Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahulloohu Ta’ala binashrihil ‘aziiz [1]
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
tanggal 16 Nubuwwah 1391 HS/November 2012
di Masjid Baitul Futuh, London-UK
أَشْهَدُ أَنْ لا إِلٰهَ إلا اللّٰهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فأعوذ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
Hari Kematian Yang Pasti Akan Datang
Suatu hari kematian telah ditetapkan untuk setiap orang yang datang di dunia ini, bahkan, Allah Ta’ala menyatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini akan binasa, namun Allah Ta’ala juga memberikan kabar gembira hal ini kepada manusia bahwa setelah berakhirnya kehidupan dunia yang sementara ini, kehidupan kekal akan dimulai. Mereka yang di dunia ini perbuatannya sesuai dengan keridhaan Allah Ta’ala, mereka yang dalam segala sesuatu memilih mengutamakan keridaan Allah Ta’ala, akan menjadi pewaris nikmat-nikmat dalam kehidupan ukhrawi nan kekal. Rahmat dan pengampunan Allah Ta’ala akan memberikan mereka tempat dalam kedekatan kepada-Nya karena mereka terus berusaha untuk mendapatkan ridha Allah Ta’ala. Mereka terus berupaya untuk membuat hidup mereka lebih berharga yakni berusaha untuk meraih tujuan yang telah Allah Ta’ala tetapkan bagi para hamba-Nya.
Memang benar bahwa keluasan kemurahan Allah Ta’ala dan pengampunan-Nya menutupi dalam selimut [rahmat]-Nya setiap sekecil apapun kebaikan yang dilakukan oleh manusia walaupun dia tidak berusaha dengan tekun dan sabar untuk mendapat keridaan Allah Ta’ala. Namun, mereka yang berusaha keras siang dan malam untuk membuat apapun agar sesuai dengan keridaan Allah Ta’ala, mereka sibuk dalam usahanya untuk menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak hamba setiap waktu sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Mereka menjadikan tingginya agama Allah Ta’ala dan persebarannya sebagai tujuan mereka. Mereka yang standar ketinggian akhlaknya menjadi buah bibir (bahan pujian) orang-orang. Orang-orang yang mengenai mereka telah difirmankan oleh Allah Ta’ala dan disabdakan oleh Rasul-Nya, bahwa bagi manusia seperti ini adalah surga menjadi wajib baginya. Atau untuk manusia seperti ini diberikan kabar gembira berupa surga, yaitu mereka yang sudah memberikan hidup mereka demi keimanan dan mencapai status syahid.
Allah Ta’ala berfirman bahwa tidak diragukan lagi orang-orang ini sudah pergi dari dunia ini, sudah istirahat dari tempat yang fana ini, dan walaupun di mata dunia mereka sudah mati atau dimatikan (dibunuh), tetapi sesungguhnya mereka mencapai kehidupan yang kekal di hadirat Allah Ta’ala. Oleh karena itu Allah Ta’ala menyatakan bahwa orang tersebut janganlah disebut-sebut sebagai mati karena sesungguhnya mereka masih hidup. Kepergian orang tersebut juga memfasilitasi cara dan sarana kehidupan bagi mereka yang tinggalkan.
Pendek kata, orang-orang demikian yang telah melewatkan kehidupannya semata-mata demi keridaan Allah Ta’ala, dan yang selalu siap sedia memberikan setiap pengorbanan untuk meninggikan nama-Nya, dan tanpa rasa takut yang memberikan setiap pengorbanan; saat itulah mereka sedang menyiapkan sarana untuk mencapai kehidupan kekal bagi diri mereka sendiri, mereka juga mengajarkan pokok-pokok kehidupan sejati dan kehidupan kekal kepada Jemaat mereka, saudara mereka yang seiman.
Hari ini kita melihat hanya orang-orang dari Jemaat (komunitas) yang menerima Al-Masih Muhammadi atau satu kelompok dari antara mereka atau satu golongan yang berusaha terus-menerus dengan tekun dan sabar untuk menghabiskan setiap nafas dari hidup mereka untuk menyebarluaskan agama dan Islam, dan mereka melakukannya sampai napas terakhir dari kehidupan mereka, dan menyerahkan nyawa mereka, atau mereka yang demi agama hadir di hadapan Allah Ta’ala setelah mendapatkan martabat syahadah (kesyahidan) karena menjadi sasaran penganiayaan oleh para penindas karena ‘kejahatan’ mereka menerima Al-Masih Muhammadi. [sesuatu yang dianggap kejahatan atau kesalahan oleh orang-orang zalim tersebut, redaksi]
Hari ini saya akan mengenang dua orang demikian, salah satunya adalah seorang khaadim silsilah (pengkhidmat Jemaat) ini dan lainnya adalah seorang syahid. Salah seorang diantaranya sejak kecil hingga kewafatannya berkhidmat kepada komunitas (Jemaat) Al-Masih Muhammadi dan membawa pesan dari Hadhrat Rasullullah saw kepada dunia. Penyampaian pesan itu yang untuk menyebarluaskannya sesuai dengan janji Allah Ta’ala kepada Hadhrat Rasullullah saw, yang telah mengutus ghulam shadiq (hamba atau Pelayan Sejati) beliau saw dan Masih Mau’ud (Al-Masih yang Dijanjikan) kepada dunia.
Hafizh Jibrail Said Shahib, Hadiah Afrika untuk Pasifik
Jadi, nama pengkhidmat Jemaat yang mukhlis lagi penuh pengorbanan itu adalah Hafizh Jibrail Said, seorang Ahmadi yang dengan sepenuh upaya dan kemampuannya tetap aktif menyempurnakan misi Hadhrat Masih Mau’ud as sampai saat-saat terakhir dari kehidupannya. Seorang yang bekerja dengan penuh semangat dan berdedikasi. Tentu saja beliau memenuhi janjinya sebagai khadim silsilah (pelayan Jemaat) ini dan seperti halnya seorang yang telah mewakafkan kehidupannya (waqf-e-zindegi). Beliau lahir di tempat yang ribuan mil jauhnya dari Rabwah dan Qadian, di sebuah desa kecil di Ghana, sebuah Negara besar di Afrika, mungkin di sana pendidikan yang layak lagi mudah pun tidak tersedia. Akan tetapi Allah Ta’ala telah menjadikannya seorang Hafizh (penghapal Al-Quran) Kitab kamil dan mukammal (sempurna tersempurnakan) yang telah diturunkan kepada Nabi agung Saw disebabkan niat baik dan doa-doa ayahnya.
