Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz
tanggal 20 Februari 2015 di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK.
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
]بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ[، آمين.
Hari ini adalah tanggal 20 Februari. Dalam Jemaat Ahmadiyah tanggal ini dikenal berhubungan dengan nubuatan Mushlih Mau’ud (Pembaharu yang dijanjikan). Hadhrat Masih Mau’ud as telah meminta sebuah tanda dari Allah Ta’ala dalam rangka mendukung kebenaran Islam, dan hal ini beliau lakukan karena serangan yang dilancarkan oleh non-Muslim terhadap Islam telah mencapai intensitas yang sangat tinggi. Jadi beliau as menjalankan ibadah dengan menyendiri (khalwat) selama 40 hari dan Allah Ta’ala memberitahukan kepada beliau mengenai suatu tanda yang luar biasa sebagai jawaban dan pengabulan atas doa beliau as.
Saya tidak akan menyebutkan secara rinci tanda yang luar biasa ini. Saya sudah menyampaikan beberapa khotbah mengenai hal ini. Juga banyak majelis diadakan pada hari ini di setiap tahunnya di seluruh Jemaat yang para ‘alim dan pembicara lainnya memberikan ceramah mengenai hal ini secara rinci. Segala seluk-beluk pembahasannya dikemukakan dalam banyak pertemuan seperti itu. Banyak jalsah akan dan sedang berlangsung pada tahun ini juga. Hari ini, saya hendak menyampaikan kepada Anda sekalian hal-hal yang Hadhrat Mushlih Mau’ud ra sendiri sampaikan di berbagai kesempatan sehubungan dengan nubuatan ini. Tentu tidak semua aspek nubuatan ini dapat disampaikan namun saya akan berikan beberapa kutipan.
Pada tahun 1944, seraya menyampaikan latar belakang nubuatan Mushlih Mau’ud tersebut, Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda: “Tepat 58 tahun yang lalu dari sekarang, yaitu pada 20 Februari 1886, di kota Hoshiarpur, pada sebuah rumah yang sedang saya tunjuk dengan jari saya, seorang laki-laki dari Qadian yang tak dikenal dan tersembunyi, bahkan oleh penduduk Qadian sendiri, karena melihat penentangan yang dilancarkan terhadap Islam dan pendirinya, beliau datang ke tempat sederhana itu yang benar-benar sebuah ruang kosong dari rumah yang agak besar untuk mempersembahkan dirinya ke hadapan Allah Ta’ala dalam kesendirian untuk beribadah kepada-Nya dan mencari pertolongan serta dukungan-Nya.
Beliau tinggal mengasingkan diri dari orang-orang dan melibatkan diri dalam doa-doa dengan penuh kekhusukan selama 40 hari. Allah Ta’ala menganugerahkan beliau as sebuah tanda setelah berdoa 40 hari. Tanda ini ringkasnya adalah, “Aku (Allah) tidak hanya akan memenuhi janji-janji yang telah Ku-buat terhadap engkau serta akan menjadikan nama engkau sampai ke seluruh penjuru dunia, namun untuk memenuhi janji ini dengan kemuliaan yang lebih agung, Aku bahkan akan menganugerahi engkau seorang anak laki-laki yang akan diberkati beberapa sifat dan kualitas yang khas. Dia akan menjadikan Islam tersebar ke seluruh belahan bumi. Dia akan membuat orang-orang memahami pokok-pokok ma’rifat Samawi. Dia akan menjadi manifestasi rahmat dan karunia-Ku. Dia akan dikarunai pengetahuan duniawi dan rohani yang dibutuhkan guna penyebaran Islam ke setiap tempat. Dan Aku akan memberinya umur panjang hingga dia meraih kemasyhuran di seluruh dunia.’”[1]
Kemudian, di tempat lain Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda: “Ketika pengumuman ini diterbitkan, para penentang Jemaat mulai melancarkan berbagai kritikan dan kemudian pada 22 Maret 1886 Hadhrat Masih Mau’ud as menerbitkan pengumuman yang lain. Para penentang telah melancarkan kritikan, ‘Keyakinan apa yang dapat dimiliki seseorang terhadap suatu nubuatan yang mengatakan, “Saya akan diberkati dengan seorang anak laki-laki” ketika diketahui bahwa banyak anak laki-laki tentu saja dilahirkan oleh manusia, memang sangat jarang ada orang yang tidak memiliki seorang anak laki-laki maupun perempuan. Biasanya, kita melihat banyak anak laki-laki yang dilahirkan oleh manusia di sepanjang masa namun tidak ada orang yang menyatakan kelahiran anak laki-laki tersebut sebagai suatu tanda yang khas. Jadi jika seorang anak laki-laki dilahirkan dari kalian, lalu bagaimana hal ini akan membuktikan bahwa dengan cara ini tanda Ilahi akan dimanifestasikan ke dunia?”
Dalam menjawab keberatan ini, Hadhrat Masih Mau’ud as menulis dalam pengumuman tanggal 22 Maret 1886, “Hal ini tidak hanya sekedar nubuatan belaka namun sebenarnya adalah tanda samawi dahsyat yang telah Allah Ta’ala manifestasikan dalam mendukung kebenaran dan kemuliaan utusan-Nya yang pengasih dan penyayang, baginda Nabi Muhammad, Rasulullah saw.”
Pada pengumuman yang sama, Hadhrat Masih Mau’ud as juga menyatakan, “Dengan karunia Allah Ta’ala Yang Maha Pemurah, dan melalui berkat dari Sang Khaataman Nabiyyiin saw, Allah Yang Maha Pengasih, dengan mengabulkan doa-doa seorang yang rendah hati ini, menjanjikan untuk mengirimkan suatu jiwa yang diberkati yang segala keberkatannya baik yang tampak maupun yang tersembunyi akan menyebar ke seluruh bumi.”
Nyatanya, [pertama], jika Hadhrat Masih Mau’ud as telah memberikan berita begitu saja dari diri beliau as sendiri mengenai kelahiran seorang anak laki-laki, maka bahkan kabar ini pun kemudian akan menjadi suatu nubuatan. Sebab, ada sekelompok orang di dunia ini yang tidak bisa memiliki keturunan, tidak masalah seberapa kecilnya jumlah mereka. Kedua, ketika beliau membuat pengumuman ini, beliau telah berumur lebih dari 50 tahun. Ada ribuan orang yang berumur seperti beliau ini di dunia ini yang berhenti berketurunan. [Ketiga], kemudian ada juga orang-orang yang hanya memiliki anak-anak perempuan sedangkan yang lainnya memiliki keturunan laki-laki namun meninggal dalam jangka waktu yang singkat setelah kelahirannya – dan semua kemungkinan dan keraguan ini dapat terjadi dalam hal ini.
Pendeknya, hal pertama ialah memberikan kabar kelahiran seorang anak laki-laki bukanlah kuasa seorang manusia. Namun, katakanlah, keberatan ini diterima bahwa menganggap hanya menyebutkan kelahiran seorang anak laki-laki bukanlah suatu hal yang bernilai untuk disebutkan sebagai suatu nubuatan, maka, [Sabda Hadhrat Masih Mau’ud as ,] “Silahkan berikan sebuah kabar kelahiran seorang anak laki-laki yang akan lahir dari kalian. Saya tidak hanya berkata akan lahir seorang anak laki-laki. Apa yang saya katakan adalah Allah Ta’ala, dengan mengabulkan doa-doa saya, telah berjanji mengirimkan ke dunia ini suatu jiwa yang diberkati yang segala keberkatannya baik yang tampak maupun yang tersembunyi akan tersebar ke seluruh bumi.”[2]
Inilah inti sari wahyu tersebut. Saya (Hudhur V atba) tidak akan menjelaskan secara rinci mengenainya, tetapi saya ingin menjelaskan mengenai keberkatan Mushlih Mau’ud ra dan bagaimana keberkatan itu menyebar ke seluruh dunia, dengan karunia Allah. Beberapa orang menyampaikan keberatan bahwa beliau bukanlah Mushlih Mau’ud. Beliau bersabda, “Orang-orang ada yang mengatakan, ‘Mushlih Mau’ud akan dilahirkan dari keturunan Hadhrat Masih Mau’ud as sekitar 200-300 tahun mendatang dan tidak dapat datang pada masa sekarang ini.’ Apakah tak ada satupun orang dari antara mereka yang takut akan Tuhan lalu melihat serta merenungkan kata-kata nubuatan itu?”
Hadhrat Masih Mau’ud as menulis bahwa pada saat ini suatu kritikan disampaikan terhadap Islam bahwa Islam tidak memiliki kekuatan apapun untuk dapat memanifestasikan suatu tanda guna mendukungnya. Pandit Lekh Ram adalah salah seorang yang menyampaikan kritikan, “Jika Islam sungguh benar, lalu tunjukanlah suatu tanda.” Indarman Muradabadi juga membuat permintaan yang sama. Hadhrat Masih Mau’ud as bersujud di hadapan Allah Ta’ala dan berdoa kepada-Nya seraya meminta-Nya agar menunjukan suatu tanda yang bisa membuat para pencari kebenaran menjadi yakin akan kebenaran Islam. Hadhrat Masih Mau’ud as memanjatkan doa demikian dan orang-orang yang berkata bahwa Allah Ta’ala menjawab doa-doanya, mengatakan bahwa Dia akan menganugerahinya seorang anak yang akan menjadi tanda kebenaran Islam pada 300 atau 400 tahun dari sekarang. Apakah ada seseorang di dunia ini yang dapat mengatakan ini masuk akal dan wajar saja?
Hal ini adalah seperti seseorang yang sangat haus yang pergi ke depan pintu seseorang dan berkata, “Saya sangat haus, demi Allah Ta’ala berikanlah saya air minum.” Orang tersebut menjawab dengan berkata, “Lihat, jangan takut tuan. Saya telah menulis surat ke Amerika. Pada akhir tahun ini saya akan menerima bahan dasar yang sangat berkualitas tinggi dari sana yang dengannya kita buat serbat (minuman) dan memberikannya pada Anda untuk diminum.” Bahkan seorang yang paling tidak waras diantara orang yang tidak waras sekalipun tidak akan menyematkan hal ini kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pandit Lekh Ram, Munshi Indarman Muradabadi dan orang-orang Hindu di Qadian berkata, ‘Pernyataan atas nama Islam bahwa Tuhannya memiliki kekuatan untuk menunjukan suatu tanda untuk mendukungnya benar-benar salah dan tidak berdasar. Dan bahwa jika ada suatu kebenaran terhadap pernyataan ini, maka tunjukanlah kepada kami suatu tanda.’
