqarah: 30). Apapun yang ada di bumi, itu semua untuk semua orang secara umum. Maka apakah diantara orang-orang yang khusus tidak ada yang demikian, yakni alam semesta [diciptakan] untuknya juga?….” — Jika bumi ini bisa menjadi untuk semua orang secara umum, maka Allah Ta’ala juga bisa menciptakan alam semesta untuk hamba-hamba-Nya yang khas.
Selanjutnya bersabda, “….Sebenarnya, dalam penciptaan Adam sebagai khalifah, di dalamnya terdapat juga hikmah bahwa sesuai dengan keridhaan Allah Ta’ala, Adam mengambil manfaat dari makhluk-makhluk itu sesuai keinginannya, dan apa yang ada di luar kuasanya, dengan perintah Allah Ta’ala, benda-benda itu berkhidmat untuk manusia seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dsb.” [4]
Yakni, benda-benda yang manusia tidak memiliki kuasa atasnya, dengan perintah Allah Ta’ala semua benda itu berkhidmat untuk manusia. Dengan perintah Allah Ta’ala semua benda ini paling banyak bekerja untuk Hadhrat s.a.w.. Dahulu dan sekarang juga sedang bekerja.
Pada zaman beliau s.a.w. terjadi peristiwa syaqqul qamar (terbelahnya bulan). Ini adalah sebuah mukjizat. Dunia telah menyaksikannya. Penjelasan rincinya tidak saya jelaskan sekarang, tetapi Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menjelaskan hal ini, dan menegaskan bahwa ini merupakan sebuah mukjizat. [5]
Gerhana Bulan dan Matahari Sebagai Tanda bagi Imam Mahdi
Di tempat lain (Hadhrat Masih Mau’ud a.s.) bersabda juga, “Bisa jadi bahwa ini merupakan bentuk dari suatu macam gerhana”,[6] yang juga nampak kepada orang-orang lain, dan nubuwatan yang beliau s.a.w. sabdakan berkenaan dengan Mahdi beliau, bahwa matahari dan bulan akan gerhana pada bulan anu dan hari anu.”[7]
Ini juga merupakan benda-benda angkasa dan benda-benda alam semesta yang menuruti (menaati) beliau (Hadhrat Masih Mau’ud a.s.). Di zaman ketika gerhana itu terjadi, surat kabar-surat kabar pada waktu itu pun memberi kesaksian bahwa benar peristiwa itu terjadi.
Dengan mengemukakan pengantar dan keterangan ini, maksud saya adalah untuk menjelaskan ketinggian maqam (kedudukan) beliau s.a.w.. Selain itu, kita juga menemukan dalam berbagai riwayat mengenai mukjizat-mukjizat beliau yang tiada berhingga. Yang dari itu kedudukan beliau s.a.w. dan perlakuan khas Allah Ta’ala kepada beliau dapat diketahui, dimana hal itu tidak pernah dijumpai contohnya sebelumnya.
Tetapi meskipun demikian, berkenaan dengan permintaan (tuntutan) orang-orang kafir kepada beliau yakni agar beliau naik ke langit di hadapan mereka dan turun membawa kitab yang akan mereka baca, maka Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلا بَشَرًا رَسُولا
‘qul subhaana rabbii hal kuntu illa basyarar- rasuula’ – yakni, “Katakanlah! Maha Suci Tuhanku. Aku tidak lain melainkan manusia sebagai seorang rasul.” (QS. Bani Israil : 94).
Sunnah Para Nabi, Mendapat Penentangan dan Cemoohan dan
Kewajiban Menyampaikan (Tablig) Pesan Ilahi
Jadi, meskipun maqam beliau s.a.w. melebihi semua manusia karena beliau adalah insan kamil (manusia sempurna), tetapi sejauh berkenaan dengan pertanyaan (celaan) mengenai seorang manusia sebagai rasul, Allah Ta’ala pun memperlakukan beliau sebagaimana perlakuan terhadap rasul-rasul yang lainnya. Yakni, dimanapun dan dengan cara apapun kaum-kaum para nabi yang lain menentang mereka, maka penentangan itupun dilakukan terhadap beliau s.a.w..
