Khotbah Jum’at
Sayyidina Amirul Mu’minin
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Hadhrat Khalifatul Masih V ayyadahulloohu ta’ala binashrihil ‘aziiz [1]
tanggal 8 Tabligh 1387 HS/Februari 2008
di Mesjid Baitul Futuh, London.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فأعوذ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Kesan-kesan dan keajaiban yang istimewa dari doa-doa yang dipanjatkan pada waktu cobaan-cobaan tengah berlangsung timbul sangat mengherankan sekali. Sungguh benar bahwa Tuhan kita dapat dikenal melalui doa-doa”.
Ini adalah perkara mendasar yang sangat dalam sekali untuk dipahami oleh setiap orang mu’min yang sejati. Tanpa doa-doa atau kebiasaan merundukkan kepala untuk berdoa di hadapan Allah Ta’ala pernyataan iman sungguh tidak ada artinya. Ini adalah apa yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s sabdakan, “Tuhan kita dapat dikenal dengan perantaraan doa”. Itulah sekarang yang harus menjadi keistimewaan setiap orang Ahmadi, memang harus demikian, tidak hanya di waktu datangnya cobaan-cobaan, bahkan di hari-hari keadaan sedang aman-damai dan tenteram pun selalu harus banyak memanjatkan doa sambil merundukkan kepala di hadapan Allah Ta’ala dan sambil menganggap bahwa Dia-lah sumber segala kekuatan, sambil memiliki rasa takut yang sebenar kepada-Nya dalam hati, maka mereka inilah orang-orang mu’min sejati. Dan apabila masa cobaan telah tiba maka iman mereka itu semakin bertambah kokoh dari sebelumnya bahkan semakin melompat setinggi-tingginya. Dan mereka lebih giat dari sebelumnya dalam usaha untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala. Timbulnya cobaan dan hambatan-hambatan itu sifatnya hanya sementara, tidak membuat hati mereka gentar. Bahkan, dengan timbulnya berbagai macam cobaan dan hambatan itu justru menambah mereka semakin giat beribadah kepada Allah Ta’ala. Jadi, inilah perubahan yang telah diciptakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as dalam jiwa setiap Ahmadi. Dan selama keadaan kita tetap bersiteguh seperti itu maka kita akan menjadi para pewaris karunia-karunia Allah Ta’ala secara terus-menerus.
Pada suatu ketika Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Diantara doa dan tenggang waktu diantara terkabulnya doa itu kadangkala timbul cobaan demi cobaan bahkan timbul pula cobaan yang demikian kerasnya sehingga hampir mematahkan semangat. Namun demikian, bagi orang yang tetap teguh dan sabar dalam menghadapi cobaan-cobaan dan kesulitan-kesulitan itu, dia dapat mencium aroma pertolongan Allah Ta’ala dan ia dapat menyaksikan hal itu dengan pandangan firasatnya. Dan setelah itu barulah pertolongan Tuhan turun kepadanya. Salah satu rahasia yang terkandung dalam turunnya cobaan-cobaan pada waktu itu ialah untuk memicu dia supaya bersemangat berdoa. Sebab semakin keras timbul kegelisahan dan ketegangan perasaan dalam pikiran, semakin keras pula timbul kekhusyu’an dalam rohani secara terus-menerus. Dan hal itu menjadi salah satu dari sebab-sebab terkabulnya doa. Jadi, janganlah sekali-kali merasa takut, jangan berprasangka buruk terhadap Tuhan dengan menunjukkan perangai kegelisahan dan ketidaksabaran. Sekali-kali jangan berpikir bahwa doaku tidak terkabul atau tidak akan terkabul. Prasangka demikian bisa menjadi sebab hilangnya keyakinan bahwa Tuhan Zat Pengabul doa-doa.”
Seperti telah saya katakan dan dari kutipan sabda Hadhrat Masih Mau’ud as kita dapat menyaksikan dengan jelas bahwa bersujud sambil merendahkan diri di hadapan Allah Ta’ala satu keistimewaan setiap orang Ahmadi dan memang harus demikian dan setelah melewati hambatan-hambatan sementara dan cobaan-cobaan lainnya iman dan keikhlasan mereka semakin meningkat. Dengan mengutip sabda beliau ini saya bermaksud menjelaskan bahwa di beberapa negara di dunia sudah mulai timbul gerakan usaha untuk melawan dan menyusahkan orang-orang Ahmadi. Di sana secara langsung ataupun tidak langsung sedang disusun rencana-rencana untuk menyerang Ahmadiyah. Dan ini merupakan api hasad (iri-hati, dengki) yang sedang dikobarkan oleh orang-orang itu, baik berupa golongan-golongan ataupun oleh pemerintah negara-negara tertentu. Luapan api hasad ini mulanya banyak berkobar di zaman Hadhrat Masih Mau’ud as, yang timbul dari dalam maupun dari luar. Dari orang-orang Muslim sendiri maupun dari orang-orang non Muslim. Jika hal itu timbul dari pihak non Muslim tiada lain sebabnya karena sejak di zaman Hadhrat Masih Mau’ud as mereka tidak dapat menahan perasaan marah melihat kemajuan-kemajuan Islam melalui Jemaat ini, yang akan menang diatas agama-agama lain, dan jika hal itu timbul dari pihak orang-orang Muslim sendiri dan dari pemimpin-pemimpin Islam serta dari para Mullah, karena mereka merasa takut jangan-jangan kedudukan dan kekuasaan mereka akan hilang dan takut para pengikut merekapun akan lari dari mereka kemudian masuk ke dalam Jemaat ini, dan untuk menyelamatkan posisi dan kedudukan mereka itu terpaksa mereka membungkuk-bungkuk di hadapan orang-orang non Muslim (Penjajah Inggris yang Kristen di India) di waktu itu untuk meminta bantuan dan perbuatan seperti itu tidak dianggap aib oleh mereka. Semoga Allah Ta’ala memberi akal kepada mereka dan mengasihani orang-orang Muslim seperti itu yang dengan tindakan-tindakan yang mereka lakukan, akibatnya berbalik, tindakan-tindakan itu merugikan mereka sendiri. Sebabnya, mereka telah melawan Ahmadiyah, Jemaat Allah Ta’ala. Mereka telah berusaha melawan taqdir Allah Ta’ala tentu mereka sendiri yang hancur binasa. Maka, dengan rasa simpati terhadap mereka disebabkan mereka berpegang kepada kalimah thayyibah, kita harus berdoa juga untuk mereka.
Sambil mengumumkan diutusnya Hadhrat Masih Mau’ud as yaitu yang Allah Ta’ala umumkan dengan ayat 4 Surah Jum’at, وَآخَرِيْنَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوْا بِهِمْ ‘wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim’ – “Dan Dia akan mambangkitkannya ditengah-tengah suatu golongan lain dari antara mereka, yang belum pernah bergabung dengan mereka.” Dan Dia juga mengumumkan وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ‘wa huwal ‘aziizul hakiim’ – “Dan Dialah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” Artinya Dia mengumumkan, “Akulah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana yang telah mengutusnya.” Tidak ada seorangpun yang akan mampu menghalang-halangi pekerjaan-Nya ini. Dan Dia Hakim, Maha Bijaksana. Dia telah memutuskan bahwa mutiara ajaran Islam hanya dapat diraih dengan jalan menggabungkan diri dengan Masih dan Mahdi ini. Maka sehubungan dengan tugas kita untuk menyampaikan amanat ini kepada dunia sangat diperlukan banyak-banyak berdoa untuk menghadapi perbuatan hasad dan makar dari orang-orang hasid dan untuk melepaskan diri dari berbagai macam kesulitan yang menjadi cobaan bagi kita.
