Sudut Pandang Yang Benar Menurut Islam Mengenai Syafaat

Khotbah Jumat

Hadhrat Khalifatul Masih Va.t.b.a.

Tanggal 6 Hijrah 1390 HS/Mei 2011

Di Masjid Baitul Futuh, London.

أَشْهَدُ أَنْ لا إِلٰهَ إلا اللّٰهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ

وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

أَمَّا بَعْدُ فأعوذ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦)  صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ  (٧)

 اللهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي َشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

(البقرة: 256)

Allah — tiada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu. Kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur. Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafaat menghadap kehadirat-Nya, kecuali dengan izin-Nya? Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka; dan mereka tidak meliputi barang sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki. Ilmu-Nya meliputi seluruh langit dan bumi; dan tidaklah memberatkan-Nya untuk menjaga keduanya; dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar.” (Q.S. Al Baqarah, 2 : 256).

Beberapa waktu yang lalu, saya telah menyampaikan bahwa banyak kaum Muslim saat ini bukannya berupaya melaksanakan perbuatan baik dan mempererat hubungan dengan Allah Ta’ala mereka malahan mengunjungi para pir[1] dan faqir atau pun berziarah ke kuburan mereka, berziarah ke kuburan para wali terdahulu atau ke tempat petilasan mereka dimana di situ mereka mempersembahkan nazar dan memohon kepada mereka layaknya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebabkan kurangnya talim (pengajaran agama Islam), banyak orang di India, di Pakistan dan di banyak tempat lainnya secara turun-temurun menganggap para pir, faqir[2], buzurg[3] dan wali dapat mengabulkan berbagai permintaan mereka; mereka berdoa kepada yang dianggap suci tersebut. Sebagian mencapai derajat syirik sedemikian rupa sehingga mereka bersujud kepada kuburan. Bahkan, ada banyak kejadian dimana kaum wanita mereka yang mengatakan, “Anak (saya) ini dianugerahkan oleh Daata Sahib[4] bukan dianugerahkan oleh Allah Ta’ala.” Seperti itulah tingkat perkembangan syirik mereka tersebut. Padahal ada masa ketika kaum Muslimin disebut kaum yang paling muwahhid (menegakkan tauhid) karena itu memang ajarannya. Hadhrat Rasulullah saw. sangat menekankannya, Alquran yang mulia memberikan ajaran serupa namun sayangnya orang-orang yang disebut muwahhid ini telah jatuh kedalam perbuatan syirik. Bahkan dikarenakan sudah melampaui batas dalam perbuatan syriknya itu, mereka itu pun sudah seperti kaum musyrikin. Oleh karena itu, sungguh suatu karunia Allah yang besar kepada kita, yang pada zaman ini telah mengutus seorang hamba dan pecinta sejati Hadhrat (Muhammad) Rasulullah saw. yang membimbing kita kearah hidayat; menjauh dari ajaran yang salah dan rusak yang disebabkan oleh ulah para pir dan faqir tersebut. Di zaman ini beliau adalah sebagai Hakam[5] dan ‘Adlan[6]; sebagai Almasih dan Almahdi dan merupakan seorang ‘Asyiq Shadiq (pecinta sejati nan tulus) Hadhrat (Muhammad) saw. yang demi untuk menjauhkan kita dari segala bentuk perbuatan syirik, membimbing kita dengan nur cahaya petunjuk sesuai ajaran Alquran Karim; yang dengannya menegakkan wahdaniyat (keesaan) Allah Ta’ala; yang dengannya dapat diketahui ajaran yang sebenarnya dari Hadhrat Rasulullah saw.; yang menampakkan pembuktian akan keagungan dan kemuliaan beliau Saw. dan juga keniscayaan keunggulan agama Islam di atas agama-agama lainnya. Orang-orang dari agama-agama lain mengklaim bahwa dengan agama mereka tercapai keselamatan, khususnya agama Kristen yang mengklaim, Almasih (Kristus) mati di tiang salib sebagai penebus untuk kita. Kini, Almasih penyelamat untuk kita dan oleh karena itu Dia adalah Anak Tuhan dan orang yang percaya kepadanya akan lepas (suci) dari segala macam dosa sehingga sebagai dampak turunan dari kepercayaan ini bahkan dalam Kekristenan  terdapat orang-orang yang digelari ‘Santo’ (the Saint, Orang Suci) yang lewat perantaraannya mendapat syafaat. Beberapa hari yang lalu, Paus Johannes Paulus II[7]  yang mengenainya umat Kristen se-dunia mengatakan, karena beberapa mukjizatnya telah terbukti maka ia mendapat kedudukan sebagai juru syafaat karena ia telah mencapai satu kedudukan khusus tersebut. Ia memiliki kedudukan yang dekat dengan Tuhan sedemikian rupa sehingga dikatakan, bahwa ia memiliki mukjizat penyembuhan, meskipun sudah duduk di Surga. Itulah pendapat-pendapat mereka. Mereka mengamalkan ajaran yang walaupun salah ini. Bagi mereka yang paham, pahamilah senantiasa! Pada pokok dan asalnya ajaran mereka justru sangat bertentangan secara total dengan ajaran Hadhrat Isa (Yesus) As., ialah dikarenakan pandangan mereka itu berdasarkan syirik. Mengenai ajaran ini Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan kepada kita mengenai pandangan-pandangan yang salah dari kekristenan. Sekarang saya sampaikan satu rujukan dari  Hadhrat Masih Mau’ud as, beliau bersabda,

“Maka, camkanlah, adalah sangat berbahaya menyandangkan sesuatu sifat Ilahi kepada Hadhrat Isa ibnu Maryam As. sebab beliau sendiri tidak pernah mengatakan sesuatu hal yang demikian. Apa yang beliau katakan berkaitan dengan diri beliau, tiada lain hanyalah sebatas mukjizat saja. Apakah kita menafikan mukjizat para rasul Allah? Banyak kali Bani Israil diselamatkan dari berbagai macam azab berkat mukjizat dari Hadhrat Musa As.. Dan diriku pun mengalami kemampuan mukjizat syafaat seperti itu. Banyak kalangan orang mulia di dalam Jemaatku yang mengalami, bahwa berkat kemampuan syafaatku, mereka yang sebelumnya menghadapi masalah atau penyakit yang musykil, akhirnya dapat tertolong, sebagaimana mereka diberitahu sejak awal mereka menyampaikannya. Sedangkan disalibkannya Hadhrat Isa As. yang mereka katakan untuk kebaikan kaum pengikutnya, atau untuk menebus dosa para pengikutnya, adalah kepercayaan yang kosong dari hikmah, dan juga jauh dari akal sehat. Sungguh jauh dari sifat-sifat Allah yang lurus dan adil, bahwa hukuman atas dosa-dosa seseorang dibebankan kepada seseorang lainnya. Pendek kata, kepercayaan ini merupakan kumpulan dari banyak kesalahan’.[8]