Dan karena beliau adalah untuk semua kaum dan untuk setiap zaman, maka penentangan itu dilakukan pada masa kehidupan beliau, dan sekarangpun sedang terus dilakukan, bahkan akan terus dilakukan. Para nabi yang lain diperolok-olokan, beliaupun diperolok-olokan. Tetapi orang yang berfitrat baik semenjak dahulu mereka selalu menerima para nabi.
Pada masa beliau s.a.w. pun [orang berfitrat baik] beriman kepada beliau, bahkan jumlahnya paling banyak. Pada masa hidup beliau s.a.w., Islam tersebar di seluruh Arab, bahkan tersebar sampai ke daerah-daerah dekat di luar Arab. Kemudian dunia menyaksikan bahwa Islam telah tersebar ke seluruh dunia dan sampai sekarangpun terus tersebar, kemudian akan datang masa ketika bagian terbesar dunia akan berada di bawah bendera Islam dan Hadhrat Muhammad Rasulullah s.a.w..
Allah Ta’ala telah menetapkan tugas tablig sebagai tanggung jawab beliau s.a.w.. Allah Taala berfirman,
بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ……
(balligh maa unzila ilaika min- rabbika) yakni “Sampaikanlah kepada orang-orang, kalam yang telah diturunkan Tuhan engkau kepada engkau” (QS. Al-Maaidah: 68).
Beliau menyampaikan pesan ini dengan ihsan, cinta, sifat pemaaf, disertai dengan untaian doa-doa. Orang-orang di luar Islam melancarkan tuduhan kepada Hadhrat s.a.w. bahwa Islam telah tersebar dengan perantaraan pedang. Bahkan sebagian ulama Islam, atau orang-orang yang menyebut dirinya ulama juga memiliki pandangan bahwa Islam telah tersebar dengan perantaraan peperangan.
Padahal setelah hijrah, ketika terjadi peristiwa hijrah dari Mekah ke Madinah dan ketika tahun berikutnya terjadi perang Badar, maka setelah itu terjadi berbagai peperangan sampai perjanjian damai Hudaibiyah, yang di dalamnya paling banyak kaum Muslimin ikut serta dalam perang Ahzab. Jumlahnya mencapai 3000 orang.
Pada saat perjanjian Hudaibiyah, ada sebanyak 1500 orang dalam kafilah yang berangkat bersama beliau ke Mekkah. Sampai ke perjanjian Hudaibiyah itu ada rentang waktu sekitar 5 tahun. Tetapi setelah Perjanjian Hudaibiyah sampai ke peristiwa Fatah Mekkah (Penaklukkan Mekkah), dalam waktu dua seperempat tahun, pasukan yang pergi ke Mekkah bersama Hadhrat s.a.w., jumlahnya 10.000.
Alhasil, inipun merupakan bukti bahwa dalam rentang waktu 2 tahun perdamaian, Islam tersebar dengan pesat. Oleh karena itu, terdapat banyak peristiwa mengenai tabligh yang dilakukan dengan damai, cinta, dan sifat pemaaf yang telah menaklukan hati orang-orang. Peristiwa-peristiwa mengenai perlakuan maaf dan kasih sayang Hadhrat s.a.w. telah saya uraikan dalam khotbah yang lalu.
Mengapa beliau s.a.w. melakukan semua itu? Sebabnya adalah karena Allah Ta’ala telah memerintahkan dan beliau s.a.w. melaksanakannya. Allah Ta’ala berfirman, “Tidak diragukan lagi bahwa ia (Rasulullah s.a.w.) adalah yang paling Aku cintai dan yang paling dekat, tetapi cara-cara perlakuan orang-orang terhadap para nabi, ia juga akan diperlakukan dengan cara-cara itu juga.”
Allah Ta’ala berfirman kepada beliau s.a.w., “Wahai nabi! Engkaupun akan diperlakukan seperti demikian, tetapi engkau harus terus melaksanakan tugas tablig dengan bersabar, bersifat pemaaf, dan bersikap teguh (istiqamah). Sebisa mungkin hindarilah kekerasan, terkecuali jika ada orang yang memaksa untuk berperang. Senantiasalah perlihatkan contoh kesabaran yang tinggi atas setiap ucapan omong kosong, perkataan yang sia-sia dan menyakiti, sehingga pesan Islam yang penuh cinta dan kedamaian akan tersebar sedemikian rupa.”