Hal pertama, di negara-negara mana saja sedang dilakukan penganiayaan terhadap warga Jemaat, kita harus banyak-banyak memanjatkan doa untuk kekuatan iman mereka disana. Dan rundukkanlah kepala di hadapan Allah Ta’ala sambil memanjatkan doa dan menangis di hadapan-Nya sedemikian rupa, sehingga hasilnya kita bisa segera menyaksikan kemenangan-kemenangan dan kemakbulan doa-doa yang kita panjatkan kepada-Nya. Dan orang-orang Ahmadi di manapun berada di seluruh dunia yang sedang dalam keadaan aman tidak ada sebarang gangguan dan penentangan yang menyusahkan, mereka harus banyak memanjatkan doa untuk saudara-saudara Ahmadi mereka yang sedang dalam kesusahan itu. Sebab, telah diberitahukan hadis Rasulullah saw yang menerangkan keistimewaan orang-orang mu’min laksana sebuah jasad, jika terdapat bagian dari jasad kita sedang merasa sakit maka seluruh jasad kita akan merasakan sakit semuanya. Jadi, siapapun dari antara saudara Ahmadi kita yang sedang menanggung kesusahan, kita anggap hal itu menjadi kesusahan kita sendiri. Bahkan perasaan hati orang-orang Ahmadi begitu sensitive dan sememangnya harus demikian bahwa siapapun diantara manusia yang sedang menanggung kesusahan, mereka harus sama-sama merasakannya. Maka apabila kita dengan perasaan hati yang luluh memanjatkan doa bagi mereka agar segera terlepas dari cobaan dan kesusahan yang sedang menimpa mereka, maka pastilah Tuhan Yang Mujiibud Da’waat akan mendengar doa-doa kita sehingga Dia akan menjauhkan semua kesusahan dan keperihan mereka itu. Para penentang Ahmadiyah mengira bahwa semua penentangan dan perbuatan anarkis yang mereka lakukan akan menghambat dan menghalangi kemajuan Ahmadiyah. Memang jika Ahmadiyah ini sebuah Jemaat ciptaan seorang manusia, maka sejak lebih dari seratus tahun lamanya taufan penentangan terus berjalan tanpa berhenti, tentu Jemaat ini sudah hancur binasa. Siapa orang Ahmadi yang tidak tahu bahwa di Pakistan disebabkan timbulnya serangan-serangan yang dilakukan dengan hebat oleh pihak lawan telah menjadikan Jemaat di sana semakin tumbuh subur, berbunga dan semakin berbuah dengan lebatnya lebih hebat dan lebih banyak dengan cepatnya dari waktu-waktu sebelumnya. Jadi, kita tidak pernah merasa pusing bahwa penentangan dan penyerangan dari pihak lawan menjadi penghambat bagi perkembangan dan kemajuan Jemaat Ahmadiyah ini.
Sekarang nampaknya di Pakistan sedang hangat dilakukan usaha-usaha berbagai cara melawan Jemaat Ahmadiyah. Memang dimana-mana secara kecil-kecilan juga selalu timbul tindak kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah, namun sekarang nampaknya di seluruh bahagian negeri itu sedang dilakukan penentangan dan penganiayaan dengan cepat dan serempak. Dimana terdapat peluang, disana tak segan-segan mereka membawa kasus tuduhan dusta tentang Ahmadiyah ke pengadilan. Beberapa hari yang lalu seorang anak Ahmadi berumur 13 (tiga belas) tahun dibawa ke pengadilan oleh seorang polisi. Seorang Maulwi (ulama) melaporkan kepada polisi bahwa anak itu telah memukuli seorang maulwi lain. Sedangkan maulwi yang katanya telah dipukuli itu justru menolak bahwa ia tidak pernah dipukul oleh anak itu. Jadi nyatalah bahwa tindakan seorang maulwi itu semata-mata perbuatan nakal yang dibuat-buat, sehingga katanya orang itu telah dipukuli sampai babak-belur, sehingga ia terpaksa harus masuk ke rumah sakit. Seorang maulwi muda yang kuat bagaimana mungkin dipukuli sampai luka parah dan tidak melawan oleh seorang kanak-kanak berumur 13 tahun. Maksud mereka tidak ada selain menciptakan rasa takut dalam benak generasi baru, yakni jika anak ini tetap bertahan juga sebagai orang Ahmadi, jangan sampai dia menjadi orang Ahmadi yang aktif. Dalam pikiran mereka dengan cara melarang Jalsah Salana, melarang program-program tarbiyat anak-anak remaja yang biasa diselenggarakan di Rabwah; telah membuat mereka berhasil melemahkan kita [Jemaat Ahmadiyah] dan cara demikian mungkin membuat generasi baru Ahmadiyah menjadi mundur dan bila ditambah sedikit penekanan dan kekuatan (kekerasan) dapat menjadikan mereka menjauh dari Jemaat. Orang-orang yang buta akal seperti itu tidak tahu bahwa pelita yang dinyalakan oleh Tuhan sendiri tidak mungkin akan padam dengan tiupan mulut mereka itu.
Berapa banyaknya surat-surat datang setiap hari kepada saya dari anak-anak muda Jemaat di Pakistan, yang ditulis dengan perasaan yang seakan-akan mereka terbenam dalam keikhlasan dan kesetiaan yang merupakan bukti nyata bahwa mereka telah memenuhi janji-janji mereka dengan mengatakan, ‘Ham Khilafat Ahmadiyah ki khathir apne maal, jaan, waqt aur ‘izzat ko qurban karne ke liye har dam tiyaar hei’ – “Kami setiap saat bersedia mengorbankan jiwa-raga, harta, waktu dan kehormatan kami demi Khilafat Ahmadiyah.” Mereka melakukan pengorbanan dan setiap saat akan terus melakukan pengorbanan untuk selama-lamanya. Sebetulnya musuh-musuh Jemaat tidak akan mampu menghambat atau membendung pekerjaan Jemaat kita. Maka barangsiapa yang mempunyai hubungan erat dengan Khilafat, sesungguhnya karena dia telah mengikat hubungan dengan Hadhrat Masih Mau’ud as. Dan timbulnya hubungan dengan Hadhrat Masih Mau’ud as disebabkan adanya hubungan dengan Hadhrat Rasulullah saw. Sedangkan pribadi Hadhrat Rasulullah saw adalah sarana kita sampai kepada Allah Ta’ala. Maka orang-orang yang mempunyai hubungan erat dengan Allah Ta’ala dan imannya sangat kokoh-kuat kepada-Nya, apakah ancaman-ancaman dan teriakan-teriakan seperti suara keledai bisa membuat mereka menjadi takut dan gentar? Tidak pernah dan sama sekali tidak akan pernah demikian! Maka, “Wahai para pemuda! Jalinlah terus hubungan dengan Allah Ta’ala seerat mungkin, sebab itulah ciri khusus atau keistimewaan seorang pemuda Ahmadi! Dan itulah keistimewaan seorang laki-laki Ahmadi dan itulah keistimewaan seorang wanita Ahmadi dan inilah keistimewaan seorang anak Ahmadi.”
