Khotbah ‘Īdul Aḍḥā’: Memenuhi Tujuan Hidup dengan menjawab Penyeru dari Tuhan

Khotbah ‘Īdul Aḍḥā

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (أيده الله تعالى بنصره العزيز, ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 13 September 2016 di Masjid Baitul Futuh, Morden, UK (Britania Raya)

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

]بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ[، آمين.

Kita membaca dalam Al-Qur’an, kita pun sering kali diperingatkan dalam ceramah-ceramah serta khotbah-khotbah kita dan boleh jadi saya pun puluhan kali membahas seputar topik bahwa dalam menjelaskan tujuan penciptaan manusia, Allah Ta’ala berfirman, وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلالِيَعْبُدُونِTidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka itu beribadah kepada-Ku” (QS Al-Dzāriyāt, 51:57) Itu artinya, jika ada suatu tujuan penciptaan manusia, maka itu adalah agar mereka menyembah Allah Ta’ala secara sempurna serta menjadi hamba-hamba-Nya yang sempurna.

Namun, apakah maksudnya seseorang itu menjadi seorang hamba dan apa maksud dari [يَعْبُدُونِ] – beribadah kepada-Ku? Maksudnya, penghambaaan yang sempurna, dan dengan segala daya dan segala sesuatu yang dikaruniakan kepadany, ia menunaikan kewajiban pengkhidmatan dan beribadah. Artinya, ibadah itu seharusnya tumbuh dari lubuk hati terdalam disertai kecintaan, tidak menjadi beban; kecintaan, ketaatan serta sikap tunduk, patuh serta merendahkan diri pun akan menjadi sempurna sekiranya di dalamnya tidak terdapat satu pun yang akan menjadi sekutu Allah.

Kita lihat Allah menciptakan banyak makhluk dan memikulkan pada mereka kewajiban-kewajiban serta masing-masing bekerja pada lingkupnya, maksudnya segala sesuatu tunduk pada Allah Ta’ala. Di samping tiap-tiap makhluk yang lain itu, Allah telah menciptakan munusia dan memikulkan suatu kewajiban padanya.

Apa gerangan kewajiban tersebut? Ketahuilah kewajiban manusia itu adalah supaya manusia mengetahui tujuan dari penciptaannya dan hal-hal apa yang Allah Ta’ala percayakan padanya serta tujuan hakiki dari penciptaannya, namun seberapa banyak mereka bekerja untuk mewujudkan tujuan ini dan menyempurnakan kewajiban ini?

Kalian kesampingkan orang-orang lain di dunia. Perhatikanlah orang-orang Muslim saja supaya melihat seberapa banyak dari mereka yang menjalankan perintah-perintah Allah Ta’ala, menaati-Nya, menyembah-Nya dari lubuk hati terdalam dengan disertai perasaan cinta yang murni pada Allah Ta’ala. Sekiranya kita jumlahkan angka tersebut dengan kedudukan ini, tentu kita peroleh bahwa jumlah mereka yang taat melaksanakan kewajiban beribadah itu sedikit bahkan jumlah mereka yang beribadah pada Allah Ta’ala secara ikut-ikutan dan secara lahiriah semata pun masih sedikit, justru sebagian besarnya tidak taat apalagi melaksanakan shalat.

Yang mengherankan berkenaan topik tersebut adalah semua makhluk lain menjalankan kewajiban yang dipercayakan padanya dan tidak mendurhakai Allah Ta’ala. Manusia itu sesungguhnya telah diberitahu dengan begitu terang bahwa diciptakannya mereka itu memiliki tujuan yang telah diamanahkan Allah Ta’ala pada mereka dan mereka harus menunaikannya, namun manusia pada pelaksanaannya tidak menaati Allah Ta’ala dan menolak perintah-Nya.