Bagaimana dan seperti apa Allah Ta’ala telah memberikan nasihat di dalam Quran Karim mengenai semua hal itu? Dalam surat Qaaf, Allah Ta’ala berfirman :
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ
Yakni, “Bersabarlah atas apa yang mereka katakan, dan sucikanlah Tuhan engkau dengan puji-pujian sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelam. (QS. Qaaf : 40).
Jadi, Allah Ta’ala telah menenangkan beliau. Celaan dari para musuh memang akan terjadi, dan beliau hendaknya menghadapi hal itu dengan penuh kesabaran. Al-Quran karim banyak memuat kabar suka-kabar suka bahwa Allah Ta’ala dan rasul-Nya akan menang.
Pada akhirnya, kemenangan terjadi ketika Allah Swt. ada di dalamnya. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman, “Senantiasalah memberikan nasehat dan peringatan dengan Quran Karim dan ajaran itu”, orang yang takut kepada Allah Ta’ala mereka akan merasa takut terhadap nasehat dan peringatan itu, lalu akan menjadi orang-orang yang memperbaiki kehidupannya di dunia.
Apakah cara yang diperintahkan Allah Ta’ala kepada Hadhrat s.a.w. untuk menghadapi ucapan lancang para musuh? Allah Ta’ala berfirman:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ ()
Yakni, “Maka sabarlah engkau seperti telah bersabar orang-orang yang memiliki keteguhan hati dari antara rasul-rasul; dan janganlah engkau minta azab itu dipercepat bagi mereka. Pada hari ketika mereka melihat apa yang telah diancamkan kepada mereka, keadaan mereka seolah-olah tidak pernah tinggal kecuali hanya sesaat pada siang hari. peringatan ini telah disampaikan, dan tidak ada yang akan dibinasakan selain orang-orang durhaka.”(QS. Al-Ahqaf : 36).
Jadi, Allah Ta’ala berfirman bahwa tatanan nizam baru yang hendak dijalankan dengan kedatangan beliau s.a.w. adalah takdir Allah Ta’ala dan itu telah berjalan. Akan tetapi keberhasilan pun membutuhkan waktu, oleh karena itu hendaklah bekerja dengan sabar dan istiqamah (teguh), “Dan wahai Rasulullah s.a.w., engkau dan orang-orang yang beriman kepada engkau juga harus bekerja dengan kesabaran dan istiqamah ini, karena ini merupakan cara yang dilakukan oleh para ulul ‘azmi (pemilik tekad yang kuat/rasul) dan pengikut mereka.”
Kesabaran dan istiqamah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan penganiayaan-penganiayaan inilah yang menjadi faktor keberhasilan. Ketika keberhasilan tiba dan musuh-musuh tercengkram, maka mereka akan berpikir apakah yang mereka terus perbuat selama ini, lalu terpikirlah oleh mereka bahwa kehidupan dunia yang mereka anggap sebagai segalanya ini ternyata tidak lebih dari satu jam saja (sangat singkat).
Terkait dengan pertanyaan mengenai cengkraman (hukuman) bagi penentang para nabi, hal ini ada dalam kuasa Allah Ta’ala. Kepada Hahdrat s.a.w. Allah Ta’ala paling banyak menunjukkan perlakuan [kekuasaan] Nya. Dan kepada musuh-musuh beliau, sedemikian rupa memperlihatkan kekuasaannya sehingga Dia menghapuskan mereka.
Berbagai Penghinaan Kepada Hadhrat Rasulullah S.a.w.
Kemanakah perginya musuh besar beliau s.a.w. yang disebut-sebut sebagai pemimpin-pemimpin Mekkah? Kemanakah perginya raja yang hendak menangkap beliau s.a.w. dengan mengutus pasukannya? Jadi, karena zaman Hadhrat s.a.w. itu sampai kiamat, maka hukuman bagi para musuh beliaupun senantiasa akan menjadi tanda pada setiap zaman.
Para penentang Hadhrat s.a.w. mengganggu beliau dengan berbagai macam cara. Mengejek beliau dengan berbagai macam nama. Sedemikian rupa mereka berusaha untuk menghina beliau s.a.w., mengenai hal itu Quran Karim menjelaskan kepada kita, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالُوا يَا أَيُّهَا
الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ ()
Yakni, “Dan mereka berkata: ‘Wahai orang yang kepadanya diturunkan peringatan itu, sesungguhnya engkau itu gila.’” (QS. Al-Hijr: 7).