Demikian juga di Hindustan (India) di tempat mana orang-orang Islam sebagai mayoritas para Mullah melakukan tindak kekerasan dan penganiayaan terhadap orang-orang Ahmadi. Orang-orang demikian melakukan kekerasan atas nama Islam. Walaupun orang-orang tersebut memiliki nama Muslim akan tetapi seorangpun diantara mereka tidak ada yang tahu shalat dan tidak pula tahu kalimah [syahadat], tidak bisa membaca Al-Qur’an. Mereka hanyalah tahu mengatakan, “Orang Ahmadi bukan orang Islam, mereka orang kafir!” Di sana mereka menyebarkan ancaman-ancaman kepada para muballigh dan mu’allim kita. Walaupun demikian, sebagaimana telah saya katakan, “Tugas para Ahmadi agar kita terus bekerja melaksanakan apa yang telah diwajibkan olh Allah Ta’ala atas kita semua. Dan tundukkanlah kepala di hadapan Allah Ta’ala sambil memanjatkan doa kepada-Nya untuk menghadapi semua ancaman dan tantangan mereka itu. Semoga Allah Ta’ala menempatkan kita semua dibawah naungan perlindungan-Nya. Dan sekarang ini sedang timbul semakin banyak penentangan dan para penentang bertambah penentangannya dengan gigihnya terhadap Ahmadiyah, sebenarnya mereka tengah didesak dan dipicu oleh berkobarnya api hasad [cemburu] yang menyembur dari dalam hati mereka yang sudah sangat panas sehingga setelah wafatnya Hadhrat Masih Mau’ud as sekarang akan genapnya 100 (seratus) tahun Khilafat Ahmadiyah sejak wafat Hadhrat Masih Mau’ud as. Mereka mengatakan hal ini, “Kita ini sudah berkumpul untuk menghancur-leburkan mereka semuanya, namun sekarang mereka (Ahmadiyah) malah akan mengadakan pesta tasyakkur seratus tahun berdirinya Khilafat Ahmadiyah.” Jadi, hati mereka semakin gerah hampir meletup kepanasan. Jadi dengan adanya penentangan yang bertubi-tubi memberikan bukti nyata kepada kita bahwa Jemaat Ahmadiyah, dengan karunia Allah Ta’ala, sedang berderap diatas jalan kemajuan dan kejayaan.
Sejak beberapa tahun yang lalu terjadi berbagai penentangan yang keras di Indonesia. Rumah-rumah orang Ahmadi dijarah, dihancurkan, dibakar, masjid-masjid dihancurkan, dibakar. Pemerintah juga sejak awal karena takut dengan para mullah (ulama) maka terus mendukung mereka [ulama] atau di beberapa propinsi dan di beberapa daerah dimana sedang terjadi banyak pengrusakan anti Jemaat, kemungkinan pemerintah-pemerintah [daerah] di sana juga disebabkan menyukai para mullah mendukung mereka juga. Bagaimana pun sejak beberapa lama dikarenakan melihat berbagai kezaliman dan disebabkan desakan-desakan kepada pemerintah dengan pelbagai macam cara penentangan terhadap kita, markazi hukuumat (pemerintah pusat) turun tangan untuk memecahkan masalah itu lalu dituliskanlah sebuah mu’ahidah (kesepakatan, persetujuan) yang dimuat di dalam suratkabar-suratkabar, sebagian kata-kata dimuat sebagian ditinggalkan, tidak diterbitkan secara rinci, yang karena itu, kesepakatan itu puri tarah wazhih nehi (secara keseluruhan menjadi tidak jelas). Tentang hal mana sudah saya sebutkan di dalam suatu khotbah yang lalu bagaimanapun berita-berita yang diterbitkan di dalam suratkabar-suratkabar itu dapat dijumpai di internet juga. Kemungkinan setelah menyimak khotbah saya yang lalu dan membaca berita-berita di internet, beberapa Ahmadi yang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, dalam ketidaktahuannya mereka menyatakan hal ini kepada saya, “Untuk mengakhiri fitnah ini jika kita terpaksa harus menerima beberapa hal juga kui harj nehi (tidak masalah atau tidak ada halangan apa-apa).” Bersamaan dengan itu ia menulis surat dengan mengatakan, “Saya tidak tahu pasti tentang itu atau kami tidak tahu keadaan yang sebenarnya, yang dapat kami lakukan.” Sebagai contoh salah satunya ia menulis, “Hadhrat Rasulullah saw juga telah menerima di waktu perjanjian Hudaibiyah bahwa perkataan Rasulullah dihapus [dari dalam perjanjian itu].” Sekarang yang menjadi soal pertama sekali adalah siapa yang telah menghapus perkataan itu? Hadhrat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendirilah yang telah menghapusnya. Hadhrat Ali radhiyallahu ‘anhu menolaknya. Sambil memohon, ia berkata, “Majikanku [Rasulullah]!, saya tidak bisa melakukan hal ini.”[2] Mengenainya seperti telah saya katakan, Rasulullah saw sendiri setelah melihat dimana perkataan itu ditulis, beliau menghapus perkataan rasul Allah itu dengan tangan beliau sendiri dan bersabda, “Dikarenakan dengan orang-orang kuffar (ingkar) ini sedang terjadi perjanjian, sedangkan orang-orang ini tidak percaya bahwa saya ini seorang Rasul Allah. Oleh sebab itu saya hapus perkataan itu.” Akan tetapi orang-orang yang percaya kepada beliau sebagai Rasul Allah tidak berani berbuat apa-apa dan Hadhrat Rasulullah saw juga karena memahami perasaan mereka tidak mengeluarkan perintah, ”Tidak, kerjakanlah olehmu!”. Jadi, bukanlah tugas (pekerjaan) kita untuk mengupayakan melakukan sikap mudaahanah[3] dan sedemikian rupa melakukan suatu perbuatan yang dengan itu maqam (kedudukan) ‘Asyiq Shadiq’ –“Pencinta Sejati” Hadhrat Rasulullah saw menjadi tampak subki (rendah) [4]. Kita mengganggap Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani ‘alaihish shalaatu wassalaam adalah Masih Mau’ud dan Mahdi Mau’ud dan jika kita melepaskan diri dari pendirian ini maka sedikit pun kita tidak mempunyai nilai apa-apa di sisi Tuhan. Dengan melepaskan diri dari pendirian ini maka sedikit pun kita tidak mempunyai hakikat apa-apa di sisi Tuhan. Keindahan kita terletak pada hal ini bahwa kita telah masuk dalam Jemaat; dengan penuh keyakinan kepada Masih Mau’ud yang telah menunjukkan perbedaan apa itu zhulumaat (kegelapan) dan apa itu nuur (cahaya). Pendirian dan penda’waan (pernyataan, klaim) kita di zaman kegelapan ini adalah Masih dan Mahdi ini telah membukakan hakikat kalimah thayyibah dan kalimah syahadat kepada kita dan telah menyinari kalbu-kalbu kita dengan nur hakiki dari padanya. Masih dan Mahdi inilah yang telah mengajarkan kepada kita cara-cara untuk berjumpa dengan Allah Ta’ala sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Masih dan Mahdi ini yang juga sebagai ‘Asyiq Shadiq’ – “Pecinta Hakiki” Rasulullah saw inilah yang telah mengajarkan kepada kita untuk tenggelam di dalam kecintaan kepada Rasul Arabi saw. Apakah kita kepada Masih dan Mahdi itu yang Nabi Muhammad saw sendiri telah memutuskannya sebagai