Ringkasnya, makhluk-makhluk lain serta benda-benda lainnya, menjalankan kewajiban-kewajiban yang dipercayakan padanya dengan ketaatan penuh, tetapi ketaatan seperti itu tidak terlihat pada manusia. Apa sebab dalam hal itu? Sebenarnya sebabnya adalah di antara semua makhluk-Nya hanya manusia sajalah yang Allah Ta’ala telah anugerahi agar berbuat sebagaimana yang manusia kehendaki.

Apabila manusia menjalankan perintah-perintah Allah Ta’ala dan memahami tujuan penciptaannya yaitu benar-benar tunduk, patuh dan total merendahkan diri serta menjadikan semua rasa cinta dan semua hubungannya tunduk untuk ridha Allah Ta’ala semata; meninggalkan keburukan-keburukan dan ketakaburan secara total serta sepenuhnya tunduk pada Allah Ta’ala, maka apabila manusia mengerjakan itu, Allah menerima taubat manusia, menyambutnya serta memuliakannya dengan kasih sayang dan kelembutan-Nya.

Pendek kata, Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dan membekalinya dengan kemampuan untuk patuh dan tidak patuh. Allah Ta’ala telah memberitahukan pada manusia tujuan dari penciptaannya dan berfirman padanya bahwa sekiranya dia selalu berpegang teguh dengan ketaatan pada Allah Ta’ala dan menjadi hamba sejati-Nya, tentu saja dia berhak mendapatkan nikmat-nikmat-Nya yang tidak ada batasnya dan dia akan meraih itu lebih banyak dan lebih banyak lagi.

Pada makhluk-makhluk yang lain, hanya ada satu jalan. Tidak boleh tidak, ia mesti menjalankan bagiannya. Bagi makhluk lain tidak punya pilihan selain menaatinya. Selama di hadapannya tidak ada pilihan lain selain ini, dia tidak berhak mendapatkan ganjaran dan tidak pula nikmat, karena makhluk-makhluk itu tidak mampu memilih satu di antara keduanya itu.

Pada dasarnya, Allah Ta’ala telah mengamanahkan kemampuan itu hanya pada manusia, maksudnya Allah Ta’ala telah mempercayakan pada manusia untuk memilih salah satu dari kedua jalan itu. Jalan pertama, manusia menunaikan tujuan penciptaannya dan tunduk pada Allah Ta’ala, maka dia akan meraih kecintaan Allah Ta’ala. Jalan kedua, manusia tidak menjalankan tujuan tersebut, menjadi tidak patuh pada Allah Ta’ala, keluar dari lingkaran ubudiah-nya dan menjadi hamba setan serta berhak mendapatkan balasan dari Allah Ta’ala.

Jika demikian, manusia mampu untuk menjadi hamba sejati Allah Ta’ala sebagai buah ketaatan yang sempurna. Inilah keistimewaan yang hanya diberikan pada manusia sampai-sampai para malaikat pun tidak diberi itu. Inilah kebaikan Allah Ta’ala pada manusia bahwa Dia telah menempatkan di hadapannya tujuan hidupnya yang sekiranya manusia itu menunaikannya tentu dia bisa menjadi sangat dicintai Allah Ta’ala dan akan mencapai suatu kedudukan yang para malaikat pun tidak mampu untuk mencapainya.

Oleh karena itu, manusia itu bernasib baik karena Allah Ta’ala telah menjadikannya yang paling sempurna diantara semua makhluk-Nya, tapi dengan syarat: jika dia mengerahkan seluruh daya, karunia, kemampuan nalar dan berpikir yang telah dianugerahkan Allah padanya – hal mana itu tidak diberikan pada makhluk lainnya – dalam menaati sepenuhnya Allah Ta’ala dan menyembah-Nya serta untuk meraih kecintaan-Nya dan dia pun menunaikan tujuan dari penciptaannnya itu, tentu dia akan menjadi orang-orang yang berjaya meraih kasih sayang Allah Ta’ala.

