“Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat_nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan engkau beriman kepada Surga, Neraka, Mizan; dan engkau beriman kepada Kebangkitan sesudah mati; dan engkau beriman kepada Taqdir, baiknya dan buruknya. (HR Al-Baihaqi)
Islam di Akhir Zaman
Sejarah menjadi saksi bahwa Sayyidina Nabi Besar Muhammad saw ketika mengajarkan Islam ditentang keras oleh kaum Quraisy yang konon mereka mengaku sebagai pewaris agama Nabi Ibrahim dan Ismail as. Padahal semua Nabi itu sama-sama mengajarkan tauhid, seakan-akan ajaran beliau saw waktu itu bertentangan dengan ajaran tauhid Nabi Ibrahim dan Ismail as, sehingga hal itu menjadi asing bagi mereka. Demikian juga, kaum Muslimin zaman akhir menentang keras Hadhrat Imam Mahdi as – Pendiri Jamaah Islam Ahmadiyah – mengajarkan Islam yang sama dengan Islam yang telah diajarkan dan dicontohkan Sayyidina Nabi Besar Muhammad saw 13 abad sebelumnya, tanpa menambah dan mengurangi sedikitpun. Padahal menurut surat Al-Fatihah yang mereka baca dalam setiap rakaat shalat senantiasa memohon kepada Allah swt agar mereka dikaruniai seorang Pembimbing kehidupan sehingga mereka termasuk empat golongan orang yang dikaruniai nikmat sebagaimana yang dijanjikan dalam Surat An-Nisa, 4: 70[1]. Teristimewa Imam Zaman yang kedatangannya telah dijanjikan Allah swt dalam Surat Al-Jumu’ah, 62: 4. Satu surat yang dianjurkan oleh Sayyidina Nabi Besar Muhammad saw agar dibaca setiap hari Jumat. Kenyataan penentangan ini adalah merupakan bukti bahwa nubuat beliau saw telah tergenapi sebagai tanda bukti kebenaran bagi orang yang mau merenungkan di zaman ini. Sehingga orang yang mengerti dan mengikuti Imam Zaman bagaikan orang asing, karena jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan lainnya.
Rasulullah saw bersabda:
بَدَأَ الْاِسْلاَمُ غَرِيْبًا ثُمَّ يَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ فَطُوْبَى لِلْغُرَبَآءِ
“Islam itu pada mulanya asing, kemudian akan kembali sebagaimana pada mulanya. Maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing.”[2]
Guna meyakinkan kaum muslimin Hadhrat Imam Mahdi as menjelaskan Rukun Iman dengan tagas sebagai akidah Islam Jamaah Islam Ahmadiyah yang semua itu sama dengan ajaran Al-Quran dan Hadits-hadits Rasulullah saw.
Imam Mahdi as bersabda:
إِنَّا نَحْنُ مُسْلِمُوْنَ نُؤْمِنُ بِااللهِ الْفَرْدِ الصَّمَدِالْاَحَدِ قَائِلِيْنَ لاَاِلٰهَ اِلاَّهُوَ نُؤْمِنُ بِكِتَابِ اللهِ الْقُرْآنِ وَرَسُولِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ وَنُؤْمِنُ بِالمَلَآئِكَةِ وَيَوْمِ الْبَعْثِ وَالْجَنَّةِ وَالنَّارِ … وَنَقْبَلُ كُلَّمَا جَاءَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاِنْ فَهِمْنَا اَوْ لَمْ نَفْهَمْ سِرَّهُ وَ لَمْ نُدْرِكْ حَقِيْقَتَهُ وَاَنَا بِفَضْلِ اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Sungguh kami adalah orang-orang Islam yang beriman kepada Allah Yang Tunggal, yang segala sesuatu bergantung pada-Nya, Yang Maha Esa, dengan mengatakan ‘tidak ada Tuhan kecuali Dia’; kami beriman kepada Kitabullah Al-Quran dan Rasul-Nya, Paduka kita Muhammad khaatam para Nabi; kami beriman kepada malaikat, Hari Kebangkitan, Surga dan Neraka … dan kami menerima setiap yang dibawa Rasulullah saw, baik kami mengerti atau kami tidak mengerti rahasianya serta kami tidak mengerti hakikatnya; dan berkat karunia Allah, aku termasuk orang-orang mukmin yang mengesakan Tuhan dan berserah diri [3]
Jadi Imam Mahdi as dibangkitkan di zaman akhir ini semata-mata hanya untuk menghidupkan dan menegakkan kembali ajaran Islam yang pernah diajarkan dan dicontohkan Sayyidina Nabi Besar Muhammad saw baik ajaran yang termaktub dalam kitab Al-Quran maupun Hadits yang pernah Jaya dalam beberapa abad awal kelahirannya. Agar lebih jelas kami paparkan beberapa kutipan penjelasan beliau yang berkaitan dengan akidah Islam, khususnya mengenai Rukun Iman.