Hadhrat Masih Mau’ud as bersujud di hadapan Allah Ta’ala seraya berkata, “Wahai Tuhan, aku memohon kepada Engkau agar tunjukanlah suatu tanda Kasih Sayang Engkau, suatu tanda Kedekatan Engkau dan Kekuasaan Engkau; lalu tunjukanlah tanda ini dalam waktu dekat ini sehingga akan dapat dilihat oleh orang-orang yang meminta suatu tanda, sementara mereka sendiri masih hidup untuk dapat memberikan kesaksian.” Pendek kata, hal inilah yang benar terjadi pada tahun 1889 ketika saya dilahirkan sesuai dengan nubuatan Allah Ta’ala ketika orang-orang yang meminta tanda tersebut masih hidup untuk dapat menyaksikannya dan seiring saya tumbuh besar, tanda-tanda dari Allah Ta’ala sendiri terus bertambah-tambah menampakan diri.”[3]
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda seraya menyebutkan salah satu kasyaf dan bagaimana kasyaf itu sesuai dengan nubuatan tentang Mushlih Mau’ud yang disampaikan Hadhrat Masih Mau’ud as: “Saya akan menyebutkan persamaan-persamaan yang ada antara nubuatan kedatangan Mushlih Mau’ud ra oleh Hadhrat Masih Mau’ud as dan ru-ya (mimpi) saya. [Pertama,] Di dalam ru-ya, saya melihat kalimat berikut ini dimasukan ke dalam lidah saya: “أنا المسيح الموعود مثيله وخليفته” — Ana al-Masihul Mau’udu, Matsiiluhu wa khalifatuhu (Aku adalah Masih Mau’ud, yang menyerupainya dan khalifahnya’. Kata-kata ini sangat ganjil keluar dari mulut saya – jika hal ini adalah sesuatu yang terjadi di dunia nyata, maka akan terasa sangat ganjil. Namun hal ini juga terasa begitu ganjil bahkan di dalam mimpi (kasyaf) saya sehingga saya hampir-hampir terbangun oleh goncangannya – betapa luar biasanya kata-kata yang keluar dari mulut saya!
Setelah itu, beberapa teman menarik perhatian saya bahwa ternyata sebutan untuk seorang ‘Masihi Nafs’ (Jiwa Masihi) ditemukan dalam pengumuman Hadhrat Masih Mau’ud as pada 20 Februari 1886. Meskipun saya telah membaca pengumuman itu pada hari tersebut, namun ketika saya sedang menyampaikan khotbah pada saat itu kata-kata pengumuman itu tidak ada dalam pikiran saya. Satu atau dua hari berselang setelah khotbah tersebut, Tn. Maulwi Ghulam Sarwar menarik perhatian saya bahwa ternyata hal ini tertulis dalam pengumuman Hadhrat Masih Mau’ud as, ‘Ia akan datang ke dunia ini dan dengan jiwa Masih dan keberkatan Ruhul Haqq akan menyucikan banyak penyakit mereka’. Dalam nubuatan ini juga kata ‘Masihi’ telah digunakan.
Kedua, saya melihat dalam ru-ya bahwa saya telah menyuruh menghancurkan banyak berhala. Indikasi dari hal ini juga ditemukan di bagian selanjutnya dari nubuatan Hadhrat Masih Mau’ud as tersebut bahwa ‘dengan keberkatan dari ‘ruhul haqq’, dia akan menyucikan banyak penyakit mereka’. Dengan ‘ruhul haqq’ (ruh kebenaran) berarti dengan ruh ketauhidan Ilahi dan kebenaran tersebut berarti bahwa pada kenyataannya satu-satunya hal yang layak disebut adalah Wujud Allah Ta’ala sendiri sedangkan yang lainnya hanyalah pantulan dan bayangan saja. Jadi dengan ‘ruhul haqq’ berarti dengan ruh ketauhidan Ilahi yang mengenainya disebutkan bahwa dia dengan keberkatannya akan menyucikan (menyembuhkan) banyak penyakit.
Ketiga, saya juga melihat bahwa saya sedang berlari. Jadi saya telah menyebutkan di dalam khotbah saya bahwa dalam ru-ya saya tidak hanya berjalan cepat tetapi berlari dan dunia semakin mengecil di bawah kaki saya. Nubuatan sehubungan dengan Hadhrat Mushlih Mau’ud ra juga mengandung kata-kata, “Bahwa dia akan tumbuh semakin cepat dan cepat”.
[Ke-4] Demikian pula, saya melihat kasyaf bahwa saya telah melakukan perjalanan di beberapa negara asing dan di sana saya juga telah menyelesaikan pekerjaan saya namun saya bermaksud hendak pergi semakin jauh sebagaimana saya berkata, ‘Wahai Abdusy Syakur! (Wahai hamba Tuhan yang Maha Menghargai) sekarang saya akan pergi semakin jauh dan ketika saya hendak kembali dari perjalanan ini, saya akan melihat bahwa pada saat ini engkau telah menegakkan ketauhidan Ilahi, menghapuskan politeisme, mendirikan Islam dan ajaran Hadhrat Masih Mau’ud as tertanam kokoh di hati orang-orang.’ Wahyu yang Allah Ta’ala telah turunkan kepada Hadhrat Masih Mau’ud as juga menyebutkan hal ini sebagaimana tertulis bahwa ‘Ia akan meraih kemasyhuran ke setiap penjuru bumi.’ Kata-kata ini juga mengisyaratkan maksud bahwa ia pergi mencapai tempat-tempat yang paling jauh kemudian perjalanannya berlanjut.
[Ke-5] Kemudian, disebutkan dalam nubuatan tersebut, ‘aur uluum-e-zhahiri-o-bathini pur kiya jaega’ – ‘Dia akan dipenuhi dengan pengetahuan yang tampak dan yang tersembunyi.’ Ada sebuah indikasi yang mengarah kepada hal ini dalam kasyaf saya. Jadi di dalam mimpi, saya ditemukan sedang berkata dengan sangat lantang, ‘Aku adalah orang yang telah diberikan pengetahuan tentang Islam, bahasa Arab serta filosofi dari bahasa ini pada masa ketika sedang disusui oleh ibunya.’
[Ke-6] Kemudian tertulis dalam nubuatan bahwa dia akan menjadi manifestasi Jalaal Ilahi (kemuliaan Allah). Hal ini juga dijelaskan di dalam kasyaf. Sebagaimana telah saya nyatakan, di dalam ru-ya, Allah mengendalikan dan menggerakkan lidah saya lalu mulai berbicara dengan lidah saya, kemudian Rasulullah saw tiba dan berbicara melalui lidah saya, lalu Hadhrat Masih Mau’ud as tiba dan berbicara melalui lidah saya. Ini merupakan manifestasi kemuliaan Allah yang ganjil dan luar biasa yang juga tersebut di dalam nubuatan tersebut. Jadi, ini juga persamaan lainnya yang ditemukan antara nubuatan dan kasyaf saya.
[Ke-7] Kemudian, tertulis ‘ia akan menjadi seseorang yang memiliki keagungan, kemuliaan dan kekayaan’. Ini adalah kata-kata nubuatan tersebut sedangkan di dalam kasyaf saya hal ini ditampakkan ada suatu bangsa yang diantaranya saya menunjuk seseorang sebagai pemimpin dan berkata kepadanya, dalam kata-kata ini, seperti seorang raja yang berkuasa berbicara kepada anak buahnya, ‘Wahai Abdus Syakur, engkau akan menjadi orang yang bertanggung jawab kepada saya bahwa negara engkau dalam waktu sesingkat mungkin hendaknya beriman kepada Ketauhidan Ilahi dan meninggalkan politeisme, mulai mengamalkan ajaran Rasulullah saw dan memperhatikan sabda-sabda Hadhrat Masih Mau’ud as.’ Kata-kata ini yang dikeluarkan dari lidah saya di dalam kasyaf hanya dapat berasal dari seseorang yang memiliki keagungan serta kemuliaan.
[Ke-8] Sedangkan yang disebutkan dalam nubuatan, ‘Kami akan memasukkan ruh Kami kedalam dirinya’ adalah isyarat kalam Allah akan turun kepadanya (Mushlih Mau’ud). Ini juga ditemui di dalam ru-ya saya. Tatkala di bawah pengaruh samawi yang datang kedalam pikiran saya bahwa bukanlah saya yang berbicara dalam ru-ya melainkan kalam tersebut Allah Ta’ala firmankan melalui lidah saya. Inilah sebagian dari ru-ya yang memenuhi kata-kata nubuatan tersebut, ‘Kami akan masukan ruh Kami ke dalam dirinya.’ Kemudian, beberapa perkataan nubuatan yang disebut dalam ru-ya saya itu bahwa setiap langkah yang saya ambil berjalan berdasarkan beberapa wahyu sebelumnya. Saya berpikir perjalanan yang saya lakukan di masa datang akan terjadi berdasarkan wahyu sebelumnya. Itu sebenarnya isyarat atas nubuatan Mushlih Mau’ud itu sendiri, yang telah Allah kabarkan demikian bahwa kehidupanku adalah pemenuhan nubuatan ini dan akan berjalan menurut pengarahan Ilahi.
Saya perhatikan hikmah di balik tersisanya hal bersifat samar-samar dalam pemenuhan nubuatan Mushlih Mau’ud supaya hingga Dia arahkan perhatian pada Nubuatan Mushlih Mau’ud pemikiran keilmuan tidak masuk kedalam ru-ya yang saya dapatkan sehubungan nubuatan ini. Perlu diketahui bahwa contoh rencana-rencana seperti itu selalu Allah pilih dalam ru-ya dan ilham dan itu termasuk salah satu asrarus samawiyah (rahasia-rahasia Ilahi). Demikianlah persamaan antara ru-ya saya dan nubuatan Hadhrat Masih Mau’ud as. [4]
Pada waktu berbicara di Majelis Syura tahun 1936, ketika itu banyak sahabat Hadhrat Masih Mau’ud as juga hadir dan juga ada sejumlah besar tabi’in (generasi Jemaat sesudah sahabat yang pernah berjumpa dengan sahabat Hadhrat Masih Mau’ud tapi belum pernah berjumpa dengan Hadhrat Masih Mau’ud as), Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda (hal ini terjadi 8 tahun sebelum Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menyatakan diri sebagai pembenaran Nubuatan tentang Mushlih Mau’ud ra), “Pada saat ini, para anggota Jemaat kita tidak hanya menikmati masa-masa keistimewaan ciri-ciri Khilafat. Ada dua keistimewaan lainnya yang mereka nikmati, pertama, mereka masih mengalami masa-masa dekat dengan masa kenabian, dan yang kedua, mereka hidup di masa Khilafat yang dijanjikan. Kedua keistimewaan ini tidak dinikmati setiap orang yang menjadi pengikut seorang Khalifah.” [Tidak semua anggota Jemaat yang merupakan pengikut Khalifah Imam Mahdi, mengalami dan menikmati kedua keistimewaan yang dialami oleh generasi tahun-tahun itu], saya [Hudhur V aba] mungkin telah menyebutkan hal ini pada suatu khotbah sebelumnya. “Seratus atau dua ratus tahun dari sekarang, mereka yang baiat tidak mengalami/menikmati hal-hal ini… Jangankan orang-orang mu-min biasa [anggota Jemaat umumnya], pada masa itu, bahkan para Khalifa-e-waqt akan merasa perlu mencari bimbingan dari perkataan, tindakan dan arahan kami [Hudhur II ra]. Sungguh, tidak hanya itu saja, bahkan, para Khalifah di masa akan datang, akan mencari bimbingan melalui perkataan, tindakan dan arahan kalian.” (yang sedang disebutkan ini adalah para Sahabat yang hadir). “Tetapi, bahkan, para Khalifah pada masa yang akan datang itu akan berkata, ‘Seorang bernama Zaid di masa Khalifah Fulan telah berkata seperti ini, kita harus mengikutinya.’