Ini merupakan penghinaan terhadap beliau s.a.w. bahkan benar-benar merupakan suatu celaan. Surah ini diturunkan di Mekah dan pada saat itu hampir semua penduduk di sana memperlakukan beliau s.a.w. seperti itu, kecuali beberapa orang berfitrat baik yang telah beriman kepada beliau s.a.w., tetapi ketika beliau s.a.w. menaklukkan Mekkah maka beliau memperlakukan semua orang dengan cinta dan kasih-sayang.
Bahkan, sebagaimana yang telah saya sampaikan dalam khotbah yang lalu, orang-orang itu bukan hanya mencaci-maki, bahkan mereka merupakan pelaku kezaliman yang melampaui batas. Merupakan orang-orang [penentang] yang memaksa untuk berperang, tetapi beliau s.a.w. memperlakukan setiap orang dengan kasih-sayang, karena Allah Ta’ala mengatakan bahwa Dia sendiri yang akan memberikan balasan.
Dalam Quran karim, Surah Al-Furqaan, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا
Yakni, “Dan berkata orang-orang yang ingkar: Ini tiada lain melainkan dusta yang telah ia mengada-adakannya, dan membantu atasnya suatu kaum yang lain.” Sesungguhnya, mereka telah berbuat aniaya dan dusta. (QS. Al-Furqaan: 5)
Meskipun di dalam ayat ini dijelaskan tema yang sangat luas, namun maksud yang dikatakan di sini hanyalah bahwa setelah pendakwaan beliau s.a.w., orang-orang yang dahulunya menyebut beliau jujur pun telah mengatakan beliau – na’uudzubillaah —sebagai pendusta. Mulut mereka tidak pernah lelah mengatakan itu.
Kemudian Quran karim mengemukakan berkenaan dengan ucapan-ucapan kosong orang-orang zalim mengenai Hadhrat s.a.w.:
….وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلا رَجُلا مَسْحُورًا ()
“Dan orang-orang zalim mengatakan, yang kalian ikuti tidak lain melainkan seorang laki-laki yang terkena sihir.” (QS. Al-Furqaan: 9).
Kemudian berkenaan dengan perkataan sia-sia orang-orang kafir, Allah Ta’ala berfirman:
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ ()
“Dan mereka heran bahwa datang kepada mereka seorang pemberi ingat dari antara mereka, dan berkata orang-orang kafir, ‘Ini seorang tukang sihir dan seorang pendusta besar.’” (QS. Shaad: 5).
Jadi, orang-orang kafir memanggil beliau s.a.w. dengan sebutan pendusta, tukang sihir, dan sebutan serta nama-nama yang lainnya. Menyebut itu ketika membicarakan beliau s.a.w. dan mereka terus menerus melakukan penghinaan dengan berbagai macam cara. Tetapi Allah Ta’ala menekankan kepada beliau s.a.w. untuk bersabar, memuji [Allah Ta’ala] dan berdoa. Dan ini juga Allah Ta’ala tekankan kepada orang-orang yang beriman. Kemudian Allah Ta’ala berfirman:
…..وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ ()
“Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang menyakitkan hati dari orang-orang yang telah diberi Al-kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, maka hal demikian sungguh merupakan urusan keteguhan hati. (QS. Aali-Imran: 187).
Sekarang, bagi seorang mukmin dan orang-orang yang mencintai nabi terkasihnya Muhammad Rasulullah s.a.w., orang-orang yang mencintai beliau lebih dari dirinya sendiri, bagi orang itu apa lagi yang dapat lebih membuat hatinya terluka dan perih selain mendengar perkataan-perkataan yang tidak menghormati keagungan junjungannya? Dalam bentuk seperti apapun, ia tidak akan sanggup menahannya. Tetapi Allah Ta’ala di sini berfirman, “Jika kalian mendengar ucapan seperti itu, maka bersabarlah kalian.”
Reaksi yang Dilandasi Ketakwaan
Pada khotbah yang lalu saya telah mengemukakan contoh reaksi yang diperlihatkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Jadi, reaksi yang hakiki adalah yang diperlihatkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s., tetapi untuk hal itu syaratnya adalah ketakwaan. Reaksi yang dilakukan dengan berusaha untuk menjalani ketakwaan dan dengan amal serta doa-doa, maka itulah yang merupakan pengungkapan cinta yang benar.