Sebagaimana sudah saya utarakan, Allah Ta’ala telah memberikan kebebasan pada manusia untuk memilih jalan kebaikan dan keburukan. Keburukan-keburukan dan godaan-godaan duniawi akan menarik manusia ke arah itu dan hal tersebut akan merintangi jalannya yang kadangkala berupa pilihan dan kadang-kadang sebagai ujian; ada kalanya manusia menempuh jalan kebaikan-kebaikan dan ada kalanya secara tiba-tiba sesuatu yang menyesatkannya dari jalan itu tengah merintangi jalannya. Kita perhatikan di masa sekarang ini manusia – setiap kali melangkah – menghadapi hal-hal ini yang akan menariknya sehingga dia menempuh jalan kebaikan-kebaikan atau dia berpaling dari arah itu. Apabila manusia menghindari godaan-godaan itu dengan mengingat tujuan penciptaannya maka Allah Ta’ala Yang akan memuliakan hamba-hamba-Nya dengan lebih mengangkat derajat-derajat orang yang menyingkirkan dan mengabaikan godaan duniawi.

Bagaimana pun anugerah terbesar yang telah dikaruniakan Allah Ta’ala pada manusia setelahnya memahami tujuan dari penciptaan manusia, yakni Allah Ta’ala akan mengutus para rasul dan orang–orang yang menyeru mereka, yang akan menarik perhatian hamba-hamba-Nya akan tujuan penciptaannya dan berupaya untuk menyelamatkan manusia dari melakukan keburukan-keburukan, memelihara mereka dari melakukan penyimpangan dari jalan yang lurus dan mengajari manusia membedakan keburukan dari hal yang baik.

Allah Ta’ala telah menerangkan contoh-contoh mereka ini di dalam Al-Qur’an dalam bentuk doa, Dia berfirman, رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُّنَادِيْ لِلْإِيْمَانِ أَنْ آمِنُوْا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَ كَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ – “Ya Tuhan kami, kami telah mendengar seorang penyeru yang memanggil pada iman, ‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu!’, maka kami pun beriman. ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami serta wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.” – QS Āli ‘Imrān, 03:194

Para munādi– penyeru ini, diutus dari Allah Ta’ala untuk memberikan pemahaman pada manusia akan tujuan penciptaannya dan menunjuki mereka jalan taqarrub ilallāh. Mereka yang menyambut seruan penyeru tersebut serta mengatakan [سَمِعْنَا مُنَادِيًا] – kami mendengar seorang penyeru, mereka adalah orang-orang yang bernasib baik. Penyeru ini adalah utusan Allah Ta’ala.

Di sini muncul pertanyaan, dalam hal apa penyeru itu menyeru, apakah dalam hal perdagangan atau keuntungan materi, apakah dalam hal harta dan kekayaan? Sekali-kali tidak! Justru seruan ini muncul dari seorang penyeru yang mengumumkan, “Hai manusia, berimanlah kalian!”

Beriman pada apa dan menyambut seruan siapa? Ketahuilah, sesungguhnya penyeru itu mengumumkan : [أَنْ آمِنُوْا بِرَبِّكُمْ] – berimanlah pada Tuhanmu! Berimanlah dengan Zat Yang menciptakan kalian, membimbing kalian, yang menyediakan sarana-sarana kemajuan dan mengangkat kalian pada derajat yang tinggi, oleh karena itu sambutlah perintah-perintah-Nya, sempurnakanlah tujuan dari diciptakannya kalian untuk mematuhi perintah-perintah-Nya sebagai orang-orang yang bersyukur kepada-Nya.

Maka kita katakan, “Kami mengucapkan labbaik seruan penyeru itu : [فَآمَنَّا] – lalu kami beriman. Ya Tuhan kami, kami memohon kepada-Mu dengan merendahkan diri mengatakan : [رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا]– ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami. Iman kami kepada-Mu dan keteguhan atas hal itu mustahil tanpa Engkau limpahkan karunia-karunia khas-Mu pada kami, oleh karena itu tanpa karunia dan pertolongan-Mu, menaati perintah-perintah-Mu dan mengamalkannya sangat sulit dan kami akan merasa sangat kesusahan. Kami tidak sanggup memikul beban yang berat ini tanpa pertolongan-Mu.