Bersabda lagi, “Bahasan yang sedang dibicarakan ini tidak hanya sehubungan dengan Khilafat dan nizam Jemaat saja, namun juga berkaitan erat dengan keimanan (agama) kita. Kemudian perlu dikatakan bahwa bahasan yang sedang dibicarakan ini bukan hanya sehubungan dengan Khilafat saja, namun berkaitan dengan Khilafat yang merupakan sebuah Khilafat yang dijanjikan, sebuah Khilafat yang telah didirikan berdasarkan pada wahyu dan nubuatan. Ada satu jenis Khilafat yang Allah Ta’ala dirikan dengan cara orang-orang memilih seorang Khalifah dan kemudian Dia menerima dan memberkatinya. Tetapi Khilafatku ini bukanlah jenis Khilafat yang seperti itu. Sesungguhnya saya tidak hanya menyebut diri saya ini Khalifah karena orang-orang Jemaat telah bersepakat atas Khilafatku ini saja, yaitu pada hari kedua setelah kewafatan Hadhrat Khalifatul Masih I ra, tetapi, saya adalah seorang Khalifah karena sebelum masa kekhalifahan Hadhrat Khalifatul Masih I ra, Hadhrat Masih Mau’ud as telah memberikan pernyataan berdasarkan wahyu dari Allah Ta’ala bahwa saya akan menjadi Khalifah. Jadi, saya bukan hanya seorang Khalifah saja, namun juga seorang Khalifah yang dijanjikan.
Saya bukanlah seorang ma-mur (orang yang diangkat atau ditunjuk oleh Allah seperti seorang Nabi), tetapi suara saya adalah suara Allah, karena Allah telah memberikan suatu kabar gembira mengenai Khilafat saya kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Hal mana itu berarti, maqam (kedudukan/ketinggian) Khilafat saya ini adalah berada diantara Ma-muriyat (kenabian) dan Khilafat. Kesempatan [periode] ini bukan sesuatu yang hendaknya Jemaat sia-siakan. Ggunakanlah kesempatan ini agar dapat memperoleh kesuksesan dalam pandangan Ilahi. Memang benar, dan saya katakan hal yang benar, para Nabi Allah tidak datang setiap hari. Demikian pula para Khalifah yang dijanjikan pun tidak muncul setiap hari. Sama halnya, kesempatan periode ini pun takkan berulang setiap hari ketika seseorang berkata, ‘Sang Nabi Allah ini telah mengatakan satu hal kepada kita sekitar 25-30 tahun lalu.’”
(Keruhanian serta kedekatan dengan Allah yang berkembang atau dialami di dalam diri seseorang yang mengatakan, ‘Tiga puluh [30] tahun lalu, ada seseorang yang diangkat oleh Tuhan menjadi utusan-Nya, telah berkata demikian,’ tidak dapat sama dengan, yang dialami atau dirasakan orang yang mengatakan, ‘Dua ratus tahun sebelumnya seseorang yang diutus oleh Allah Ta’ala telah mengatakan begini dan begini.’ Hal demikian karena orang-orang yang hidup 200 tahun setelah seorang Nabi tidak dapat menegaskan kebenaran sesuatu hal sebagaimana orang yang menyaksikannya sendiri (para Sahabat seorang Nabi yang melihat sendiri). Sementara orang-orang yang hidup 20 atau 30 tahun setelah seorang Nabi dapat lebih mungkin untuk menegaskan atau membuktikan kebenaran perkataan, ‘Nabi Allah berkata begini dan begini’, sebagaimana seorang saksi mata.“[5] Pada dasarnya, Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda bahwa para Khalifah yang akan datang kemudian akan menceritakan kembali kepada orang-orang dan mereka yang datang sesudah mereka tentang kata-kata dan tindakan para sahabat Masih Mau’ud as .
Kemudian, Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengumumkan diri sebagai Mushlih Mau’ud pada tahun 1944, tetapi, para penentang mengkritik beliau, ‘Jika engkau adalah Mushlih Mau’ud, mengapa engkau tidak mengumumkan sejak sebelumnya?’ Beliau bersabda menanggapi, “Orang-orang telah berupaya supaya saya membuat penyataan bahwa saya adalah Mushlih Mau’ud namun saya belum dapat memahami keperluan akan hal ini. Para penentang mengatakan, ‘Para pengikut engkau memanggil engkau Mushlih Mau’ud namun engkau sendiri tidak menyatakan demikian.’ Tetapi, saya katakan, apa perlunya saya membuat pernyataan demikian? Jika saya adalah Mushlih Mau’ud, lalu dengan tidak membuat pernyataan demikian tidak akan mengubah status saya sebagai Mushlih Mau’ud.
Pendirian saya adalah bahwa ketika suatu nubuatan sehubungan dengan seseorang yang bukan مأمورًا من الله ‘ma-mur minAllah’ (utusan, Nabi, Rasul dari Allah) maka tidak ada keharusan membuat suatu pernyataan diri menjadi pembenaran/pemenuhan nubuatan macam apa pun. Seorang mujadid juga tidak termasuk dalam kategori مأمورًا من الله ‘ma-mur minAllah’. Jadi dimana letak perlunya bagi saya untuk memberikan suatu pernyataan? Mengapa harus ada tuntutan seperti itu? Rasulullah saw telah menyampaikan nubuatan (mengabarkan) mengenai akan adanya alat transportasi kereta api, apakah perlu bahwa kereta api itu memberikan pernyataan sebagai pemenuhan nubuatan itu? Kemudian ada nubuatan tentang dajjal – Musuh Al-Masih – namun apakah perlu bagi dajjal itu untuk memberikan pernyataan?
Tetapi berbeda dengan itu, memang benar, bagi para مأمورًا من الله ‘ma-mur minAllah’ (utusan, Nabi, Rasul dari Allah) yang datang sesuai dengan nubuatan, ada keharusan (keperluan) bagi mereka untuk membuat pernyataan bahwa mereka adalah pemenuhan dari nubuatan tersebut. Sehubungan dengan yang bukan ‘ma-mur (rasul) mungkin saja dapat terjadi [bukan hal yang bermasalah atau salah] bahwa ada dari antara mereka (para Mujaddid) yang tidak menyadari/tidak tahu sesuatu nubuatan tergenapi di dalam dirinya. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai hal ini.
Dari antara daftar para mujadid di kalangan umat Islam – yang akan diterbitkan setelah sebelumnya dulu pernah diperlihatkan kepada Hadhrat Masih Mau’ud as – berapa banyak dari antara mereka yang membuat pernyataan? Saya telah mendengar hal ini secara langsung dari Hadhrat Masih Mau’ud as sendiri yang bersabda, ‘Saya melihat Aurangzeb sebagai Mujadid pada masanya.’[6] Namun apakah Aurangzeb membuat suatu pernyataan? Umar bin Abdul Aziz disebut termasuk sebagai mujadid. Apakah dia membuat suatu penyataan? Jadi tidaklah merupakan hal yang esensial (sangat penting, suatu keharusan) bagi mereka yang bukan ‘ma-mur’ (rasul) untuk membuat suatu pernyataan. Hanya, itu hal yang esensial bagi mereka yang ‘ma-mur minAllah’ (rasul Allah) untuk membuat pernyataan bahwa mereka adalah orang-orang yang disebut di dalam sesuatu nubuatan tersebut.
Mengenai seorang yang bukan ‘ma-mur’, kita hanya perlu melihat kepada pekerjaan yang mereka lakukan, dan jika pekerjaan yang mereka lakukan memenuhi kriteria sebagai Mujaddid (pembaharu), lalu apa perlunya penyataan dari mereka? Memang dalam kasus, bahwa meskipun jika ada seseorang yang memenuhi kriteria Mujaddid tersebut tetap menolak disebut dengan status Mujaddid itu, kita akan tetap mengatakan bahwa dia adalah seseorang yang di dalam dirinya telah tergenapi nubuatan Mujaddid tersebut. Meskipun, seandainya, Umar bin Abdul Aziz menyatakan menolak dirinya sebagai seorang Mujadid, kita tetap dapat mengatakan bahwa beliau sebagai seorang mujadid pada masanya, karena bagi seorang mujadid tidak ada keperluan untuk membuat suatu pernyataan. Perlunya membuat suatu pernyataan adalah hanya bagi para pembaharu yang merupakan ‘ma-mur minAllah’ (rasul Allah) saja.
Namun benar, bagi mereka yang bukan ‘ma-mur minAllah’, sementara mereka menegakkan Islam yang sedang mengalami kejatuhan pada masanya, kemudian mematahkan serangan-serangan penentang yang sedang memuncak, maka meskipun orang tersebut tidak sadar akan statusnya, namun kita dapat mengatakan mereka adalah Mujaddid pada masanya. Apakah tugas seorang Mujaddid itu? Pekerjaan seorang mujaddid adalah untuk mengkonsolidasikan (menyatukan dan membuat lebih kuat) keagungan Islam yang lebih baru lagi, kemudian mendirikan (menegakkan) ajarannya sekali lagi di atas pondasi yang kuat, lalu menumpulkan dan mematahkan serangan-serangan para penentang Islam.” Beliau (Hudhur II ra) lebih lanjut mengatakan, “Benar, seorang المجدد المأمور ‘al-Mujaddid al-Ma-mur’ adalah orang yang membuat suatu pernyataan (sebagai seorang utusan) seperti Hadhrat Masih Mau’ud as. Jadi sejauh yang berkaitan dengan saya, tidak ada perlunya untuk memberikan pernyataan sebagai Mushlih Mau’ud. Dan tidak perlu merasa khawatir perkataan para penentang. Tidak ada ketakutan mendapatkan hinaan sehubungan dengan hal ini. Kehormatan sejati hanyalah yang berasal dari Allah Ta’ala meskipun dalam pandangan orang-orang di dunia dia mendapatkan hinaan dan celaan. Jika dia berjalan di jalan Allah maka pastilah di hadapan-Nya dia akan memperoleh kehormatan. Tetapi, jika ada seseorang yang mengadakan pernyataan dusta dengan cara berbohong dan memperoleh kehormatan di masyarakat dengan kepura-puraan dan intriknya, dia tidak akan dapat meraih kehormatan di hadapan Ilahi. Dan orang yang tidak memperoleh kehormatan di hadapan Ilahi, maka orang seperti itu – terlepas dari betapa banyaknya kedudukan terhormat yang dia peroleh di mata dunia – telah mengalami kerugian dengan tidak meraih apapun dan pada akhirnya dia akan dihinakan.”[7]
Kemudian, pada tahun 1944 ketika Hadhrat Mushlih Mau’ud ra membuat pernyataannya dan mengumumkan menjadi seorang Mushlih Mau’ud, beliau ra bersabda: “Para anggota Jemaat kita telah berulang kali membawakan hal ini dan nubuatan lainnya di hadapan saya lagi dan lagi serta bersikeras bahwa saya hendaknya menyatakan diri menjadi seseorang yang menggenapi nubuatan tersebut. Namun saya selalu berkata kepada mereka bahwa nubuatan itu sendiri yang memanifestasikan siapa orang yang di dalam dirinya tergenapi nubuatan tersebut. Jika nubuatan-nubuatan ini adalah sehubungan dengan saya maka waktu sendirilah yang akan membuktikannya bahwa saya adalah orang yang berkaitan dengan nubuatan tersebut.