Ketika kita mendengar perkataan-perkataan musuh-musuh [pihak-pihak yang memusuhi, Red.], kemudian kita bertakwa dan tunduk di hadapan Allah Ta’ala dengan doa-doa kita, maka kita juga akan melihat akibat buruk menimpa musuh-musuh Islam. Akan tetapi syaratnya adalah ketakwaan kita.
Dalam menjawab orang-orang yang keberatan (mencela) terhadap beliau s.a.w. dan Quran karim, apa yang difirmankan di dalam Quran karim adalah bahwa Allah Ta’ala sendiri yang akan membalasnya. Berkenaan dengan jawaban terhadap para musuh, Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Haaqqah :
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ ()وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلا مَا تُؤْمِنُونَ ()وَلا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ ()تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ ()
“Sesungguhnya Al-Quran itu firman yang disampaikan seorang Rasul mulia. Dan bukanlah Al-Quran itu perkataan seorang penyair, sedikit sekali apa yang kamu percayai. Dan bukanlah ini perkataan ahli nujum, sedikit sekali kamu mengambil nasihat! Ini adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. (QS. Al-Haaqqah : 41-44).
Inilah jawaban yang diberikan oleh Allah kepada semua orang yang menghina dan menamakan diri sebagai penentang beliau s.a.w. serta orang-orang yang mengatakan bahwa—naudzubillah—beliau adalah pendusta dan pembohong.
Allah Swt. Cukup Bagi Para Rasul-Nya
Jadi, inilah jawaban untuk orang-orang yang menuduh dan menghina beliau s.a.w.. Akan tetapi, meskipun Allah Swt memerintahkan beliau s.a.w. dan orang-orang mukmin untuk bersabar dan berdoa, Allah Ta’ala sendiri tidak melepaskan musuh-musuh. Tidak hanya menjawab bahwa dia itu bukanlah seorang tukang tenung, bukan pula ia seorang pendusta, dan “tuduhan-tuduhan yang kalian lekatkan kepadanya tidaklah benar”, melainkan ketika Allah Ta’ala berfirman, إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ () ‘innaa kafainaaka al-mustahziina.’ – “Sesungguhnya Kami cukup bagi engkau atas orang yang memperolok-olok – QS. Al-Hujurat : 9), maka Dia juga membalas musuh-musuh Islam di dunia ini juga atau setelah kematian. Allah Ta’ala berfirman
, وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ ()وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الأدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الأكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ()وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ ()
“Dan mengenai orang-orang yang durhaka, tempat tinggal mereka adalah Api. Setiap kali mereka berkehendak keluar dari situ mereka akan dikembalikan lagi ke dalamnya, dan akan dikatakan kepada mereka, “Rasakanlah azab api yang dahulu kamu mendustakannya.” Dan, tentu sekali Kami akan membuat mereka merasakan azab yang lebih ringan sebelum azab yang lebih besar, supaya mereka kembali bertaubat. Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang diperingatkan tentang Tanda-tanda Tuhan-nya kemudian berpaling darinya? Sesungguhnya Kami akan menghukum orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajdah : 21-23)
Jadi, Allah Ta’ala yang setiap saat memperhatikan hamba yang dicintai-Nya (Rasulullah s.a.w.), jika musuh tidak jera dengan permusuhan mereka, maka Dia tidak akan membiarkan mereka tanpa diberi balasan. Jika mereka tidak merasa takut terhadap peringatan Allah Ta’ala dan tidak mengambil nasihat dari beberapa penampakan yang Dia perlihatkan di dunia ini untuk memperbaiki umat manusia, maka kemudian Allah Ta’ala tidak akan membiarkan mereka tanpa memberikan balasan. Pasti Ia akan memberikan hukuman. Tetapi Allah Ta’ala berfirman, bahwa kewenangan itu ada pada-Nya. Kemudian Allah Ta’ala berfirman kepada beliau s.a.w.:
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلا ()وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلا ()إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالا وَجَحِيمًا ()وَطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَعَذَابًا أَلِيمًا ()
Dan bersabarlah atas apa yang mereka katakan, dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. Dan tinggalkanlah Aku dan orang-orang yang mendustakan yang memiliki nikmat kemewahan, dan berilah mereka tenggang waktu sedikit. Sesungguhnya pada Kami tersedia belenggu-belenggu dan Api yang menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat kerongkongan, dan azab yang pedih. (QS. Al-Muzzammil : 11-14).