Beliau telah diberikan taufik menghapalnya dengan sempurna, dan bukan hanya beliau mendapat karunia istimewa menghapal Al-Quran saja bahkan beliau juga menjadi salah satu dari mereka yang tafaqquh fid diin yakni meraih pemahaman atas agama dan dengan dengan demikian, dengan karunia Allah Ta’ala, beliau menyampaikan ajaran agung Al-Quran untuk bangsanya dan bagi bangsa yang lainnya. Dengan demikian, dengan menjadi sulthan nashir (penolong) bagi para Khalifah di setiap masanya, seorang Ghana yang benar-benar tulus dan setia ini meraih keistimewaan-keistimewaan yang lebih banyak dibanding Jemaat Ahmadiyah Ghana. Hafizh Jibrail Said beberapa hari yang lalu telah wafat di Ghana. إنا الله وإنا إليه راجعون Innalillahi wa inna ilaihi Rajiuun. Mengenai beliau ada sedikit uraian yang saya akan menjelaskannya.
Mukarram Hafizh Ahmad Jibrail Said Shahib adalah juga seorang Mubaligh Silsilah dan Naib Amir Tsalits (Naib Amir III, ketiga) di Ghana. Seperti telah saya katakan beliau wafat pada tanggal 9 November 2012 di hari Jumat yang penuh berkat setelah dirawat satu bulan lamanya di rumah sakit Korlebo, Akra. Pada hari itu saya (Hudhur) mengumumkan permohonan doa akan tetapi pada waktu itu pula beliau sudah berada dihadirat Allah Ta’ala. Cukup lama beliau sakit. Laporan medis dokter-dokter di Ghana itu telah dikirim ke dokter-dokter di London dan juga ke Amerika Serikat karena diagnosa yang tepat tidak dilakukan di Ghana dan tes lebih lanjut sedang dilakukan. Rencananya beliau akan melakukan perjalanan ke London atau Amerika Serikat untuk berobat, tapi takdir Allah pun datang dan beliau wafat dalam masa itu.
Mukarram Hafizh Shahib lahir pada tanggal 2 Februari 1954. Ayah beliau, Sufi Jibrail Said adalah seorang Mubaligh di Ghana. Beliau memasuki medan ‘amal (bekerja, medan tugas) dalam misi Jemaat setelah melalui pelatihan Mubaligh di sana. Beliau seorang muballigh yang sangat sukses. Pada tahun 1970 Hafizh Ahmad Jibrail Said Shahib pergi ke Rabwah untuk Hifz (menghapal) Al-Quran Karim dan masuk di Madrasul Hifzh. Dengan karunia Allah Ta’ala beliau adalah Hafizh (Penghapal) Al-Quran pertama di Ghana.
Di Jamiah, Adu Panco dengan Hudhur III r.h.a.
Beliau mendapat kehormatan bahwa satu kali beliau pernah adu panco dengan Hadhrat Khalifatul Masih ats-Tsaalits rahimahullahu ta’ala (semoga Allah merahmatinya). Segera setelah beliau kembali ke Ghana setelah menyelesaikan Hifz Quran, dan beberapa bulan kemudian beliau kembali lagi ke Pakistan untuk menuntut ilmu di Jamiah. Beliau masuk Jamiah Ahmadiyah. Pada tahun 1982 beliau meraih gelar syahid. Bersamaan dengan itu beliau juga lulus ujian Fadhil Bahasa Arab dari Universitas Punjab. (Ujian tertinggi bahasa Arab di Pakistan, penerjemah) Setelah beliau lulus syahid beliau kembali ke Ghana maka pada tanggal 15 September tahun 1982 beliau ditugaskan [sebagai Mubaligh] di salah satu kota bernama Tijiman dan bertanggung jawab atas di tingkat wilayah, yaitu wilayah Baranghafu.
Dikirim Ke Pasifik, Mendirikan Jemaat di 3 Kepulauan
Empat tahun kemudian beliau dipindahkan ke Fiji dimana beliau tinggal di kota Lambasa. Pada bulan Agustus tahun 1987 dari Fiji beliau dikirim ke Tuvalu di mana beliau adalah Mubaligh pertama di sana. Ketika ditempatkan di Tuvalu, beliau menyebarkan Ahmadiyah dan mendirikan Jemaat di tiga kepulauan di Pasifik Selatan (yang juga masing-masing adalah Negara) yaitu Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, dan Mikronesia. Demikianlah beliau memperoleh keberuntungan dimana dengan perantaraan beliau benih Ahmadiyah ditanam di tiga negara. Selama bertugas di Tuvalu, pada tahun 1991 beliau pergi ke Negara sebelahnya, Kiribati dimana beliau lama tinggal di sana. Oleh karena itu, dari segi itu, beliau juga muballigh pertama di Negara Kiribati. Beliau bertugas [bertabligh, berdakwah] di Kepulauan Pasifik Selatan selama delapan tahun, beliau kembali atau ditarik lagi ke Ghana pada tahun 1994.
Berkhidmat sebagai Naib Amir III di Ghana
Sepulangnya beliau ke Ghana, Hadhrat Khalifatul Masih ar-Raabi’ (IV) menunjuk beliau sebagai Naib Amir Ghana untuk bidang Tabligh dan bertugas di jabatan ini hingga saat kewafatannya. Dibawah pengawasannya kursus-kursus dikembangkan di pusat Tarbiyyat dan pusat Tabligh di Ghana yang dihadiri oleh para Imam (ketua pengurus masjid) dan para Mubayi’in Baru. Kepada para muallim lokal dan para imam yang bergabung dengan Jemaat diajarkan beberapa dasar agama juga refresher course (kursus penyegaran) untuk mempelajari Islam Hakiki, Ajaran Islam Hakiki dan mengenai sejarah Ahmadiyah yang Tn. Hafizh sendiri sebagai pengawasnya.
Sukses besar Hafizh Shahib adalah upaya Tablighnya yang membuahkan hasil yang sangat banyak, Jemaat baru didirikan dan banyak masjid yang dibangun. Dalam beberapa kejadian, ikatan [pembinaan tarbiyat mubayyi’in baru] tidak berkembang setelah satu dua kali pengambilan Baiat dilaksanakan di satu daerah terpelosok di Negara itu. Para Mubbayin tersebut setelah beberapa lama tidak mempunyai ikatan dengan Jemaat Markaz maupun Jemaat lokal. Orang-orang itu menjauh [dari Jemaat] karena pengaruh para mullah/ulama non-Ahmadi, atau tidak kembali karena terputusnya hubungan dengan Jemaat sehingga mereka pun menjadi tidak aktif.
