Ahmadiyah Islam Damai
Apakah Ahmadiyah itu?
Ahmadiyah adalah Jamaah Islam yang beraktivitas dalam bidang keagamaan, tidak berpolitik. Bertujuan mengembalikan Islam kepada bentuk yang asli sebagaimana Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Jamaah ini didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as atas perintah Allah ta’ala. Beliau memproklamirkan diri sebagai Al-Masih dan Al-Mahdi yang dijanjikan.[1]
Sebagai pohon yang ditanam oleh Allah Ta’ala, kini Ahmadiyah telah berkembang di 209 negara. Jamaah ini berupaya untuk menyiarkan Islam ke seluruh dunia secara damai demi kecintaan kepada umat manusia dengan kekuatan argumentasi (hujjah), bukti (bayyinah), takwa dan doa, tanpa kekerasan dalam bentuk apapun. Pendek kata Ahmadiyah didirikan untuk memajukan, memperbaiki dan memperindah Islam, sebagaimana doa Pendirinya:
وَأَعِدْبِيْ سَحْنَتَهُ وَحِبْرَهُ وَ سِبْرَهُ
“Dan, wahai Tuhanku, kembalikanlah dengan perantaraanku kemajuannya Islam, kebaikannya dan keindahannya. [2]
Tujuan Ahmadiyah
Jamaah Islam Ahmadiyah ini didirikan disaat umat Islam mengalami perpecahan dan saling bermusuhan. Ini satu bukti bahwa Allah ta’ala masih mencurahkan kasih sayang dan rahmatnya kepada umat Islam dengan mengutus Al-Masih dan Al-Mahdi dengan pertolongan-Nya berupaya menyatukan kembali kaum Muslimin dalam satu Jamaah Islam. Allah ta’ala telah memerintahkan kepada beliau as melalui Wahyu yang diterima tanggal 20 November 1905:
أَجْمَعُوْا مَنْ فِى الْاَرْضِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ لِيَجْتَمِعُوا عَلَى دِيْنٍ وَاحِدٍ
“Kumpulkanlah orang Islam di bumi agar mereka berhimpun di atas agama yang satu.” [3]
Salah satu tujuan perjuangan Ahmadiyah adalah menyiarkan Islam yang hakiki khususnya pemahaman yang salah tentang Islam dan memperbaiki perilaku umat Islam sendiri agar sesuai dengan ajaran Islam.
Upaya lain tentang penyebaran Islam yang dilakukan oleh Imam Ahmadiyah, Hadhrat Khalifatul Masih ke 5, Mirza Masroor Ahmad dengan mengunjungi negara-negara besar di Eropa, Amerika, Australia, Afrika dan Asia dengan semangat:
اَلْحُبُّ لِلْجَمِيْعِ لاَ كَرَاهِيَةَ لِأَحَدٍ
Love for All, Hatred for None
Cinta untuk semua, tiada kebencian bagi siapapun
Guna memberikan pemahaman yang benar tentang Islam pendiri Ahmadiyah telah menulis buku lebih dari 80 buku dan ratusan makalah, demikian juga para Khalifatul-Masih penerus kepemimpinan beliau juga telah menulis buku ini tulislah sesuai dengan kebutuhan zamannya. Ahmadiyah mempunyai program menerbitkan Al-Quran dengan terjemah dan tafsirnya dalam 100 bahasa, kini sudah tercapai dalam 70 bahasa. Patut diingat bahwa Shareef Odeh, Amir Jemaat Ahmadiyah Kababir, Israel telah bertemu dengan Paus Benedictus XVI dan mempersembahkan kepadanya Al-Quran dan terjemahannya dalam bahasa Itali. Shareef Odeh juga mempersembahkan surat dari Khalifatul Masih ke-5, Pemimpin Internasional Jemaat Muslim Ahmadiyah kepada Paus serta Imam Tinggi lainnya di Vatikan pada tanggal 10 November 2011 .
Muslim Yang Diidolakan Ahmadiyah
Semangat dan perilaku Muslim Ahmadi yang diinginkan Pendirinya, Al-Masih dan Al-Mahdi as adalah seperti semangat dan perilaku para sahabat Rasulullah saw, khususnya Khilafaur-Rasyidin, yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, Umar bin Khaththab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra, sebagaimana sabda Al-Masih dan Al-Mahdi berikut:
إِنَّنِيْ أَعْلَمُ أَنَّ الْمَرْءَ لاَ يُصْبِحُ مُؤْمِنًا وَ مُسْلِمًا مَالاَ يَصْطَبِغُ بِضِبْغَةِ أَبِيْ بَكْرٍ وَ عُمَرَ وَ عُثْمَانَ وَعَلِيّ رِضْوَانَ اللهِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ. فَلَمْ يَكُوْنُوْا يُحِبُّوْنَ الدُّنْيَا بَلْ كَانُوْا قَدْ وَقَفُوْا حَيَاتَهُمْ فِىْ سَبِيْلِ اللهِ
“Sungguh aku mengetahui, bahwa tidak ada orang yang dapat menjadi Mukmin (orang beriman) atau Muslim (orang Islam) yang sebenarnya sebelum menyerap semua corak sifat-sifat Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra, Ali ra; mereka ini tidak cinta dunia, melainkan mewakafkan kehidupan mereka di jalan Allah semata. [4]
[1] Khalifatul Masih V, Majalah At-Taqwa, jilid 12 Jumadil-Ula dan Tsaniah 1432 H/April 2012
[2] Ainah Kamalati Islam, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, hal. 6, 1893 M
[3] Al-Hakam, Jilid 9, nomor 41, tanggal 24 November 1905
[4] Lecture Ludhiana, Ruhani Khazain jilid 20 halaman 294