Khilafat

Khotbah Jumat

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis أيده الله تعالى بنصره العزيز (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 26 Mei 2017 di Masjid Baitul Futuh, Morden, UK (Britania Raya)

 

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

]بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ[، آمين.

 

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Terjemahannya ialah “Allah telah berjanji kepada orang orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu para Khalifah di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan para Khalifah orang-orang yang sebelum mereka; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhai bagi mereka; dan niscaya Dia akan menggantikan mereka sesudah ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Aku. Dan barang siapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang orang yang durhaka” (QS. 24:56)

Ayat ini, sebagaimana jelas dari artinya, di dalamnya menyatakan janji Allah Ta’ala kepada umat Muslim bahwa Khilafat itu ada dan akan terus berlanjut dalam Islam. Memang benar, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw, dikarenakan perbuatan dan tingkah laku kaum Muslim dan kelemahan iman mereka, maka ni’mat ini disita (direnggut) dari mereka untuk sementara waktu. Namun kendati demikian, Nabi saw pada saat yang sama juga bersabda bahwa menurut janji Allah Ta’ala, Nizham (sistem) ini akan ditegakkan dan dipulihkan kembali di kalangan mereka yang imannya kuat, melakukan perbuatan-perbuatan saleh (baik) dan menjalani agama terakhir dan lengkap ini; dan Khilafat (Khilaafah) akan ditegakkan kembali yang merupakan Khilafat dalam minhaj kenabian dan terus berlanjut.[1]

Mayoritas umat Islam, – dikarenakan kesalahan pandangan para ulama mereka dan ketiadaan pemahaman mendalam akan ajaran Al-Qur’an dan sabda-sabda Nabi Muhammad saw dan sikap mereka yang selalu berpegang pada tafsir-tafsir yang di bagian kulit saja – tidak memahami bagaimana Khilafat dapat didirikan lagi. Sebagaimana dengan jelas sekali dikatakan di kalangan umat Muslim bahwa Khilafat tidak diperlukan lagi, maka bagi setiap Muslim masih perlu berpegang teguh pada golongan-golongan yang mereka nyaman atasnya dan ini sudah cukup. Sebab, keadaan umat Muslim di dunia ini saat ini dan rusaknya reputasi Islam menuntut supaya setiap Muslim sebagaimana adanya.

Suatu kali saya berjumpa dengan seorang Imam Masjid di negara-negara Barat ini. Ia seorang pemimpin sebuah jam’iyah (organisasi) dan secara lahiriah juga punya cukup ilmu dalam hal Agama. Ia memiliki hubungan baik dengan para Ahmadi dan memandang mereka penuh hormat. Dia berkata: “Itikad saya yang saya nyaman dengan itu dan telah dikatakan oleh para sesepuh kami adalah jangan ganggu iman orang lain dan jangan tinggalkan iman kita.” Jika semua ulama berpandangan seperti ini, maka pengikutnya lambat laun berpandangan tidak perlu persatuan dalam satu Khilafat.

Perkataan ulama itu menjelaskan, dalam pandangan mereka, urusan pribadi dan perpecahan kelompok dianggap jauh lebih penting dibandingkan maslahat (kepentigan) luas bagi umat Islam dan persatuan di satu tangan (pemimpin). Hal ini otomatis tampak sebagai konsekuensi dari ketiadaan pemahaman ajaran Al-Qur’an dan ketiadaan perenungan atas sabda-sabda Nabi Muhammad saw.

Selagi menyebutkan kurangnya pengetahuan umat Muslim, atau bahkan lebih tepatnya kurangnya pemahaman para ulama Muslim, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: “Beberapa orang menolak konotasi keumuman ayat وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ dengan mengatakan bahwa kata ‘minkum’ [dari antara kamu] hanya dapat mengacu kepada para Sahabat Rasulullah saw saja dan kekhalifahan yang dibimbing secara benar akan berakhir pada masa mereka. Setelah mereka, tidak akan ada lagi Khilafat dan seolah-olah kurun waktu Khilafat dalam 30 tahun saja itu seperti bayangan senja atau sebuah mimpi saja. Selanjutnya Islam mengalami kemalangan secara berkelanjutan.[2] Wal ‘iyadz biLlaah.

Namun, saya ingin mengajukan pertanyaan: ‘Apakah ada seorang yang berhati saleh dan suci sanggup memercayai sebuah keyakinan bahwa keberkatan syariat Musa ‘alaihis salaam dan zaman kekhalifahannya yang lurus berlangsung selama 1400 tahun, tanpa diragukan lagi, namun Nabi itu yang merupakan terbaik dari semua Nabi dan semua Rasul, yang syariatnya berlangsung terus sampai hari Kiamat, tapi keberkatan-keberkatan syariatnya hanya terbatas pada masa beliau saw saja dan Allah Ta’ala tidak menginginkan diperagakannya keteladanan keberkatan Nabi Muhammad saw melalui para Khalifah ruhaniah beliau?’

Namun, sangat disayangkan betul-betul, mereka yang mengatakan hal-hal ini – yang mana itu membuat kita sangat menggigil dibuatnya dan hal itu memalukan tanpa batas bahwa keberkahan Islam tidak berlangsung hingga ke masa mendatang melainkan telah berhenti sejak lama -, mereka menamakan diri orang Islam!”[3]

Hadhrat Masih Mau’ud as di tempat lain juga bersabda, “Jika Khilafat hanya selama 30 tahun saja dan tidak tersisa sedikit pun setelahnya dan inilah umur Islam semua maka Allah pun Maha Kuasa menambahkan umur Nabi Muhammad saw (yaitu 63) dengan 30 tahun lagi sehingga hidup sampai 93 tahun yang mana itu bukan terhitung kehidupan yang luar biasa. Maka, apa perlunya Khilafat bila demikian itu?”[4]

Demikianlah, ada juga orang-orang yang berpendapat demikian. Hadhrat Masih Mau’ud as menyebutkan gambarannya dengan rinci. Namun, ada juga orang-orang yang ingin menegakkan Kekhalifahan dengan menggunakan kekuatan-kekuatan kekuasaan duniawi. Sesuai sangkaan mereka, Khilafat bisa didirikan dengan kekuatan [politik dst]. Orang-orang ini gagal untuk memahami pesan yang jelas dari Allah Ta’ala bahwa janji ini ditetapkan dengan syarat keimanan dan amalan-amalan yang saleh. Janji ini khusus bagi mereka yang menjadi hamba-hamba sejati Allah Ta’ala.