Masih dan Mahdi, dan beliau saw sendiri memanggilnya ‘Mahdiyyina’ – “Mahdi kami,” kita tinggalkan menyebut beliau sebagai Masih dan Mahdi hanya disebabkan timbulnya kesusahan sementara saja atau demi untuk menyenangkan hati para ulama atau pemerintah? Apakah Masih dan Mahdi yang ditunggu-tunggu itu dan sekarang pun telah datang dengan tanda-tandanya yang dijanjikan pun sudah sempurna dan penda’waannya juga sudah diumumkan dan semua tuntutan situasi zaman telah terpenuhinya, setelah menyaksikan hal itu semua disebabkan takut kepada orang lain walaupun Rasulullah saw telah memberi nama kepada orang yang ditunggu-tunggu itu Masih dan Mahdi, akan tetapi demi menyenangkan hati [orang-orang] dunia, sekalipun kita telah lama menggabungkan diri dengan orang-orang yang telah beriman kepada beliau, kita harus menyebut nama beliau dengan nama yang lain? Dan sebagai imbalannya kalian [para penentang Jemaat] harus membatalkan rencana serangan yang akan kalian lakukan kepada kami jangan diteruskan? Apakah setelah menyaksikan terjadinya gerhana bulan dan matahari sebagai tanda dari Allah Ta’ala lalu dengan memberi nama yang lain selain dari Masih dan Mahdi akan menganggap sesuai nama itu dengan terjadinya tanda yang agung itu ataukah na’udzubillah Allah Ta’ala telah memberi kesaksian yang dusta? Apakah kita harus menyatakan dusta nubuatan-nubuatan Al-Qur’an dan [nubuatan-nubuatan] yang telah sempurna pada zaman sekarang ini? Apakah di satu pihak setelah kita baiat kepada beliau as, mempercayai beliau as sebagai orang yang dipilih oleh Allah Ta’ala, di pihak lain lagi kita menganggap salah ilham beliau as yang di dalamnya Allah Ta’ala memberi kabar suka,
اِنَّ اْلمَسِيْحَ اْلمَوْعُوْدَ الَّذِيْ يَرْقُبُوْنَهُ وَاْلمَهْدِيَّ اْلمَسْعُوْدَ الَّذِيْ يَنْتَظِيْرُوْنَهُ هُوَ اَنْتَ
‘innal masiih al-mau’uud alladzii yarqubuunahu wal mahdiyy al-mas’uud alladzii yantazhiruunahu huwa anta’ – “Sesungguhnya Masih Mau’ud dan Mahdi Mas’ud yang ditunggu-tunggu adalah engkau sendiri.” Lalu berfirman, وَلاَ تَكُوْنن مِنَ اْلمُمْتَرِيْنَ ’wa laa takuunanna minal mumtariin’ – “Maka sungguh! Janganlah kalian menjadi termasuk orang-orang yang ragu.” Berdasarkan semua perkara yang telah diuraikan diatas ini, karena melihat situasi, setelah menjadi pengamal semua yang telah diuraikan sebelumnya diatas, demi situasi, apakah kita masih dapat dikatakan sebagai orang Ahmadi ? Jadi, ingkar kepada Masih dan Mahdi tentu akan menjadi ingkar kepada Ahmadiyah dan seorang Ahmadi pun tidak akan pernah sanggup menolerir (menerima) hal itu. Perjanjian bersama yang telah ditanda-tangani oleh kedua belah pihak antara Pemerintah dan Orang-orang Ahmadi yang telah dimuat di dalam Surat-surat Kabar, telah memberi kesempatan kepada orang-orang Paighami atau Lahori atau ghair Mubayyi’[5] untuk membuat kegaduhan dalam pertentangan itu. Di kalangan orang-orang itu pun muncul semangat. Perkara yang sudah basi pun dimunculkan lagi dan mereka menerbitkan berita orang-orang Ahmadiyah sudah merubah pendirian mereka dan maksudnya adalah, “Akhirnya, kami yaitu golongan Paighami-lah yang menang dan sekarang orang-orang Ahmadi juga sudah mengakui (menerima), na’udzu billah (kita berlindung kepada Allah), Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam bukan Nabi, melainkan Mujaddid dan Mursyid saja.”
[Mengapa perkara itu timbul?] Hal pertama adalah demikian, karena sebuah komite (tim) dari Pengurus [Jemaat Ahmadiyah] Indonesia yang pergi untuk mengadakan pembicaraan dengan offisraan (Pejabat) Pemerintahan [Indonesia], yang dalam hati mereka (tim Jemaat ini) sedikit pun tidak ada pikiran untuk mengingkari Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani ‘alaihissalam sebagai Masih, Mahdi dan Nabi dan seorang Ahmadi pun tidak akan ada yang sanggup beranggapan (berpikir) seperti itu. Dengan karunia Allah Ta’ala, Jemaat Indonesia dari segi keikhlasan dan kesetiaan merupakan Jemaat yang telah maju dan salah satu Jemaat shaf awwal (barisan depan). Pengorbanan jiwa-raga dan harta-benda yang mereka serahkan demi Jemaat menunjukkan bukti yang nyata tidak adanya kekurangan dalam keikhlasan dan kesetiaan mereka. Jadi, hal ini merupakan tuduhan yang salah terhadap Jemaat Indonesia dan memang tuduhan pasti akan ada, jika kita katakan mereka telah menunjukkan kelemahan iman demi mendapatkan faedah yang sifatnya sementara. Pemerintah [Indonesia] meminta bayaan [penjelasan, pernyataan dari Jemaat Indonesia tentang pokok-pokok akidah Jemaat,] yang ditandatangani, di dalamnya terdapat beberapa alfaazh (susunan kata-kata) yang tidak jelas, sebagian kata-katanya terbelah. [6] Orang Ahmadi yang menyetujui [kata-kata, pernyataan] itu tidaklah ternodai (tercemari) sebagai orang yang mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan keimanannya. Jadi, tidak ada tuduhan kepada tiap-tiap Ahmadi Indonesia bahwa ia telah menunjukkan kelemahan imannya. Dan mereka [Jemaat Indonesia via Amir] pun telah menjelaskan perihal itu di depan saya baik dalam pesannya maupun dalam suratnya yang dikirim kepada saya. Akan tetapi secara pasti dan jelas memang tidak dicantumkan perkataan Masih dan Mahdi sehingga suratkabar-suratkabar mengutip informasi apa-adanya kemudian berita itu dimuat dan berita-berita tersebar sedemikian rupa yang isinya sedikit pun itu tidak pernah terlintas dalam pikiran seorang Ahmadi pun. [7]
Bagaimanapun orang-orang Paighami [Ahmadiyah Lahore] telah mengambil kesempatan untuk memetik berita itu lalu disulut dan dibesar-besarkan. Akan tetapi ketika telah saya uraikan dengan jelas dalam satu Khotbah yang lalu dan pendirian kita itu telah dimuat dalam suratkabar-suratkabar (yang merupakan satu kebaikan dari pihak Surat Kabar itu), namun masih juga para pengikut Jemaat Lahore itu bersikeras dan mereka membuat kegaduhan sehingga mereka menelepon kepada Seksi Press kita di London sambil mengatakan, “Sampai sekarang kami belum juga merasa jelas tentang pernyataan itu yang masih semrawut.” Sesungguhnya mereka tidak akan merasa puas kecuali jika Tuhan menghendaki untuk memberi kepuasan kepada mereka. Jika mereka tidak mau mendengar dan bersedia menerima pendapat seseorang, maka apakah manusia akan mampu memberi kepuasan kepada mereka? Bagaimanapun apa yang hendak kita jelaskan sudah dijelaskan kepada mereka.