Dari kami selalu timbul kesalahan-kesalahan, maka tidak terhitung kesalahan-kesalahan kami dan tidak ada yang memelihara kami dari balasan keburukan kami kecuali Engkau, karena Engkaulah yang menutupi dan mengampuni, Engkau selalu memelihara kami. Engkau telah melimpahkan rahmat-Mu yang melebihi segalanya, maka kami tidak kuasa menghindari kesalahan-kesalahan dan kekhilafan-kekhilafan dengan kekuatan yang kami miliki. Engkaulah Tuhan kami dan Engkaulah yang memberikan taufik kebaikan-kebaikan dan kemajuan pada kami. Keteguhan iman dan kemajuan mustahil tanpa karunia-Mu. Semua itu tidak kuasa kami lakukan sendiri. Kami tidak mampu menyelamatkan diri kami dari segala macam serangan setan. Engkaulah yang bisa menegakkan kami di atas iman dan senantiasa meningkatkan keimanan kami, maka tingkatkanlah keimanan kami.”

Seyogianya kalian memohon pada Allah Ta’ala supaya meningkatkan keimanan kalian, mengampuni dosa-dosa kalian dan menjadikan kalian orang-orang yang meraih keimanan hakiki. [وَ كَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ] – dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, maksudnya, “Jauhkanlah dari kami keburukan-keburukan kami dan singkirkanlah semua rintangan-rintangan yang merintangi jalan yang akan menyelamatkan kami dari dosa-dosa, bahkan hapuskanlah semua kesalahan kami seakan-akan itu tidak pernah ada sama sekali.

Peliharalah kami dari segala balasan yang mana kami datang kepada-Mu menjadi bagian orang-orang yang terdepan dalam kebaikan-kebaikan yang telah Engkau ajarkan doa untuk meraih kedudukan ini [وَ تَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ] –wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Maksudnya – tawaffanā – wafatkanlah kami sedang kami termasuk orang-orang yang berbakti dan jangan jadikan kami orang-orang yang beriman dengan penyeru ini lalu berpaling darinya.

Engkau mengutus seorang penyeru di setiap zaman untuk melakukan reformasi, maka janganlah Engkau membuat kami menyia-nyiakan iman kami setelah kami beriman pada penyeru itu dengan dihinggapi keangkuhan dan terlibat keraguan dan kesangsian yang timbul dari diri kami sendiri dan janganlah Engkau menjadikan kesudahan kami itu keburukan, karena itu

Wahai Tuhan kami, kami memohon kepada Engkau agar selamanya jangan sampai menjadikan kami orang-orang yang kesudahannya itu adalah keburukan. Pada saat ajal kami datang, kami akan menjadi orang-orang yang berbakti, yang terdepan dalam kebaikan-kebaikan dan jangan sampai tindakan-tindakan kami, pemikiran-pemikiran kami, ilmu-ilmu kami menyimpang dari jalan yang lurus.”

Kemudian pada ayat selanjutnya Allah Ta’ala berfirman, رَبَّنَا وَ آتِنَا مَا وَعَدتَّنَا عَلَى رُسُلِكَ وَ لَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ “Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan pada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau menghinakan kami pada hari Kiamat. Sungguh, Engkau tidak pernah mengingkari janji.” – QS Āli ‘Imrān, 03:195)