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as menerangkan dalam satu tempat,       “Hal yang sebenarnya ialah … bagi pemberi syafaat tersebut haruslah memiliki hubungan yang sempurna dengan Allah Ta’ala, sehingga ia pun memperoleh karunia dan berkat dari Allah Subhana wa Ta’ala. Kemudian, ia pun harus memiliki hubungan yang erat dengan makhluk ciptaan-Nya agar ia dapat memberikan faedah karunia dan keberkatan yang telah berhasil diperolehnya dari Allah Ta’ala. Sebelum kedua hubungan ini dapat terbina dengan sempurna, maka orang itu pun tak dapat menjadi juru syafaat yang hakiki…”

“…Yakni, jika kedua aspek contoh kebaikan ini tidak terlihat pada orang itu, maka tak ada dampak positif yang dapat dihasilkannya.” Hadhrat Masih Mau’ud as menulis, “Perhatikanlah Almasih as. pun tak mampu meng-ishlah beberapa dari para hawari[9]nya. Dengan lisannya (Hadhrat Almasih Isa) sendiri, ada hawari yang disebutnya ‘malas atau lemah keyakinan’ bahkan sebagian disebut sebagai ‘setan’ dan menurut Injil (Perjanjian Baru) sendiri tak satu pun dari para hawari mencapai puncak kesempurnaan iman.” (Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa ini menurut penjelasan Injil sendiri bahwa para hawari/murid utama Nabi Isa tidak ada yang benar dan mereka disebut-sebut dengan gambaran jelek oleh guru mereka sendiri). Beliau As. bersabda, “Sebaliknya, Nabi Karim kita dengan contoh agungnya dari sisi rohani dan jasmani menyelamatkan dari ‘adzab alim’ (adzab pedih) dan mengeluarkan dari kehidupan yang penuh dosa (dengan cara berdoa, keteladanan dan tarbiyat tak kenal lelah-pent.). Demikian pula melalui syafaat Nabi Musa pun sampai faedahnya. Orang-orang Kristen yang menganggap Isa sebagai matsil Musa pun tidak terbukti bahwa ia seperti Musa dapat menjauhkan kaum dari dosa.” (Dalam Perjanjian Lama, dapat ditemui beberapa tokoh yang seperti Musa namun tidak ditemukan berkaitan dengan Isa. Padahal, Paulus dan tokoh-tokoh kekristenan lainnya menyamakan Isa (Yesus) dengan Musa) Beliau As. bersabda, “Bahkan, kami melihat bahwa setelah era Almasih Isa as., kondisi [Bani Israil] kaum pengikut beliau itu mengalami kerusakan. Bila ada yang meragukan hal ini bisa dibuktikan dengan menyaksikan kota London atau kota-kota di Eropa lainnya apakah mereka terjerat dalam dosa-dosa ataukah tidak.” (dosa dan pengertian manusia tentang dosa sebagai  keburukan memiliki keterkaitan; bila definisi tentangnya saja sudah diubah; keburukan menyebar dengan bebasnya dan kebaikan menjadi langka maka tak diragukan lagi antara ajaran dan pengamalan akan sesuai. Namun demikian, beliau bersabda bahwa jatuhnya gerakan untuk beramal, perikemanusiaan masyarakat, atau segi akhlak yang terjadi di luar negeri dapat disaksikan sangat banyak di Eropa) Beliau as. bersabda, “Juru Syafaat yang benar dan sempurna adalah Hadhrat Nabi Muhammad yang telah mengeluarkan  suatu kaum dari penyembah patung-patung berhala, pelaku berbagai macam kekotoran kefasikan dan dosa serta ketidaksucian menjadi bangsa yang berderajat tinggi.” [10]

Demikianlah gambaran pokok yang disampaikan kepada kita oleh Hadhrat Masih Mauud As mengenai kekristenan berdasarkan penjelasan Bibel sendiri yang begitu jelasnya bahwa dalam masa kehidupan Hadhrat Isa As., beliau tak mampu memperbaiki para murid beliau. Bahkan kematiannya di palang salib, dikatakan sebagai kematian terkutuk oleh kaum Yahudi, meskipun kita sebagai kaum Muslim Ahmadi menolak konsep ajaran tersebut. Allah Ta’ala telah menyelamatkan rasul-Nya itu dari berbagai tuduhan, yang kaum Yahudi ingin menisbahkannya kepada beliau [Hadhrat Isa a.s]. Hadhrat Isa As. kemudian hidup dengan usia panjang, dan berhasil menjalankan tugas kerasulan beliau sebagaimana tujuannya diutus oleh Allah Ta’ala. Tadi telah saya sampaikan mengenai [apa yang mereka katakan mukjizat] Paus Paulus Johannes II, karena saat ini tengah terjadi perdebatan seru mengenai hal tersebut di sekolah-sekolah. Oleh karena itu saya pun ingin menyampaikan berbagai fakta yang ada mengenai hal ini kepada generasi muda kita agar mereka mengetahui apa hakikat sebenarnya. Sebab, mereka ini [boleh jadi] hanya mendengarkan saja apa yang diperbincangkan di luar sana, hingga suatu saat dapat terpengaruh karenanya.

