إِذ قالَ اللَّهُ يا عيسىٰ إِنّي مُتَوَفّيكَ وَرافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذينَ كَفَروا وَجاعِلُ الَّذينَ اتَّبَعوكَ فَوقَ الَّذينَ كَفَروا إِلىٰ يَومِ القِيامَةِ ۖ ثُمَّ إِلَيَّ مَرجِعُكُم فَأَحكُمُ بَينَكُم فيما كُنتُم فيهِ تَختَلِفونَ
“Ingatlah ketika Allah berfirman: “Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mematikan engkau secara wajar dan akan meninggikan derajat engkau di sisi-Ku dan akan membersihkan engkau dari tuduhan orang-orang ingkar dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau unggul di atas orang-orang ingkar, hingga Hari Qiyamat; kemudian kepada-Ku-lah tempat kembalimu, lalu Aku akan menghakimi tentang apa yang diperselisihkan di antaramu. “ (Surat Ali Imran 3: 56)
Nabi Isa as Sudah Wafat Adalah Tajdid
Pembaca yang budiman, keyakinan Isa as masih hidup di langit dengan jasadnya, sebenarnya mengotori keindahan wajah Islam. Keyakinan itu telah diterima oleh sebagian besar kaum muslimin sebelum zaman Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as, meski pada saat itu ada Ulama yang berkeyakinan bahwa Nabi Isa as sudah wafat, namun Ulama yang berpendapat demikian tidak mampu menerangi hati kaum muslimin untuk merubah paradigma mereka, bagaikan bintang yang tertutup awan.
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as pendiri Jamaah Islam Ahmadiyah telah mendakwahkan bahwa Nabi Isa as, penerima Kitab Injil itu, sungguh telah wafat.[1] Dakwah ini merupakan salah satu contoh tajdid (pembaruan) Pemahaman agama kaum muslimin saat itu. Sebab mereka umumnya masih berkeyakinan bahwa Nabi Isa as masih hidup di langit.[2] Ajaran dogmatis demikian hanya berdasarkan penafsiran yang keliru terhadap ayat Al-Quran dan hadist. Maka tidak aneh jika pendapat demikian ini bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran sebagai dalil yang qath’i, yang antara lain menyatakan bahwa manusia itu hidup hanya di bumi (bukan di langit) dan di sana pula mereka memperoleh penghidupan.
Allah swt berfirman:
وَلَقَد مَكَّنّاكُم فِي الأَرضِ وَجَعَلنا لَكُم فيها مَعايِشَ ۗ قَليلًا ما تَشكُرونَ
“Dan sungguh Kami telah menempatkan kamu (manusia) di bumi dan kami jadikan beraneka sumber penghidupan bagimu di sana pula.” (Al-A’raf, 7: 11)[3]
Bukankah Nabi Isa as itu manusia juga? Dan ia memerlukan makan dan minum sebagaimana para Nabi yang lain? (QS 21: 8-10)
Kepercayaan Asli Kristen
Kalau begitu Dari mana asal mula keyakinan bahwa Nabi Isa as itu masih hidup di langit? Secara pasti belum diketahui orang yang pertama menyebarluaskan keyakinan tersebut, tetapi dapat dipastikan bahwa sejak sepeninggal Nabi Muhammad saw keyakinan tersebut sudah masuk ke dalam kaum Muslimin bersamaan dengan berduyun-duyunnya kaum Ahli Kitab masuk Islam. Sebagaimana terlihat dalam beberapa buku Islam. Dan itulah yang disebut Nashraniat, yakni ajaran Nasrani atau Kristen yang masuk ke dalam Islam. (Lihat Tafsir Al-Azhar karangan HAMKA)
Bagi kaum Kristen wajib meyakini Isa Almasih (Yesus Kristus) masih hidup di langit (surga). Keyakinan itu didasarkan atas ajaran Paulus dan kawan-kawannya antara lain terdapat dalam Injil Markus:
“Setelah Tuhan Yesus selesai berbicara kepada mereka, Ia terangkat ke Surga lalu duduk di sebelah kanan Allah”. (Markus 16: 19).