Disebabkan pandangan salah umumnya umat Muslim maka kekuatan anti Islam mendirikan suatu organisasi yang mengatas-namakan Khilafat untuk melemahkan dunia Islam. Padahal yang terjadi hal itu hanya untuk meraih keinginan-keinginan duniawi semata. Tapi gerakan itu (ISIS) hampir pudar setelah mencapai tujuan material untuk jangka waktu tertentu dan kurangnya dukungan atau setelah majikan materialis mereka mencapai tujuan mereka.

Tiga tahun lalu ada wartawan Irlandia yang bertanya kepada saya, “Apa sebenarnya Khilafat yang sekarang terlihat di dunia Islam (ISIS)? Akankah tersebar luas? Apakah Khilafat kalian lebih membahayakan dibanding itu?”

Saya menjelaskan kepadanya, “Mereka bukan Khilafat melainkan sekelompok ekstrimis seperti kelompok-kelompok ekstrimis aktif lainnya. Nasib akhir mereka akan sama seperti organisasi-organisasi ekstrimis lainnya. Mereka aktif bergerak selama para majikan mereka yang materialistis senang dengan mereka dan ketika hal itu membuat mereka malu maka mereka akan menjadikannya melemah secara bertahap. Mereka itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama. Islam jenis mana yang hendak mereka tegakkan? Dunia menyaksikan bahwa mereka menghancurkan keamanan di dunia Islam. Mereka merupakan buah agenda (rencana) dari kekuatan anti Islam untuk melemahkan kekuatan di dunia Islam.

Mereka didukung penguasa Muslim yang menumpahkan darah orang-orang mereka sendiri demi melestarikan takhtanya. Bukannya menegakkan keamanan, justru menjadi faktor ketakutan bagi umat Islam sendiri. Mereka menghancurkan perdamaian dunia non-Muslim juga. Apapun motif dan alasannya, bila seorang Muslim tulus mengamati orang Muslim lain yang terlibat pembunuhan orang tak bersalah dan penyebaran kehancuran, niscaya ia akan merasa menderita dan bersedih.”

Baru-baru ini di sini, di Inggris, sebuah peristiwa terorisme terjadi di Manchester. Sejumlah 22 atau 23 orang terbunuh sia-sia, termasuk anak-anak tak bersalah. Hal ini adalah tindakan kekejaman yang memalukan dan tidak akan pernah bisa diasosiasikan dengan ajaran-ajaran Islam bagaimanapun. Kita gundah dan terganggu dengan tindakan kekejaman terror yang mengerikan ini. Semoga Allah merahmati para korban yang meninggal dan menganugerahkan ketabahan bagi keluarga mereka. Semoga Allah menghentikan tangan-tangan orang-orang kejam ini yang melakukan tindakan-tindakan ganas nan keji atas nama Islam dan Khilafat.

Demikianlah yang terjadi di Negara-negara Islam berupa pembunuhan dan pertumpahan darah, kekejaman dan kebiadaban sebagai dampak menjauhi agama dan ketiadaan tanggapan atas perintah-perintah Allah. Perbuatan-perbuatan tersebut yang mengatasnamakan Islam sesungguhnya berlawanan dengan ajaran Islam. Demikian pula kekejaman-kekejaman yang dilakukan pemerintah-pemerintah Islam terhadap umat Islam dengan bantuan pemerintah-pemerintah non Islam berupa penembakan dan pembunuhan tanpa membeda-bedakan.

Maka, kita sebagai Ahmadi yang mengetahui ajaran Islam dan memahami ajaran Islam mengenai kecintaan, kasih sayang dan perdamaian serta menyaksikan pertukaran dari ketakutan menuju ketentraman melalui Khilafat, merasakan keprihatinan mendalam dibanding semuanya. Kita saja dapat merasakan beban yang lebih. Pada masa ini, hanya kita para Ahmadi saja yang memahami tema-tema keamanan dan perdamaian dalam ajaran-ajaran Islam dan dapat mengerti arahan-arahan yang dikeluarkan oleh Hadhrat Rasulullah saw dengan menerima Khatamul Khulafa, yaitu Hadhrat Masih Mau’ud as.

Khilafat tidak dapat diperoleh dengan kekuatan materi, politik dan kebesaran duniawi. Khilafat tidak akan dapat diraih dengan berkumpulnya orang-orang yang menyebut diri mereka ulama dalam satu majelis Ijmak [kesepakatan]. Sebagaimana [gagalnya] usaha-usaha seperti itu bertahun-tahun lalu berupa ijtima (perkumpulan) orang-orang Islam dalam pemilihan Khalifah. Takkan berdiri Khilafat dengan jalan-jalan itu.

Khilafat yang menukar ketakutan menjadi ketentraman dan yang merupakan hasil dari meraih ridha Allah yang menjadi sarana peneguhan agama, mempunyai ikatan dengan Khilafat yang akan didirikan sesuai kabar Allah Ta’ala dan rasul-Nya secara jelas dan yang Dia firmankan dalam Surah al-Jumu’ah: وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ “Dan, [Dia akan mengutusnya] pada kaum lain dari antara mereka, yang belum pernah bertemu mereka” (QS. 62: 4). Ketika ayat ini diturunkan kepada Nabi saw, beliau sw bersama para Sahabatnya tengah duduk-duduk. Seorang Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang belum dipertemukan atau bergabung dengan para Sahabat, namun, tetap memegang status sebagai Sahabat engkau?”

Beliau saw tidak menjawab sampai Sahabat itu menanyakan hal yang sama tiga kali. Setelah itu, Beliau saw meletakkan tangannya ke bahu Hadhrat Salman yang merupakan orang Persia, dan bersabda: «لَوْ كَانَ الإِيمَانُ عِنْدَ الثُّرَيَّا لَنَالَهُ رِجَالٌأَوْ رَجُلٌمِنْ هَؤُلاَءِ» “Ketika iman terbang ke Bintang Tsuraya, orang-orang atau seseorang dari bangsa orang ini akan mengambilnya kembali.” [5]

Suatu kali Hadhrat Rasulullah saw bersabda tentang kedudukan golongan aakhariin [آخَرِينَ],
أمّتي أمّةٌ مباركةٌ ، لا يُدرى أوَّلُها خيرٌ ، أو آخرُها خيرٌ ‘Ummatii ummatun mubaarakatun, laa yudraa awwaluhaa khairun au aakhiruha khairun.’ – “Umatku adalah umat yang penuh berkah. Tidak diketahui apakah zaman awalnya akan jadi yang lebih baik ataukah yang di zaman akhirnya.”[6] Dengan demikian, Rasulullah saw sendiri memberi kabar gembira mengenai kebaikan di zaman akhir.