Hendaknya selalu diingat bahwa kedudukan syafaat Hadhrat Muhammad saw. adalah tinggi dan mendasar. Mukjizat beliau ini bahkan berlangsung terus sejak zaman kehidupan beliau hingga hari ini. Generasi demi generasi yang terlahir di kalangan kaum pengikut Rasulullah saw. dapat pula menyaksikan kemukjizatan beliau saw. itu. Yakni, kita kaum Ahmadi, sungguh meyakini, bahwa Allah Ta’ala senantiasa menzahirkan kekuasaan-Nya melalui para pengikut sejati Hadhrat Muhammad Musthafa Rasulullah Saw. Kita pun sungguh-sungguh meyakini, bahwa tak diperlukan seseorang suci [sebagaimana yang mereka katakan], tak juga sesuatu perantara. Kita dapat bertemu Tuhan dengan mengamalkan ajaran Alquran Karim dan mengikuti segala perintah Hadhrat Rasulullah saw. Kaum Kristen menyematkan status kedudukan ini kepada seseorang dari kalangan mereka padahal status tersebut bukan Allah Ta’ala yang memberikannya melainkan manusia. Kedudukan ini yang mengenainya tidak diketahui hakikatnya apakah itu mukjizat atau bukan keabsahannya telah mendapat bantahan  dari satu pihak. Sebuah surat kabar harian berbahasa Polandia telah mengajukan berbagai keberatan mengenai klaim kemukjizatan tersebut dengan suatu pernyataan, bahwa sangat boleh jadi tim dokter yang melegitimasi ‘mukjizat’ itu  tidak meneliti secara mendalam dan dengan metoda yang tepat, ‘Sangat mungkin bahwa wanita yang dikatakan menderita penyakit Parkinson terkena penyakit lain [yang serupa] tetapi dapat sembuh kembali secara alami setelah selang beberapa waktu.’

Oleh karena itu saat ini saya pun ingin membicarakan, apakah sudut pandang yang benar tentang syafaat menurut pandangan Islam? Apakah arti penting syafaat itu sendiri bagi setiap orang Muslim? Atau apa dan bagaimanakah hendaknya sikap seorang Muslim mengenainya? Ada beberapa ayat Alquranul karim yang mengemukakan tentang perkara ini di berbagai tempat. Hadhrat Masih Mau’ud as di banyak tempat telah menerangkan kepada kita ‘apa itu syafaat’ berdasarkan rujukan berbagai ayat Alquran. Saya (Hudhur) juga telah menyampaikan dalam dua contoh tentang pandangan Hadhrat Isa as. atau pandangan yang berkaitan dengan kekristenan (mengenai syafaat). Saat ini ayat yang disebut ayatul kursi yang telah saya tilawatkan telah biasa kita baca terjemahannya. Mayoritas dari kita pun sepertinya mengetahui terjemahan ayat ini. Namun demikian, saya tepat akan memperdengarkan (terjemahan ayat tersebut). Allah Ta’ala berfirman, “Allah, tiada yang layak (berhak) disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu. Kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur. Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafaat menghadap kehadapan-Nya, kecuali dengan izin-Nya? Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka; dan mereka tidak meliputi barang sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki. Ilmu-Nya meliputi seluruh langit dan bumi; dan tidaklah memberatkan-Nya untuk menjaga keduanya; dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar.

Nabi Saw bersabda mengenai ayat ini bahwa ia adalah sayyidah (pemimpin atau dalam bahasa Urdu sardaar) dari seluruh ayat Al Quran.[11]

Diriwayatkan pula menurut sebuah Hadith, setan akan lari menjauh dari dalam rumah orang yang membaca empat ayat pertama Surah Al Baqarah, ayatul kursi dan dua ayat setelahnya, dan 3 (tiga) ayat terakhir dari Surah Al Baqarah tersebut. [12]

Tentu saja, hal ini maksudnya adalah ayat-ayat tersebut dibaca dengan sepenuhnya dengan memahami tarjamah dan tafsirnya serta berusaha untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Allah Ta’ala telah meletakkan keberkatan dalam ayat-ayat tersebut. Mereka yang mengamalkan ajaran Islam, memahami sifat-sifat Allah dan berupaya senantiasa membersihkan hati nurani. Allah Ta’ala memberi karunia bagi orang yang mengamalkan hal itu. Orang-orang seperti itulah yang mendapatkan syafaat Nabi Saw seperti dengan jelas disebutkan dalam beberapa hadis. Allah Ta’ala menyaksikan kelemahan manusiawi manusia. Akan tetapi bila seseorang tidak beramal, tidak yakin kepada Allah Ta’ala, tidak menaruh perhatian kepada salat, tidak ada keinginan dan gairah untuk berupaya menaruh perhatian dan mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala dan hanya merdoa di kuburan para pir, faqir dan para wali tentu mereka takkan mendapat karunia dan syafaat. Kaum Kristen mengamalkan syirik secara nampak sedangkan kita dapat mendapati kaum Muslim yang mengamalkan kedua macam syirik; yaitu yang nampak dan yang tersembunyi. Hadhrat Masih Mau’ud as menafsirkan nur cahaya petunjuk di dalam Ayatul Kursi, sebagai berikut: ‘Allah Ta’ala adalah Dzat yang memiliki semua sifat yang sempurna, lagi suci dari segala kekurangan. Hanya Dia-lah satu-satunya yang patut (berhak) disembah, dan hanya Dia itu pulalah Yang Maha Hidup, Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu. Sedangkan segala sesuatu yang dihidupkan-Nya, pasti mengalami maut.’[13]

Kemudian dengan jelas beliau as. bersabda, “Semua hal dan benda merupakan makhluk ciptaan-Nya yang mana biasa kita saksikan di dunia ini satu pun tidak ada yang ada dengan sendirinya atau tegak senantiasa karena dirinya sendiri.”[14]                                                                                     Maka, bagaimana mungkin seorang manusia yang usianya terbatas dapat mengabulkan doa sesama manusia lainnya dan memberinya anak [sebagaimana yang mereka nisbahkan kepada para Pir itu] ?

Ayat ini telah menegaskan sejak awal, hanya Allah-lah yang patut kalian sembah, yang selain-Nya tak layak disembah. Oleh karena itu, barangsiapa yang ingin memperoleh faidh (karunia) dari sifat-sifat-Nya, hindarilah segala bentuk perbuatan syirik, baik yang nampak maupun khafi (tersembunyi).