[Doa itu] artinya, “Kami berharap Engkau menyempurnakan hak kami, juga menyempurnakan janji-janji yang telah Engkau ikrarkan terhadap rasul Engkau sehingga kami menikmati semua limpahan-limpahan yang telah Engkau janjikan terhadap rasul dan juru panggil-Mu. [وَ لَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ] – dan janganlah Engkau menghinakan kami pada hari Kiamat, karena inilah kami mengharapkan-Mu supaya memberi taufik pada kami agar semua amalan mengikuti perintah-perintah-Mu, dan kami tidak puas hanya sebatas kata-kata yang berhubungan dengan akidah-akidah saja, bahkan kami berharap amal-amal kami itu meraih keridhaan Engkau;

jadikanlah kami orang-orang yang taat pada perintah-perintah Engkau dengan suatu kekuatan sehingga kami tidak akan menyimpang dari jalan yang lurus sampai hari Kiamat dan kami tidak akan menjadi tempat pembalasan; kami berharap pada-Mu mudah-mudahan kami tidak akan menjadi model yang memalukan di hadapan-Mu bahkan kami berharap melalui setiap kesempatan dari hidup kami sesuai dengan tujuan hidup kami; berilah kami taufik supaya menjadi model penghambaan sejati, menjadi hamba-hamba yang sejati dan kami tidak akan menjadi orang-orang yang selamanya gagal dalam ketaatan.”

Sebelumnya saya sudah terangkan beberapa rincian penjelasan sebagaimana telah tampak jelas dari ayat-ayat ini. Artinya, inilah dia seruan yang disampaikan para penyeru dan inilah yang dilaksanakan orang-orang yang beriman pada penyeru tersebut. Jika demikian, ‘masa adanya bimbingan dan petunjuk’ dipandang dari sisi ini merupakan hari Id yang lebih besar dan lebih utama dari semua Id. Kita orang-orang Ahmadi adalah orang-orang yang bernasib baik, ketika Allah Ta’ala telah mengutus seorang penyeru di antara kita sesuai janji-Nya setelah masa kegelapan yang terbentang seribu tahun lalu, Dia memberi taufik pada kita untuk mengimaninya.

Penyeru ini telah mengumumkan, “Allah Ta’ala mengutus saya untuk menerangkan pada manusia ajaran Islam yang indah. Sesungguhnya Dia telah mengutus saya sebagai khadim sejati Nabi Saw untuk memperkokoh pondasi-pondasi Syariat yang dibawa oleh Nabi Saw untuk menunjuki manusia pada suatu jalan supaya mereka menjadi hamba-hamba sejati Allah Ta’ala. Jalan itu yang diperoleh buah dari ketaatan yang sempurna pada perintah-perintah Allah.“

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Allah Ta’ala telah mengutus saya ke dunia untuk menarik mereka yang tersesat jalan menuju Allah Ta’ala dan hidayah suci-Nya dengan disertai kelembutan, persaudaraan dan sopan santun serta untuk membimbing manusia menuju jalan yang lurus pada kilauan cahaya yang telah diberikan kepada saya.”

Apa nasihat-nasihat yang dikemukakan pada kita oleh Hadhrat Masih Mau’ud as demi eksistensi kita sebagai hamba-hamba sejati dan apa yang diharapkan dari kita? Bagaimana kita harus melatih dan menarbiyati diri kita setelahnya beriman pada Masih Mau’ud as?

Saya akan mengingatkan Anda beberapa nasihat yang Hadhrat Masih Mau’ud as nasihatkan kepada kita, beliau as bersabda, “Sesungguhnya anggota-anggota Jemaat kami perlu meningkatkan keimanan serta pada mereka akan muncul makrifat serta keyakinan sejati, mereka jangan sampai malas mengerjakan amal-amal saleh, karena jika seseorang itu malas, berwudhu pun dia anggap suatu musibah apalagi melaksanakan tahajjud. Jika tidak tercipta kekuatan untuk amal-amal saleh dan tidak ada kesadaran untuk ber-fastabiqul khairāt, maka hubungan kalian dengan kami tidak ada faedahnya.”

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda : “Ketaatan itu bukan hal ringan dan mudah, bahkan itu seibarat maut. Perumpamaan ketaatan adalah seperti menguliti [memisahkan] kulit manusia yang hidup.” Hari ini adalah Idul Adha, kita akan menyembelih hewan-hewan kurban lalu menguliti kulit-kulitnya. Jika pada hewan tersebut ada nafas terakhir [masih hidup], tentu merasakan sakit yang sangat. Tetapi, beliau as bersabda, “Perumpamaan ketaatan itu seperti menguliti kulit luar manusia yang hidup.” Pengurbanan ini lebih besar dari itu.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Dia yang tidak melakukan ketaatan sempurna, akan menjadikan citra Jemaat ini menjadi buruk.”