Apakah mungkin usaha meraih keberkatan [آخَرِينَ] di zaman akhir ini ialah sebagai hasil dari mengikuti jejak-jejak para ulama materialis dan raja-raja duniawi? Tidak! Karena mereka orang-orang duniawi dalam makna sepenuhnya. Melainkan keberkatan-keberkatan ini ialah dengan mengikuti orang yang akan mengembalikan iman ke dunia.

Maka, siapakah pada hari ini yang berusaha bersungguh-sungguh mendirikan penyokong-penyokong keimanan di dunia yaitu Nizham yang tegak melalui pecinta sejati Nabi saw? Hal yang sebenarnya, Nizham ini sendiri yang akan menyebarluaskan seruan Islam di dunia seluruhnya dengan damai, kecintaan dan persaudaraan serta berusaha bersungguh-sungguh menghancurkan kekafiran dan ilhaad (ateisme) guna mendirikan keimanan di dunia. Inilah tugas Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud as yang wajib kita ikuti sebagaimana juga kita lakukan sepenuhnya.

Ada banyak peristiwa yang terjadi pada saya dan orang-orang lain juga. Kita mengadakan simposium-simposium perdamaian dan Jalsah-Jalsah Jemaat yang juga dihadiri non Jemaat. Ketika kita menyampaikan pesan Islam hakiki, semua mengatakan, sebagian mereka ialah Kristen dan Ateis, “Ini pesan kebenaran dan ini Islam yang diperlukan dunia sekarang ini. Jika anda menyebarkan Islam jenis ini tentu takkan ada seorang pun yang dapat menghalanginya.” Inilah tugas yang harus kita usahakan untuk sempurna. Demi pembaharuan agama dan penegakan iman di zaman ini mau tak mau ialah mengikatkan diri dengan Al-Masih dan Al-Mahdi yang dijanjikan, yang merupakan Khatamul Khulafa’.

Mengenai pengikatan orang-orang aakharin dengan para awal, beliau as bersabda, “Pokok dari ayat ini ialah Dia-lah Allah yang mengutus seorang rasul pada saat orang-orang secara final telah kehilangan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, dan itu ialah ilmu-ilmu kebijaksanaan dan keagamaan yang dengan itu disempurnakanlah jiwa-jiwa manusia dan mencapai keutuhan ilmiah dan praktik. (artinya, orang-orang telah melupakan sama sekali akan agama, dan ajaran kebijaksanaan memudar dari agama. Waktu yang diperlukan untuk kebijaksanaan agama dan ilmu-ilmu keagamaan mencapai puncaknya dan reformasi jiwa manusia dari segi ilmiah dan praktis, Nabi saw diutus untuk tujuan ini, karena hal-hal yang disebutkan semua telah lenyap dalam era itu)

Hadhrat Masih Mau’ud as selanjutnya bersabda: “Orang-orang tengah dalam kesesatan. Artinya, mereka telah menjauhkan diri dari Allah dan jalan-Nya yang lurus. Dalam hal ini, Allah mengutus Rasul-Nya, seorang ummi (bukan golongan terpelajar). Rasul-Nya itu menyucikan hati mereka dan memenuhi dengan pengetahuan Kitab dan kebijaksanaan, dan membawa mereka ke peringkat kepastian penuh akan tanda-tanda dan mukjizat (yaitu menunjukkan mereka tanda-tanda dan mukjizat serta penyaksian kudrat Allah sehingga keimanan mereka bertambah hingga mencapai keyakinan sempurna dan hati mereka dicahayai dengan cahaya ma’rifat Allah)

Berikutnya sabda beliau as, “Ada sekelompok lain yang akan muncul di zaman akhir.[7] Orang-orang yang menjadi kelompok itu tadinya berada dalam kegelapan dan kesesatan di awal dan jauh dari ilmu pengetahuan, kebijaksanaan dan kepastian, maka Allah mewarnakan mereka dengan warna para sahabat Nabi Muhammad saw, yaitu Dia akan memperlihatkan pada mereka apa yang dilihat para sahabat. Ketulusan dan kepastian mereka mencapai capaian ketulusan dan keyakinan para sahabat.”[8]

Dengan demikian, Al-Masih yang dijanjikan (Hadhrat Masih Mau’ud as) menciptakan dalam diri para sahabatnya berupa keyakinan dan keimanan yang membuat mereka mempersembahkan pengorbanan-pengorbanan sehingga mencapai kesempurnaan dalam keimanan dan keyakinan dan keluar dari kegelapan yang berlaku di segala arah. Saat itu kegelapan menyelimuti dunia.

Orang-orang lupa Islam lalu Al-Masih yang dijanjikan datang dan memberikan kebangkitan kedua kali bagi Islam, ketika di saat yang sama, para Sahabat ini, yang mengikatkan diri mereka pada Hadhrat Masih Mau’ud as, mendapatkan cahaya tersebut yang merupakan cahaya keimanan. Mereka menyaksikan jajaran pertanda-pertanda yang disebutkan dalam ribuan buku-buku Jemaat. Sampai hari ini ada banyak orang yang muncul dari kegelapan untuk melihat cahaya, dan setelah mereka melihat tanda tanda, mereka masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda mengenai orang-orang yang mengimani beliau as bahwa mereka meraih cahaya dan keyakinan melalui tanda-tanda dan dukungan-dukungan yang segar dari Allah Ta’ala sebagaimana para Sahabat. Mereka menanggung derita dan kesulitan berupa cemoohan, kutukan, celaan, perkataan menyakitkan, pemutusan silaturahmi dan sebagainya. Mereka dihilangkan dari hubungan keluarga dan menanggung kesedihan ini seperti halnya para sahabat Nabi saw.[9]

Kejadian ini bukan hanya terjadi di zaman Hadhrat Masih Mau’ud as saja atau di kalangan bangsa tempat beliau diutus yaitu di Hindustan dan Pakistan saja, melainkan dikarenakan beliau as datang sebagai pengikut RasuluLlah saw untuk menyatukan umat seluruh dunia dan demi menjadikan mereka sebagai hamba-hamba Allah, maka mereka yang mengimani beliau as di negara-negara lain juga mengalami musibah-musibah, kesukaran dan penderitaan. Namun, mereka menanggung segala penderitaan dan kemalangan dengan kesabaran dan ketabahan yang luar biasa.