Juga terdapat dalam Injil Lukas:
“Yesus membawa mereka ke luar kota. Ketika sampai di Betania, ia mengangkat tangan-Nya memberkati mereka, Ia terangkat dan naik ke Surga, mereka menyembah Dia, lalu kembali ke Yerusalem dengan penuh sukacita.” (Lukas, 24: 50-52).
Atas dasar ayat-ayat Injil ini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan tentang Nabi Isa as atau Yesus Kristus masih hidup di langit adalah kepercayaan asli Kristen.
Dalil dan Bukti Nabi Isa Sudah Wafat
Allah telah menyatakan dengan jelas dan tegas dalam Al-Quran bahwa Nabi Isa as itu telah diwafatkan sejarah wajar.
Allah swt berfirman:
إِذ قالَ اللَّهُ يا عيسىٰ إِنّي مُتَوَفّيكَ وَرافِعُكَ إِلَيَّ
“Ingatlah ketika Allah berfirman: ‘Wahai Isa sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau (secara wajar) dan akan meninggikan (derajat) engkau di sisi-Ku.” (Ali Imran 3: 56)
Kata “tawaffa” jika subjeknya Allah artinya mencabut nyawa. Kata ini digunakan dalam Al-Quran sebanyak 25 kali. 23 kali berarti mencabut nyawa ketika dimatikan dan 2 kali berarti mengambil nyawa pada waktu tidur, tetapi perlu diingat bahwa dalam dua ayat itu ditambahkan kata keterangan “manaam” atau “lail” artinya tidur atau malam (QS 39:43; 6:61). Jadi tidak ada arti lain bahwa “tawaffa” yang ditunjukkan kepada Nabi Isa as itu adalah diambil nyawanya, ketika rambut beliau telah berubah (QS 3:47), alias beliau as sudah lanjut usia, karena ayat-ayat itu tidak disertai kata manaam atau lail, yang artinya tidur atau malam.
Menurut hadis Rasulullah saw nyawa Nabi Isa as dicabut ketika beliau as berusia 120 tahun.[4] Sahabat, Abu Bakar As–Shiddiq ra juga berkeyakinan bahwa semua nabi sebelum Nabi Muhammad saw telah wafat. Buktinya tatkala Nabi Muhammad saw wafat, Umar bin Khathab ra berdiri di Masjid Nabawi dengan pedang terhunus di tangan beliau dan berkata, “Barangsiapa mengatakan bahwa Muhammad Rasulullah saw telah wafat, aku akan memenggal batang lehernya. Beliau tidak wafat tetapi telah pergi kepada Tuhannya, seperti Nabi Musa as pernah pergi kepada Tuhannya dan menghukum orang-orang munafik. Abu Bakar Ash-Shiddiq ra yang telah menyaksikan ke tempat peristiwa Rasulullah saw wafat itu dengan tegas menyuruh Umar Bin Khathab ra untuk duduk, dan sementara beliau ra memberi wejangan kepada kaum muslimin yang telah berkumpul di masjid. Beliau ra membacakan ayat Al-Quran:
وَما مُحَمَّدٌ إِلّا رَسولٌ قَد خَلَت مِن قَبلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِن ماتَ أَو قُتِلَ انقَلَبتُم عَلىٰ أَعقابِكُم
“Dan Muhammad tidak lain hanyalah seorang rasul, sesungguhnya telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Maka, jika ia mati atau terbunuh, akan berpalingkah kamu atas tumitmu? (Ali Imrah, 3: 145)
Berkat ayat Al-Quran ini mereka yakin bahwa Rasulullah saw sunguh-sungguh telah wafat (mati). Ayat ini menjadi bukti yang tidak dapat dibantah lagi bahwa Nabi Isa as juga telah meninggal dunia, karena jika tidak demikian dalil yang diucapkan sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq ra pasti tidak dapat membungkam sahabat Umar bin Khathab ra dan kaum muslimin yang ragu-ragu tentang wafatnya Nabi Muhammad saw pada saat itu. Peristiwa di atas merupakan “ijma’ para sahabat yang pertama”, yang tidak mungkin diingkari. Oleh karena itu sahabat Abdullah Ibnu Abbas ra menafsirkan penggalan ayat:
اِنِّى مُتَوَفِّيْكَ اَىْ اِنِّى مُمِيْتُكَ
Sesungguhnya aku (Allah) mewafatkan engkau (Isa Ibnu Maryam), maknanya sesungguhnya Aku mematikan kamu. “ (Bukhari, 65: 12)
Demikian juga para ulama terkenal yang hidup sebelum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as banyak yang berpendapat bahwa Nabi Isa as itu sudah mati. Mereka itu adalah Imam Maliki rh, Imam Bukhari rh, Imam Ibnu Hazm rh, Imam Ibnu Qoyyim rh, Imam Qatadah rh dan Ibnu Katsir rh. Bahkan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as menambahkan satu bukti berupa makam Nabi Isa as di Kasymir, India (Lihat gambar kuburan beliau di halaman muka). Beliau menyatakan dengan tegas bahwa meskipun Nabi Isa as disalib oleh kaum Yahudi di atas tiang salib, namun beliau tidak sampai wafat disana dan Allah tidak meninggalkannya sebagai orang yang tercela. Setelah peristiwa penyaliban yang gagal itu, Allah memerintahkan beliau supaya hijrah dari Palestina untuk menyampaikan risalahnya kepada suku-suku Israel hingga beliau sampai di Kasymir dan wafat di sana, lalu dimakamkan di Jalan Khanyaar, Srinagar, Kasymir, India.[5]
Kaum Kristen tahun 2003 ini, jumlah pengikutnya 3 miliar lebih, mereka berkeyakinan bahwa Isa Al-Masih Ibnu Maryam as itu adalah Allah (QS 5: 73), mereka menyembahnya. Padahal Isa Al-Masih Ibnu Maryam as sendiri mengaku hanya sebagai hamba Allah yang diberi kitab dan seorang nabi, (QS 19: 31), dan kini beliau as sudah wafat dengan selamat (QS 19:34), maksudnya tidak wafat karena disalib (QS 4:158). Menurut Allah dalam Al-Quran bahwa di kalangan Bani Israil kematian karena disalib adalah kematian yang hina (QS 5:34), sedangkan menurut Bibel kematian karena disalib adalah kematian terkutuk (Ulangan, 21: 22-23). Akibat kepercayaan mempertuhan Isa Al-Masih (Yesus Kristus) kaum Kristen menjadi tersesat jauh dari jalan yang benar (QS 5: 78), maka dari itu mereka disebut Adh-Dhollin (QS 1:7), sebab mereka mempertuhan Isa Al-Masih, (QS 5: 117), seorang manusia yang sudah mati. Mereka dan bapak-bapak mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang Ketuhanan Isa Al-Masih (Yesus Kristus) bahkan ajaran mereka itu hanyalah kebohongan belaka (QS 18: 5). Maka dari itu Rasulullah saw memberikan gelar kepada mereka Al-Masihid-Dajjal (Al-Masih yang palsu). Diungkapkannya keyakinan yang menyesatkan ini, agar seseorang sadar dengan hati tulus bahwa agama Kristen itu telah menyimpang jauh dari ajaran Nabi Isa as dan mereka mau bertobat dan mengabdi kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa yang menjadi tujuan hidup manusia di dunia ini. (QS 51: 57)
Salah satu kehendak Allah swt ialah menghapuskan doktrin ketuhanan Isa Al-Masih atau Yesus Kristus dan ibundanya, Maryam (QS 5: 18) yang dibuat oleh Paulus. Maka dari itu berbahagialah orang yang berperan serta dalam rencana Tuhan tersebut.