Jadi, ketika ditekankan kepada beliau s.a.w. untuk senantiasa bersabar, maka berkenaan dengan orang-orang duniawi Allah Ta’ala berfirman bahwa nikmat-nikmat dan kesenangan-kesenangan dunia telah membuat orang-orang itu menjadi kafir, mereka akan mendapatkan hukuman kekafiran itu, karena kekafiran mereka telah dan terus menerus melampaui batas. Dan hukumannya pun sedemikian rupa akan menjadi tanda dan ibrah (pelajaran) bagi orang-orang yang lain.
Alhasil, perihal menjadikan tanda ibrah inipun merupakan kewenangan Allah Ta’ala, dan Dia memerintahkan para nabi dan orang-orang beriman untuk bersabar serta menghindarkan diri ketika mendengar ucapan sia-sia mereka tanpa harus bertengkar.
Hukuman Bagi yang Melarang Melakukan Ibadah
Mengenai penghukuman yang Dia sendiri akan memberikannya, Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-‘Alaq:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَى ()عَبْدًا إِذَا صَلَّى ()أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى ()أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى ()أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى ()أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى ()كَلا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ ()نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ ()فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ ()سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ ()
“Apakah engkau melihat orang yang melarang seorang hamba Kami ketika ia shalat? Apakah engkau melihat jika ia mengikuti petunjuk, atau, ia menyuruh bertakwa. Apakah engkau melihat jika ia mendutakan dan berpaling? Apakah ia tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat? Sekali-kali tidak, jika ia tidak berhenti, niscaya Kami akan menarik dia pada jambulnya. Dahi orang yang berdusta dan berdosa. Maka hendaklah ia memanggil teman-temannya. Segera Kami akan memanggil para malaikat pelaksana hukuman.” (QS. Al-‘Alaq : 10-19).
Jadi, demikianlah cara Allah Ta’ala memberikan hukuman. Sekarang ini perlulah kita perhatikan bahwa siapakah orang-orang yang mengikuti hamba yang suci itu dan mengerjakan shalat, dan siapakah orang-orang menghalang-halangi mereka untuk shalat? Oleh karena itu, inipun mestinya membuat takut orang-orang yang menghalangi seseorang lain untuk beribadah.
Ketika Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi demi nabi-Nya yang tercinta, maka kemudian berkenaan dengan laknat bagi orang-orang yang menghina beliau s.a.w. dan keterlaluan dalam kekafiran mereka serta orang-orang yang aniaya, Allah Ta’ala berfirman :
مِنَ الَّذِينَ هَادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَاعِنَا لَيًّا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِي الدِّينِ وَلَوْ أَنَّهُمْ قَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَكِنْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَلا يُؤْمِنُونَ إِلا قَلِيلا ()
Di antara orang-orang Yahudi ada yang mengubah-ubah kalimat-kalimat Allah dari tempatnya. Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami tolak, dan dengarlah kami semoga firman Tuhan tidak diperdengarkan kepada engkau.” Dan mereka berkata, ”Ra’inaa,” dengan memutarbalikkan lidah mereka dan mencela agama. Dan, jika sekiranya mereka berkata, “Kami dengar dan taat” dan, “dengarlah,” dan, ”unzhurnaa” niscaya hal ini lebih baik bagi mereka karena kekufuran mereka; maka, tidaklah mereka beriman melainkan sedikit. (QS. An-Nisa : 47).
Jadi, inilah laknat yang akan menimpa orang-orang yang menempuh jalan para penghina Rasul.