Jika nubuatan-nubuatan itu tidak berkaitan dengan saya maka waktu itu juga sendirilah yang akan membuktikannya berlawanan dengan saya. Dalam dua hal ini tidak ada perlunya bagi saya untuk mengatakan apapun. Jika nubuatan-nubuatan ini tidak berkaitan dengan saya maka mengapa pula saya harus menjadi seorang pendosa dengan mengatakan bahwa nubuatan-nubuatan itu sehubungan dengan saya? Dan jika nubuatan-nubuatan itu memang sehubungan dengan saya, maka apa perlunya bagi saya menyatakannnya dengan tergesa-gesa? Masa (waktu) itu sendirilah yang akan memanifestasikan hal-hal ini. Kemudian sebagaimana yang disebutkan dalam salah satu wahyu Ilahi kepada Hadhrat Masih Mau’ud as, ‘Mereka berkata, “Inikah orang yang ditunggu-tunggu itu atau hendaknya kita mencari orang lain?”’ Orang-orang berkali-kali menanyakan hal ini, begitu seringnya.. dan suatu jangka waktu yang panjang telah berlalu… dan ada keterangan yang menyebutkan berlalunya masa panjang ini di dalam nubuatan Hadhrat Masih Mau’ud as.
Contohnya ialah mengenai Hadhrat Yaqub as — [saat Yusuf telah dibuang oleh saudara-saudaranya hingga berada di Mesir. Sementara saudara-saudara Yusuf melaporkan kematian Yusuf kepada ayah mereka, tapi Hadhrat Yaqub percaya Yusuf masih hidup dan akan berjumpa dengannya] — Saudara-saudara Hadhrat Yusuf mengatakan kepada ayahnya, Hadhrat Yaqub, قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّىٰ تَكُونَ حَرَضًا أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ () ‘Demi Allah! Engkau terus berbicara seperti ini mengenai Yusuf dan terus berbicara demikian hingga engkau akan binasa [mengalami kematian].’ Wahyu yang seperti ini [salah satu ayat dalam Surah Yusuf] juga datang kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Demikian pula wahyu ini juga datang kepada beliau as yaitu, إِنِّي لَأَجِدُ رِيحَ يُوسُفَ ۖ لَوْلَا أَن تُفَنِّدُونِ () ‘Saya mencium wangi Yusuf’ memberitahukan bahwa berkaitan dengan kehendak Ilahi, masalah ini sendiri akan muncul setelah berlalunya suatu masa yang panjang.
Saya masih berpegang pada keyakinan bahwa jika pun saya belum diberitahukan mengenai nubuatan ini meski saya sudah mendekati ajal bahwa nubuatan tersebut sehubungan dengan saya, atau meskipun saya tidak diberitahukan hingga kematian saya, maka kejadian tersebut akan memanifestasikan dirinya sendiri sebab nubuatan ini telah terpenuhi di masa saya dan melalui tangan saya, sehingga memang benar saya adalah orang yang disebutkan dalam nubuatan tersebut – sehingga tidak ada yang salah dengan apa yang terjadi. Karena kasyaf atau wahyu yang sehubungan dengan apa yang telah terjadi itu adalah perkara tambahan.” Artinya, wahyu dan kasyaf untuk mendukung nubuatan yang dimaksud tersebut adalah perkara tambahan.
“Tetapi, Allah Ta’ala telah memanifestasikan masalah ini dan Dia sendiri telah memberikan saya ilmu pengetahuan mengenai hal ini bahwa nubuatan Mushlih Mau’ud ra adalah berkaitan dengan diri saya, sehingga saya meminta untuk pertama kalinya agar dibawakan kepada saya semua nubuatan tersebut serta melihatnya dengan penuh perhatian bahwa saya hendaknya memahami kenyataan dari nubuatan-nubuatan ini dan melihat apa yang telah Allah Ta’ala nyatakan di dalamnya. Karena para anggota Jemaat kita selalu biasa menghubungkan nubuatan ini terhadap diri saya, maka saya biasa menghindari untuk membaca nubuatan ini serta untuk merenungkannya secara mendalam karena takut akan timbul pikiran yang keliru dalam benak saya mengenai hal ini. Tetapi hari ini, pertama kalinya saya membaca semua nubuatan tersebut, dan sekarang setelah membaca nubuatan-nubuatan ini, dengan karunia Allah Ta’ala saya dapat mengatakan dengan penuh kepastian dan kekuasaan bahwa Allah Ta’ala telah menggenapi nubuatan ini melalui diri saya.”[8]
Jadi, ada masa ketika beliau (Hudhur II ra) mengatakan, “Tidak perlu bagi saya untuk membuat suatu pengumuman.” Lalu, masa itu datang ketika Allah Ta’ala membuatnya menjadi jelas dan menyingkapkan bagi beliau bahwa beliau memang Mushlih Mau’ud sehingga [Dia perintahkan], ‘Pergilah dan umumkanlah!’.
Kemudian pada saat itu, beliau ra memberikan tantangan secara terbuka kepada mereka yang biasa mengkritik dan yang tidak percaya. Beliau (Hudhur II ra) bersabda, “Saya berkata dan saya berkata demikian, seraya bersumpah atas nama Allah Ta’ala bahwa saya adalah seseorang yang di dalam dirinya telah tergenapi nubuatan Mushlih Mau’ud, dan saya adalah pribadi yang telah Allah Ta’ala jadikan sebagai pemenuhan nubuatan-nubuatan yang telah Hadhrat Masih Mau’ud as sampaikan mengenai kedatangan seseorang yang dijanjikan. Barangsiapa yang berpikir bahwa saya ini bersalah karena mengada-ada atau yang berpikir bahwa saya telah berbohong atau mengadakan kedustaan mengenai hal ini, hendaknya dia datang untuk bermubahalah dengan saya – atau bersumpah atas nama Allah Ta’ala serta menyeru azab Ilahi bagi yang berdusta, umumkanlah bahwa Allah Ta’ala telah berkata kepadanya bahwa saya telah mengadakan kedustaan. Kemudian, Allah Ta’ala akan memberikan keputusan-Nya dengan tanda-tanda samawi bagi siapa yang berdusta dan siapa yang berkata benar.”[9]
Sekarang saya (Hadhrat Khalifatul Masih V atba) hendak menyebutkan beberapa keterangan berkaitan dengan beberapa bagian lain dari nubuatan tersebut. Salah satunya ialah ‘woh uluum-e-zhahiri pur kiya jaega’ – “Dia akan dipenuhi dengan pengetahuan hal-hal yang tampak.’ Ini merupakan satu segi nubuatan yang menyebutkan, ‘aur uluum-e-zhahiri-o-bathini pur kiya jaega’ – “Dia akan dipenuhi dengan pengetahuan lahiriah dan batiniah – pengetahuan tentang yang tampak dan yang tersembunyi.” Hadhrat Mushlih Mau’ud ra di satu tempat menguraikan perihal ini.
Beliau ra bersabda, “Apa yang dimaksud di sini adalah bahwa dia (Mushlih Mau’ud) tidak akan pergi ke luar dan mempelajari sendiri ilmu pengetahuan duniawi namun dia akan diajarkan pengetahuan demikian oleh Allah Ta’ala. Perlu diingat, di dalam kalimat ini tidak dikatakan dia akan menjadi seorang yang ahli dalam ilmu-ilmu zhahiri namun dikatakan, ‘Dia akan dipenuhi dengan uluum-e-zhahiri – ilmu-ilmu pengetahuan sekuler-duniawi.“ Apa yang dimaksud di sini adalah Suatu Kekuatan lain (Tuhan)-lah Yang akan mengajarkan beliau uluum-e-zhahiri. Itu artinya usaha, konsentrasi dan perjuangan beliau tidak termasuk di dalamnya. Uluum-e-zhahiri (ilmu-ilmu lahiriah) di kalimat ini, maksudnya bukanlah ilmu-ilmu matematika, sains dan lain-lain karena dikatakan di sini dia akan ‘pur kiya jaega’ – ‘dipenuhi’ dengan ilmu-ilmu pengetahuan, yang menunjukkan dia akan diajari ilmu-ilmu pengetahuan tersebut dan al-Qur’an oleh Allah Ta’ala.
“Oleh karena itu, ketika dikatakan dalam nubuatan tersebut, ‘Dia akan dipenuhi dengan ilmu pengetahuan lahiriah’, hal ini berarti Allah Ta’ala akan mengajarkan kepadanya ‘uluum diniyah aur Quraniyah (ilmu-ilmu keagamaan atau keimanan dan Al-Quran), dan Tuhan Sendirilah yang akan menjadi Gurunya. Suatu corak pendidikan yang saya lalui menunjukkan sendiri dengan jelas bahwa tidak ada keterlibatan manusia di dalamnya. Dari antara guru-guru saya, beberapa diantaranya masih hidup dan juga sebagian telah meninggal dunia, dan yang paling mendukung pendidikan saya dari semuanya adalah Hadhrat Khalifatul Masih I ra.”[10] Kemudian beliau ra bersabda, “Allah Ta’ala mengajarkan saya ilmu pengetahuan Al-Quran melalui perantaraan para malaikat dan Dia telah mengembangkan suatu kemampuan dalam diri saya seperti saya dianugerahi kunci pembuka ilmu-ilmu al-Qur’an sebagaimana seseorang dianugerahi kunci harta karun yang sangat besar. Tidak ada seorang ‘alim (berpengetahuan) pun di dunia ini yang dapat maju berhadapan dengan saya dan saya tidak mampu menegakkan keunggulan Al-Quran padanya.”[11]
Beliau menyampaikan suatu pidato di Lahore dan diantaranya bersabda, “Ini kota Lahore. Ada sebuah universitas di sini dan terdapat semua pakar ilmu pengetahuan. Saya katakan tidak ada seorang pakar suatu disiplin ilmu yang dapat berhadapan dengan saya dengan melancarkan berbagai serangan [keberatan atau kritikan] berdasarkan spesialisasi pengetahuannya, yang saya tidak mampu buktikan kesalahannya, kemudian dunia akan melihat saya telah menjawab keberatannya. Saya menyatakan bahwa saya akan menjawabnya hanya berdasarkan firman-firman suci Allah Ta’ala dan akan saya buktikan kesalahan serangannya dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran.”