Kemudian beliau as. bersabda, “Hanya Allah-lah yang memiliki sifat hal mana kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur. Yang menggerakkan seluruh alam semesta, tetapi tanpa membuat-Nya lelah sedikitpun. Sedangkan para pir (Paranormal/Dukun) dan para faqir dikalangan masyarakat kita tersebut banyak mengalami keletihan. Pada kenyataannya sekarang kebanyakan dari mereka termasuk, para Kuncen atau Juru Kunci Makam (Gaddi Nashin) itu tidak mempedulikan ibadah dan salat hanya tertarik kepada urusan makan dan minum yang enak; hiburan serta tidur…”

“Ayat (kursi) ini pun mengemukakan mengenai syafaat. Ialah, tak akan terjadi jika tanpa seizin Allah, …mandzalladzii yasyfa’u indahu illaa bi idznih. Maka siapakah kini yang berani mendakwakan dirinya dapat memberi sesuatu syafaat – bahkan seandainya di kalangan kaum Muslimin pun – yang sungguh-sungguh melaksanakan semua perintah agama, sehingga semua orang dapat memberikannya ? Sedangkan barangsiapa yang tidak mau menerima kebenaran pendakwaan Hadhrat Imam Mahdi As. berarti ia tidak memenuhi perintah Allah. Betapapun khidmatnya seorang Ahmadi, ia tidak akan sesumbar dapat memberi sesuatu syafaat.                              Hadhrat Masih Mau’ud as pun demikian pula keadaannya. Sekali peristiwa beliau As menjelaskan, “Suatu kali, anak laki-laki tuan Nawab Muhammad Ali Khan sakit parah.” Beliau meminta didoakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as Hadhrat Masih Mau’ud as berdoa sambil menganjurkan Hadhrat Nawab Muhammad Ali Khan untuk mempersembahkan pengorbanan  [banyak bersedekah dan berkurban, lalu]. Setelah mendoakan untuk kesehatan putranya, Hadhrat Masih Mau’ud as mendapatkan jawaban bahwa anak yang sakit masih belum sehat. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Bila doa tak dikabulkan, biarlah akan kutempuh cara syafaat.” Hadhrat Masih Mau’ud as Kemudian mendapat pemberitahuan dari Allah Ta’ala, ‘man dzalladzii yasyfa’u indahu illaa bi idznih’ (siapakah yang dapat memberi syafaat kehadirat-Nya, kecuali dengan izin-Nya? Seolah-olah Allah berfirman, siapakah yang memberi izin kepada engkau untuk memberi syafaat?). Beliau As. bersabda, “Mengetahui hal ini aku pun menjadi gemetar karenanya dan Allah Ta’ala melihat keadaan diriku lalu beberapa waktu kemudian Dia berfirman, ‘Innaka antal-majaaz’, yakni, ‘Kini engkau telah mendapat izin untuk memberi syafaat.” Kemudian beliau As. berdoa dan dengan karunia Allah Ta’ala, anak tersebut akhirnya dapat sembuh dan hidup dengan usia panjang.[15]

Ada satu hadis yang juga mengemukakan bahwa Hadhrat Muhammad Musthafa Rasulullah Saw pun memberi syafaat atas seizin Allah Swt. Suatu bagian dari sebuah hadis panjang.[16]

Ada suatu riwayat hadis (berkaitan dengan syafaat). Ziad bin Abi Ziad, seorang ghulam (pelayan) dari kabilah Bani Maqsum mendengar dari pembantu Nabi Saw. bahwa Nabi Saw. biasa menanyakan kepada pelayan beliau saw., ‘Adakah keinginan engkau?’ Rawi menceritakan bahwa suatu hari si pelayan berkata: ‘Ya Rasulullah, aku memiliki suatu permintaan.’ Nabi Saw. menanyakan, ‘Apakah keinginan engkau itu?’ Si pelayan menjawab, ‘Saya mohon tuan bersedia memberi syafaat kepada saya pada Hari Qiamat.’ Rasulullah Saw bertanya, ‘Siapakah yang menyebabkan tuan tertarik kepada perkara ini ?’ Sahabat itu menjawab: ‘Tuhanku.’ Rasulullah Saw menjawab: ‘Mengapa tidak?! Akan tetapi, tuan pun hendaknya membantuku dengan cara banyak-banyak bersujud [yakni beribadah] kepada Allah Ta’ala.’[17]

Walhasil, jika kita menginginkan adanya syafaat, maka rajin-rajinlah bersujud kepada Allah Swt. Yakni, syafaat tidak akan terjadi dengan bersujud di kuburan; melainkan, hanya dengan cara banyak beribadah kepada Allah Ta’ala dengan sepenuh ikhlas.

Sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Hadhrat Abu Hurairah r.a., adalah sebagai berikut: ‘Suatu kali aku bertanya kepada Rasulullah saw.: ‘Yaa Rasulallah, man as’adun-naasi bi syafaa’atika ?  Yakni, ‘Ya Rasulullah, siapakah yang paling beruntung di antara manusia dikarenakan mendapat syafaat tuan pada Hari Qiamat ?’ Rasulullah saw. menjawab: ‘Wahai Abu Hurairah, aku memang telah menduga, tak ada orang lain yang akan bertanya tentang perkara ini sebelumnya selain engkau. Karena aku menyaksikan hasrat kuat engkau berkenaan dengan Hadith, kelak. [Rasulullah saw. melanjutkan:] ‘As’adun naasi bi syafaa’atii man qoola laa ilaaha illallaahu kholiishan min qolbihi aw nafsihii’, yakni, ‘Orang yang paling beruntung pada Hari Kiamat karena memperoleh syafaatku adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha iIllallooh dengan setulus kalbu dan sepenuh jiwa’[18]. Walhasil, dikarenakan di sini disebutkan: ‘Banyak mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah dengan setulus qalbu’, maka hal itulah yang memberi makna suatu syafaat.

Barangsiapa yang ikhlas mengucapkan, ‘Allahu laa ilaaha illa huwa’ dalam hati mengimani dan mengucapkannnya juga dan dalam dirinya tidak ada sifat mendua perihal itu maka itulah hal yang prinsip dan pokok mendasar bagi orang-orang yang berhak mendapat syafaat. Orang-orang seperti itulah yang mendapat syafaat dari Hadhrat Nabi Saw. Allah Ta’ala memerintahkan beliau Saw seperti tercantum dalam Alquran agar mengumumkan hal berikut, “Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, kemudian Allah pun akan mencintaimu dan akan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” (Q.S. Ali Imran, 3 : 32).

Ayat ini merupakan pernyataan terbuka bagi kaum Yahudi dan kaum Kristen bahwa, “Klaim kalian bahwa kalianlah kekasih-kekasih dan anak-anak Tuhan, khususnya kepada kaum Kristen yang mengatakan telah beriman kepada Anak Tuhan dan karenanya menjadi kekasih Tuhan atau mengklaim, ‘Dia telah bangkit untuk menjadi Juru Selamat kami’. Allah Ta’ala berfirman, “Pernyataan (klaim) kalian tak ada artinya apa-apa”.