Contoh yang berada di Algeria (Aljazair) ada di hadapan kita pada hari-hari ini. Jemaat di sana bukan Jemaat lama [kebanyakan Mubayyi’in baru], namun setelah mereka mengimani Hadhrat Masih Mau’ud as, bergabung dengan Jemaat Aakhariin ‘kaum hari akhir’ dan telah mengikuti Khilafat Ahmadiyah, iman mereka ditinggikan kepada level puncak. Kita dapat menerangkan ketinggian iman mereka melalui surat dari salah seorang tahanan di kalangan mereka yang dikirim kepada saya kemarin atau yang sampai kepada saya kemarin: “Allah Ta’ala telah mengaruniai kami kenikmatan Islam sejati yang menghidupi hati-hati kami dan menghimpun jiwa-jiwa menjadi sebuah bangunan kokoh (bunyanum marshush) yang saling menyayangi karena Allah dibawah perintah seorang Khalifah.”

Kemudian, ia menulis ditujukan kepada saya, “Sayyidii (Tuanku, Hudhur)! Para Ahmadi dari berbagai pelosok negeri mengunjungi saya setelah saya keluar dari penjara. Mereka semua senang dan bahagia dengan pertolongan Allah.” (Di satu sisi mereka menanggung kesulitan keluarga sementara di sisi lain menikmati sukacita dan kebahagiaan saat turun pada mereka karunia-karunia Allah) “Mereka mempercayakan saya tugas menyampaikan salam kepada Hudhur dan permohonan didoakan bagi mereka. Mereka terus aktif melanjutkan pekerjaan dan doa agar meninggikan kalimat kebenaran. Tiap kali musibah-musibah hilang dari kami, kami tetap melanjutkan penyebaran kebenaran sembari memohon pertolongan Allah dengan menunduk dalam doa.”

“Pada hari-hari ini kesulitan bertambah disebabkan adanya solidaritas, kecintaan dan ikatan kami dengan Khalifah kami nan tercinta. Kami telah menyaksikan dengan mata kami pengabulan dari Allah atas doa-doa Hudhur bagi kami. Kami telah melihat dalam musibah-musbah banyak tanda yang menambah iman dan keyakinan kami atas Hadhrat Masih Mau’ud as yang merupakan pecinta sejati terhadap Junjungan kami, Muhammad saw. Karunia-karunia Allah turun berlipat ganda kepada para Ahmadi di Aljazair.”

Beberapa Ahmadi dibebaskan dari penjara baru-baru ini. Kita doakan semoga Allah menyediakan sarana-sarana pembebasan bagi yang lainnya juga. (آمين)

Seorang Ahmadi lainnya yang pernah ditahan menulis: “Saya yakin saat di penjara bahwa Allah menakdirkan kami hidup beberapa lama dari kehidupan kami di sana supaya kami dapat mengungkap sebagian keajaiban-Nya. (maksudnya, penahanan, hukuman dan keputusan pengadian menentang kita ada hikmah khasnya dari Allah supaya Dia memperlihatkan kita sebagian keajaiban-Nya. Dengan demikian, hilanglah kesulitan dari kita.)

Tadinya kami berpikir dalam masa kebebasan, kemakmuran dan kelapangan, kami akan meraih banyak kesuksesan dan kami sangka akan melihat wajah Tuhan nan Mulia serta kami ketahui jalan-Nya. Tapi sekarang saya baru tahu bahwa dalam masa itu kami hanya tahu hal sedikit saja tentang itu dan sekarang keadaan inilah saya melihat contoh dari segala keajaiban-Nya.

Saya tidak pernah takut penjara karena yang saya cemaskan ialah jika saya belum memenuhi kewajiban terhadap Allah dan para makhluk-Nya dengan semestinya.

Dalam penjara saya melihat banyak mimpi yang memberikan ketenangan. Diantaranya ialah saya juga beberapa kali berjumpa dengan Hudhur. Doa-doa Hudhur memberikan saya ketentraman, keyakinan dan kepuasan selama saya di penjara.

Saya mohon doa kepada Hudhur untuk istri saya. Ia biasa banyak bersabar dan berjuang keras.” (Istrinya adalah satu-satunya Ahmadi dalam keluarganya – dan seluruh keluarganya adalah non-Ahmadi. Saat kejadian pemenjaraan suaminya ini, ayah istrinya wafat, saudara-saudarinya telah meninggalkannya (istrinya itu) karena keahmadiyahannya itu setelah muncul penentangan terhadap Jemaat.)

“Saat saya masuk penjara, banyak orang meninggalkan istri saya.” (Sepertinya keluarga suaminya yang bukan Ahmadi.) Namun, para wanita Ahmadi yang salehah mengisi kekosongan ini dengan cinta kasih mereka.”

Mereka semua menjadi seperti keluarga. Saat keluarga istrinya itu meninggalkan istrinya, para anggota Jemaat Ahmadiyah menjadi keluarganya.

Ringkasnya, tiap laki-laki dan wanita Ahmadi di daerahnya masing-masing telah berkorban dan masih saja terus mengajukan pengorbanan di beberapa tempat. Hadhrat Masih Mau’ud as telah bersabda di sejumlah tempat bahwa mereka yaitu para Sahabat juga menghadapi kesakitan dan menemui kesukaran. Beliau as bersabda seperti itu mengenai para Sahabat beliau as juga. Namun Jemaat Aljazair yang kecil dan baru itu melewati zaman cobaan dan teguh secara kokoh dalam iman mereka. Itu terlihat dari kedua surat yang telah saya bacakan tadi.