Di dalam buku yang berjudul, ‘Pesan Ahmadiyah’, beliau menyatakan bahwa beliau telah diajari banyak hal oleh malaikat. Pada suatu tempat, beliau menyatakan, “Sesosok malaikat mengajarkan saya makna surah Al-Fatihah dan sejak saat itu begitu banyaknya makna-makna dari surah Al-Fatihah yang dapat dikemukakan kepada saya, telah dibukakan kepada saya, sehingga tidak ada batasnya. Dan ini merupakan pernyataan saya, bahwa siapa saja dan dari agama mana saja yang mengeluarkan ilmu-ilmu kerohanian dari semua kitab suci mereka seputar bahasan topik apa pun – yang mana saya akan mampu dapat menunjukan kepada mereka lebih dari yang mereka sampaikan itu hanya dengan surah Al-Fatihah dengan karunia Allah Ta’ala. Saya telah dan sedang memberikan tantangan ini kepada dunia untuk jangka waktu yang sangat lama namun hingga hari ini tidak ada seorang pun yang telah menerima tantangan ini.
Bukti adanya Tuhan, bukti ke-Esa-an Tuhan, perlunya kenabian dan kerasulan, tanda-tanda syariah yang sempurna dan kebutuhannya bagi kemanusiaan, doa, takdir, kehidupan setelah mati dan hari pembalasan, surga dan neraka, kenabian dan keperluannya, surah Al-Fatihah melimpahkan keterangan yang begitu luar biasa mengenai topik-topik ini, sehingga ratusan halaman kitab suci lainnya tidak dapat memberikan penerangan yang seperti ini kepada manusia.”[12]
Kemudian beliau bersabda, “Setelah mengambil tanggung jawab Khilafat ini, Allah Ta’ala menyingkapkan kebenaran dan pengetahuan Al-Quran begitu melimpahnya sehingga sekarang umat Islam diwajbkan hingga Hari Kiamat untuk mempelajari buku-buku saya dan mengambil manfaat darinya. Masalah Islam mana yang mengenainya Allah Ta’ala tidak jelaskan secara rinci melalui saya? Mengenai kenabian, kemungkaran, Khilafat, takdir, perlunya ajaran Al-Quran, ekonomi Islam, politik Islam, sosiologi Islam, dan lain sebagainya. Tidak ada ulasan sehubungan dengan topik-topik ini selama 1300 tahun terakhir.
Saya adalah orang yang telah Allah beri taufik untuk menjalankan pengkhidmatan terhadap agama Islam ini. Melalui sayalah Allah Ta’ala membukakan pintu-pintu ma’rifat kebenaran Al-Quran sehubungan dengan topik-topik yang sedang sama-sama disalin [dikopi, ditiru] oleh pihak kawan maupun lawan sekarang ini. Tidak masalah jika orang mencaci saya ratusan hingga ribuan kali serta mengatakan segala macam hal yang baik dan buruk. Siapapun orang yang hendak menyebarkan ajaran Islam di dunia ini, dia harus mencari pertolongan saya dan tidak akan pernah bisa untuk tidak terikat dengan saya, meskipun mereka adalah Paighami (para Ahmadi yang ingkar dari Khilafat setelah kewafatan Hadhrat Khalifatul Masih I ra) ataupun dari Mesir. Kapan pun ada anak keturunan mereka yang berkehendak menjadi pengkhidmat keimanan, mereka akan harus membaca buku-buku saya dan mencoba mengambil manfaat darinya.
Memang, saya dapat mengatakan — tanpa adanya rasa kesombongan — dari antara para Khalifah, melalui sayalah diperoleh paling banyak bahan mengenai topik-topik tersebut. Jadi tidak masalah apa yang akan orang-orang katakan mengenai saya dan tidak masalah seberapa banyak mereka akan menghina saya, jika mereka hendak menjadi penerima pengetahuan Al-Quran, maka hal tersebut akan didapat melalui saya, dan dunia akan terpaksa mengatakan kepada mereka, ‘Wahai orang yang bodoh, apapun yang telah dianugerahkan kepada kamu, kamu telah memperolehnya darinya, jadi dari sudut pandang apa kamu hendak menentangnya.”[13]
Dalam salah satu khotbahnya, beliau ra mengisahkan salah satu guru beliau. Guru beliau itu menghadiri dars yang beliau sebagai penceramahnya, tetapi ia tidak menghadiri dars teman-temannya sendiri. Alasannya, ia tidak menemukan poin-poin penting dari penyampaian mereka. [14] inilah intisari dari sebuah kisah yang diuraikan begitu panjang.
Kemudian beliau (Hudhur II ra) berkata, “Saya menyampaikan pidato pertama saya pada tahun 1907. Itu adalah saat Jalsah. Banyak orang berkumpul dan Hadhrat Khalifatul Masih I ra juga hadir. Saya membaca ruku kedua surah Luqman dan kemudian menyampaikan tafsirnya. Kondisi saya pada saat itu adalah karena ini pertama kalinya saya menyampaikan pidato sedangkan saya masih berumur 18 tahun, dan begitu banyak para pejabat tinggi hadir pada kesempatan itu sehingga semenjak awal segalanya menjadi gelap, dan saya tidak tahu siapa yang sedang duduk di depan saya dan siapa yang tidak ada.
Pidato tersebut berlangsung 30-45 menit dan ketika saya duduk setelah berpidato, saya ingat Hadhrat Khalifatul Masih I berdiri dan berkata, ‘Mian, saya mengucapkan “Mubarak!” kepada engkau. Engkau telah memberikan pidato yang luar biasa. Saya tidak mengatakan hal ini untuk membuat engkau senang. Saya ingin meyakinkan engkau bahwa saya adalah orang yang banyak membaca dan saya telah mempelajari banyak tafsir namun bahkan dari pidato engkau saya telah mendapatkan beberapa poin yang tidak hanya belum pernah saya baca pada tafsir-tafsir sebelumnya namun juga yang saya belum ketahui sebelum hari ini.’
Kini, ini merupakan karunia yang halus dari Allah, karena jika tidak demikian, kenyataannya hingga waktu itu penelaahan saya belumlah luas dan tidak pula saya telah menghabiskan sebagian besar waktu dalam merenungkan makna Al-Quran. Walaupun demikian, Allah Ta’ala Yang menyebabkan keluarnya dari lidah saya kehalusan serta kebenaran semacam itu yang belum pernah disebutkan sebelumnya.”[15]
Kemudian ada kalimat pada nubuatan tersebut, “Dia akan dipenuhi dengan ‘bathini uluum’ atau pengetahuan yang halus dan tersembunyi.” Beliau (Hudhur II ra) mengatakan, “Kalimat (ilmu-ilmu batiniah) ini berarti ilmu-ilmu yang Dia Sendiri karuniakan secara khusus – seperti pengetahuan hal-hal yang gaib – yang Dia singkapkan kepada para hamba-Nya yang Dia bebani dengan tugas tertentu supaya itu semua terlihat pada dunia bagaimana [dalamnya] hubungan mereka dengan Allah Ta’ala; yang dengan demikian mereka dapat menjadi sarana memperbaharui dan menegakan kembali keimanan orang-orang. Jadi dalam hal ini juga, Allah Ta’ala telah memberkati saya dengan cara yang sangat khas dan saya telah diberkati-Nya dengan ratusan ru-ya dan ilham (wahyu) yang itu semua termasuk pengetahuan tentang hal yang gaib.”
Beliau bersabda, “Saat masa kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud as ketika itu tidak ada satu pun pertanyaan yang timbul di benak pikiran seseorang perihal Khilafat, saya telah menerima ilham dari Allah Ta’ala, “إن الذين اتبعوك فوق الذين كفروا إلى يوم القيامة” ‘orang-orang yang akan menerima dan mengikuti engkau akan unggul di atas mereka yang menentang engkau hingga hari kiamat.’ Saya menyampaikan wahyu ini kepada Hadhrat Masih Mau’ud as dan beliau mencatatnya. Ini adalah wahyu yang sama dengan yang ada di dalam Al-Quran mengenai Hadhrat Isa, namun di sana kata-katanya adalah (3:56) وجاعل الذين اتبعوك فوق الذين كفروا إلى يوم القيامة artinya ‘Dan Aku akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau unggul atas mereka yang tidak percaya hingga hari kiamat.’ Namun wahyu yang diberikan kepada saya lebih bersifat penekanan secara kuat dari ini, yaitu “إن الذين اتبعوك فوق الذين كفروا إلى يوم القيامة” artinya, ‘Dengan bersumpah atas Diri-Ku Sendiri Aku berfirman bahwa Aku benar-benar pasti akan menjadikan orang-orang yang menerima dan mengikuti engkau unggul di atas mereka yang menentang engkau hingga hari kiamat.’.
Saya telah dan terus menyampaikan ilham ini sejak waktu yang sangat lama dahulu kepada teman-teman. Sebagai dampaknya, lihatlah! Bagaimana saya mendapatkan penentangan namun saya selalu dikaruniai kemenangan. Para ghair mubayyi’in (mereka yang menolak baiat pada Hudhur II ra dst) melakukan propaganda besar pada zaman Hadhrat Khalifatul Masih I dengan mengatakan, ‘Demi seorang anak kecil seluruh Jemaat sedang mengalami kehancuran’, namun semua usaha mereka tidak berpengaruh apa-apa. Di waktu shubuh ketika menunggu shalat saya pergi ke tempat Hadhrat Amma Jan ra yang berada di dekat masjdi dan bertanya, ‘Dari masjid terdengar suara tinggi dengan suatu pembicaraan. Diantara mereka ada Tn. Syaikh Rahmatullah yang saya dengar beliau bersemangat berkata, “Bertakwalah. Ciptakanlah di dalam hati kalian rasa takut kepada Allah. Jika kalian ajukan seorang anak kecil kalian sedang menghancurkan Jemaat. Semuanya terjadi karena seorang bachchah (bocah, anak kecil).”’ Saya begitu tidak mengetahui hal-hal ini pada saat itu sehingga ketika saya mendengar pembicaraan itu, saya bertanya-tanya siapa anak kecil yang mereka maksudkan.
Saya pun keluar rumah dan bertanya kepada Tn. Syaikh Yaqub Ali, ‘Sekarang demikian riuh di dalam masjid dan Tn. Syaikh Rahmatullah mengatakan bagaimana seorang bocah sedang menghancurkan Jemaat. Siapakah bocah yang beliau maksud itu?’ Beliau tersenyum dan berkata, ‘Yang dimaksud ialah engkau.’ Seolah-olah permisalan saya dan beliau seperti sebuah kisah, ada seorang buta dan seorang yang melihat duduk bersama dan makan. Yang buta berpikir, ‘Aku tidak melihat sedangkan dia melihat segalanya tentu dia lebih banyak makan.’ Begitu terpikir, segera si buta cepat-cepat memakan makanan. Kemudian si buta berpikir lagi, ‘Mungkin dia melihat apa yang kulakukan dan pasti dia pun cepat-cepat memakan makanannya, lalu apa yang akan kulakukan.’ Si buta segera makan dengan kedua tangannya. Lalu berpikir lagi, ‘Tentu dia melihat apa yang kulakukan ini dan pasti dia pun makan dengan kedua tangannya. Kini bagaimana caranya aku bisa makan lebih banyak.’ Atas pikiran itu si buta segera makan dengan tangan yang satu dan dengan tangan yang kedua ia kumpulkan nasi ke dalam mangkoknya. Kemudian ia berpikir lagi, ‘Pasti dia melihat perbuatanku ini dan mungkin dia pun berbuat sama.’ Terpikir hal itu si buta mengambil bakul (yang lebih besar). Si buta berkata, ‘Sekarang bagianku sudah aman dan bagianmu sudah kamu ambil.’ Orang yang satu itu satu suap pun tidak makan. Menyaksikan tingkah si buta itu ia tertawa di dalam hatinya, apa yang dilakukan si buta.