Ketika saya menekankan kepada tuan Hafizh, “Dekatkanlah kembali orang-orang itu, jalinlah komunikasi dengan mereka, kuatkanlah ikatan mereka dengan Jemaat!” maka dengan karunia Allah Ta’ala Hafizh Shahib melakukan upaya penuh yang sebagai akibatnya ratusan ribu orang dapat dibawa kembali menjalin ikatan dengan Nizam Jemaat ini hingga dengan karunia Allah Ta’ala telah berdiri kuat ikatan Jemaat dengan mereka dan keimanan serta keyakinan mereka juga sangat kuat.
Dalam rangka menyampaikan sebuah pandangan atas penentangan yang diajukan oleh orang-orang di Kepulauan Pasifik, Hafizh Shahib menulis sebuah buku yang berjudul ‘Islam in the Islands Removing the Impediments’ – “Islam di Kepulauan Melepaskan Rintangan”.
Beliau menyampaikan pidato saat Jalsah Salanah di Inggris pada tahun 2011 yang lalu berjudul ‘Khilafat Ahmadiyah ki Imtiyaazi Khushushiyyat’ – ”Perbedaan Khusus Khilafat Ahmadiyah”
Daurah (Perjalanan Dinas Jemaat) Lagi ke Kepulauan Pasifik
Setelah beberapa lama melewatkan hidupnya di Negara-negara Pasifik dan telah pulang ke Ghana, Hafizh Shahib dikirim lagi ke Negara-negara itu. Hal itu karena beliau memiliki pengaruh yang baik dan mendalam dengan mereka, dan pola tabligh dan tarbiyat yang beliau lakukan juga bagus. Beliau melakukan serangkaian perjalanan keliling pulau-pulau dan Negara-negara pada bulan Oktober-November tahun 2001. Pada tahun 2003 juga beliau melakukan serangkaian perjalanan ke pulau-pulau dan negara-negara di Pasifik Selatan. Pada kunjungan pertama di tahun 2001 beliau pergi untuk berkeliling selama satu bulan setengah dimana beliau mengadakan ikatan rabtah yang kuat diantaranya ke Western Samoa, Tonga, Karibas, Solomon Island, Wanwato temasuk juga Tuvalu. Beliau mengunjungi banyak tempat dan mengorganisir Jemaat dan menerima Baiat yang terus bertambah. Ahmadiyah didirikan di Kepulauan Solomon pada tahun 1988 dengan perantaraan Hafizh Jibrail.
Ditinggal 2 Tahun, Jemaat di Solomon ‘Menghilang’
Dikarenakan beberapa waktu, disebabkan kesibukan dan disebabkan pergi ke pulau-pulau lainnya, beliau tidak dapat pergi ke sana (kepulauan Solomon), maka pada tahun 1991 Hafizh Shahib mengirimkan laporan kepada Hadhrat Khalifatul Masih IV (semoga Allah merahmatinya) mengatakan, “Saya telah kembali kemari Solomon setelah dua tahun untuk menemukan bahwa hasil kerja yang telah saya capai sejak dua tahun lalu semua telah hilang. Seorang pria pebisnis Liga Muslim dari Fiji telah datang dan menciptakan keraguan dan prasangka dalam diri mereka [Jemaat Solomon] sehingga membuat mereka membenci Jemaat. Menyaksikan semua kerja saya hancur membuat hati ini tergoncang.” Beliau menulis, “Hudhur, ini semua kesalahan saya dan dengan sangat merendahkan diri saya meminta maaf kepada Hudhur. Dikarenakan sibuk mengunjungi pulau-pulau lain saya tidak bisa berkunjung kemari. Tahun lalu telah ada program kunjungan ke sini namun tidak bisa karena fokus di Kiribati hingga Desember.” Kemudian beliau menulis kepada Khalifah ar-Raabi’ r.h.a., “Hudhur, saya harus memulai kerja dari awal lagi. Doakanlah agar usaha keras dan maksud-maksud saya mulai membuahkan hasil, dan dapat unggul diatas Liga Muslim (Rabitah Islamiyah) yang memperolah bantuan dari Kuwait, yang dikirim ke sana dengan dana besar padahal dengan perantaraan kamilah mereka (orang-orang Solomon) mengenal Islam.”
Kemarahan Hudhur IV dan Muslim Pertama di Kepulauan Solomon
Hadhrat Khalifatul Masih IV (semoga Allah merahmatinya) menyatakan penyesalan dan kemarahan beliau atas segala yang terjadi ini. Sejak saat itu Hafizh Shahib tidak beristirahat bahkan satu menit pun dan memutuskan untuk mengembalikan kembali semua yang telah hilang. Beliau bekerja dengan sangat keras dan tidak berhenti selama dua tahun dan di wilayah itu benih Ahmadiyah kembali tumbuh. Dengan karunia Allah, sekarang sebuah Jemaat yang kuat telah didirikan di Kepulauan Solomon dengan ratusan Ahmadi dan terus bertambah.
Beliau menemui para pejabat pemerintahan di sana, mendaftarkan Jemaat secara resmi, membentuk kepengurusan Jemaat, dan juga mengadakan training (pelatihan-pelatihan kepengurusan, tarbiyat). Hafizh Shahib juga membuat hasil yang signifikan untuk penguatan Jemaat di Pulau Salomon selama kunjungan-kunjungan beliau di kemudian hari. Seperti telah saya katakan, sekarang telah terdaftar resmi. Jemaat telah memiliki sebuah masjid dan rumah misi tetap di sana. Ketika saya berkunjung ke Australia pada tahun 2005, maka Tuan Sadr (Ketua Jemaat) Kepulauan Solomon, Mubasher Martin Gaso Shahib datang ke sana [ke Australia dari Solomon]. Beliau berjumpa saya di sana dan mengatakan, “Saya telah menerima Ahmadiyah melalui Hafizh Jibrail Said Shahib pada tahun 1994. Sebelum datangnya Ahmadiyah di negara kami ini tidak ada satu pun orang Muslim di sana.” Dengan demikikian, dengan perantaraan Ahmadiyah Islam pertama kali masuk di sana, dan keberuntungan ini adalah bagian [karena peranan] Hafizh Jibrail Said Shahib.
Bertabligh Menerangkan Islam di Tengah-Tengah Semangat Anti Islam Setelah Peristiwa 11-11-01
Hafizh Shahib menulis dalam sebuah laporannya yang lama, “Pada tanggal 9 September 2001 saya tiba di Fiji. Dari sana pada tanggal 10 September berangkat ke Marshall Island dan 2 hari transit di Karibas. Selanjutnya pada tanggal 11 September ketika baru saja saya transit terjadi tragedi World Trade Centre di Amerika. Di Marshall Islands terdapat pangkalan militer Amerika yang besar dan pertahanan pulau berada di tangan Amerika sehingga seketika itu juga hamba yang lemah ini ingat kesulitan yang harus dihadapi di sini sepuluh tahun sebelumnya selama masa Perang Teluk.