Mereka juga menulis dalam surat itu bahwa karena sistem Khilafah, yang didirikan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as, diciptakan untuk mereka sarana untuk kedamaian dan ketenangan pikiran. Tindakan yang dilakukan oleh mereka yang memusuhi terhadap mereka, dengan karunia Allah, Dia mengubahnya menjadi ketenangan mereka karena hubungan mereka dengan Khilafat. Ada banyak contoh yang menunjukkan bahwa Allah menyediakan sarana-sarana untuk kenyamanan dan ketenangan pikiran. Bencana dan masalah datang pada tingkat individu dan kelompok, tetapi Allah tetap menyediakan sarana-sarana keamanan ketenangan sesuai janji-Nya. Janji itu tidak terbatas pada era atau waktu tertentu.

Sebagaimana disampaikan dalam beberapa contoh, janji-Nya itu bukanlah khusus di suatu zaman saja melainkan Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan, akan menghapus rasa takut mereka. Namun, Allah dengan itu berulang kali mengarahkan umat beriman untuk melakukan kewajiban ibadah juga. Saat mereka menjalankan kewajiban beribadah apa pun yang terjadi pada mereka dalam kasus-kasus berupa rasa takut, itu akan diganti dengan situasi aman dan ketenangan karena jalinan mereka dengan Khilafat dan hubungan mereka dengan Tuhan.

Selain sejumlah kecil saja, para Ahmadi dari Aljazair ini tidak pernah bertemu Khalifah-e-Waqt. Namun, karena mereka memiliki iman yang penuh, Allah Ta’ala membawakan mereka sarana-sarana bagi ketenangan dan kedamaian mereka dalam cara yang sama ketika pada masa Hadhrat Masih Mau’ud as, sarana-sarana ketenangan dan kedamaian diciptakan bagi mereka yang depat dengan beliau. Kemudian, lihatlah sejarah Jemaat! Allah Ta’ala telah menentramkan hati orang-orang beriman di zaman Khalifah pertama juga karena Nizham Khilafat yang dihasilkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as. Lalu, muncullah kesulitan pada zaman Khalifah kedua juga namun Allah Ta’ala menurunkan ketenangan.

Kemudian, pada masa Khalifah ketiga kesulitan keras juga dihadapi. Perdana Menteri Pakistan pada masa itu sesumbar (menyatakan dengan sombong) akan memastikan para Ahmadi terpaksa untuk mengemis, namun Allah Ta’ala membawa sarana-sarana meringankan keadaan (ketika itu). Inilah pula yang Allah lakukan pada periode Khalifah keempat. Pada hari-hari ini juga Dia menganugerahkan sarana-sarana juga.

Janji ini bukan istimewa kepada siapa saja melainkan khusus bagi orang-orang yang beriman yang mengikatkan diri dengan Khilafah sejati yang didirikan oleh Allah Ta’ala. Itu semua terjadi karena Allah Ta’ala telah menjanjikan kepada Hadhrat Masih Mau’ud as bahwa tugas beliau akan Dia sempurnakan melalui Kudrat kedua, yaitu Khilafat, yang menjadikan Islam unggul kembali begitu juga menentramkan umat yang beriman.

Demikianlah, dalam sebuah pamflet Al Wasiyyat, Hadhrat Masih Mau’ud as menulis berkaitan dengan perginya beliau dari dunia ini, dan kemajuan yang berkelanjutan dari Jemaat melalui Khilafat dengan bersabda: “Wahai orang-orang tersayang! Karena sejak dahulu begitulah sunnatullah, bahwa Allah Ta’ala menunjukan dua kudrat-Nya supaya diperlihatkan-Nya bagaimana cara menghapuskan dua kegirangan yang bukan-bukan dari musuh, maka sekarang tidak mungkin Allah Ta’ala akan meninggalkan sunah-Nya yang tidak berubah-ubah itu. Maka janganlah kalian bersedih hati karena uraian yang saya terangkan di depan kalian ini. Janganlah hati kalian menjadi kusut karena bagi kalian perlu pula melihat Kudrat yang kedua. Kedatangannya kepada kalian membawa kebaikan karena Dia selamanya akan tinggal bersama kalian dan sampai hari kiamat, silsilah ini tidak akan terputus.

Kedatangannya kepada kalian adalah membawa kebaikan, karena dia selamanya akan tinggal bersama kamu, dan sampai kiamat silsilahnya tidak akan putus-putus. Kudrat Kedua itu tidak dapat datang sebelum saya pergi; akan tetapi bila saya pergi, maka Tuhan akan mengirimkan Kudrat Kedua itu kepadamu, yang akan tinggal bersama kamu selama-lamanya; sebagaimana janji Allah Ta’ala dalam Barahin Ahmadiyah. Janji itu bukan untuk saya, melainkan untuk kamu. Seperti firman Tuhan, ‘Aku akan memberi kepada Jemaat ini, yaitu mereka yang mengikuti engkau kemenangan diatas golongan-golongan lain sampai kiamat.’

Dari itu mestilah datang kepadamu hari perpisahanku, supaya sesudah itu baru datang hari yang jadi hari perjanjian kekal. Tuhan kita adalah Tuhan yang menepati janji, setia dan benar. Dia akan memperlihatkan kepadamu segala apa yang sudah dijanjikan-Nya. Meskipun masa ini adalah masa akhir dunia serta banyak malapetaka akan tiba, tetapi mestilah dunia akan tetap berdiri sebelum segala hal yang dikabarkan Tuhan itu terjadi semuanya. Saya lahir sebagai suatu khudrat dari Tuhan. Saya adalah kudrat Tuhan yang berjasad.

Kemudian, sesudah saya ada lagi beberapa wujud yang jadi mazhar (cerminan) Kudrat Kedua. Sebab itu senantiasalah kamu berhimpun sambil berdoa, menanti kudrat Tuhan yang kedua itu. Hendaknya tiap Jemaat para saleh di tiap negeri senantiasa berhimpun dan terus-menerus berdoa supaya Kudrat Kedua turun dari langit. Dan kepada kamu diperlihatkan, bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Kuasa. Anggaplah ajalmu telah dekat. Kamu tidak tahu bila saat itu akan tiba.”[10]

Tidak ragu lagi, pasti mereka menghadapi kesulitan-kesulitan dan cobaan-cobaan namun kemenangan akhir ialah bagi Jemaat Ahmadiyah, dengan izin Allah. Nizham Khilafat yang didirikan melalui Hadhrat Masih Mau’ud as ialah Nizham haqiqi yang dengan itu dikerjakan kemajuan dan perkembangan ini sebagaimana dilakukan dengannya kemanan dan perdamaian dunia juga. Itu ialah sebuah Nizham yang melaluinya terbukti ketinggian dan keunggulan Islam di dunia seluruhnya. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda mengenai kemenangan ini:

“Inilah kebiasaan (Sunnah) Allah Ta’ala yang berlaku bahwa sejak Dia menciptakan manusia di bumi sunnah ini masih saja berjalan tanpa putus bahwa Dia menolong para Nabi-Nya dan para Rasul-Nya. Telah tertulis kemenangan atas mereka sebagaimana Dia berfirman, كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِيAllah Ta’ala telah memutuskan, Aku dan Rasul-rasul-Ku pasti akan menang, sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.’ (Al-Mujadilah, 58:22)

Dan, yang dimaksud kemenangan ialah sebagaimana keinginan para Nabi dan para Rasul itu – yaitu keterangan dan dalil Tuhan – sempurna di bumi dan tidak ada yang dapat melawannya, begitulah Allah Ta’ala membuktikan kebenaran mereka dengan tanda-tanda yang kuat. Kebenaran yang hendak dikembangkan mereka di dunia, di tangan mereka itulah ditanamkan-Nya benihnya itu. Akan tetapi untuk menyempurnakannya tidak dikerjakan-Nya dengan perantaraan tangan mereka para Rasul, bahkan mereka diwafatkan-Nya di dalam waktu yang menurut lahiriah mengandung kecemasan tentang gagalnya pekerjaan. Musuh-musuh [mereka yang memusuhi] diberi-Nya tempo untuk tertawa, berolok-olok, mencela dan memaki. Bila mereka sudah puas menertawakan barulah diperlihatkanNya tangan kedua dari kudrat-Nya. Diadakan-Nya bahan-bahan yang dengan perantaraannya, cita-cita yang terbengkalai tadi akan sampai kepada kesempurnaannya.

Jadi, Dia (Allah Ta’ala) memperlihatkan dua macam Kudrat (Kekuasaan); Pertama (1) Dia memperlihatkan Tangan Kudrat-Nya di tangan para Nabi-Nya sendiri. (2) Kedua, di waktu sepeninggal (setelah kewafatan] nabi, kesukaran-kesukaran pun muncul, dan musuh merasa lebih kuat dan berpikir keadaan (Jemaat) berantakan dan yakin sekarang Jemaat ini akan musnah, dan bahkan sebagian anggota Jemaat juga, berada dalam kebingungan dan punggung mereka patah (putus harapan), dan beberapa yang malang memilih jalur yang mengarah pada kemurtadan. Dalam keadaan demikian Allah Ta’ala untuk kedua kali menujukkan kudrat-Nya yang amat kuat, dan Jemaat yang hampir akan roboh itu disambut-Nya kembali.

Jadi, orang yang sabar sampai akhir, ia akan menyaksikan mukjizat Allah Ta’ala ini. Sebagaimana telah terjadi di waktu Hadhrat Abu Bakar Siddiq ra, ketika Rasulullah saw wafat yang disangka orang bukan pada waktunya, dan banyak diantara orang-orang dusun yang bodoh balik murtad dan sahabat-sahabat ra. pun karena terlampau sedihnya – hampir-hampir seperti gila rupanya; pada ketika itulah Allah Ta’ala menegakkan Hadhrat Abu Bakar Siddiq ra. untuk memperlihatkan kudrat-Nya kedua kali, dan Islam yang hampir-hampir akan tumbang itu ditopang-Nya kembali. Dan janji yang difirmankan-Nya ditepati-Nya, yaitu: وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ Artinya, ‘Akan Kami kuatkan lagi kaki mereka sesudah kecemasan dan ketakutan.’” [11]

Tidak ada keraguan, merupakan kebaikan Allah Ta’ala yang luar biasa bahwa meskipun Jemaat mengalami shock yang amat sangat ketika wafatnya Hadhrat Masih Mau’ud as; namun Dia segera menjaga dan mengurus Jemaat lewat Hadhrat Khalifatul Masih I ra sehingga meskipun ada orang yang mempunyai niatan menciptakan kerusakan dan kejahatan, hal tersebut dapat cepat dipadamkan dan niat itu terungkap. Setelah itu, Jemaat mengalami goncangan kembali ketika Hadhrat Khalifatul Masih I ra wafat dan para pimpinan Jemaat yang terkemuka memilih absen dari baiat, memisahkan diri dan menolak Khalifah. Jemaat mengalami periode yang sangat sulit pada periode ini. Namun, apa hasilnya? Khilafat ditolong hingga jangkauan akhir dan perjalanan di jalan-jalan kesuksesan terus berlanjut menuju sudut-sudut kemajuan.

Kemudian, Jemaat menghadapi periode-periode permusuhan yang berbahaya pada masa Khalifah ke-3, dan meskipun ada rencana-rencana mengerikan dari pemerintah, Allah Ta’ala memberikan rahmat-Nya. Mereka tidak dapat menghalangi atau menghambat kemajuan Jemaat. Pemimpin Pakistan pada masa itu sesumbar (menyatakan dengan sombong) akan memastikan para Ahmadi terpaksa untuk mengemis, namun Allah Ta’ala membawa sarana-sarana meringankan keadaan (ketika itu). Selama periode Khalifah ke-4, pemerintah Pakistan mengintensifkan penganiayaan mereka (terhadap Jemaat) dan lagi lagi Allah Ta’ala menganugerahkan sarana-sarana untuk menyediakan kenyamanan dan pelipur lara. Terlebih lagi, Jemaat terus mendaki ketinggian yang baru dan sarana-sarana yang lebih baru muncul untuk bertabligh dan kemudian lewat sistem satelit kita dapat melakukan Tabligh.

Kemudian, selama era Khalifah ke-5, modal dan cara Tabligh lebih jauh diperluas dan tidak hanya ribuan atau ratusan ribu, namun pesan Jemaat telah mulai meraih jutaan orang. Permusuhan muncul bukan hanya satu dua Negara tapi di banyak Negara. Permusuhan ini adalah dalil kebenaran Ahmadiyah dan tanda kemajuan Jemaat. Ada upaya untuk menjauhkan anggota Jemaat dari Ahmadiyah tetapi Allah, sesuai janji-janjinya, membuka jalan-jalan kemajuan, dan dengan demikian Jemaat ini mencapai kemajuan luar biasa.