Itulah keadaan saya (Hudhur II ra) dan dia (penentang beliau). Ia sama seperti si buta yang terus curiga, begini begitu. Begitulah ia terus mencurigai Jemaat ini, dan saya tidak tahu penentangan apa yang sedang berlaku atas diri saya. Selain bertawakkal pada Allah tidak ada yang saya perbuat, dan demikian tidak tahu keadaan yang terjadi sehingga tidak paham siapa anak kecil yang dimaksud dalam pembicaraan yang telah saya sebut tadi. Namun, terlepas dari kenyataan bahwa mereka yang menentang saya itu sangat berpengetahuan dan saat itu memiliki pengaruh yang besar dalam Jemaat namun semua propaganda mereka tidak menghasilkan apa-apa dan Allah mengaruniakan keberhasilan kepada saya.”[16]
[Ke-9] Kemudian, seraya menjelaskan bagian nubuatan yang menyebutkan, “Dia akan mengubah 3 menjadi 4”, Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda, “Tidaklah benar bahwa hal ini tidak sesuai dengan saya. Saya adalah orang yang membuat tiga menjadi empat dalam bermacam hal. Pertama, sebelum saya ada [putra Hadhrat Masih Mau’ud as yaitu] Mirza Sultan Ahmad, Mirza Fazal Ahmad Sahib dan Bashir Awwal (yang pertama) dan saya yang keempat. Kedua; setelah saya, 3 anak laki-laki Hadhrat Masih Mau’ud as dilahirkan dan dengan cara ini saya membuat 3 menjadi 4, yakni Mirza Mubarak Ahmad, Mirza Syarif Ahmad dan Mirza Basyir Ahmad dan yang keempat adalah saya.
Ketiga, saya dapat membuat 3 menjadi 4 dengan cara bahwa dari antara keturunan Hadhrat Masih Mau’ud as yang masih hidup hanya kami bertiga bersaudara yakni diri saya sendiri, Mirza Basyir Ahmad Sahib, dan Mirza Sharif Ahmad Sahib yang menjadi anak-anak ruhani Hadhrat Masih Mau’ud as setelah menerima beliau as, sedangkan Mirza Sultan Ahmad Sahib bukanlah dari keturunan ruhaninya. Beliau memiliki keimanan yang kuat pada masa Hadhrat Khalifatul Masih I ra. Meskipun demikian dia tidak menerima Ahmadiyah pada masa Khalifatul Masih I ra.
Bagaimana pun juga, hal ini sungguh muncul dari kasyaf Hadhrat Masih Mau’ud as bahwa Allah Ta’ala telah menakdirkan petunjuk baginya. Tetapi dia tidak memeluk Ahmadiyah pada masa Hadhrat Masih Mau’ud as atau pada masa Khilafat Hadhrat Khalifatul Masih I ra. Tetapi ketika datang masa saya, Allah Ta’ala mengatur sedemikian rupa sehingga dia masuk Ahmadiyah melalui saya. Dengan cara ini Allah Ta’ala menganugerahkan taufiq kepada seorang anak Hadhrat Masih Mau’ud as untuk mengambil baiat di tangan saya dengan suatu cara yang luar biasa terlepas dari kenyataan dia kakak laki-laki saya. Benar-benar sulit bagi seorang kakak laki-laki untuk baiat di tangan adiknya.
Setelah baiat, dia (Mirza Sultan Ahmad) sendiri yang berkata, “Saya berada jauh dari baiat untuk masa yang panjang seraya berpikir bahwa jika saya melakukan baiat maka saya hendaknya melakukannya di tangan Masih Mau’ud as atau Khalifatul Masih I yang atasnya saya akan memperoleh keimanan yang kuat, namun bagaimana saya dapat baiat di tangan adik saya?” Tetapi pada akhirnya dia berkata, “Sepertinya saya harus minum dari gelas ini”, dan dia baiat di tangan saya. Dengan demikian, Allah membuat saya seseorang yang menjadikan 3 menjadi 4. Karena sebelum hal ini, dari sudut pandang keturunan ruhani Hadhrat Masih Mau’ud as, kami hanya baru bertiga bersaudara saja yang menerima beliau as namun kemudian kami membuat 3 menjadi 4.
Kemudian, saya yang membuat 3 menjadi 4 dari sudut pandang berikut, saya dilahirkan pada tahun ke-4 nubuatan ini. Nubuatan ini dibuat oleh Masih Mau’ud as pada 1886 dan saya dilahirkan pada tahun 1889. Dengan demikian 1886 adalah satu, 1887 adalah dua, 1888 adalah tiga dan 1889 adalah empat. Dengan demikian, nubuatan ini juga mengisyaratkan kelahiran saya terjadi pada tahun ke-4 nubuatan sehingga dengan cara ini saya akan menjadi orang yang membuat 3 menjadi 4.”[17]
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra berkata, “Kabar kelima yang diberikan adalah ‘kedatangannya akan menjadi penyebab kemunculan manifestasi keagungan Allah.’ Hal ini juga tergenapi di masa saya. Dengan demikian, segera setelah saya diberkati dengan jubah Khilafat, perang dunia pertama terjadi dan kini perang dunia kedua pun sedang berlangsung yang melaluinya keagungan Ilahi sedang dinampakkan di dunia ini.
Mungkin beberapa orang akan mengatakan bahwa ada jutaan orang masih hidup yang pada kehidupan mereka peperangan ini terjadi, sehingga mereka pun juga bisa mengatakan bahwa peperangan ini adalah untuk mendukung kebenaran mereka. Jawaban saya adalah jika jutaan orang ini telah diberikan kabar-kabar mengenai hal-hal yang gaib sehubungan dengan peperangan ini barulah mereka dapat menyatakan peperangan ini merupakan tanda untuk mendukung kebenaran mereka. Namun jika mereka belum diberikan rincian mengenai peperangan ini dan hanya ada seseorang yang kepadanya diberikan keterangan demikian maka dialah seseorang yang telah disingkapkan kepadanya mengenai peperangan ini untuk mendukung kebenarannya.”[18]
“Dia akan tumbuh semakin cepat dan cepat.” Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda, “Ketika saya menjadi Khalifah, harta kekayaan Jemaat hanya 14 ana (sen) dan ada hutang sebesar 18.000 Rupee.[19] Begitu banyaknya sehingga ketika saya menulis pengumuman pertama, topiknya adalah ‘Siapakah Yang Dapat Menghentikan Pekerjaan Allah Ta’ala’. Saya bahkan tidak memiliki uang untuk mencetak selebaran pengumuman tersebut. Kakek dari jalur ibu kami pada saat itu telah mengumpulkan dana untuk membangun sebuah mesjid dan dari uang itulah beliau meminjamkannya Rs 200 kepada kami untuk mencetak pengumuman ini dan berkata bahwa ketika baitul mal akan mulai menerima dana maka uang ini akan dilunasi.
Ketika itu khazanah (kas keuangan) Jemaat telah kosong. Ketika hanya ada 14 Ana saja di dalamnya. Ketika ada hutang Anjuman sebesar Rs 18.000. Ketika mayoritas anggota Anjuman menentang saya, Sekretaris Anjuman menentang saya, Kepala Sekolah Madrasah menentang saya, maka inilah kata-kata saya dengan menulis dan menerbitkan satu pengumuman saat itu, “Allah Ta’ala menginginkan persatuan Jemaat terjadi di tangan saya. Dan tidak ada satu pun orang yang dapat menghentikan kehendak-Nya. Apakah mereka tidak melihat hanya ada dua jalan yang terbuka bagi mereka. [dua jalan tersebut ialah pertama,] baik mereka baiat di tangan saya dan dengan demikian menahan diri dari menciptakan perpecahan di dalam Jemaat ini, atau [kedua] dengan mengikuti keinginan buruk mereka menjadikan tandus suatu kebun yang diairi oleh darah orang-orang suci yang datang sebelum kita. Apa yang telah terjadi maka terjadilah namun sekarang mereka tidak menyisakan suatu keraguan apapun bahwa persatuan Jemaat hanya dapat terjadi dengan satu cara dan itu adalah dengan berbaiat di atas tangan seseorang yang telah Allah Ta’ala jadikan sebagai Khalifah. Jika tidak, maka setiap orang yang melancarkan penentangan terhadapnya akan menciptakan perpecahan.’”
Beliau ra bersabda, “Saya semakin jauh menulis bahwa jika seluruh dunia menerima saya, Khilafat saya tidak dapat menjadi semakin besar karenanya. Dan jika mereka semua, na’uudzubillaah, meninggalkan saya, Khilafat saya juga tidak akan terpengaruh sedikit pun karenanya. Sebagaimana seorang nabi adalah [tetap] seorang nabi meskipun hanya seorang diri, demikian pula seorang Khalifah yang meskipun hanya seorang diri tetaplah seorang Khalifah. Jadi, beberkatlah dia yang menerima keputusan Ilahi ini. Beban yang telah Allah Ta’ala letakkan pada saya ini sangat besar. Jika tidak ada pertolongan-Nya bagi saya, saya tidak akan mampu melakukan apapun. Namun saya memiliki iman yang teguh kepada Wujud Suci ini bahwa Dia pasti menolong saya. Ringkasnya, memang segala macam penentangan akan datang baik politik maupun agama, internal maupun eksternal, namun Allah Ta’ala memungkinkan saya membawa kemajuan yang semakin besar bagi Jemaat ini.”[20]
‘Dia akan membebaskan mereka yang diperbudak.’ Hal ini juga dinubuatkan. Allah Ta’ala juga menggenapi hal ini melalui saya. Pertama, dia memberi bimbingan kepada bangsa-bangsa yang tidak diperhatikan oleh umat Islam. Mereka sebelumnya berada dalam kondisi yang sangat hina dan menyedihkan. Mereka menjalani kehidupan sebagai budak. Mereka tidak memperoleh sarana pendidikan. Tidak pula kebudayaan dan peradaban mereka mengalami kemajuan sedikit pun. Mereka itu seperti orang-orang yang ada di beberapa wilayah di Afrika yang tidak juga ada rencana untuk memberikan pelatihan kepada, dan dunia telah membuang dan meninggalkan mereka. Satu-satunya kegunaan yang diambil dari mereka adalah sebagai buruh kasar dan pelayan bagi orang lain.