Alhasil, kemudian beliau menulis, “Hamba yang lemah banyak berdoa serta berpikir mendalam, apakah saya harus menunggu atau pergi dari sana. Banyak orang yang menyarankan, ‘Situasi sedang kritis, tuan telah mengambil waktu yang salah untuk bertabligh. Yang terbaik adalah tuan segera pulang.’
Kemudian saya banyak-banyak berdoa demikian, ‘[Ya Allah], saya sudah datang dalam rangka menaati instruksi dari Khalifatul Masih, dan saya tidak ingin kembali sebelum mencapai tujuannya kendatipun keadaan sangat buruk.’”
Ringkasnya, beliau menulis, “Setelah banyak berdoa hati saya pun merasa lapang untuk terus maju dengan bertugas. Hamba yang lemah ini dengan perantaraan pesawat terbang pergi ke Kepulauan Marshall. Setelah peristiwa di Amerika penjagaan keamanan di semua Bandara sangat kuat. Setibanya di Bandara, saya diberitahu bahwa ada orang Pakistan yang telah ditahan di sana hanya karena ia adalah seorang Muslim. Diantara petugas imigrasi seorang petugas imigrasi melihat paspor saya, ia bertanya, ‘Apa pekerjaan yang tuan lakukan?’ saya menjawab, ‘Saya adalah seorang Mubaligh.’ Kurang lebih dari agamanya ia menyimpulkan bahwa orang ini (saya) adalah seorang muslim. Kemudian ia bertanya kepada saya, ‘Apa agama tuan?’ Saya berkata, ‘Saya adalah seorang Muslim Ahmadi.’ Pertanyaan itu diulang lagi dan itulah jawaban saya bahwa saya adalah seorang Muslim Ahmadi. Dengan karunia Allah Ta’ala, petugas imigrasi mengeluarkan visa untuk satu bulan dan saya diberikan Entry Visa.”
Kemudian dalam satu surat yang lain beliau menulis, “Setelah sampai di tempat itu diketahuilah bahwa seluruh media sedang menyerang [memusuhi] Islam, mereka menyebut-nyebut al Qaidah dan Osama bin Laden dalam penentangannya itu. Sungguh kunjungan itu memiliki arti yang besar. Disebabkan peristiwa new York orang-orang tidak siap membicarakan mengenai agama Islam. Bahkan, kebanyakan orang takut untuk mendekati orang Islam. Selanjutnyan pada waktu itu terdapat kesempatan untuk membela Islam di media atau sarana lainnya dan para Ahmadi setempat telah siap untuk mempertahankan Islam. Di Karibas propaganda penentangan terhadap Islam yang dimulai melalui radio sehingga membuat para Ahmadi cukup cemas karenanya.
Selanjutnya saya melakukan pendekatan dengan manager broadcasting corporation (penyiaran) dan memohon diberi kesempatan untuk menginformasikan kepada orang-orang secara detail tentang Islam di udara. Alhamdulillah diberikan kesempatan. Selanjutnya hamba yang lemah ini dapat memberikan penjelasan dengan rinci mengenai sejumlah masalah-masalah al Qaidah, Jihad dalam pandangan Islam. Alhamdu lillaah, hal ini sangat bermanfaat.
Demikianlah yang terjadi, yaitu Khalifah di masa itu pada waktu itu memutuskan dan memerintahkan untuk melakukan kunjungan ke pulau-pulau pada waktu yang tepat dan sangat diperlukan, (peristiwa ini terjadi pada tahun 2001) maka dengan karunia Allah Ta’ala tidak hanya mendapatkan taufik untuk menjaga (membela) Islam bahkan dalam kunjungan itu kenyataannya ada sekitar 49 orang yang baiat.
Alhamdulillah ‘ala dzaalika. Telah mendapatkan taufik untuk keteguhan Jemaat telah dibentuk Majlis Amilah juga telah didaftarkan pada pemerintah setempat dan lain-lain.”
Kesan Para Muballigh dan Dai Mengenai Beliau:
Berkata teman-teman mubalighin dan para dai Ilallah yang bersamanya di Ghana, “Kegemaran tabligh beliau sudah sampai batas junuun (lupa diri). Inilah pekerjaan beliau siang dan malam yaitu mengirim tim dai ilallah dan beliau sendiri ada di belakang mereka dan tinggal beserta (menyertai) mereka. Mengecek bagaimana mereka sedang bekerja dan dimana saja mereka berada. Dalam hal ini diperlukan kesabaran dan keteguhan yang luar biasa.
Kalau anak buahnya berbuat kesalahan maka akan diberikan pengertian kepadanya dengan kasih sayang. Mengetahui pekerjaan harian teman-teman dan keluarganya dan membantu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi. Jika terdapat keluhan-keluhan [aduan-aduan dari anggota] yang beliau terima tentang para Mubaligh yaitu muallim lokal, bukannya beliau berhentikan orangnya, malahan beliau bermaksud membuat mereka semakin bertambah aktif dan dipakai Jemaat. Sebagian orang cepat-cepat memutuskan untuk memberhentikannya dan membiarkan berkeluh kesah maka dengan demikian diusahakan untuk diberhentikan akan tetapi beliau berusaha sebanyak-banyaknya pada orang Ahmadi khususnya pada para muallim diambil manfaatnya sedapatnya diambil.”
Kemudian teman-teman muallim beliau menulis, “Beliau memiliki hubungan dengan baik dengan para Ulama terkemuka non-Ahmadi. Pada kesempatan Eid dan lain-lain beliau senantiasa memberikan hadiah-hadiah. Beliau sangat aktif dan selalu siap sedia.
Sebagai hasil dari kinerja tablighnya yang luas, di bagian utara yakni di wilayah bagian utara Ghana Jemaat kini telah sampai di sana. Di wilayah bagian utara Ghana, dibandingkan dengan 20 atau 25 tahun sebelumnya dari hari ini sangat sulit untuk berkembang bahkan tidak mungkin. Paling-paling hanya satu dua orang Ahmadi. Dan dikarenakan di sana orang-orang Muslim dan para Imam (istilah di sana untuk ulama yang memimpin sekelompok Jamaah) yang menentang sangat keras. Bahkan, di masa permulaan sekali ketika Ahmadiyah sampai di sana maka di Utara itu atau di utara bagian barat di sana tempat pertama dimana saudara-saudara Ahmadi kita dibawa ke pengadilan. Didenda juga dipenjara.