Semua ini menunjukkan, meskipun ada rintangan-rintangan yang bersifat sementara, kemenangan Islam telah ditakdirkan untuk terjadi lewat Hadhrat Masih Mau’ud as dan institusi Khilafat yang didirikan setelah beliau. Tidak peduli seberapa lelah oposisi mereka terhadap Jemaat ini, tapi itu tidak hanya mereka tidak mendapat apa-apa kecuali kekecewaan dan kehilangan. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita semua agar kuat keimanannya dan beramal saleh dan juga standar ibadah setiap Ahmadi terus meningkat sehingga kita terus ikut ambil bagian dari kesuksesan dan kemajuan ini.

Setelah ini ada shalat jenazah. [Hudhur bertanya, “Apakah jenazah telah ada di sini?” Jawaban, “Iya.”] Shalat Jenazah ini adalah untuk Tn. Chaudri Hamid Ahmad, putra Tn. Chaudri Muhammad Sulaiman Akhtar. Beliau telah hidup di sini (di Inggris) selama 7-8 tahun terakhir. Beliau wafat pada 20 Mei 2017 di usia 42 tahun. إنا لله وإنا إليه راجعون Almarhum, dengan rahmat Allah adalah cicit sahabat Hadhrat Masih Mau’ud as yaitu Chaudri Maula Bakshy.

Caudri Hamid Ahmad bersama keluarganya sampai di Jerman pada 1990 sebagai pengungsi dari Pakistan. Beliau sangat aktif berkhidmat dalam Jemaat lokal sebagai Sekretaris Tabligh, Qaid Majlis Khuddamul Ahmadiyah dan Mu’tamad di Majlis Khuddamul Ahmadiyah Jerman. Di tingkat wilayah sebagai Sekretaris umur amah. Ringkasnya dari tingkat wilayah kepengurusan dan Majlis Khuddamul Ahmadiyah, beliau berkhidmat.

Beliau mengikuti Jalsah Salanah di Bosnia sebagai perwakilan Pusat. Beliau menyukai olahraga juga karena biasa mendirikan meja pingpong dengan semangat dan perhatian sampai-sampai biasa keluar demi itu kadang-kadang sendirian saja jika tidak menemukan asistennya.

Beliau pindah dari Jerman ke Inggris pada tahun 2009 dan juga berkhidmat di sini sebagai Nazhim Ta’lim Daerah dan Nazhim Athfal juga dan telah meraih prestasi penting dalam meninggikan level pendidikan anak-anak di majlisnya. Selain itu, seperti yang saya katakan dia sangat ingin melaporkan, dan menurut layanan pada beberapa posisi di hamba Ahmadiyah dan pendukung Tuhan juga.

Selain itu, beliau juga sangat aktif untuk mendirikan stan tabligh, begitu sangat hobi dalam bertabligh. Beliau dikaruniai berkhidmat di sejumlah posisi di Khuddamul Ahmadiyah dan Ansharullah. Beliau selalu membantu secara sukarela di kantor Private secretary (Sekretaris Pribadi Khalifah) di bagian Pos Surat. Beliau juga bertugas sukarela di bagian keamanan. Saya pikir beliau tidak mengerjakan pekerjaan lain karena berjam-jam lamanya biasa berada di kantor Private Secretary dan juga berkhidmat di Majlis Khuddamul Ahmadiyah.

Almarhum adalah Musi. Beliau meninggalkan, seorang istri, 1 putri dan 4 putra. Ayahnya masih hidup beliau pula saudara-saudaranya. Ayahnya, Tn. Sulaiman Akhtar mengatakna, “Putra saya seorang yang sangat taat. Sejak kecil sibuk dalam pekerjaan Jemaat. Hatinya penuh dengan semangat berkhidmat demi agama setiap waktu. Tiap kali ada kesempatan berkhidmat, pasti langsung dimanfaatkan untuk itu. Beliau biasa pergi ke masjid bersama anak-anaknya. Saat sakit, dan sedikit merasa baik, segera saja beliau lakukan kebiasaan itu. Beliau wafat karena penyakit kanker. Beliau menghadapi penyakit sampai akhir dengan sangat sabar dan masih menyelesaikan pekerjaan sebagai Sekretaris Waqf-e-Nau.”

Istrinya menulis, “Ikatan dengan anak-anak dari Almarhum seperti dengan sahabat dekat. Dalam keadaan sakit sekalipun, beliau tidak pernah lupa memberi tarbiyat kepada mereka. Kami telah 15 tahun menikah tapi Almarhum tidak pernah berkata dengan suara tinggi terhadap saya. Beliau memiliki hubungan yang khas dengan Khilafat. Selalu mendahulukan kepentingan Jemaat. Dua-tiga kali beliau masuk rumah sakit, lalu kembali bekerja. Tampak sepertinya beliau baik-baik/sehat saja. Beliau senantiasa siap membantu siapapun.”

Muhtamim lokal Majlis Khuddamul Ahmadiyah di Britania melaporkan, “Almarhum sangat menyintai Khilafah Ahmadiyah dan Nizham Jemaat hingga batas tergila-gila. Ia mengedepankan kepentingan Jemaat senantiasa. Ia dua atau tiga kali masuk rumah sakit karena sakitnya namun tiap kali kondisinya membaik sedikit, ia pulang untuk pekerjaan sukarela dengan rajin sampai tidak ada seorang pun sadar bahwa ia tengah sakit. Di sakitnya yang terakhir, ia menyatakan penyesalannya karena tidak mampu shalat di masjid.”

Salah seorang temannya yang mengendarai mobil taksi bersamanya mengatakan, “Di satu hari gilirannya mengemudi taksi dan giliran saya setelahnya. Selama waktu itu ketika shalat tiba, ia pergi untuk shalat sementara saya menunggu penumpang. Namun, yang terjadi ialah ketika ia kembali setelah shalat, saya tidak mendapat penumpang satu pun. Sementara ia ketika datang langsung saja dapat penumpang. Dari kejadian ini saya mendapatkan pelajaran supaya mengorbankan pekerjaan duniawi demi agama. Suatu keharusan untuk mendahulukan ibadah wajib. Demikianlah Almarhum memberikan tarbiyat bagi para sahabatnya tanpa berkata apa-apa.”