Kemudian berkenaan dengan perkataan orang-orang Yahudi yang menyebutkan, “Kami melakukan segala cara [untuk menyusahkan] Rasul s.a.w. itu. yakni, “Segala penderitaan yang dapat ditimpakan, segala cara yang bisa dibuat, semua rencana yang dapat disusun telah kami perbuat. Jika memang rasul itu benar, maka mengapa Tuhan tidak menghukum kami?” Allah Ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نُهُوا عَنِ النَّجْوَى ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَيَتَنَاجَوْنَ بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَةِ الرَّسُولِ وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمَصِيرُ ()
“Apakah engkau tidak melihat orang-orang yang dilarang mengadakan musyawarah rahasia, kemudian mereka kembali kepada apa yang mengenainya mereka dilarang dan mereka bermusyawarah secara rahasia tentang dosa dan pelanggaran dan kedurhakaan terhadap rasul itu? Dan apabila mereka datang kepada engkau, mereka mengucapkan salam kepada engkau dengan ucapan salam yang tidak pernah diucapkan Allah kepada engkau, dan mereka berkata kepada diri mereka sendiri, “Mengapakah Allah tidak mengazab kami atas apa yang kami ucapkan?“ Maka cukuplah Jahannam bagi mereka yang di dalamnya mereka akan dibakar dan itulah seburuk-buruk tempat kembali !” (QS. Al-Mujadalah : 9).
Para Penentang dari Orang-Orang Yahudi dan Abu Lahab
Dari beberapa hadits pun terbukti bahwa orang-orang Yahudi ini biasa datang di majlis-majlis Hadhrat s.a.w.. Ketika mereka bertemu, maka bukannya mengucapkan ‘assalamu ’alaikum’ malahan mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (kematian atas engkau). Na’uudzubillaah mereka menghendaki maut (kematian) beliau s.a.w. sebagaimana hadits telah saya sampaikan dalam khotbah yang lalu. Atas hal tersebut kadang-kadang para sahabat mengatakan bahwa “Biarkanlah kami membunuhnya!” tetapi beliau s.a.w. mengatakan, “Jangan”.[8]
Oleh karena itu, perhitungan untuk kelancangan-kelancangan mereka ada pada tangan kuasa Allah Ta’ala. Hukuman yang akan diberikan Tuhan ketika mereka dimasukkan ke dalam jahannam tidaklah sama dengan hukuman duniawi.
Oleh karena itu, sebagaimana sebelumnya telah saya terangkan, tidak syak lagi beliau s.a.w. adalah orang yang paling dicintai Allah Ta’ala. Silsilah nubuwat (kenabian) beliau akan berlangsung hingga hari kiamat. Beliau yang paling utama dari semua nabi-nabi, tetapi seperti nabi-nabi yang lain juga, beliau harus menghadapi usaha-usaha para musuh agama yang menentang dan berusaha untuk memberikan segala macam kerugian.
Allah Ta’ala setiap waktu senantiasa mengatakan kepada beliau, “Bersabar dan berdoalah seperti para nabi ulul azmi (yang memiliki tekad yang kuat).” Inilah yang dikatakan kepada orang-orang yang beriman kepada beliau, dan Dia sendiri berfirman, “Aku akan membalas atas hinaan-hinaan, kelancangan-kelancangan dan kekotoran-kekotoran yang dilakukan oleh musuh-musuh agama. Sebagian di dunia ini juga dan sebagian lagi setelah kematian, yakni dimasukkan ke dalam api neraka.”
Ya, jika musuh memerangi dan merusak ketentraman kaum, maka ada izin untuk melawan mereka. Karena jika izin untuk melakukan perlawanan ini tidak diberikan maka para penentang agama akan menghancurkan ketentraman dan ketenangan para pengikut agama.
Banyak juga peristiwa-peristiwa mengenai bagaimana di dunia ini juga Allah Ta’ala menghukum orang-orang yang menghina beliau s.a.w. salah satu pengumuman mengenai hukuman itu, disebutkan dalam Quran karim: تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ () — “Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan binasalah dia” (QS. Al-Lahab : 2).
Ketika beliau s.a.w. menyampaikan dakwah pada masa-masa pertama, dan saat itu ketika beliau s.a.w. mengumpulkan handai taulan beliau untuk menyampaikan tablig, maka orang ini (Abu Lahab) yang merupakan paman beliau mengucapkan kata-kata yang sangat tidak pantas mengenai beliau s.a.w.[9]
Maka Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa serta Maha menepati janji, Dia telah mencengkramnya demikian rupa. Tertera dalam sebuah riwayat bahwa dalam sebuah perjalanan serigala-serigala menyerangnya dan memotong-motongnya. Jadi, janji Allah Ta’ala kepada beliau s.a.w. yang merupakan orang kesayangan-Nya dan paling unggul sampai hari kiamat senantiasa menjadi sempurna. Di setiap zaman, para musuh Islam senantiasa sampai dan akan sampai pada akhir [buruk] mereka.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa memperlihatkan kepada kita pemandangan keagungan beliau s.a.w. dan perlakuan penuh cinta-Nya bagi beliau s.a.w.. Dan semoga kita menjadi orang-orang yang mengikuti ajaran Al-Quran dalam corak yang hakiki. Semoga kita berusaha untuk menjadi orang-orang mukmin yang diharapkan oleh hadhrat s.a.w. dari umat beliau.