Namun, sekarang situasi benar-benar telah berbalik, dengan karunia Allah Ta’ala masjid-masjid terus menerus dibangun di sana, dan orang-orang Muslim yang pernah menentang, bahkan termasuk pemimpin mereka, datang masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Maka mereka berkata, ‘Perkenalkanlah Jemaat ini sampai di sana!’ Tn Hafizh ini senantiasa memberikan sedeqah dan kebaikan-kebaikan kepada banyak orang di sana dengan sembunyi-sembunyi. Tn Hafizh Shahib memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang kaya dan miskin di Ghana. Beliau berusaha dengan sekuat tenaganya memecahkan masalah-masalah pribadi orang-orang. Beliau merasakan kelezatan khusus dalam menolong orang.
Beliau memiliki ikatan yang sangat baik dengan orang kaya dan orang berharta Ghana, dan dengan bantuan dari orang-orang yang berada itulah, beliau biasa mengusakan membangun masjid-masjid di bagian utara. Beliau menggerakkan para Ahmadi yang baik hidangan makan minumnya dengan mengatakan, ‘Allah Ta’ala telah demikian banyak memberikan karunia kepadamu dan sebagai tanda syukurnya adalah kalian buatkanlah masjid-masjid di wilayah-wilayah miskin itu.’ Selanjutnya orang-orang lokal di sana membuat banyak masjid yang kecil-kecil di wilayah sana.”
Kehidupan Wakaf dan Pengkhidmatan Jemaat yang Mendarah Daging dan Menulis Surat ke Hudhur di kala Sakit
Beliau pernah mengatakan dalam sebuah wawancara dengan MTA (Muslim Television Ahmadiyya), “Kehidupan wakaf dan pengkhidmatan kepada Jemaat ini telah mendarah daging dalam diri kami. Sudah ada dalam gen kami. Ayah saya adalah muballigh pertama di Gambia. Darinya Yth. tn. Choudry Muhammad Syarif mengambil komando [menggantikannya]. Kemudian ayah saya mendapatkan taufik berkhidmat di Liberia.”
Pada hakikatnya Hafizh Jibrail Said dipenuhi oleh semangat pengkhidmatan. Memiliki tanggung jawab. Selanjutnya dalam hari-hari sakitnya beliau juga menulis surat terakhir pada saya (Hudhur), “Saya telah masuk kedalam ruang ICU (gawat darurat) rumah sakit. Di ruang ICU pada umumnya diisi oleh orang yang sudah tidak sadar. Saya dengan susah payah menulis surat ini dari ICU dengan air mata bercucuran. Hudhur pekerjaan sangat banyak dan kekuatan saya benar-benar sudah tidak ada.”
Yakni sampai akhir waktunya beliau berada dalam pemikiran itu, hanya ini yaitu bagaimana amanat tabligh Islam dan Ahmadiyah sampai ke pelosok-pelosok negeri. Dan di seluruh Ghana secepat-cepatnya Ahmadiyah yakni Islam yang Hakiki berada dalam pelukan mereka.
Dalam sebuah wawancaranya beliau menceritakan peristiwa kepergiannya ke Pakistan yang sangat menarik. Beliau berkata, “Dulu Jemaat Ghana memutuskan untuk mengirim seorang anak ke Pakistan untuk Hifz (menghapal) Al-Quran.” Selanjutnya anak-anak sekolah ditandingkan dan Tn. Hafizh berkata, “Saya terpilih. Ayah saya bertanya pada saya maka saya menyatakan persetujuan saya. Pada waktu itu tn Muhammad bin Saleh (Beliau juga Muballigh kita di sana) dan tn. Ibrahim bin Yaqub (beliau juga muballigh Ghana, sekarang berada di Trinidad) mereka sedang akan dikirim ke Pakistan untuk pendidikan di Jamiah. Selanjutnya ketiganya melalui pemeriksaan medis (medical check up).
Kedua orang itu lulus tapi mengenai saya dokter mengatakan, ‘Ia kurus kering dan berat badannya sangat ringan. Keadaan iklim di Pakistan sangat keras, ia tidak akan sanggup menghadapi musim panas yang keras dan juga musim dingin yang keras.’” Hafizh Shahib berkata, “Saya merasa sedih. Demikian juga ayah saya sangat berduka dan beliau tersungkur dalam doa-doa.” Satu hari Ayahanda Hafizh Shahib berkata kepada Amir Jemaat Ghana, Mln. Athaullah Kalim, “Putra saya pasti akan pergi ke Pakistan.” Maka tn Amir bertanya, “Bagaimana caranya?” Orang tuanya tn. Hafizh berkata, “Saya sedang shalat Tahajjud maka di telinga saya dengan jelas ada suara, إن للمتقين مفازًا Inna lilmuttaqiina mafaza (Surah An-Naba, 78:32) yakni sesungguhnya bagi orang-orang muttaqi ada kesuksesan. Pada waktu itu saya banyak-banyak berdoa untuk putra saya. Maka khabar gembira ini adalah untuk putra saya.”
Pendek kata kata beliau (Hafizh Shahib), “Ayah saya sangat memberikan perhatian pada kesehatan saya. Saya diberikan margarine dan juga makanan bergizi lainnya. Beberapa minggu kemudian saya dikirim untuk dites maka dokter-dokter melakukan pemeriksaan medis dan menulis anak ini sehat sempurna ia tidak memiliki suatu masalah. Setiap kali ayah saya menulis surat kepada saya ketika saya berada di Pakistan, beliau menulis, ‘Kepergian kamu adalah taqdir keputusan Tuhan, Oleh karena untuk itu berikanlah perhatian serius terhadap pelajaran.’” Dan beliau telah menyempurnakan keinginan ayahnya.
Meninggalkan Istri dan 4 Anak
Hafizh Shahib meninggalkan seorang istri, Hana Said Sahibah, dua putra dan dua putri. Nama-nama mereka adalah Habah Arbab, Shobakojo, Munir al-Hadi dan Tahminah. Beliau berupaya supaya anak-anak beliau dapat semarak (berkilau) dalam hal pengetahuan agama dan dengan karunia Allah Ta’ala mereka memiliki hubungan yang kuat dengan Jemaat. Semua anak-anaknya maju dalam pendidikan agama demikian juga dalam pendidikan dunianya. Tiga anaknya telah memperoleh gelar Master, yaitu M.Sc Bahkan satu anak perempuan sedang menjalani pendidikan Phd. Dengan karunia Allah Ta’ala, Yth. Hafizh Shahib dikaruniai keberuntungan menunaikan ibadah haji pada tahun 2007.