Sekarang hanya dengan menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. sajalah seseorang dapat menjadi kekasih Allah Ta’ala. Ini adalah tantangan bagi semua pemeluk agama sekaligus juga tantangan kepada kita kaum Muslimin agar jangan hanya sebatas namanya saja Muslim, melainkan, harus berusaha sekuat tenaga untuk mengikuti suri tauladan Hadhrat Muhammad Musthafa Rasulullah Saw; dan beliau Saw. Adalah wujud yang paling mengenal sifat-sifat Allah Ta’ala dan kepada-Nyalah hidup beliau dipersembahkan dengan mewarnai diri dengan sifat-sifat-Nya tersebut. Jadi, apabila kita memang menghendaki syafaat beliau, maka kita pun wajib mengamalkan sunnah beliau Saw; melihat perilaku beliau Saw.; melaksanakan berbagai perintah Alquran dalam kehidupan kita karena mengenai Hadhrat Nabi Saw., Hadhrat ‘Aisyah r.ha. mengatakan, “كان خُلُقه القرآن”  (kaana khuluquhul quraan) keistimewaan dan keagungan beliau ialah setiap perbuatan, perkataan dan amalan beliau Saw. sesuai dengan ajaran Alquranul Karim.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda mengenai ayat ini, “Alquran Syarif (mulia) banyak menyebutkan syafaat Hadhrat Muhammad Musthafa Rasulullah Saw di berbagai tempat; yang salah satunya adalahقُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ  Terjemahan ayat itu sebagai berikut, ‘Katakanlah, “Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, kemudian Allah pun akan mencintaimu dan akan mengampuni dosa-dosamu”.’

“Kini, Perhatikanlah bahwa dengan jelas ayat ini mengatakan kepada kita, bahwa setiap orang dapat menjadi mereka yang dikasihi Allah, dengan cara membiasakan diri mengikuti jejak langkah Rasulullah saw. dengan penuh kecintaan, rasa hormat dan ketaatan. Dampak pentingnya ialah manusia menjadi kekasih Allah dan dosa-dosanya diampuni.”

Beliau As. pun bersabda, “Jika seseorang telah demikian banyak mengkonsumsi racun dosa, maka penawarnya adalah kecintaan, ketaatan dan kelekatan [terhadap Rasulullah Saw], yang serta merta akan menghilangkan dampak buruk dari racun tersebut. Sebagaimana melalui pengobatan, seseorang disembuhkan dari penyakitnya, begitulah orang dapat terbebaskan dari segala dosanya. Sebagaimana cahaya sanggup mengusir kegelapan, begitu pula suatu penawar racun atau antidote mampu menghilangkan dampak buruk dari racun berbagai dosa dan api menghanguskan demikian pun dampak ketaatan dan kecintaan yang hakiki [kepada Rasulullah Saw]”[19]

Jadi, bagi seorang Muslim, upaya yang hendaknya dan harus dilakukan ialah ketaatan yang benar dan meneladani Nabi Saw. Bila mengamalkan hal itu maka ia menjadi pengikut yang sebenarnya dari Nabi saw. Dengan melakukan hal itu ia juga, beliau saw. dapat berkenan menunaikan hak-hak bagi umat sejati beliau dan karenanya seorang manusia, seorang Muslim, seorang Muslim sejati menjadi pewaris doa-doa yang dipanjatkan oleh Nabi Saw. bagi umat beliau Saw. Hadhrat Masih Mau’ud as lebih lanjut membukakan rahasia tentang perkara ini,

“Hendaknya jangan pernah sekali-kali menganggap bahwa syafaat itu tidak penting. Kita beriman, syafaat adalah haq (suatu hal yang benar), secara jelas tercantum dalam nash (Alquran), وصَلِّ عليهم إنّ صلاتَك سَكَنٌ لهم ‘wa sholli ‘alaihim inna shalaataka sakanun (l) lahum, yakni, “Dan berdoalah untuk mereka; sesungguhnya doa engkau dapat menjadi sumber ketenteraman bagi mereka…” (Q.S. At-Taubah, 9: 103). Inilah falsafah syafaat. Ialah, kebatilan yang disebabkan oleh sifat demi untuk mencari keuntungan pribadi telah menjadi dingin. Hasil nyata dari syafaat mengatakan kepada kita, ‘Maut telah menjemput kehidupan yang bergelimang dosa, dan keelokan rohani telah mampu mendinginkan berbagai desakan maupun keinginan pribadi; yang dengan perantaraannya pokok-pokok dosa tertutup dan kebalikannya, kebaikan-kebaikan bermula. Jadi, masalah syafaat tidak bisa dilepaskan dengan amal perbuatan bahkan (syafaat) adalah penggerak amal hasanah (kebaikan).” Syafaat menjadi faktor penggerak amal-amal kebaikan.

Beliau As. bersabda, “Orang-orang bodoh yang tidak paham mengenai falsafah syafaat mengajukan kekberatan. Mereka beranggapan syafaat dan kafarat (penebusan) sebagai satu hakikat padahal tidak bisa demikian. Akidah (kepercayaan) kafarat (penebusan) merasa cukup (merasa tidak perlu) dari melakukan amal-amal kebaikan (Saudara fulan menebus saya dan dosa saya ditanggungnya dan karenanya saya tak merasa perlu melakukan kebaikan lagi. Inilah penebusan. Saat ini kaum Kristen merasa puas memiliki kepercayaan bahwa Hadhrat Isa mengalami kematian terkutuk demi mereka (na’udzu billaah) maka telah tertebus (dosa mereka). Oleh karena itu, penebusan membuat seseorang kosong dari amal kebajikan). Beliau As. bersabda, “Syafaat menjadi penggerak amal kebajikan. Sesuatu yang dalam dirinya tak terdapat falsafah maka ia adalah sia-sia adanya. Kami menyatakan bahwa esensi mendasar Islam, akidah-akidahnya dan setiap ajaran Islam pasti di dalamnya terdapat falsafah dan hikmah serta bersamanya terdapat sifat dan dasar ilmiah yang tidak terdapat dalam agama-agama lainnya.”