Kemudian beliau as bersabda, “Seyogyanya setelah baiat, seseorang itu tidak hanya puas dengan meyakini Jemaat ini benar dan dia akan memperoleh keberkatan semata-mata dengan kepercayaan ini …  Allah Ta’ala tidak akan ridha dengan iman semata, sebelum amal-amal menjadi kesalehan. Selama kalian bergabung pada Jemaat ini, upayakanlah supaya menjadi orang-orang saleh, bertakwa serta menjauhi keburukan … berdoalah dan memohonlah dengan penuh kerendahan hati serta beramal salehlah di waktu ini. Lembutkanlah ucapan kalian, biasakanlah beristigfar dan berdoalah dalam shalat-shalat.”

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Shalat dan istigfar adalah dua obat ideal untuk kelalaian kalbu. Seseorang harus berdoa dalam shalat sembari mengatakan, اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ  ‘Ya Allah jauhkanlah antara aku dan dosa-dosaku’ yang jika terus-menerus berdoa setulus hati maka suatu saat pasti mendapatkan pengabulan.”[1]

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda : “Shalat itu satu-satunya kebaikan yang dengan menunaikannya kelemahan setani akan hilang dan itulah yang disebut dengan doa. Setan menghendaki supaya manusia menjadi lemah di dalam melaksanakannya karena setan tahu bahwa manusia akan membuat dirinya menjadi baik hanya dengan shalat.” Maksudnya shalat akan menjadi faktor perbaikannya.

Kalau demikian, inilah beberapa hal yang telah saya kemukakan ke hadapan kalian yang berasal dari banyak khazanah-khazanah yang telah diberikan oleh Imam zaman dan sang munādī as Ketika Allah Ta’ala mengutus Masih Mau’ud as, maka itu merupakan masanya Id dan dunia pada saat itu tengah mengalami kegelisahan atau orang-orang yang tengah menyembunyikan kepiluan dan rasa terbakar untuk Islam adalah orang-orang yang dirundung kecemasan.

Tidak diragukan lagi, orang-orang Muslim selalu merayakan dua Id (Hari Raya), namun mereka selalu merasakan kepiluan karena untuk Islam mereka selalu merasa tidak tenang, mereka terus menunggu-nunggu seorang Almasih. Almasih itu sudah datang dan mengobati orang-orang yang sakit ruhani supaya mereka dapat merayakan Id hakiki.

Terbukti dari sejarah Jemaat bahwa seorang saleh yang bernama Munsyi Ahmad Jhan menyatakan itu dan beliau adalah orang yang menjalin hubungan erat dengan Masih Mau’ud as dan memahami betul ketakwaan, ibadah serta ketaatan Masih Mau’ud as. Beliau menulis pada Hadhrat Masih Mau’ud as sehingga menerima pendakwaannya yang tergambar melalui ungkapan perasaan kalbunya yang maknanya demikian, “Kami adalah orang-orang sakit yang menambatkan segala harapan padamu, maka demi Allah atasmu, jadilah Almasih untuk kami supaya kami merayakan Id-Id yang hakiki.”

Orang saleh ini, Munsyi Ahmad Jan wafat sebelum Masih Mau’ud as mulai mengambil baiat dari orang-orang dan nyatanya mereka yang baiat pada tangan Masih Mau’ud as dan pada orang-orang yang sesudahnya, merekalah orang-orang yang Id-Idnya itu Id-Id hakiki.