Termasuk sifat pentingnya ialah ia biasa membantu semua orang. Seorang temannya berkata bahwa tiap kali ia meminta Almarhum menyelesaikan sebuah pekerjaan pada jam dua pagi, Almarhum menjawab akan menyelesaikan segera. Tn. Athaul Mujib Rasyid berkata, “Ia biasa mendirikan stan tabligh secara kontinyu. Ia melakukannya dengan ramah dan menyampaikan salam untuk semua. Suatu hari salah seorang temannya menghubunginya dan menanyakan soal kesehatannya. Almarhum menjawab bahwa ia merasa sedikit lebih baik dan ingin keluar rumah untuk bertabligh.” Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat beliau, merahmati beliau dan menganugerahkan pengampunan kepada beliau dan semoga Dia juga menjadikan anak-anak beliau sebagai saleh, mulia dan tetap terikat pada Khilafat. آمين.

Sebagaimana telah saya katakan, jenazah ada di sini. Saya akan keluar setelah Jumat untuk mengimami shalat jenazah atas beliau sementara anda sekalian tetap meluruskan shat di dalam masjid.

 

[1] Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 6, halaman 285, hadits an-Nu’man bin Basyir, hadits 18596, ‘Alamul Kutub, Beirut, Lebanon, 1998. Diriwayatkan oleh Hadhrat Huzaifah r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ “Kenabian akan tetap di antara kalian selama Allah menghendakinya. Kemudian Dia akan mengambilnya lalu khilaafah ‘ala minhajin nubuwwah (Khilafat berdasarkan kenabian) akan dimulai, dan kemudian, ketika Allah menghendaki, Dia akan mengambil karunia ini juga. Kemudian sesuai dengan Taqdir-Nya, kerajaan yang menggigit (menyakitkan dan mengesalkan) akan tegak, yang akan membuat orang sedih dan merasa terkekang dan kemudian ketika era ini akan berakhir, sesuai dengan Taqdir Tuhan selanjutnya, kerajaan yang lalim akan muncul, sampai datang gelora rahmat Allah dan Dia mengakhiri era tirani dan penindasan ini. Kemudian, Khilafat berdasarkan kenabian akan tegak lagi dan setelah mengatakan hal ini Rasulullah s.a.w. diam.”

[2] Kitab Dalailun Nubuwwah (dalil-dalil kenabian) karya al-Baihaqi, bab fi ikhbarihi ‘an muddatil Khilaafah ba’dahu tsumma takuunu mulkan fakaana kamaa akhbara (bab tentang pengabaran mengenai jangka waktu Khilafah setelah beliau saw lalu berlaku Kerajaan dan telah terjadi apa-apa yang telah beliau kabarkan). Dari Ali bin Zaid, dari Abdur Rahman ibn Abi Bakrah, dari ayahnya yang berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda, خلافة نبوة ثلاثين عاما ثم يؤتي الله الملك من يشاء ‘Khilaafatun nubuwwatun tsalaatsiina ‘aaman tsumma yu-tiLlahul mulka may yasyaa-u.’ “Khilaafah Nubuwwah (Kepemimpinan KeNabian) terjadi selama 30 tahun, kemudian Allah memberikan mulk (kerajaan, kekuasaan) kepada siapa yang Dia kehendaki.” Di kitab yang sama juga tercantum hadits sabda Nabi saw, خلافة النبوة ثلاثون سنة ثم يؤتي الملك من يشاء أو قال ملكه من يشاء ‘Khilaafatun Nubuwwati tsalaatsuuna sanatan tsumma yu-til mulka may yasyaa-u aw qaala mulkahu may yasyaa-u.’

[3] Syahadatul Qur’aan, Anwarul ‘Uluum, jilid 6, h. 330

[4] Syahadatul Qur’aan, Anwarul ‘Uluum, jilid 6, h. 354

[5] Shahih Bukhari, Kitab tafsir, tafsir Surah Jum’ah, bab. Lafadz wa aakhariina minhum terdapat juga dalam Shahih Muslim, Kitab Fadhailish Shahabah.

[6] Kanzul ‘Ummal (كنز العمال في سنن الأقوال والأفعال), bab keutamaan umat yang dirahmati ini (الباب السابع: في فضائل هذه الأمة المرحومة ), no. 34451 karya Ali Alauddin ibn Abdul Malik Husamuddin ibn Qadhi Khan al-Qadiri asy-Syadzili al-Hindi, terkenal dengan nama al-Muttaqi al-Hindi. (المتقي الهندي); Lahir pada 1483/888 dan wafat pada 1567/975; tercantum dalam Jami’/Sunan at-Tirmidzi, Kitab al-Amtsal (mengenai perumpamaan); dari Anas berkata: “Rasulullah saw bersabda: :«مَثَلُ أُمَّتِي مَثَلُ الْمَطَرِ لاَ يُدْرَى أَوَّلُهُ خَيْرٌ أَمْ آخِرُهُ». ‘Matsalu ummatii matsalul mathari laa yudraa awwaluhu khairun am akhiruhu.’ – ‘Perumpamaan umatku seperti hujan tidak diketahui mana yang lebih baik, awalnya atau akhirnya.’”

[7] Mushannaf Ibni Abi Saibah, Kitab tentang Jihad, bab keutamaan berjihad, no. 18781, riwayat Abdurrahman bin Jubair bin Naqir, “Ketika para Sahabat Nabi ditimpa kesedihan atas apa yang menimpa Zaid bin Haritsah di perang Mu’tah (yaitu syahid), Nabi Muhammad saw bersabda, لَيُدْرِكَنَّ الْمَسِيحُ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَقْوَامًا إنَّهُمْ لَمِثْلُكُمْ أَوْ خَيْرٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, وَلَنْ يُخْزِيَ اللَّهُ أُمَّةً أَنَا أَوَّلُهَا وَالْمَسِيحُ آخِرُهَا ‘Al-Masih benar-benar akan mengetahui bahwa dari umat ini akan ada bangsa-bangsa yang seperti kalian atau lebih baik lagi – tiga kali beliau ucapkan – dan Allah sekali-kali takkan membuat hina umat yang saya ada pada awalnya dan Al-Masih ada pada akhirnya.’”

[8] Ayyamush shulh, Ruhani Khazain jilid 14, h. 304

[9] Ayyamush shulh, Ruhani Khazain jilid 14, h. 306

[10] Al-Wasiyat, Ruhani Khazain jilid 20 hal. 305-306

[11] Risalah Al Wasiyat, Ruhani Khazain jilid 20 hal. 304-305

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.