Di Mata Teman-Teman dan Kerabatnya
Salah seorang teman kuliah almarhum di Jamiah, Mukarram Ilyas Munir Shahib yang bertugas di Jerman sebagai Murabbi Silsilah menulis, “Hafizh Jibrail Said Shahib satu tingkat di bawah beliau saat di Jamiah, namun lulus jauh lebih dulu. Saya telah kenal beliau sejak kecil dalam rupa anak-anak. Ketika beliau dalam usia yang ma’sum polos masuk tahfiz kelas Rabwah untuk menghapal Al-Quran Karim. Selain menghapal Al-Quran, beliau juga dianugerahkan suara begitu merdu saat menilawatkan Al-Quran.
Di masa Jamiah dan sesudahnya pada kesempatan Jalsah-jalsah hadirin mendapatkan peristiwa yang memberikan kesan tak terlupakan dari pidato-pidato beliau. Beliau adalah seorang Mubaligh yang sangat mampu dengan berpegangan penuh pada pekerjaannya dan pengetahuannya. (dimana beliau lemah di masa kanak-kanak, akan tetapi perlahan-lahan ketika beliau sudah remaja, setelah selesai pendidikan Jamia tingginya kurang lebih 6 kaki [sekitar 180 cm] dan badan beliau juga kuat) Almarhum memahami Nizam Jemaat dengan sangat baik dan menaatinya hingga dalam hal terkecil dan mendetail.
Demikian juga beliau memiliki benih jiwa yang kukuh. Suatu kali seorang teman beranggapan bahwa beliau adalah orang Afrika yang mengetahui bahasa Punjabi. Ia memberikan petunjuk kepada seseorang mengenai beliau dalam bahasa Punjabi dimana beliau sendiri ada di situ dengan perkataan sebagian bahasa yang tidak pantas. Akan tetapi walaupun beliau memahami, beliau tidak menyimpan sesuatu dalam hatinya.”
Abdul Sami Khan Shahib, editor harian Al Fazl menulis: “Hafizh Jibrail Said Shahib adalah teman sekelas saya di Jamiah Ahmadiyah dari tahun 1975 sampai dengan tahun 1982. Hafizh Shahib seorang pekerja keras, bertanggung jawab, penyayang dan orang yang sangat menghormati guru. Beliau telah belajar bahasa Urdu dengan baik dan dahulu biasa membantu rekan-rekan sekelasnya mempelajari bahasa Inggris. Beliau berpartisipasi dalam pidato bahasa Inggris dan Arab, menulis esai, dan seorang petanding pidato yang baik. Beliau selalu ceria dan pemain sepak bola yang hebat. (Saya [Hudhur] mengatakan bahwa beliau sungguh belum pernah melihat adanya jejak kesedihan di wajah Hafizh Shahib, bagaimanapun keadaannya senantiasa tersenyum kapanpun saya tidak pernah melihat ada kedukaan di wajahnya, saya juga melihat beliau di Ghana setelah itu saya juga melihat di sini). Mendapat bagian yang terpuji dalam pekerjaan Khudamul Ahmadiyah. Menjaga persahabatan dengan teman-temannya yang lama. Tahun 2005 datang ke Qadian dan di sana mengundang semua teman-temannya.”
Mengenai Ahmad Jibrail Said ada juga laporan-laporan lain, “Beliau mendapat taufik bertabligh di negara tetangga Ghana di perbatasan Togo di wilayah utara sana. Berkali-kali beliau mengadakan kunjungan ke sana dan mengadakan pekerjaan pertablighan yang besar. Permusuhan di sini juga besar. Selanjutnya dengan usaha beliau, beliau telah mendirikan Jemaat di lima wilayah di negara Togo yaitu Mampaga, Mamprug, Maangu, Baule dan Lemakara. Demikian juga beliau beberapa kali mengunjungi Negara Burkina Faso dan di sini juga mendapat banyak taufik bersama-sama dengan Jemaat-Jemaat di sana dalam program-program pekerjaan tabligh dan tarbiyyat.“
Tn. Fadhlullah Tariq, Amir Jemaat Fiji (sebuah Negara di Pasifik) menulis: “Ketika Hafizh Ahmad Jibrail Said Shahib tahun 2003 pertama kali datang ke Fiji, pada waktu itu saya pertama kali berjumpa beliau dan berkesempatan tinggal dekat beliau. Beliau mempunyai sifat terpuji karena saat diamati, jika mata Hafizh Shahib terbuka (bangun atau terjaga) di malam hari maka beliau selalu mengulang-ulang membaca Al-Quran Karim. Disamping beliau telah menghapal Al-Quran, beliau juga memiliki banyak keelokan lainnya. Beliau sangat berpengalaman di medan tabligh. Percakapan dalam tabligh beliau disesuaikan dengan usia tua atau muda [dari orang yang ditablighi]. Bersama dengan ilmu agama beliau dipenuhi dengan pengetahuan duniawi, dan seperti halnya muballigh yang sukses dalam percakapannya selalu saja tentang penyampaian pesan Islam. Percakapan beliau sangat menyenangkan dan dengan senyum dan tertawanya sehingga masalah-masalah yang rumit diselesaikan dengan santai.”
Muballigh yang bertugas di Kiribati, Tn. Ibrahim Aekearko menulis dalam suratnya: “Ketika Hafizh Ahmad Jibrail Said Shahib banyak sekali berkunjung dalam bertabligh ke Tuvalu, Kiribati dan pulau-pulau lainnya, beliau benar-benar meninggalkan keluarganya sendiri, pergi berkunjung ke berbagai tempat dan tidak mempedulikan keluarganya sama sekali. Bahkan, beliau berkata, ‘Hadhrat Khalifatul Masih telah memilih saya dan mengutus saya ke sini untuk menyebarkan pesan-pesan Islam. Khalifatul Masih juga berdoa untuk saya.’
Oleh karena itu beliau tidak memberikan kesempatan tabligh terlepas dari tangannya, dan inilah usahanya setiap waktu yaitu beliau dapat menyempurnakan keinginan khalifah di masanya. Setelah kembali ke Ghana beliau tidak memutuskan hubungannya dengan negara-negara di kepulauan itu bahkan banyak memikirkan perihal pertablighan di pulau-pulau tersebut.”
Pada tahun 2010 ketika saya (Hudhur V atba) mengirimnya kembali dalam sebuah rangkaian kunjungan ke kepulauan tersebut, beliau kembali setelah mengadakan perjalanan yang sangat luas dan datang dengan banyak membawa masukan-masukan informasi yang didapat di sana dan menguatkan nizam Jemaat di sana.