Saat ini ada seorang perwakilan dari Afrika Barat. (ini pidato saat Jalsah dan perwakilan Afrika Barat hadir) sebagian penduduk mereka sudah berpendidikan. Namun, sebagian lainnya bahkan biasa tidak berpakaian. Mereka hidup bertelanjang. Dari kalangan orang-orang seperti itu, ribuan orang masuk ke dalam pelukan Islam melalui saya. Di negara-negara itu agama Kristen sedang menyebar dengan sangat cepat dan bahkan kini di banyak wilayah ada dominasi agama Kristen. Namun di bawah perintah dan petunjuk saya, para mubaligh kita pergi ke tempat-tempat itu dan mereka sukses membuat ribuan orang yang dulunya menganut politeisme menjadi Muslim dan membawa ribuan orang Kristen menjadi Islam. Hal ini memiliki efek yang begitu besar terhadap umat Kristiani, sehingga sebuah organisasi Kristen yang sangat besar di Inggris – yang memiliki perlindungan Kerajaan dan ditugaskan untuk menyebarkan agama Kristen oleh pemerintah – telah mendirikan sebuah komisi yang bertujuan mencari tahu kenapa perkembangan agama Kristen di Afrika telah terhenti.
Laporan yang komisi ini berikan kepada organisasi tersebut menyebutkan nama Jemaat Muslim Ahmadiyah lebih dari dua belas kali serta menyatakan Jemaat ini telah menghentikan kemajuan agama Kristen. Pendek kata, di kedua kawasan negeri ini yakni Afrika Barat dan Amerika, orang-orang keturunan Afrika sedang memeluk Islam dalam jumlah besar. Ini suatu cara yang dengan menyebarkan Islam di kalangan bangsa-bangsa ini, Allah Ta’ala telah menjadikan saya sebagai sarana untuk melepaskan mereka dari perbudakan bangsa-bangsa itu (Barat) serta menganugerahi saya kemampuan untuk membantu meningkatkan sarana kehidupan mereka. Kemudian dari segi nubuatan tersebut, peristiwa [pembebasan] orang-orang Kashmir merupakan bukti kuat kebenaran nubuatan ini dalam mendukung saya. Dan orang yang merenungkan peristiwa-peristiwa ini dengan ketulusan hati, mereka tidak akan gagal dan akan sampai pada kesimpulan bahwa memang melalui sayalah Allah Ta’ala menyediakan sarana untuk melepaskan orang-orang Kashmir itu dari perbudakan dan membuat musuh-musuh mereka menjadi kalah.[21]
Ada dua aspek besar pada nubuatan ini. Pertama, sehubungan dengan janji kabar dari Allah kepada Hadhrat Masih Mau’ud as, ‘Tere naam ko dunya ke kinarong tak pahuncaungga.’ – ‘Aku akan membuat nama engkau tersebar hingga ke pelosok-pelosok dunia.’ Sekarang, hanya dengan menjadi seorang anak saja tidak akan membuat nama beliau as (nama ayahnya) akan mencapai pelosok bumi. Nama beliau as akan tersebar luas hingga ke sudut-sudut dunia dengan perantaraannya (Mushlih Mau’ud) jika darinya muncul suatu karya yang dengan itu membuatnya masyhur (terkenal) di seluruh dunia. Sebagian orang sibuk menulis di sebagian besar umurnya dan menjadi penulis besar sehingga itu membuat namanya sangat terkenal. Sebagian orang dengan karya besarnya sehingga terkenal. Sebagian orang dengan menjadi pencuri dan perampok besar sehingga membuat namanya dikenal.
Tetapi, dengan itu semua baik itu hal baik atau buruk tidak membuat mereka terkenal di seluruh dunia. Mereka hanya terkenal di suatu wilayah atau di suatu negara. Namun, Hadhrat Masih Mau’ud as diberi kabar suka oleh Allah Ta’ala, ‘Dia (Mushlih Mau’ud) akan menjadikan nama engkau mencapai sudut-sudut dunia.’ Maka itulah, nubuatan ini dapat dikatakan sebagai nubuatan yang agung dalam coraknya jika kemasyhuran beliau dalam kondisi-kondisi yang luar biasa. Kita perhatikan demikianlah yang terjadi. Dua setengah bulan setelah saya lahir, kemudian, Hadhrat Masih Mau’ud as mulai mengambil baiat dan dengan demikian Jemaat ini berdiri di muka bumi.” [22]
Beliau ra bersabda, “Kemudian saya mendirikan berbagai misi dakwah guna penyebarluasan Islam dan Ahmadiyyat di berbagai bagian dunia. Pada saat kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud as Jemaat telah berdiri di India dan beberapa perluasan ke Afghanistan dan tidak ada di tempat lainnya. Namun, sebagaimana telah Allah Ta’ala beritahukan bahwa dia (Masih Mau’ud) akan terkenal hingga ke pelosok-pelosok bumi. Allah Ta’ala telah memberkati saya dengan saya mendirikan berbagai misi pertablighan Jemaat Ahmadiyah di banyak negara yang berbeda. Jadi, pada awal-awal masa kekhalifahan saya [Hudhur II ra], saya mendirikan misi di Inggris, Ceylon (Sri Langka) dan Mauritius.
Kemudian Jemaat ini terus berkembang dan berkembang. Banyak misi didirikan, di Iran, Rusia, Iraq, Mesir, Syam (Suriah dsk), Palestina, Lagos, Nigeria, Goald Coast (sekarang Ghana), Sierra Leone, Afrika Timur, Eropa, Inggris, Spanyol, Italia, Cekoslovakia, Hungaria, Polandia, Yugoslavia, Albania, Jerman, USA (Amerika Serikat), Argentina, China, Jepang, Malaya (kini Malaysia), Straits Settlements, Sumatra, Jawa, Surabaya dan Kashgar.[23] Dari antara mubaligh yang dikirim, ada beberapa yang dipenjarakan oleh tangan para penentang sementara yang lainnya sibuk melaksanakan tugas mereka dan beberapa ada misi yang telah ditutup karena adanya perang.
Singkatnya, saat ini tidak ada bangsa di dunia ini yang tidak kenal dengan Silsilah (Jemaat) Ahmadiyah. Tidak ada bangsa di dunia ini yang tidak merasa Ahmadiyah adalah banjir yang sedang meluap yang sedang menuju ke negara-negara mereka. Banyak pemerintah sedang merasakan pengaruh aktifitasnya, dan memang beberapa pemerintah juga sedang mencoba untuk menguranginya. — (hal ini tidak hanya terjadi pada masa itu, namun juga sekarang) — Dengan demikian ketika mubaligh kita pergi ke Rusia, dia akan menjadi pusat kekejaman serta akan dipukuli dan dipenjarakan dalam masa yang panjang. Namun karena ini adalah janji Allah Ta’ala bahwa Dia akan membuat Jemaat ini tersebar dan akan memasyhurkannya melalui saya ke setiap penjuru bumi, maka Dia menjadikan Ahmadiyah mencapai seluruh tempat-tempat itu dengan karunia-Nya dan bahkan di beberapa tempat telah berdiri Jemaat-Jemaat yang besar.”[24]
Ada banyak bagian nubuatan yang menjadi tergenapi di dalam pribadi Hadhrat Mushlih Mau’ud ra dan sungguh tergenapi berkali-kali dan pada tempat yang berbeda-beda. Demikian pula nubuatan-nubuatan tersebut terus memanifestasikan kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud as. Nubuatan-nubuatan itu terus menjunjung kehormatan dan kemuliaan Hadhrat Rasulullah saw. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menghujani Rahmat-Nya atas Hadhrat Mushlih Mau’ud ra dan menganugerahi kita taufiq dan kemampuan untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab kita.
Setelah Shalat Jumat, saya akan shalat gaib untuk Almarhum Bapak Mubalig Maulana Muhammad Shiddiq Syahid Gurdaspuri. Beliau putra Tn. Mian Karm Din dan meninggal pada 15 Februari 2015 dengan usia hampir 87 tahun. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn. Beliau telah diberikan taufik untuk berkhidmat kepada Jemaat selama 60 tahun di Markaz Jemaat, Rabwah dan juga beberapa tempat di Luar negeri. Seluruh hidupnya penuh dengan pengkhidmatan agama serta kesungguhan dan ketekunan dalam dakwah ilallah serta menaati Khilafat. Beliau selalu melaksanakan kepentingan-kepentingan agama selagi kesehatan masih memungkinkan. Beberapa waktu sebelumnya beliau terserang stroke dan akibatnya terbaring di tempat tidur.
Beliau lahir pada 31 Oktober 1928 di Ludhi Nanggal, Distrik Batala. Ayahandanya mendapatkan kehormatan baiat kepada Hadhrat Khalifatul Masih Awal ra pada 1914. Almarhum mendaftar di Madrasah Ahmadiyah, Qadian pada 1940 setelah lulus pendidikan Dasar. Di madrasahnya beliau memiliki kelebihan, bahkan dengan karunia Allah Ta’ala menempati posisi pertama atau kedua di kelasnya. Setelah lulus Madrasah Ahmadiyah beliau mendaftarkan diri di Jamiah Ahmadiyah pada 1947, lalu pada masa-masa studinya di Jamiah Ahmadiyah beliau mengikuti Ujian “Maulwi Fādhil” [setara B.A.] dan lulus. Lalu pada 1950 mendaftarkan diri di kelas pertama Muballigh di Jamiah Mubashirin dan lulus pada 1952 dengan gelar Syāhid.
Setelah itu beliau dikirim bertugas ke Sierra Leone. Beliau bertolak dari Karachi pada tanggal 23 Oktober 1952 menuju London menempuh perjalanan laut selama satu bulan, lalu dari sana menuju Sierra Leone melalui perjalanan laut. Beliau menyiarkan dakwah selama empat tahun di sana lalu kembali ke Pakistan pada 19 Oktober 1956 dan menjalankan berbagai macam urusan penting di Markaz selama tiga tahun. Pada Desember 1959 untuk kedua kalinya beliau diutus ke Sierra Leone sebagai Amir Jemaat dan Missionary Incharge di sana, yang ia jalankan tugas tersebut hingga tahun 1962 dan dari sana dikirim ke Accra, Ghana pada 15 Januari 1966 serta melaksanakan kewajibannya selama dua tahun sebagai Principal (kepala) Ahmadiyah Missionary Training College untuk mempersiapkan para muballig di Salatband. Pada Juli 1968 dikirim untuk ketiga kalinya ke Sierra Leone dan terus berkhidmat kepada Jemaat hingga 24 Mei 1972 sebagai Amir dan Missionary Incharge, setelah itu dikirim ke Amerika pada tanggal 31 Juli 1973. Allah Ta’ala memberikan taufik kepadanya untuk menyebarkan dakwah di sana selama empat tahun. Ketika Hadhrat Khalifatul Masih III r.h. mengadakan lawatan ke Afrika, Almarhum sedang di Sierra Leone.