Tidak diragukan lagi, Id hakiki itu sesungguhnya bagi orang yang memiliki kesehatan baik dan dia akan hidup di antara orang-orang terkasihnya dengan bahagia dan tentram. Sesungguhnya Allah Ta’ala ketika mengutus Almasih-Nya untuk mengobati yang sakit ruhani dan menyelamatkan Bahtera Islam yang hampir tenggelam, maka dia telah menyembuhkan orang banyak yaitu dengan penyembuhan ruhani dan banyak peristiwa mereka itu terpelihara dalam Sejarah Jemaat bahkan peristiwa-peristiwa seperti ini akan terus terjadi hingga hari ini.

Terkadang saya bacakan beberapa diantaranya pada kalian di berbagai kesempatan. Banyak dari antara orang-orang menulis bahwa mereka sudah mengetahui kebenaran, maka mereka mendapatkan ketenangan dan ketenteraman melalui itu dan tiada lain Id hakiki itu melainkan ketenangan dan ketenteraman kalbu dan nyatanya kebahagiaan yang telah kami raih pada hari ini sama sekali belum pernah kami dapatkan sebelumnya.

Pada suatu kesempatan Hadhrat Muslih Mau’ud ra mengemukakan sebuah perumpamaan untuk menerangkan topik ini, “Jika seseorang kehilangan anaknya diantara kumpulan orang banyak, lalu setelah satu atau dua jam dia menemukannya kembali, seberapa gembiranya anak tersebut dan begitu pula bapaknya? Demikianlah, manakala seorang hamba yang tersesat mendapatkan hidayah menuju Tuhannya dan kembali pada-Nya, maka tidak diragukan lagi bahwa hamba itu akan gembira, namun sebenarnya Allah Ta’ala, Dia pula yang pada akhirnya merasakan kegembiraan dan merasa senang.”

Hadhrat Muslih Mau’ud ra melanjutkan : “Inilah Id hakiki. Id itulah yang melambangkan pada Id hakiki tersebut – yakni Id-Id kita secara lahiriah sesungguhnya akan membimbing kita pada Id hakiki tersebut – dan sesungguhnya seseorang akan berbahagia dengan Id itu apabila merayakannya di rumahnya atau di negaranya, adapun sekiranya Id itu datang sedangkan mereka tengah dalam perjalanan atau sedang di luar rumah, maka mereka tidak menikmatinya.

Contohnya, jika seseorang berada di suatu hutan, dikelilingi binatang-binatang buas dan para pencuri, hidupnya terancam, akankah ia merayakan kegembiraan Id? Id itu bagi orang-orang yang berada di rumahnya merayakannya diantara anak-anak, istri, kerabat serta teman-temannya dalam keadaan aman dari segala cobaan dan marabahaya. Adapun yang telah tersesat dari jalan Allah Ta’ala kebingungan di belantara kesalahan dan kesesatan, bagaimana Idnya menjadi Id hakiki? Sesungguhnya Id itu adalah kebahagiaan, dan kebahagiaan terkait ketentraman dan ketenangan kalbu.

Allah Ta’ala adalah Pusat segala macam cinta, dan harusnya demikian, seyogianya seorang mukmin itu mencintai Allah Ta’ala dengan kecintaan sempurna, karena sekali-kali tidak akan meraih kebahagiaan dan merayakan Id hakiki melainkan orang yang sampai pada Tuhan-nya, karena Allah ialah Sumber segala macam kebahagiaan dan Id-id. Inilah hakikat yang seyogianya kita berupaya untuk memahaminya. Apabila kita ingin merayakan Id hakiki, kita semua harus berupaya memelihara kesehatan ruhani kita dan menaruh kewaspadaan terhadap penyimpangan dari jalan kebenaran.

Sebagaimana sebelumnya sudah saya sampaikan bahwasanya Allah Ta’ala, Dia yang akan memelihara dari setan dan membimbing pada jalan lurus, karena itu kita harus senantiasa berdoa pada Allah Ta’ala. Selama kita beriman dengan Imam zaman, kita mestinya melaksanakan perintah-perintah-Nya supaya kita menciptakan hubungan kita dengan Allah Ta’ala, dengan demikian kita akan menjadi orang-orang yang menyempurnakan tujuan penciptaannya dan semoga Allah Ta’ala memberikan taufik untuk itu. Amin.