Sesungguhnya karenanya sekarang saya ingin menjelaskan satu lagi, saya tujukan kata-kata saya ini kepada orang-orang Paighami atau ghair mubayyi’in, “Takutlah kalian kepada Tuhan dan lihatlah nubuatan-nubuatan Hadhrat Rasulullah saw dan tekunilah baik-baik ilham-ilham Hadhrat Masih Mau’ud as kemudian periksalah keadaan diri kalian sendiri. Apakah pendirian Hadhrat Masih Mau’ud as ada pada kalian, apakah kalian sedang melangkah menuju kemajuan-kemajuan yang telah dijanjikan? Apakah orang-orang yang menganggap Anjuman lebih tinggi kedudukannya dibanding Khilafat mampu memancangkan bendera Islam dan Ahmadiyah di seluruh dunia? Ataukah mereka telah berusaha mengibarkan bendera itu dengan rasa tanggung-jawab penuh semangat. Ataukah kemudian kalian mendapat bagian sebagaimana yang didapat oleh mereka yang menerima Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani ‘alaihish shalaatu was salaam sebagai Masih, Mahdi dan Nabi, dan mengakui kebenaran Khilafat sesudah beliau as. Sedangkan orang-orang yang telah mengikuti baiat kepada Khilafat telah mampu menyebarkan amanat Ahmadiyah yaitu Islam hakiki sampai ke 189 negara di dunia. Apa yang telah kalian lakukan? Apakah kesaksian Tuhan secara amaliah bersama orang-orang yang beriman kepada beliau as sebagai Nabi ataukah kepada orang-orang yang beriman kepada beliau as hanya sebagai seorang Guru atau sebagai seorang Mursyid atau sebagai seorang Mujaddid saja? Oleh karena itu, sekarang dengan perasaan takut kepada Tuhan akhirilah kekurangajaran ini sampai di sini dan simaklah bagaimana sabda Hadhrat Masih Mau’ud as tentang diri beliau as sendiri. Kalian pun menerbitkan buku-buku beliau itu, mencetaknya juga dan mendapat taufik untuk membacanya juga dan mendapat taufik untuk memahaminya juga. Bukalah Al-Qur’an oleh kamu sendiri dan lihatlah, bagaimana firman Allah Ta’ala tentang orang-orang yang beriman kepada sebagian dan meninggalkan (mengingkari) sebagian.”
Hadhrat Masih Mau’ud as di satu tempat bersabda, “Syarat bagi penerima kabar dari Tuhan yang bernubuat [menyampaikan kabar-kabar tentang hal-hal yang akan terjadi] dan [syarat] untuk mendapat [pangkat] Nabi tidaklah harus membawa syariat. Hanya dengan perantaraan kecintaan sejati kepada Tuhan pintu perkara-perkara ghaibiyyat (kegaiban) akan terbuka. Apabila saya sampai saat ini telah menerima seratus lima puluh lebih nubuatan dari Tuhan dan telah menyaksikan dengan jelas kesempurnaannya dengan mata kepala sendiri, maka bagaimana saya bisa menolak diri saya disebut Nabi atau Rasul? Dan selama Tuhan telah memberi saya nama ini (Nabi dan Rasul), bagaimana saya harus menolaknya atau saya harus takut kepada manusia [menggunakan nama yang telah diberikan Tuhan itu kepada saya]. Saya bersumpah atas nama Tuhan Yang telah mengutus saya, orang yang mengada-ada atas nama-Nya adalah laknat! Dialah [Tuhan] Yang telah mengutus saya sebagai Masih Mau’ud. Sebagaimana saya beriman kepada ayat-ayat suci Qur’an Syarif demikian juga tanpa perbedaan sebesar dzarrah pun saya beriman kepada wahyu yang sungguh-sungguh sangat jelas yang telah turun kepada saya yang kebenarannya secara terus-menerus telah terbuka kepada saya. Dan saya sambil berdiri di dalam Baitullah berani bersumpah, wahyu suci yang turun kepada saya adalah kalam dari Tuhan Yang sama Yang telah menurunkan Kalam-Nya kepada Hadhrat Musa as, Hadhrat Isa as dan kepada Hadhrat Muhammad Mushthafa saw. Bumi pun telah memberikan kesaksian untuk saya dan demikian pula langit. Demikian juga langit telah berbicara untuk saya dan bumi juga bahwa saya ini Khalifatullah. Akan tetapi sesuai dengan nubuatan-nubuatan, pasti (penda’waan ini) akan diingkari juga. Sebab, mereka yang hatinya tertutup tidak akan menerimanya. Saya tahu bahwa Tuhan akan mendukung saya, sebagaimana Dia senantiasa mendukung Rasul-rasul-Nya. Tidak akan ada yang mampu bertarung dengan saya. Sebab, mereka tidak menerima dukungan dari Tuhan. Di tempat mana saja saya telah mengingkari kenabian dan kerasulan hanyalah dalam arti bahwa saya bukanlah seorang pembawa syariat secara mustaqil (mandiri dan langsung) dan bukan pula saya seorang Nabi secara mustaqil; melainkan dalam arti bahwa saya setelah memperoleh baathini fuyuudh (berkat-berkat, karunia-karunia rohani) dari Rasul yang saya ikuti dengan patuh taat dan saya mendapatkan nama (sebutan) ini untuk diri saya [sebagai Rasul dan sebagai Nabi] dan dengan perantaraan (kenabian) itu saya memperoleh ilmu ghaib dari Tuhan. Saya adalah rasul dan nabi tetapi tanpa syariat baru. Dengan corak seperti itu saya tidak pernah mengingkari disebut Nabi. Bahkan dengan arti seperti itulah Allah Ta’ala memanggil nama saya Nabi dan Rasul. Jadi, sekarangpun saya tidak mengingkari diri saya sebagai Nabi dan Rasul dalam makna-makna tersebut.”[8]
Oleh karena itu, setelah diterangkan begitu jelasnya, apakah masih tersisa juga keraguan yaitu setelah Hadhrat Masih Mau’ud as menerima perintah dari Allah Ta’ala apa yang beliau katakan tentang diri beliau. Dengan jelas beliau selalu mengumumkan, ‘me nabi huu’ – “Saya adalah Nabi.” Dengan ribuan adab dan hormat saya berkata kepada saudara-saudaraku yang telah salah arah dari jalan yang lurus, “Marilah saudara-saudaraku! Masuklah bersama-sama kami untuk membangkitkan ruhani inqilaab (perubahan rohani besar-besaran). Yang mana untuk itu, Allah Ta’ala telah mengutus Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani ‘alaihissalam sebagai Masih Mau’ud dan Mahdi Mau’ud dan sebagai Nabi Dzilli (Nabi Ummati). Beliau adalah Masih dan Mahdi yang kedudukannya sebagai ghulam (hamba) dari Hadhrat Rasulullah saw yang akan menyebarkan amanat Islam ke seluruh pelosok dunia, bahkan telah menyebarkannya keseluruh dunia, [dialah] yang kepadanya Allah Ta’ala telah berfirman dengan ungkapan yang sangat jelas sekali bahwa sekalipun di tengah-tengah penentangan yang keras Dia telah mengumumkan, ‘me teri tabligh ko zamin ke kinarung tak pahuncaungga’ – “Aku akan sampaikan tabligh engkau ke segenap penjuru dunia” Sekarang hanya orang-orang yang percaya kepada beliau sebagai Nabi dan bergabung dengan Khilafat setelah beliau yang menyaksikan sempurnanya wahyu ini. Amanat ini sekarang sedang menggema di udara sampai ke segenap penjuru dunia melalui media elektronik (MTA). Jadi, sekarang perkara itu semualah yang meyakinkan bahwa beliau adalah Masih, Mahdi dan Nabi. Dan Allah Ta’ala sendiri untuk mendukung Nabi-Nya ini sedang memperlihatkan mukjizat-mukjizat dalam menyampaikan amanat-Nya itu. Tidak ada satu pun kekuatan dunia yang bisa menghalanginya. Pernyataan Allah Ta’ala dengan firman-Nya, “Aku akan sampaikan tabligh engkau ke segenap penjuru dunia.” Dalam wahyu-Nya ini mengandung amanat bagi kita, “Dalam melaksanakan amanat itu akan timbul banyak hambatannya, akan bertiup taufan penentangan yang keras, kobaran api akan melambung menyala-nyala di sebelah kanan dan kiri kita, pemerintah-pemerintah juga akan berusaha mengeluarkan banyak hambatan. Akan tetapi Aku (Allah Ta’ala) adalah Yang Aziz (Perkasa) dan Ghalib (Unggul) dan Akulah Tuhan Pemilik semua Kekuatan, kepadamu Ku-beri ketenteraman dengan firman, ‘Hai Masih dan Mahdi! Aku berikan ketenteraman kepada engkau dan kepada orang-orang yang beriman kepada engkau juga bahwa engkau datang dari pada-Ku dan engkau sedang berjuang untuk menyebarkan amanat-Ku! Oleh sebab itu Aku telah memutuskan bahwa dukungan dan pertolongan-Ku senantiasa bersama engkau. Dan dengan tegas Aku katakan bahwa Aku akan sampaikan tabligh engkau ke segenap penjuru dunia’.”