Di Pakistan juga beliau mengkhidmati Jemaat pada sejumlah bidang, sangat tawaduk, menjaga diri tidak egois, tidak ria dan penuh kesungguhan. Beliau seorang yang sederhana, berkhidmat dengan rajin dan secara diam-diam, tidak banyak bicara. Beliau memiliki pengetahuan khusus dan juga punya cita rasa dalam menulis. Beliau memberikan faedah kepada para pembaca Al-Fazl, Surat Kabar orang-orang Ahmadi, dengan ilmu-ilmu, pengetahuan dan pengalamannya. Makalah-makalahnya kini dan selanjutnya akan dipublikasikan di dalam Surat Kabar Al-Fazl. Ketika Hadhrat Khalifatul Masih III r.h. berkunjung ke Negeri Afrika Barat, dengan rasa hormat Hudhur menyebutkan beberapa Muballig bahwa mereka itu meraih ‘Maqām Na‘īm’ , Hadhrat Khalifatul Masih III menyebutkan Almarhum juga.
Almarhum menikah dengan Amatul Majid putri Tn. Khalil Ahmad, penduduk Goalbazar, maka ia melewatkan hidup bersama-sama sang suami dengan jiwa waqaf. Allah Ta’ala mengaruniai Almarhum dengan lima orang putra dan dua orang putri, semuanya sudah berkeluarga dan memiliki putra-putri. Salah seorang dari kedua putrinya menikah dengan Mubalig Ahmadi, Maqsud Ahmad Qamar serta salah seorang dari putra-putranya juga pada saat ini seorang Mubalig Ahmadi di Amerika dan namanya adalah Said Ahmad Khalid. Tn. Said Ahmad Khalid [putranya yang juga Muballigh] mengatakan, “Ayah saya seorang khadim mukhlis Jemaat, beliau rendah hati, penuh pengabdian, zuhud dan tawakal. Semenjak saya menginjak usia dewasa, saya mendapati dua kelebihan pada ayah saya, yang pertama, sangat asyik beribadah, maksudnya dalam menjalankan huququllah. Yang kedua pengkhidmatan terhadap agama dan tulus murni untuk itu serta setia kepada Nizam Jemaat. Dalam kondisi apa pun beliau selalu shalat di Masjid.
Di akhir-akhir hayatnya, manakala beliau tidak mampu datang ke Masjid dengan berjalan kaki atau bersepeda dikarenakan sakit pada kedua lututnya. Oleh karena itu, merupakan kewajiban saya pergi bersamanya ke Masjid, saya bantu dengan menggunakan mobil. Apabila saya terlambat untuk itu karena suatu kesibukan, beliau tidak marah karena tidak memungkinkannya pergi ke masjid. Beliau juga selalu dawam tahajud seperti halnya shalat fardhu, beliau tidak pernah meninggalkan tahajud berlalu walaupun kembali ke rumah dari perjalanan dalam keadaan lelah, maka ihwalnya memperhatikan tahajud seakan-akan beliau itu periuk yang sedang mendidih. Beliau mewanti-wanti putra-putranya supaya dawam mengerjakan shalat, apabila memarahi putra-putrinya, hanyalah lantaran shalat berjamaah saja.”
Mubalig kita Maulana Said Ahmad Khalid mengatakan, “Ketika saya ditetapkan sebagai Mubalig di Amerika pada 2010, saya katakan kepada beliau bahwa saya merisaukan beliau [itu karena ia tengah mengkhidmati beliau] dan saya ingin mengajukan izin kepada Khalifah.” Beliau katakan, “Engkau seorang Wāqif Zindegi, maka laksanakan perintah dengan segera!”
Lalu ia menulis, “Almarhum pecinta sejati Khilafah, ia berusaha untuk mengamalkan setiap wejangan dan nasihat yang terdapat dalam Khotbah-khotbah Imam, beliau menasihati kami juga untuk mengamalkan itu. Ketawakalannya begitu besar. Suatu saat kakak laki-laki saya datang dari Amerika dan merasa kebutuhan rumah tangga beliau tidak terpenuhi karena tidak memiliki banyak uang. Saudara saya berkata kepada bapak saya, ‘Mengapa tidak memberitahu saya?’ Bapak mendudukkannya di sampingnya dan berkata, ‘Jika saya harus memohon, saya hanya akan memohon pada Tuhanku saja dan tidak akan memohon kepadamu, adapun jika engkau ingin memberikan suatu bakti sesuai kemampuanmu, maka lakukanlah.’”
Salah seorang putranya adalah seorang Insinyur di Amerika, ia mengatakan, “Saya memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Lahore dan saya mengajukan pendaftaran pada salah satu Universitas di Amerika, saya mengajukan permohonan visa studi, tetapi di sana terdapat beberapa kesulitan. Saya merasa risau karena studi di Amerika akan mulai dalam waktu dekat. Bapak saya di Afrika dan saya menulis surat kepadanya untuk memohon didoakan. Saya terus-menerus berada di Lahore ketika terbetik dalam benak saya harus pergi ke Konsulat Amerika, maka saya pergi ke sana. Konsul Amerika mengatakan kepada saya, ‘Anda tidak akan berhasil dalam ujian. Untuk apa engkau datang ke sana?’ Saya beritahukan semuanya secara rinci bahwa studi di sana akan dimulai dalam waktu dekat-dekat ini, jika saya tidak memenuhi standar yang ditetapkan, tentu Universitas itu tidak akan meregristasi saya. Ia mengatakan kepada saya, ‘Tunggulah sebentar!’ Lalu setelah setengah jam menunggu, ia memberikan visa kepada saya. Ketika saya kembali ke Rabwah saya mendapatkan surat dari bapak saya. Surat itu dikirimkan dari Afrika sekira sepuluh hari sebelumnya. Dalam surat tersebut bapak saya menuliskan, ‘Saya berdoa kepada Allah Ta’ala dan Dia mengabarkan saya bahwa engkau telah mendapatkan visa.’”
Ipar Almarhum yang mubalig mengatakan, “Keyakinan Almarhum terhadap doa begitu besar. Ketika beliau kembali dari Sierra Leone dan menyerahkan tanggung jawab kepada Mubalig Khalil Ahmad, Mubasysyir, ia (Mubalig Khalil Ahmad) menanyakan yang terakhir kali kepada beliau, ‘Apa yang harus saya lakukan dalam posisi-posisi sulit dan bagaimana bisa saya membimbing Jemaat dan bagaimana Tuan telah membimbing mereka?’ Almarhum mengatakan hanya satu kalimat saja yaitu, ‘Setiap kali datang kondisi-kondisi sulit, saya menutup pintu untuk saya [berdoa], setelah itu jadilah antara saya dan Tuhan saya, ini satu-satunya resep untuk keluar dari setiap kebuntuan sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as sabdakan.’”
Mubalig Tn. Majid Sialkoti menuliskan, “Almarhum memperlakukan para mubalig dengan tegas ketika muncul kelalaian dari mereka dan pada kesempatan yang sama, beliau juga begitu memperhatikan mereka dan memperlakukan mereka dengan lemah lembut. Beliau selalu menanggung dari sakunya sendiri biaya makan-minum dalam perjalanan lawatannya. Beliau hanya makan kacang tanah atau ikan yang dikeringkan saja. Pengeluaran ini tidak diambil dari Jemaat.”
Mubalig Tn. Hanif Qamar mengatakan, “Ketika saya dikirim ke Sierra Leone, saya mencari tahu kondisi-kondisi para mubalig terdahulu. Biasanya saya berkunjung kepada Ahmadi pribumi Afrika, Saudara Basalman Matesri dan ketika saya menanyakan tentang Maulana Almarhum, ia berkata, ‘Beliau adalah malaikat.’ Kesan Saudara Afrika ini memang benar adanya manakala Almarhum secara nyata menggambarkan sifat-sifat malaikat. Semoga Allah Ta’ala senantiasa mengaruniai Jemaat dengan Waqifin Zindegi seperti Almarhum, beliau seorang yang sangat tawakal dan seorang yang rela dengan ridha Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala mengangkat derajat Almarhum dan menempatkannya pada haribaan Kekasihnya, menjadikan putra-putrinya juga menjadi orang-orang yang setia kepada Jemaat dan Khilafat, memberi taufik kepada ipar beliau dan putranya untuk menyempurnakan Janji Waqaf sebagaimana yang Almarhum harapkan.” Aamiin.
[1] Da’wa Mushlih Mau’ud pur syaukat i’laan, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 155-156
[2] Al-Mau’ud, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 529-530
[3] Me hi Mushlih Mau’ud ki pesygui ka mishdaaq hu’ (Akulah pembenaran nubuatan Mushlih Mau’ud) , Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 222-223
[4] Khuthutbaat-e-Mahmud, jilid 22, h. 173
[5] Khuthubaat-e-Syura (kumpulan pidato saat Syura) jilid 2, h. 18-19.
[6] Abul Muzaffar Muhi-ud-Din Muhammad Aurangzeb, dikenal dengan Aurangzeb Alamgir dan gelar kekaisarannya Alamgir (1658-1707, raja Mughal, setelah Shah Jahan (ayahnya, nama kecil Khurram), Jahangir (kakeknya, nama kecil Salim) dan Jalaluddin Akbar, 1556-1605, buyutnya).
[7] Khuthutbaat-e-Mahmud, jilid 21, h. 59-60
[8] Khuthutbaat-e-Mahmud, jilid 25, h. 59-61
[9] Al-Mau’ud, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 645
[10] Al-Mau’ud, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 565-566
[11] Me hi Mushlih Mau’ud ki pesygui ka mishdaaq, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 227
[12] Pesan Ahmadiyyat, Anwarul ‘Ulum, jilid 20, 567
[13] Khilafat Rasyidah, Anwarul ‘Ulum, jilid 15, 587-588
[14] Khuthutbaat-e-Mahmud, jilid 22, h. 472
[15] Khuthutbaat-e-Mahmud, jilid 22, h. 472-473
[16] Al-Mau’ud, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 565-566
[17] Al-Mau’ud, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 635-637
[18] Al-Mau’ud, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 627
[19] Empat belas ana tidak mencapai 1 rupee. Rupee ialah mata uang yang digunakan di India. Pada saat itu satu rupee 16 ana. Semacam ukuran sen di bawah satu rupiah saat di Indonesia masih berlaku sen.
[20] Me hi Mushlih Mau’ud ki pesygui ka mishdaaq hu’ (Akulah pembenaran nubuatan Mushlih Mau’ud) , Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 219-221
[21] Al-Mau’ud, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 614-615
[22] Me hi Mushlih Mau’ud ki pesygui ka mishdaaq (Aku pembenaran nubuatan Mushlih Mau’ud) , Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 207
[23] Penulisan nama negeri sesuai dengan teks Urdu khotbah ini, bahwa setelah Hudhur II ra menyebut Sumatra dan Jawa, beliau menyebut Surabaya. Straits Settlements ialah negeri-negeri Selat Jajahan Inggris yaitu Malaka, Dinding, Penang dan Singapura.
[24] Da’wa Mushlih Mau’ud pur syaukat i’laan, Anwarul ‘Ulum, jilid 17, 155-156