[1] Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang Perkasa
[2] Al-Maudhu’atul Kubraa karya Mulla Ali al-Qaari, halaman 194, hadis no 754, Cetakan : Qadiimi Kutub Khana Araam Baag, Karachi
[3] Malfuzhat jilid 4, halaman 356, cetakan Rabwah
[4] Malfuzhat jilid 5, halaman 213, Edisi Baru, Cetakan Rabwah
[5] Surma Casyma Arya, Ruhani Khazain jilid 2, halaman 60, catatan kaki
[6] Dikutip dari Nuzulul Masih, Ruhani Khazain jilid 18, halaman 506).
[7] Sunan ad-Daruquthni kitabul ‘idain, bab sifatush shalatul kusuf wa haiatuhuma, nomor 1777, cetakan darul ‘alamiyah, Beirut 2003
إِنَّ لِمَهْدِينَا آيَتَيْنِ لَمْ تَكُونَا مُنْذُ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ تَنْكَسِفُ الْقَمَرُ لأَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَتَنْكَسِفُ الشَّمْسُ فِى النِّصْفِ مِنْهُ وَلَمْ تَكُونَا مُنْذُ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ. (الدارقطني)
Muhammad bin Ali meriwayatkan Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya bagi Mahdi kami telah ditetapkan dua tanda yang belum pernah terjadi sejak saat bumi dan langit diciptakan; gerhana bulan akan terjadi di bulan Ramadhan pada malam pertama (dari malam-malam yang telah ditetapkan baginya) dan matahari akan ber-gerhana pada pertengahannya (dari hari-hari yang sudah ditentukan bagi gerhana ini). Dan ini adalah Tanda yang belum pernah terjadi semenjak Allah menciptakan langit dan bumi”
[8] Shahih al-Bukhari kitab istitaabatul murtadiin wal mu’anidiin…bab idza ‘arodho adz-dzimi wa ghoiruh….hadis nomor 6926
بَابُ إِذَا عَرَّضَ الذِّمِّيُّ وَغَيْرُهُ بِسَبِّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يُصَرِّحْ نَحْوَ قَوْلِهِ السَّامُ عَلَيْكَ
أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ مَرَّ يَهُودِيٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:«وَعَلَيْكَ». فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ: قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ:«لاَ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ».
[9] Bukhari kitaab at-tafsir, bab surat tabbat yadaa abii lahabiw watab, hadis no. 4971
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ: {وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ} وَرَهْطَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ، خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى صَعِدَ الصَّفَا فَهَتَفَ: «يَا صَبَاحَاهْ». فَقَالُوا مَنْ هَذَا، فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ. فَقَالَ: «أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلاً تَخْرُجُ مِنْ سَفْحِ هَذَا الْجَبَلِ أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ». قَالُوا مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا. قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ». قَالَ أَبُو لَهَبٍ تَبًّا لَكَ مَا جَمَعْتَنَا إِلاَّ لِهَذَا ثُمَّ قَامَ فَنَزَلَتْ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ} وَقَدْ تَبَّ هَكَذَا قَرَأَهَا الأَعْمَشُ يَوْمَئِذٍ.
dari Ibnu ‘Abbas bahwa suatu ketika Rasulullah saw naik ke bukit Shafa sambil berseru :”Mari berkumpul pada pagi hari ini !” maka berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah bersabda :”Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, apakah kalian percaya padaku?” Kaum Quraisy menjawan: “Pasti kami percaya”. Rasulullah bersabda: “Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dasyat akan datang.” Berkatalah Abu Lahab:”Celakalah engkau ! apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami ?” Maka turunlah ayat ini (surat Al-Lahab ayat 1-5).