Rahmat di Balik Wafatnya Nabi Isa as
Mengapa Allah swt menjelaskan wafatnya Nabi Isa as berulang-ulang dalam Kitab Suci Al-Qur’an? Jawabannya, karena di balik kewafatan beliau as, Allah akan membangkitkan seorang Rasul, Nabi Besar Pembawa Rahmat bagi alam semesta. Karena itu, wafatnya Nabi Isa as merupakan saat berpindahnya Kerajaan Rohani Allah dari Bani Israil kepada Bani Ismail. Rasul dan Nabi Besar itu bernama “Ahmad” – salah satu nama Rasulullah saw pembawa agama Islam yang dikabarsukakan Nabi Isa as (QS 61: 7). Oleh karena itu, Nabi Besar Muhammad saw telah mendakwahkan diri sebagai seorang Nabi yang dikabarsukakan oleh Nabi Isa as. Rasulullah saw bersabda:
اَنَا دَعْوَةُ اِبْرَاهِيْمَ وَ بُشْرَى عِيْسٰى ابْنِ مَرْيَمَ
“Aku adalah (seorang Rasul) berkat doa ayahku – Ibrahim, dan kabar suka Isa Putera Maryam.”[6]
Dengan demikian, kaum Nasrani yang setia kepada Nabi Isa as wajib beriman kepada Nabi Ahmad saw karena kabar suka tentang datangnya “Ahmad” ini ditujukan kepada para pengikut beliau (Nabi Isa as) itu. Dan umat Islam wajib berkeyakinan bahwa Nabi Isa sudah wafat. Sebab jika umat Islam sendiri masih berkeyakinan Nabi Isa as masih hidup, maka kaum Nasrani akan mengatakan “Ahmad” atau “Muhammad” itu –na’udzubillahi min dzaalik– sebagai “Nabi palsu” dikarenakan menurut Kitab Injil mereka, Nabi “Ahmad” yang dikenal sebagai “Paraklit”, “Penolong”, atau “Rohn Kebenaran” akan datang setelah Nabi Isa as pergi/wafat (Yohanes, 12: 13; 14: 16-17; 15: 26; 16:17)
Sektab PB JAI, Cet. 1. 2017
[1] Al-Khutbah Al-Ilhamiyah, halaman 61; Al-Huda Wat-Tabshirah Liman-yara, hal. 121)
[2] Anwaarut-Tanziil Wa-Asraarut-Ta’wiil, Juz II, halaman 127-128)
[3] Penulisan nomor ayat Al-Quran dalam brosur ini berdasarkan Hadits Nabi Besar Muhammad saw. riwayat sahabat, Ibnu Abbasra yang menunjukkan bahwa setiap Basmalah pada tiap awal surah adalah ayat pertama dari surah itu.
كَنَا لاَ يَعْرِفُ فَصْلَ السُّوْرَةِ حَتّٰى يَنْزِلَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
“Nabi Muhammad saw tidak mengetahui pemisahan antara surah itu sehingga bismillaahirrahmaanirrahiim turun kepada beliau saw..” [HR. Abu Daud, “Kitab Shalat” dan Al-Hakim dalam “Al-Mustadrak”]
[4] Ath-Thabrani dalam “Al-Kabir”, dari Tahimah ra, dan Kanzul-Ummal, Juz XI, Hadits no. 32262, ‘Allamah ‘Alauddin Ali Al-Muttaqi bin Hisamuddin Al-Hindi, Cet. Muassisah Al-Risalah, Bairut, Libanon 1989
[5] Al-Huda wat-Tabshirah Liman-yara, halaman 125-127
[6] Kanzul-Ummal, Juz XI, Hadits no. 31834, 31835, ‘Allamah ‘Alauddin Ali Al-Muttaqi bin Hisamuddin Al-Hindi, Cet. Muassisah Al-Risalah, Bairut, Libanon 1989