Beliau As. bersabda, “Bagaimana caranya syafaat menggerakkan perbuatan kebajikan?” (pertanyaan ini diajukan) “Jawaban dari pertanyaan ini pun hanya bisa ditemukan dalam Alquran Syarif dan cukup jelas bahwa corak penebusan tidak ada dalam Alquran.” (seperti dipercayai kaum Kristiani).  “Karena dengannya (ajaran Alquran itu) tidak memusatkan ajarannya seputar kafarat yang dengannya akan memunculkan kelalaian dan kemalasan.” (Apabila ajaran berputar sekitar penebusan maka akan muncul kelalaian dan kemalasan untuk berbuat amal baik) “Namun Dia berfirman, وإذا سألك عبادي عني فإني قريب ‘wa idza sa-alaka ‘ibaadii ‘annii fainnii qoriib’ “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang aku maka katakanlah, Aku dekat.” setiap  [Al Quran Karim menyatakan:] yakni, [‘Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, katakanlah, Sesungguhnya] Aku dekat!.’ (Q.S. Albaqarah, 2 : 187). Ayat ini pun mengungkapkan kepada kita mengenai rahasia makbuliyatnya doa-doa. Ialah dengan cara menanamkan keyakinan yang sempurna kepada kekuasaan Allah Subhana wa Ta’ala, dan juga senantiasa yaqin, bahwa Dia itu dekat. Dan dalam keadaan beriman bahwa Dia mendengar setiap seruan. “Banyak sekali doa yang ditolak yang rahasia dibalik itu ialah orang berdoa dalam keadaan memiliki kelemahan iman. Oleh karena itu, adalah penting agar doa layak dikabulkan karena apabila tiadanya syarat-syarat doa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala maka sekalipun seluruh nabi ikut berdoa besertanya niscaya tidak akan mencapai tingkat dikabulkan, tidak akan bermanfaat dan tidak akan berdampak apa-apa.” (Agar doa seseorang dikabulkan, hendaknya ia membawa berdasarkan syarat-syarat yang syarat-syarat ialah ‘fattabi’uuni’ “maka hendaklah engkau mengikutiku, ikutilah jejak langkah teladan Hadhrat Nabi Saw., beramallah sesuai Alquran Karim!”) Beliau As. bersabda, “Patut bagi kalian untuk merenungkan hal ini bahwa satu sisi Allah Ta’ala berfirman dengan menunjuk Nabi Muhammad Saw. agar, صَلِّ عليهم إنّ صلاتَك سَكَنٌ لهم ‘sholli ‘alaihim inna sholaataka sakanun (l) lahum’ “Berdoalah untuk mereka, (Wahai Nabi!) karena sesungguhnya doa engkau menjadi sarana penyejuk untuk mereka.” Api semangat dan gairah menjadi sejuk. Sisi selanjutnya فليستجيبوا لي ‘fal yastajiibuu lii’ “maka hendaklah mereka menyambut-Ku” juga Dia perintahkan demikian. Dalam dua ayat tersebut terdapat hubungan erat antara orang yang berdoa dan upaya berdoa yang dari hubungan-hubungan ini memunculkan natijah-natijah, hal mana dapat diketahui.” (Seseorang tentunya mengetahui hubungan erat antara berdoa (melakukan perbuatan doa) dengan orang yang berdoa. Natijah (hubungan sebab-akitab) antara keduanya pun diketahui. Seseorang yang memohon kepada Allah dengan sepenuh amalan dan memperlihatkan keimanan sempurna yang dengan itu seseorang menjadi pewaris doa-doa yang dipanjatkan oleh Hadhrat Nabi Saw. untuk umat beliau Saw. Dampak dari hal itu akan muncul dan dapat disaksikan.) “Karena dengan cara itulah tidak akan berputar soal syafaat Hadhrat Nabi Saw. dan cukup doa saja serta tak melakukan apa pun. Namun demikian,  tak juga dikatakan bahwa untuk mencapai falah (kesuksesan rohani) tidak memerlukan atau tidak menganggap penting syafaat dan doa Hadhrat Nabi Saw..”[20]

Jadi, hendaknya manusia dengan amal perbuatannya bersimpuh di hadhirat Tuhan dengan penuh ketulusan, beribadah kepada-Nya dan memohonkan keperluan kepada-Nya yang merupakan hal-hal yang membuatnya menjadi umat hakiki Nabi Muhammad Saw.

Oleh karena itulah ada satu kutipan lagi dari Hadhrat Masih Mau’ud as yang bersabda, “Doa-doa hanya akan membawa faedah kepada orang yang mau meng-ishlah (memperbaiki) dirinya dan menegakkan hubungan yang benar dengan Tuhan Yang Mahaluhur. Siapa saja rasul yang sudah berkenan untuk memberikan syafaat, namun orang yang ditujunya itu tidak ada ishlah dalam dirinya dan tidak hendak keluar dari kungkungan kehidupan ghaflat (lalai)nya, tentulah syafaat tersebut tak akan mencapai orang itu.”[21]

Sebuah hadis menyebutkan, Dari Abu Hurairah (radhiyalloohu Ta’ala ‘anhu) mengatakan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam) bersabda, “Bagi setiap nabi ada doa istimewa yang dipanjatkannya dan aku ingin doa istimewaku ialah semoga doa-doaku menjadi syafaat bagi umatku hingga hari kiamat.”[22]

Semoga Allah Ta’ala membuat diri kita maupun generasi penerus kita hingga hari kiamat sebagai umat hakiki Hadhrat (Muhammad Musthafa) Saw, sehingga kita pun memperoleh karunia syafaat beliau Saw. tersebut.