Muballigh Kiribati menulis: “Di hari-hari terakhir Hafizh Ahmad Jibrail Said Shahib sakit, beliau menelepon istri dari Yth. Almarhum Anis Kalaata Shahib yang adalah Ahmadi pertama di Kiribati, dan beliau meminta supaya beliau mempunyai ikatan dengan Jemaat. Beliau menelepon dari rumah sakit ke sana ketika sakit memikirkan penyakitnya dan beliau [yang ditelepon] juga berada di wilayah pulau yang sangat jauh. Kata beliau, ‘Ingatlah Allah Ta’ala telah menganugerahkan nikmat Islam kepada anda dan Anda semua dalam mencari Islam tanpa menempuh perjalanan. Bahkan Allah Ta’ala telah menyampaikan Islam ke rumah-rumah saudara. Allah Ta’ala telah banyak memberikan karunia-Nya pada saudara-saudara. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali meninggalkan Jemaat.’”
Dengan perantaraan Ahmad Jibrail Said Shahib orang-orang yang telah baiat diantaranya adalah seorang dokter dari Kiribati, Tuan Ali Baribu yang istri dan anak-anaknya juga baiat. Kedua anaknya juga pada waktu itu adalah dokter. Dokter ini seorang ahli dalam bahasa Kiribati, dan pada waktu ini Al-Quran al-Karim sedang diterjemahkan dalam bahasa Kiribati, bahkan, telah sempurna dan saat ini sedang direvisi.
Semoga Allah Ta’ala memberikan tempat di surga keridaan-Nya kepada putra terbaik Ahmadiyah ini dan semoga Allah Ta’ala melimpahkan ratusan bahkan ribuan sulthan nashir (kekuatan yang menolong) bagi Khilafat Ahmadiyah yang seperti beliau. Sangatlah sedih ketika harus kehilangan seorang yang mumpuni, rendah hati dan setia pada Jemaat, tapi kita harus rida atas keridaan Allah Ta’ala, karena itu adalah keistimewaan dan itu adalah jalan seorang yang beriman. إنا لله وإنا إليه راجعون Inna lillahi wa inna illaihi raji’un adalah doa dan sandaran kita. Sesungguhnya saya – dikarenakan tuntutan kemanusiaan – memikirkan keadaan sesudah kewafatan beliau; semoga Allah Ta’ala menjauhkan kekhawatiran tersebut.
Madrasah al-Hifz (Madrasah, sekolah penghapalan Al-Quran) juga kini telah didirikan di Ghana bahkan dalam pemikiran saya beberapa huffazh (penghapal) juga telah selesai dari sana, dan untuk menyiapkan muballighin yakni muballigh yang bergelar Syahid di Jamia Ahmadiyah ini juga sudah dimulai, sekurang-kurangnya disiapkan untuk orang Afrika, orang-orang yang tinggal di wilayah Afrika Barat atau bisa jadi untuk seluruh Afrika. Semoga Allah Ta’ala menjadikan demikian bahwa Dia ciptakan para pengkhidmat Jemaat yang semisal Hafizh Shahib bahkan dapat melebihinya dan mereka berjalan di jalan-jalan ketakwaan yang halus.
Seorang Syahid di Quetta, Manzur Ahmad Shahib bin Nawab Khan Shahib
Seperti telah saya katakan, yaitu pada waktu ini saya akan menyampaikan dua orang yang Allah kabulkan dihadirat-Nya maka seorang lagi yang memperoleh pengabulan Allah Ta’ala yang disebutkan dalam khotbah di hari ini, adalah seorang yang baru-baru ini memperoleh martabat syahid di Quetta.
Dan beliau ini adalah diantara orang-orang yang mengenainya Allah Ta’ala berfirman, وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ Walaa tahsabannal ladziina qutilu fii sabiilillahi amwaatam bal ahyaa-un ‘inda robbihim yurzaquun. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang, yang telah terbunuh di jalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka hidup di sisi Tuhan mereka, dan mereka diberi rezeki dari pada-Nya.” (3:170).
Oleh karena itu, seperti telah saya katakan, bahwa kehormatan ini hanyalah diberikan kepada orang-orang Ahmadi saja. Mereka sedang dibunuh di jalan Allah Ta’ala, yang mengorbankan jiwa mereka demi menjaga keimanannya. Maka seperti telah disebutkan berkali-kali sebelumnya, bahwa cara-cara dari musuh kita untuk membunuh dan menjarah tidak akan pernah merubah orang-orang Ahmadiyah dari keimanan mereka. Insya Allah.
Orang yang mati syahid ini, yang mendapatkan kehormatan di Quetta, nama beliau adalah Mukarram (yang terhormat) Manzur Ahmad Shahib bin Nawab Khan Shahib yang disyahidkan di Satellite Town, Quetta pada tanggal 11 November 2012. Dalam keluarga beliau benih Ahmadiyah masuk dalam keluarganya melalui nenek buyut dari ayah beliau, Nawab Khan, yaitu Yth. Bhago Bhari Shahibah dikenal dengan Yth Bhago Shahibah. Yth Bhago Shahibah adalah penduduk Nanggal dekat Qadian. Beliau mengambil baiat langsung dari tangan Hadhrat Masih Mau’ud as. Dengan demikian beliau adalah seorang Sahabiah (sahabat perempuan).
Setelah Pakistan berdiri, keluarga ini berhijrah tinggal di kabupaten Sahiwal. Tahun 1965 pergi ke Quetta. Manzur Ahmad Shahib Syahid tahun 1978 lahir di Quetta. Mulai bekerja setelah lulus SMA tahun 1996 dan memiliki toko perkakas di sana. Dalam waktu singkat Allah Ta’ala memberikan berkat yang luar bisa dalam perniagaannya.
Peristiwa pensyahidannya adalah demikian, bahwa almarhum pada tanggal 11 November 2012 mendekati jam 8 pagi keluar berjalan kaki dari rumahnya di Satellite Town ke tokonya (yang dekat sekali). Ketika itu dua sepeda motor dengan penumpangnya mendekatinya. Salah seorang darinya turun dari motor menghampiri Manzur Ahmad Shahib dan berusaha untuk menembak. Akan tetapi dikarenakan begitu dekatnya maka perkelahian pun terjadi di sana. Mereka berusaha untuk mengalahkan dan meringkus beliau. Manzur Ahmad Shahib setelah menjatuhkannya [menjatuhkan penyerang beliau], berlari kearah belakang rumah. Dikarenakan mereka berdua untuk itu inilah cara menghindarinya yaitu beliau pergi berlari ke rumahnya.