Setelah khotbah kedua kita akan berdoa. Ingatlah oleh kalian di dalam doa, terutama mereka yang terjerumus dalam dosa dan kesesatan bertolak belakang dengan kedudukan mereka sebagai umat Islam, semoga Allah Ta’ala membimbing mereka dan menyediakan bagi mereka jalan-jalan petunjuk. Dikarenakan kondisi mereka berada dalam kesesatan, sebagian mereka menzalimi yang lainnya, pemerintahan-pemerintahan dan para pimpinan negara menganiaya rakyatnya, adapun mereka yang dianggap para pemuka agama, mereka termasuk yang punya kepentingan-kepentingan pribadi, mereka menyulut emosi-emosi warga dan juga memaksa mereka untuk melakukan perbuatan zalim itu. Demikianlah, mereka bertujuan menambah kezaliman dan rakyat digilas dari dua sisi.

Berdoalah pada Allah Ta’ala supaya mereka diselamatkan dari kezaliman ini dan dikeluarkan dari kegelapan dan kesesatan ini. Mereka ini semua tengah merusak kebahagiaan Idnya dan juga menghancurkan kebahagiaan orang lain. Mereka tengah membangkitkan kemurkaan Allah Ta’ala akibat penolakan mereka terhadap seruan penyeru yang diutus oleh Allah Ta’ala. Berdoalah pada Allah Ta’ala agar Dia mengilhamkan kebenaran pada mereka, lalu mereka akan mengikuti jalan tersebut.

Kemudian, doakanlah mereka yang dipenjara di jalan Allah Ta’ala tanpa hak. Mereka tidak punya kesalahan apa pun namun adanya rasa permusuhan pihak lain terhadap Jemaat-lah yang membuat mereka dipenjara. Semoga Allah Ta’ala menyiapkan cara-cara supaya kebahagiaan ada pada mereka. Berdoalah untuk setiap orang Muslim Ahmadi yang tengah menghadapi ujian disebabkan karena mereka adalah orang-orang Ahmadi, di negara mana saja mereka berada.

Berdoalah pada Allah untuk orang-orang yang sakit supaya mendapatkan kesembuhan sempurna dan segera. Ada juga orang-orang yang sangat berperan bagi orang-orang lain, maka berdoalah pada Allah Ta’ala supaya Allah Ta’ala memberi taufik pada mereka untuk meningkatkan pelayanan kemanusiaannya.

Berdoalah supaya Allah Ta’ala menghilangkan segala macam kerisauan, kegelisahan, kekhawatiran yang secara global tersebar di dunia. Berdoalah untuk mereka yang tengah menderita berbagai macam kesulitan dan kesusahan; semoga Allah Ta’ala menghilangkan permasalahan-permasalahan dari setiap mereka. Berdoalah untuk mereka yang mewakafkan kehidupannya untuk agama dan tengah menjalankan pengkhidmatannya di berbagai negara.

Khotbah II

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ

وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –

 وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!

 إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –

أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Hudhur V atba bersabda, ‘Doa kar le!’ – “Mari berdoa!” Doa lebih dari dua menit. Diakhiri dengan ucapan ‘Aamiin!’ dari Hudhur Vatba. Kemudian Hudhur Vatba mengucapkan, ‘Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah’ lalu mengucapkan ‘Mubarak’ – “Selamat untuk semuanya.” Setelah mengucapkan, ‘Assalaamu ‘alaikum’ sekali lagi barulah beliau atba meninggalkan masjid diikuti para pengawal beliau.

[1] HR. Bukhari, Muslim, dan lbnu Abi Syaibah (12/110/2), baca Al-lrwa’, Hadits no. 8

اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِاالْمَاءِ وَلثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
“Ya Allah, jauhkanlah diriku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan timur dari barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku seperti kain putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah diriku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, es, dan embun.”

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.