            Selanjutnya dengan ini saya sampaikan beberapa doa istimewa Hadhrat Masih Mau’ud as di dalam buku beliau ‘Aina Kamalati Islam’, yang berkaitan dengan syafaat, ialah:

            Terjemahan doa diatas yaitu, “Ya Rabbku, karuniailah Rasul Karim yang berasal dari antara kami ini ganjaran pahala yang teristimewa dari berbagai ganjaran yang dapat diberikan kepada siapapun di antara manusia. Dan biarkanlah maut datang menjemput kami manakala kami tengah mengikuti [langkah teladan beliau], dan muliakanlah derajat kami pada Hari Qiamat manakala kami termasuk Umatnya yang hakiki; dan perkenankanlah kami meminum dari sumber mata air rohani beliau, serta jadikanlah mata air rohani beliau tersebut sebagai sumber penyembuh bagi kami. Dan jadikanlah beliau sebagai juru syafaat kami, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti, disebabkan makbulnya syafaat beliau. Ya Allah, kabulkanlah doa-doa kami, dan tempatkanlah kami di dalam lindungan-Mu.”[23]

Kemudian di satu tempat beliau as. berdoa,

            “Ya Allah, kirimlah karunia dan salam atas juru syafaat ini, yang syafaatnya makbul, yang juga menjadi juru selamat bagi seluruh umat manusia.”[24]

Kemudian beliau as. berdoa,

            ‘Ya Allah, dengarlah doa-doa hamba demi untuk kebaikan kaum hamba, dan juga berbagai permohonan hamba demi untuk perbaikan saudara-saudara hamba. Hamba memohon kepada Engkau melalui keberkatan Nabi Engkau, Khatamun Nabiyin dan juga juru syafaat yang makbul bagi para pendosa.’[25]

            Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda mengenai kedudukan Hadhrat Nabi (Muhammad) Saw. yang merupakan kutipan terakhir (dalam khotbah ini) sebagai berkut:

“Bagi bagi umat manusia di atas permukaan bumi ini kini tidak ada Kitab lain kecuali  Quran Syarif,  dan bagi seluruh Bani Adam kini tidak ada seorang Rasul juru syafaat selain Muhammad Musthafa saw., maka berusahalah  untuk menaruh kecintaan yang setulus-tulusnya kepada Nabi agung itu, dan janganlah meninggikan seseorang selain beliau dalam segi apa pun, agar di langit kamu dicatat dalam daftar orang-orang yang memperoleh najat (keselamatan).  Dan ingatlah, bahwa najat bukanlah hal kamu sekalian akan nampak  nanti sesudah mati (di  akhirat), melainkan   najat  yang hakiki ialah yang   memperlihatkan cahayanya di alam dunia ini juga.

Siapakah yang beroleh najat itu? Ialah dia yang berkeyakinan bahwa Tuhan benar-benar ada  dan bahwa Muhammad saw. adalah Juru Syafaat yang menjadi penengah (washilah) antara Tuhan dan seluruh makhluk, bahwa di bawah bentangan langit ini tidak ada Rasul lain  semartabat dengan beliau, dan tidak ada Kitab lain semartabat dengan Quran Syarif, bahwa Tuhan tidak menghendaki siapa pun untuk hidup selama-lamanya, akan tetapi Nabi pilihan ini hidup untuk selama-lamanya. Untuk menjadikan beliau tetap hidup selama-lamanya, Tuhan telah meletakkan dasar demikian, ialah Dia mengalirkan  keberkataan-keberkatan syariat dan keberkatan ruhani terus hingga Kiamat. Dan pada akhirnya  karena  berkat ruhani beliau saw. Dia mengutus Masih Mau’ud ke dunia ini, yang kedatangannya sangat diperlukan guna menyempurnakan pembangunan gedung Islam, sebab hal demikian itu diperlukan karena dunia ini jangan habis sebelum kepada umat Muhammad saw. seorang Masih diutus,   seperti halnya telah diutus seorang Masih kepada umat Musa. Hal itulah yang diisyaratkan oleh ayat berikut:

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦)  صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

 (Tunjukilah  kami pada jalan yang lurus, yaitu  jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat” Al-Fatihah, 1: 6-7)[26]      Kini, manusia dan nabi yang senantiasa hidup adalah pribadi (dzat) Hadhrat Nabi Saw., yang dengan faidh (karunia)nya kita mendapat pula karunia disebabkan mencari-cari keberkatan rohani beliaulah kita pun mmperoleh kiriman Hadhrat Masih Mau’ud a.s..

Semoga Allah Ta’ala memberi kita taufik corak hakiki dan sedemikian kuatnya senantiasa membuat keterkaitan ini semakin erat. Semoga Allah Ta’ala pula memberi kita taufik agar selalu dimasukkan kedalam golongan orang yang demikian kuatnya memiliki keterkaitan dengan jemaat (golongan) Almasih dan Almahdi ini; Jemaat nabi Allah ini yang mana merupakan khadim setia yang datang sesuai janji Hadhrat (Muhammad) Saw.; dan semoga menjadi dan senantiasa berupaya termasuk kedalam golongan ‘mun’am ‘alaihim (orang-orang yang mendapat nikmat) dengan karunia Allah. (Aamiin)

 Penerjemah : Mahmud Ahmad Surahman[27]

[1] Para wali [dianggap wali] yang memiliki murid sangat banyak.

[2] Orang bergaya sangat miskin yang dianggap suci dan makbul doanya.

[3] Orang yang memiliki kedekatan terhadap Tuhan dan selalu makbul doanya.

[4] Abul Hassan Ali Ibn Usman al-Jullabi al-Hajvery al-Ghaznawi or Abul Hassan Ali Hajvery (terkadang dilafalkan Hujwiri, Hajweri, Hajveri), dikenal juga dengan Daata Ganj Bakhsh (Persia/Punjabi) (yang artinya tuan penganugerah harta kekayaan) atau Daata Sahib (Persia/Urdu) adalah seorang sufi keturunan Persia dan seorang cendekiawan hidup pada abad 11. Ia berkontribusi dalam penyebaran agama Islam di Asia Selatan. Ia lahir pada sekitar tahun 990 dekat Ghazni, Afghanistan pada masa kekaisaran Ghaznawi dan wafat di Lahore (saat ini masuk Punjab, Pakistan) pada tahun 1077 Masehi. Karyanya yang paling terkenal ialah Kashf Al Mahjub (“Unveiling the Veiled” ‘Penyingkap yang Tertutup’), tertulis dalam bahasa Persia (bahasa kaum elit istana dan terpelajar masa itu). http://en.wikipedia.org/wiki/Ali_Hujwiri

[5] Al-Hakam adalah salah satu sifat Allah. Dzat yang membeda kan antara orang celaka dan orang beruntung, dengan pahala dan siksaan. Al Hakam berasal dari kata hakama yang menurut bahasa artinya pelaksanaan atau pemenuhan, yang memisahkan antara dua perkara, dan menghalangi atau merintangi. Manusia yang berperan sebagai hakam menyerap dan mengamalkan sifat tersebut. Berakhlak dengan ism ini mengharuskan anda menjadi hakim antara hati dan jiwa anda, dengan jalan anda harus memperlakukan antara keduanya dengan adil dan meninggalkan tuntutan dan penyelewengan.