Ditembak dari Belakang Saat Terjatuh
Beliau terpeleset terkena batu di pintu gerbang rumah yang akibatnya beliau terjatuh. Penyerang datang di belakangnya dan atas jatuhnya Manzur Shahib ia menembakkan peluru-pelurunya pada beliau. Satu peluru melewati kepala beliau sedangkan peluru yang lainnya mengenai belakang kepalanya dan keluar di tengah-tengah diantara hidung dan kening yang pada peristiwa tersebut beliau disyahidkan. إنا لله وإنا إليه راجعون Inna lillahi wa inna illaihe raji’oon.
Beliau telah menghadapi permusuhan agama untuk beberapa waktu. Para pemilik toko-toko di sekitarnya juga memusuhinya. Sudah beberapa lama juga di daerah itu Jemaat kita sedang diboikot. Di Gol Masjid di daerah Satellite Town seorang Maulwi (Ulama) dari Dera Ghazi Khan telah dating dan telah menyatakan orang Ahmadiyah “wajib untuk dibunuh” dan membagi-bagikan selebaran kebencian di seluruh daerah.
Tahun lalu [terjadi kebakaran,] api mengenai toko salah satu penentang Ahmadi yang berdekatan dengan toko almarhum syahid. Mereka [para penentang Ahmadiyah] tidak mengambil pelajaran dari sini. Bila diperhatikan [saat itu] api telah meliputinya [toko penentang Jemaat tadi]. Seluruh barang-barangnya terbakar menjadi abu. Toko almarhum syahid berada dalam ancaman kebakaran tersebut, akan tetapi Allah Ta’ala dalam warna mujizatnya telah menyelamatkannya dalam segala segi hingga papan plastik yang terpampang di luar [toko] juga dengan mujizat terjaga. Melihat hal itu, semua pun heran akan tetapi hal ini tidak cukup membuat mata mereka terbuka.
Almarhum syahid adalah seorang yang sangat penyayang pada seluruh keluarganya. Beliau selalu membantu siapa pun diantara keluarganya yang membutuhkan bantuan keuangan. Beliau adalah orang yang sangat ramah terhadap tamu. Khususnya kepada tamu-tamu Jemaat sebelum dikhidmati tidak akan dilepaskannya. Kalau ada tamu yang datang dari markas (pusat Jemaat) dan teman Ahmadi yang lain maka beliau [mengusahakan agar] menjadikan mereka semua sebagai tamunya maka tamu itu dikhidmati di rumah beliau. Beliau mengatur program pertemuan 40 – 50 orang Jemaat di rumahnya. Di rumahnya disiapkan makan bagi mereka. Beliau sendiri mengkhidmati tetamunya. Mengambil bagian aktif di segala macam gerakan pengorbanan harta Jemaat. Pada waktu ini juga beliau mendapat taufik berkhidmat selain sebagai Naib Qaid Wilayah Satellite Town, Sekretaris Waqfi Jadid, Sekretaris Tahrik Jadid, keamanan wilayah juga anggota Ishlah. Dengan karunia Allah Ta’ala syahid adalah seorang Musi. Masuk dalam Musi tahun 2007.
Satu minggu sebelum disyahidkan, ayah beliau melihat dalam mimpi sebagai berikut: “Orang-orang sedang berkumpul. Sepertinya itu perkawinan seseorang dan dengan tangan saya sendiri saya melakukan prosesi pernikahan.” Ini adalah ucapan ayahnya. Demikian juga istrinya bermimpi, “Saya sedang pergi anak-anak saya dan adik ipar perempuan saya ada di samping saya. Di tengah jalan seekor anjing hitam menyerang. Saya bersembunyi di belakang adik ipar perempuan saya dan saya berkata, “berdoalah” akan tetapi anjing hitam itu menangkap urat nadi tangan saya.”
Almarhum syahid selain meninggalkan ayahnya Yth. Nawab Khan Shahib juga seorang istri Yth. Syabaanah Manzur Shahibah dan dua anak perempuan, Azizah Nu’maanah Manzur Waqfah Nou berumur 10 tahun dan Azizah Faaizah Manzur berumur 8 tahun dan seorang anak laki-laki Tauhid Ahmad Waqf Noe berumur 6 tahun, dan seorang saudara laki-laki Mas’ud Ahmad dan sanak saudara lainnya sebagai kenangan. Ibu kandungnya telah wafat dan ia dibesarkan oleh seorang ibu yang lain.
Pendek kata, saya akan memimpin shalat jenazah ghaib setelah shalat Jumat untuk kedua orang yang telah saya sebut itu, syahid dan beliau (Hafizh Jibrail Said Shahib).
Gerakan Berdoa Untuk Pakistan dan Jemaat Pakistan
Dewasa ini, berdoalah untuk Pakistan secara umum. Para syuhada Ahmadi ini telah dan tengah berusaha untuk memenuhi janji dan kesetiaan mereka. Semoga Allah Ta’ala segera memberikan waktu ketika untuk Ahmadiyah di sana tercipta kemudahan-kemudahan dan dapat menghirup napas dengan damai.
Doa untuk Kaum Muslimin di Bulan Muharram ini: Tiada Jalan Bagi Mereka Selain Menerima Imam Zaman
Kini Muharram telah datang, selama Muharram ini mereka berusaha untuk membuat Karbala (karb o bala, kesedihan dan penderitaan) untuk orang-orang Ahmadiyah melebihi waktu-waktu sebelumnya. Pada kenyataannya, mereka sendiri saling membunuh dan merugikan satu sama lain. Bukannya mengambil pelajaran dari peristiwa Karbala, orang Muslim memenggal leher sesama Muslim. Berdoalah untuk mereka dan di hari-hari ini, di bulan Muharram ini khususnya harus banyak-banyak memberikan perhatian kepada Shalawat dan derma (sedekah, pengorbanan harta).
Berdoalah untuk keadaan keras yang sedang dihadapi oleh umat Muslim agar semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada mereka taufik memilih jalan kebenaran sehingga orang-orang ini selamat dari kesulitan-kesulitan dan azab. Selain ini tidak ada jalan lain yang dengan perantaraannya dapat dikatakan, bahwa untuk umat Muslim ada suatu jalan keselamatan bagi mereka kecuali mereka harus beriman [menerima] Imam Zaman. Tidak ada cara keluar lain untuk umat Islam selain menerima Imam Zaman ini. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik pada mereka.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ ‑ وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ‑ عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ‑ أُذْكُرُوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1] Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang agung