Di satu tempat untuk memberi ketenangan Allah Ta’ala berfirman kepada beliau melalui ilham,
لاَ تَخَفْ اِنَّنِيْ مَعَكَ وَمَشْيِنَا مَشْيِكَ اَنْتَ مِنِّيْ بِمَنْزِلَةٍ لاَ يَعْلَمُوْنَ اْلخَلْقُ وَجَدْتُكَ مَا وَجَدْتُ اِنِّيْ مُهِيْنٌ مَنْ اَرَادَ اِهاَنَتَكَ وَاِنِّيْ مُعِيْنٌ مَنْ اَرَادَ اِعَانَتَكَ اَنْتَ مِنِّيْ وَسِرُّكَ سِرِّيْ وَاَنْتَ مُرَادِيْ وَمَعِيْ اَنْتَ وَجِيْهٌ فِيْ حَضْرَتِيْ اِخْتَرْتُكَ لِنَفْسِيْ
‘Laa takhaf innii ma’aka wa masy-yina masy-yika anta minnii bimanzilatin laa ya’lamuunal khalqu wajadtuka maa wajadtu innii muhiinun man araada ihaanataka wa innii mu’iinun man araada i’aanataka anta minnii wa sirrika sirrii wa anta muraadii wa ma’ii anta wajiihun fii hadhratii ikhtartuka li nafsii’ – “Janganlah engkau takut! Sungguh! Aku bersama engkau dan Aku berjalan menyertai engkau. Martabat engkau disisi-Ku tidak diketahui oleh siapapun diantara manusia. Aku dapatkan engkau apa yang Aku dapatkan. Siapa saja yang bermaksud menghina engkau niscaya Aku akan mnghinakannya dan siapa saja yang bermaksud menolong engkau Aku akan menjadi Penolongnya. Engkau adalah milik-Ku dan rahasia engkau adalah rahasia-Ku dan engkau adalah yang Aku maksud dan engkau bersama-Ku dan engkau disisi-Ku. Engkau orang terhormat disisi-Ku. Aku telah pilih engkau untuk Diri-Ku.” (Tadzkirah, halaman 161-162)
Jadi, orang yang telah diberi ketenangan oleh Tuhan dalam menghadapi setiap hal yang menakutkan, telah ditegaskan kepadanya akan diberi dukungan-Nya, sudah diumumkan baginya, sesiapa yang akan menolongnya ianya akan ditolong-Nya, telah diumumkan pula baginya, sesiapa yang hendak menghina dan menentangnya akan dihinakan dan disengsarakan-Nya, orang yang telah dimasukkan kedalam kelompok orang-orang pilihan-Nya yang khusus, untuk orang yang beriman kepadanya pun tidak ada alasan untuk gentar dan takut. Tidak perlu takut dan cemas dari kesulitan dan kesusahan apapun karena hal itu hanya sementara. Dalam peristiwa Perang Uhud, sekalipun orang-orang beriman sudah dalam keadaan sangat terdesak, dan telah banyak menelan kerugian jiwa-raga dan harta, mereka tidak memberi kesempatan kepada musuh untuk mengalahkan mereka. Akhirnya teriakan suara keras, ‘Allahu A’laa wa Ajalla’ kemenangan telah datang. Allah Maha Tinggi dan Maha Perkasa. Maka sekarang juga apabila ‘Allahu A’laa wa Ajalla’ telah mengumumkan dukungan dan pertolongan untuk pecinta kekasih-Nya [Hadhrat Masih Mau’ud as pecinta kekasih Allah, Nabi Muhammad saw] maka kita yang beriman kepadanya, apa perlunya kita merasa takut kepada kesulitan-kesulitan ataupun ancaman-ancaman mereka yang sifatnya sementara ini?
Beberapa hari yang lalu pernah terjadi pula beberapa kekhawatiran bagi orang-orang Arab (di Timur Tengah), diantara mereka orang-orang Ahmadi dan juga orang-orang Arab [non Ahmadi] yang simpatik dan juga yang memiliki rasa cinta terhadap Islam. Mereka merasa khawatir karena atas desakan beberapa pemerintah Arab kepada pemilik satelit tayangan channel (saluran) baru MTA 3 Al Arabiyya yang difocuskan khusus kepada beberapa negara Arab (di Timur Tengah) telah ditutup disebabkan beberapa pemerintahan negara-negara besar di Arab, para Mullah yang pada takut kepada Kristen, sambil memandang kepada kemajuan Ahmadiyah, dan disebabkan berkobarnya api hasad didalam hati mereka juga terhadap Jemaat Ahmadiyah. MTA kita siaran berbahasa Arab yang ditayangkan melalui Nile Site, satelit ini juga dimiliki oleh beberapa negara Arab saluran itu telah ditutup tanpa menghiraukan faktor akhlak dan tanpa pemberitahuan sebelumnya maka baik orang-orang Arab Ahmadi maupun orang-orang Arab non Ahmadi telah mengirimkan banyak sekali surat-surat kepada saya maupun kepada Pengurus MTA dan mereka mengatakan bahwa perbuatan itu perbuatan zalim. Tanpa pemberitahuan sebelumnya saluran ini telah ditutup. Dalam menjawab surat-mereka itu kami katakan kepada mereka, “Sabarlah, insya Allah Ta’ala akan diusahakan supaya saluran ini dapat dimulai lagi secepat-cepatnya.” Dari khotbah saya hari ini tentu mereka sudah mengetahui apa penyebab ditutupnya saluran itu. Pemerintah-pemerintah yang suka bersikap mudaahanah karena takut kepada manusia dan disebabkan perasaan hasad (dengki) juga telah berusaha untuk menutup saluran ini. Karena di negara-negara Arab ada beberapa pendeta Kristen sedang melancarkan penentangan-penentangan [terhadap Islam, dan Jemaat Ahmadiyah melalui] MTA (Muslim Television Ahmadiyya) sedang giat menjawab kritikan-kritikan mereka itu, oleh sebab itu mereka juga memberi tekanan-tekanan supaya saluran MTA ini ditutup, kalau tidak MTA ini akan memberi pengaruh buruk terhadap orang-orang Kristen. Bagaimanapun, sekarang urusan mereka adalah dengan Tuhan. Mereka dengan mengatasnamakan diri kepada Tuhan telah melakukan permusuhan terhadap orang-orang Tuhan [yang dikasihi Tuhan]. Mereka menganggap bahwa semua sumber kekuatan ada ditangan mereka. Akan tetapi Dia Yang Aziz, Tuhan Pemilik semua kudrat dan kekuasaan telah mengumumkan bahwa, وَمَكَرُواْ وَمَكَرَ اللّهُ وَاللّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ
‘wa makaruu wa makarallahu wallahu khairul maakiriin’ – “Dan mereka pun membuat rencana dan Allah juga membuat rencana. Dan Allah adalah sebaik-baik Perencana.” (Surah Ali Imran, 3 : 55) Sebelumnya, pada zaman Al Masih pertama juga telah dibuat banyak rencana yang dalam ayat ini telah diumumkan. Dan sekarang ini juga telah dibuat berbagai macam rencana untuk melawan Al-Masih Muhammadi (yakni Masih Mau’ud as) Akan tetapi Allah Ta’ala telah memberi ketenteraman hati [kepada beliau dan para pengikut beliau].