[6] Adil dalam bahasa arab ‘adl yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukm, dan sebagainya. ‘Adl juga berarti pengantara; pemisah; wasit. Al-’Adl (Yang Maha Adil) adalah juga salah satu sifat Allah.

[7] Beato Paus Yohanes Paulus II (Latin: Ioannes Paulus PP. II, Italia: Giovanni Paolo II, Polandia: Jan Paweł II, Inggris: John Paul II) yang nama aslinya: Karol Józef Wojtyła, lahir di Wadowice, Polandia, 18 Mei 1920 – meninggal di Istana Apostolik, Vatikan, 2 April 2005 pada umur 84 tahun adalah Paus, Uskup Roma, dan kepala Gereja Katolik Roma sejak 16 Oktober 1978 hingga kematiannya. Dia juga pemimpin dari Negara Kota Vatikan, negara berdaulat dengan luas terkecil di dunia. http://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohanes_Paulus_II

[8] Lecture Sialkot, Ruhani Khazain jilid 20 halaman 236

[9] Murid utama

[10] Malfuzhat jilid 2 halaman 159-160 terbitan Rabwah

[11] Sunan at Tirmidzi Kitab Fadhailul Quran bab maa jaa-a fii Fadhli Surah Al-baqarah wa ayatul Kursi hadis 2878

[12] Sunan ad Darimi kitab Fadhailul Quran bab Fadhlu Awal Surah Baqarah wa ayatul Kursi hadis 3383

[13] Report (Laporan) Jalsah Salanah 1897 penyusun Yaqub Ali Shahib ‘Irfani halaman 138 Qadian 1899.

[14] Ibid.

[15] Haqiqatul Wahyi, Ruhani Khazain jilid 22 halaman 229

[16] Sunan Ad Darimi Kitabur Riqaq bab fisy Syafa’ah hadits 2806

[17] Musnad Ahmad ibni Hanbal jilid 5 halaman 517 hadis khadimun Nabiyyi hadits nomor 16173 ‘Alimul Kitab, Beirut (Lebanon) 1998

            عَنْ زِيَادِ بْنِ أَبِي زِيَادٍ مَوْلَى بَنِي مَخْزُومٍ عَنْ خَادِمٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٍ أَوْ امْرَأَةٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا يَقُولُ لِلْخَادِمِ أَلَكَ حَاجَةٌ؟ قَالَ حَتَّى كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ حَاجَتِي.. قَالَ وَمَا حَاجَتُكَ؟ قَالَ حَاجَتِي أَنْ تَشْفَعَ لِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ. قَالَ وَمَنْ دَلَّكَ عَلَى هَذَا؟ قَالَ رَبِّي. قَالَ: فَأَعِنِّي بِكَثْرَةِ السُّجُودِ. (مسند أحمد، مسند المكيين)

[18] HR. Imam Bukhari No.99. Kitab Al-Ilm, Bab “Al-Hirsh ‘ala Al-Hadits

            عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللهِ r لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ.. أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لا إِلَهَ إِلا اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ. (البخاري، كتاب العلم)

[19] Ishmatul Anbiyaa ‘alaihimussalam, Ruhani Khazain jilid 18 halaman 680

[20] Malfuzhat jilid 2 halaman 701-702 cetakan Rabwah

[21] Malfuzhat jilid 3 halaman 172 cetakan Rabwah

[22] Kitab Hadis Shahih Bukhari Kitabud Da’waat dan Shahih Muslim Kitabul Iman bab Ikhtibaain Nabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallama Da’watasy Syafaa’ati li-ummatihi hadits no. 487

(‘likulli nabiyyin da’watun mustajaabatun yad’uu bihaa wa uriidu an ukhtiba-a da’watii syafaa’atun li ummatii fil aakhirati’)

[23] Ainah Kamaalaati Islam, Ruhani Khazain jilid 5 halaman 365-366

“رب.. اجْزِ منا هذا الرسولَ الكريم خير ما تجزي أحدا من الورى. وتَوفَّنا في زمرته، واحشرنا في أمته، واسقنا من عينه، واجعلها لنا السُقْيا. واجعله لنا الشفيع المشفع في الأولى والأخرى. رب.. فتقبل منا هذا الدعاء، وآوِنا هذا الذَّرى.”

 ‘Rabbi ijzi minna haadzar Rasuulal Kariima khaira maa tajzi ahadan minal wara wa tawaffanaa fi zumratihii wahsyurnaa fii ummatihii wasqinaa min ainihii wajalhaa lanas suqyaa wajalhu lanasy syafii’al musyaffa’a fil uula wal ukhra. Rabbi fataqabbal minnaa haadzad du’aa-a wa aawina haadzadz dzuraa.

[24] Ainah Kamaalaati Islam, Ruhani Khazain jilid 5 halaman 5

“اللّهمّ فصلِّ وسلِّمْ على ذلك الشفيع المشفَّـع المنجي لنوع الإنسان.”

‘Allahumma fashalli wa sallim ‘alaa dzaalikasy syafii’il musyaffa’il munajji linau’il insaani’

[25] Aainah kamalaati Islam, Ruhani Khazain jilid 5 halaman 22

“ربِّ يا ربّ، اسْمعْ دعائي في قومي، وتضرّعي في إخوتي. إنّي أتوسّل إليك بنبيّك خاتم النبيّين، وشفيعٍ ومشفَّعٍ للمذنبين.”

‘Rabbi yaa rabbi isma’ du’aa-ii fii qaumii wa tadharru’ii fii ikhwatii. Inni atawassalu ilaika binabiyyika khatamin nabiyyiina. Wa syafii’i wa musyaffain lilmudznibiina’

[26] Kisyti Nuh, Ruhani Khazain, jilid 19 halaman 13-14

[27] Pengeditan terjemah khotbah ini diperbandingkan dengan teks bahasa Urdu khotbah Hadhrat Khalifatul Masih V a.t.b.a. yang bisa didownload dari website resmi Jemaat Ahmadiyah internasional, www.alislam.org  bagian library (perpustakaan) Urdunya.

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.