Jadi, pelarangan-pelarangan [hambatan-hambatan] yang sedang kita hadapi, tidak perlu kita risaukan. Ini adalah pekerjaan Allah Ta’ala untuk Al-Masih-Nya yang melalui cara itu Dia sampaikan pesan yang seorang manusia tidak dapat membayangkannya. Dan apakah yang Allah Ta’ala telah karuniakan? Untuk beberapa jam atau untuk satu hari saja lamanya mungkin saluran [televisi] ini sudah ditutup dan setelahnya, untuk waktu sementara kita mengatur gantinya akan tetapi dengan adanya usaha yang pihak musuh lakukan untuk menutup saluran ini, ternyata Allah Ta’ala menghubungkan kita dengan seorang pengusaha satelit di Eropa yang sebelumnya juga pernah kita usahakan, namun pada waktu itu pesanan cukup ramai sehingga kita tidak dapat memperolehnya. Setelah terjadi pemblokiran ini Allah Ta’ala sendiri telah mengaturnya untuk kita sebagai gantinya. Satelit sebelumnya yang telah mereka tutup itu jangkauannya sedikit hanya sampai ke beberapa negara Arab saja. Satelit yang baru sebagai gantinya ini dapat menjangkau banyak negara Arab. Dari negara Marokko dan beberapa negara lain di sekitarnya datang pesan, “Sebelumnya kami tidak dapat melihat MTA al-Arabiyyah dan disini kami perlu mengurusnya maka sekarang insya Allah dengan adanya satelit baru itu kekurangan ini dapat ditangani dengan sempurna.”
Jadi, ini semua pekerjaan Allah Ta’ala yang benar memenuhi janji-janji-Nya. Sekarang juga hambatan-hambatan sedang berlaku dan akan berlaku terus. Akan terjadi pelarangan-pelarangan (penolakan, pembatasan) dari pihak musuh dan orang yang hasad (iri hati) terhadap Jemaat. Namun seorang Ahmadi pun hendaknya tidak putus asa karena itu. Sudah sering saya katakan, sambil menyaksikan pelarangan-pelarangan itu orang mu’min harus lebih banyak bersujud dan hendaknya bersujud ke hadirat Allah Ta’ala. Menaruh perhatian kepada doa-doa. Jadi, tingkatkanlah semangat berdoa kepada Allah Ta’ala. Jagalah shalat baik-baik dan penuhilah kewajibannya dengan teratur dan berilah perhatian untuk melaksanakan shalat nafal juga. Sebab, dengan perantaraan doa-doa dan ibadah-ibadah itulah Allah Ta’ala menolong kita untuk menyempurnakan maksud-maksud kita. Jangan biarkan bibir-bibir anda berhenti bergerak untuk berzikir kepada Allah Ta’ala. Melalui gerakan-gerakan bibir itulah pintu-pintu kemenangan akan terbuka bagi kita. Insya Allah!
Jadi, itulah poin mendasar yang harus selalu diingat setiap waktu oleh setiap orang Ahmadi. Sebagaimana telah saya jelaskan sebelumnya bahwa sekarang dengan sedang genapnya seratus tahun Khilafat Ahmadiyah, orang-orang Ahmadi sedang membuat program-program. Karena perasaan hasad (iri-hati), mereka sedang membuat rencana untuk menyerang bahkan sedang melakukan serangan-serangan lebih hebat dari yang telah mereka lakukan sebelumnya dan terus terjadi. Dalam emosi hasad itu mereka akan menimpakan berbagai macam kerugian kepada kita karena mereka pikir, “Mengapa Khilafat sudah dirampas dari tangan kami? Orang-orang (Ahmadi) ini sedang menikmati Khilafat. Dan orang-orang ini dengan kompak terikat dalam persatuan dan kesatuan yang kokoh-kuat, [sedangkan kami tidak kompak].” Para penentang yakni orang-orang Muslim lainnya telah mengungkapkan pengakuan mereka bahwa mereka tidak akan dapat memperoleh kemajuan dan kemenangan tanpa Khilafat. Dan mereka telah menulis bermacam-macam pendapat mereka tentang Khilafat sehingga memenuhi suratkabar-suratkabar dan majalah-majalah. Hampir setiap hari selalu dimuat tulisan-tulisan tentang Khilafat di media cetak. Sebagai contoh sebuah kutipan dengan ini saya bacakan,
Tuan Mufti Habibur Rahman telah mengemukakan pendapatnya, “Tidak ada nizam yang lebih besar dari nizam Khilafat islamiyah ‘ala minhaajin nubuwwah. Bagaimana mungkin bentuk nizam yang agung ini dapat ditegakkan tanpa berhimpunnya umat Islam diatas satu platform yang sama. Dan keadaan umat Islam sendiri pada saat ini telah membuat mereka terlepas dari berkat Khilafat ini dan dalam keadaan seperti ini mereka harus melakukan perbuatan yang sama seperti di waktu mereka berusaha mendapatkan negara Pakistan melalui pengorbanan yang sangat besar. Pengorbanan umat Islam pada waktu itu diberikan untuk mendapatkan negara yang bebas dan merdeka. Waktu itu menurut rencana akan mendapatkan satu negara merdeka dimana mereka akan menegakkan Negara Islam, yang kemudian telah zahir bahwa negara ini telah berdiri di balik tabir penipuan”. Pendirian negara untuk menegakkan nizam Islam namun selain dari penipuan tidak ada lagi hal lainnya. Dia sendiri mengakui keadaan demikian. Lalu ia berkata, “Rahasia keutuhan dan kebaikan secara langgeng umat Islam terletak pada kesepakatan, persatuan, dan sistim Khilafat Islamiyah ‘ala minhaajin nubuwwah.”[9]
Demikian pernyataannya itu. Dalam satu tempat dalam penjelasan lainnya ia menulis, “Imam Mahdi akan datang Khilafat pun akan berdiri.” Alangkah baiknya jika orang-orang ini meninggalkan perasaan ego penentangannya dan lihatlah bahwa Imam Mahdi yang mereka tunggu-tunggu itu sudah datang, maka dengan perantaraannya nizam Khilafat pun telah berdiri. Nizam Khilafat ‘alaa minhaajin nubuwwah yang baru tidak akan dapat didirikan lagi sekalipun mereka ingin dan berusaha keras untuk itu. Sekarang setiap orang Ahmadi harus banyak berdoa agar Allah Ta’ala melindungi kita semua dari setiap keburukan dan kesusahan yang akan timbul dan Dia memberi kekuatan dan keteguhan langkah kepada kita semua dan Dia memberi taufik kepada kita semua agar kita tetap berpegang teguh kepada Jemaat Imam Mahdi dan Masih yang datang sesuai dengan nubuatan Hadhrat Nabi saw. Disamping itu setiap Ahmadi harus berdoa untuk orang-orang Muslim yang telah salah arah itu agar Allah Ta’ala memberi mereka semua taufik menggabungkan diri dengan Jemaat Masih dan Mahdi ini. Semoga Allah Ta’ala mengabulkan semua harapan kita.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ ‑ وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ‑ عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ‑ أُذْكُرُوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
“Segala puji bagi Allah Ta’ala. Kami memuji-Nya dan meminta pertolongan pada-Nya dan kami memohon ampun kepada-Nya dan kami beriman kepada-Nya dan kami bertawakal kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah Ta’ala dari kejahatan-kejahatan nafsu-nafsu kami dan dari amalan kami yang jahat. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala, tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang dinyatakan sesat oleh-Nya, maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Dan kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Ta’ala dan kami bersaksi bahwa Muhammadsaw. itu adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai hamba-hamba Allah Ta’ala! Semoga Allah Ta’ala mengasihi kalian. Sesungguhnya Allah Ta’ala menyuruh supaya kalian berlaku adil dan ihsan (berbuat baik kepada manusia) dan îtâ-i dzil qurbâ (memenuhi hak kerabat dekat). Dan Dia melarang kalian berbuat fahsyâ (kejahatan yang berhubungan dengan dirimu) dan munkar (kejahatan yang berhubungan dengan masyarakat) dan dari baghyi (pemberontakan terhadap pemerintah). Dia memberi nasehat supaya kalian mengingat-Nya. Ingatlah Allah Ta’ala, maka Dia akan mengingat kalian. Berdoalah kepada-Nya, maka Dia akan mengabulkan doa kalian dan mengingat Allah Ta’ala (dzikir) itu lebih besar (pahalanya).”
[1] Semoga Allah yang Mahaluhur mengokohkannya dengan pertolongan-Nya yang agung.
[2] Para pemuka Quraisy memutuskan mengutus Suhail bin Amr sebagai wakil mereka untuk membuat perjanjian dengan kaum Muslimin. Sementara Rasulullah menunjuk Ali bin Abu Thalib ra sebagai juri tulis perjanijian yang di kemudian hari dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah ini. “ Silahkan”, kata Suhail, “ Tuliskan suatu perjanjian antara kami dan kalian”. “ Tulislah Bismilahir rahmanir rahim”, sabda Rasulullah kepada Ali. “ Demi Allah, kami tidak tahu apa itu ‘ar-Rahman’. Tulislah Bismikallahumma », tukas Suhail. « Demi Allah, kami tidak mau menulis kecuali Bismilahir rahmanir rahim”, kaum Muslimin berkata.
«Tulislah Bismikallahumma. Ini adalah perjanjian yang dibuat oleh Muhammad Rasul Allah », sabda Rasul lagi. Mendengar ini Suhail sontak menolak, « Demi Allah, seandainya kami mengakui bahwa engkau adalah Rasul Allah, niscaya kami tidak menahanmu untuk datang ke Baitullah dan memerangimu. Tulislah Muhammad bin Abdullah ».Rasul kembali mengalah, « Demi Allah, aku adalah Rasul Allah sekalipun kalian mendustakanku ! Tulislah Muhammad bin Abdullah ».
Di dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa nabi saw memerintahkan Ali agar menghapuskannya lalu Ali berkata, « Demi Allah, aku tidak akan menghapusnya ». Rasulullah lalu bersabda, « Tunjukkan kepadaku mana tempatnya ». Ali lalu menunjukkan dan Rasulullah pun menghapusnya sendiri. (Shahih Muslim Bab Sulh al-Hudaibiyah)
[3] Mengiyakan permintaan dan pandangan musuh.
[4] Arti lain dari kata subki dalam kamus Urdu (Ferozsons) adalah delicacy (keadaan genting/kritis), levity (kesembronoan), frivolousnesss (tidak keruan), indignity (hina), dishonour (tidak hormat, aib), disgrace (memalukan, menodai, mencemari) contempt (jijik)
[5] Paighami dan ghair mubayyi’in adalah sebutan untuk sebuah grup (kelompok orang Ahmadi) sahabat Masih Mau’ud as yang pada zaman Khalifatul Masih I (1908-1914) telah menunjukkan, menyebarluaskan dan mengusahakan agar Anjuman (Dewan Pengurus Jemaat) berkedudukan lebih tinggi daripada Khalifah. Disebut Paighami karena grup ini menerbitkan Majalah bernama “Paigham-e-Sulh” – ‘Piagam Perdamaian’ yang disebut oleh Hudhur I ra sebagai ‘Piagam Perang’ karena sering mengkritik dan mencemooh kedudukan Khalifah. Disebut ghair mubayyi’in (orang-orang yang tidak baiat) karena pada 1914, ketika Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad terpilih sebagai Khalifah, mereka tidak baiat. Mereka juga dikenal dengan Anjuman Ishaat Islam Ahmadiyya Lahore atau Ahmadiyah Lahore mengingat grup ini menjadikan kota Lahore sebagai basis atau markas pergerakan mereka.
[6] Sejak September 2007 hingga Januari 2008 telah terjadi serangkaian dialog dan diskusi antara wakil-wakil pemerintah Indonesia dengan sebuah tim dari pimpinan Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pada 14 Januari 2008, wakil-wakil pemerintah dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia menyampaikan di depan pers soal 12 butir Penjelasan yang ditandatangani oleh wakil-wakil pemerintah dan Jemaat. Ada kata-kata yang terbelah (dimaknai berbeda) oleh kedua belah pihak di dalam 12 Penjelasan seperti contohnya khataman nabiyyin dan nabi penutup.
[7] Dalam 12 Penjelasan tidak disebutkan mengenai status Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad) sebagai nabi, rasul, Imam Mahdi dan Al-Masih Isa yang dijanjikan atau dikabarkan sendiri oleh Nabi Muhammad saw. Suratkabar-suratkabar, berita elektronik (televisi, internet dan lain-lain) memberitakan hal itu sembari menyangka Jemaat Ahmadiyah Indonesia telah merubah keyakinan bahwa na’udzu billaah Jemaat Indonesia telah tidak mempercayai Hadhrat Masih Mau’ud as sebagai utusan Allah dan juga telah menerima atau sama pendapatnya dengan mainstream (mayoritas, arus utama) Muslim soal keterakhiran Nabi Muhammad saw. Sumber: http://news.okezone.com/read/2008/01/15/1/75445/akui-muhammad-nabi-terakhir-ahmadiyah-berubah
[8] Eik Ghalati ka Izaalah, Ruhani Khazain jilid 18, halaman 210-211
[9] Majalah bulanan ‘Dharbatul Haqq’, Januari 2004