Iman Kepada Allah swt dan Malaikat-Nya
Berkaitan dengan Rukun Iman pertama dan kedua, Imam Mahdi as bersabda:
”Semakin kuat iman, semakin baik amal pembuatannya; sedemikian rupa sehingga kekuatan Iman ini memperoleh kesempatan mencapai puncaknya, orang tersebut akan mencapai taraf syahid karena dalam hal ini tidak ada yang dapat menghalang-halanginya dan dia tidak enggan mengorbankan hidupnya.[4]
Selanjutnya beliau as menerangkan bahwa
“Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Dia Yang memiliki seluruh sifat mulia dan bersih dari segala macam kelemahan/kekurangan. Dia adalah Pencipta dan Penguasa seluruh benda. Dia Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Islam tidak menjadikan suatu makhluk pun sebagai Tuhan atau sekutu bagi Tuhan. Islam mengajarkan perbedaan antara Khalik dan makhluk.”[5]
“Untuk itu adalah penting agar kalian mewakafkan hidup kalian di jalan Allah. Dan, inilah Islam. Inilah tujuan yang untuknya saya diutus.” [6]
Imam Mahdi as bersabda:
جِئْتُ لِاُقِيْمَ النَّاسَ عَلَى التَّوْحِيْدِ
“Aku datang untuk menegakkan manusia di atas tauhid.”[7]
Tidak ada dalam Al-Quran dinyatakan bahwa Tuhan itu bisa berubah sifat, tetapi jelas dikatakan kalau manusia memang mudah berubah. Adapun Tuhan menjalankan proses perubahan sejalan dengan kodrat-Nya. Ketika seorang anak berada di dalam rahim maka ia dihidupkan oleh darah Ibunya dan ketika telah lahir maka ia dihidupi pada awalnya oleh susu dan setelah itu dengan makanan lainnya. Allah telah mengatur hal ini dalam suatu proses yang berlangsung bersama waktu ketika anak itu berada dalam rahim maka Tuhan mengatur agar partikel-partikel internal dalam tubuh ibunya untuk memproduksi darah baginya. Ketika sudah lahir maka pengaturan tersebut dibatalkan.
Malaikat sebagai partikel-partikel yang mengatur susu ibu, diperintahkan untuk menghasilkan susu. Begitu anak itu selesai masa susuannya maka perintah itu pun dibatalkan dan Malaikat yang merupakan partikel bumi diperintahkan untuk menghasilkan makanan dan minuman baginya sampai akhir hayatnya. Hal-hal seperti inilah yang menjadi gambaran perubahan dalam firman Tuhan. Tuhan sudah memberitahukan kepada kita melalui Al-Quran bahwa sistem alamiah ini tidak berjalan dengan sendirinya dan bahwa semua partikel atau dzarrah dari semua benda-benda mendengar perintah Tuhan dan berlaku sebagai malaikat-Nya.
Para malaikat tersebut ditugaskan oleh wujud-Nya untuk melaksanakan berbagai fungsi yang telah ditetapkan atas mereka masing-masing di mana mereka melaksanakan semuanya sejalan dengan perintah-Nya. Partikel dari emas akan menghasilkan emas, partikel perak akan menghasilkan perak, partikel mutiara akan menghasilkan mutiara sedangkan partikel dari tubuh manusia menyiapkan anaknya di dalam rahim. Keseluruhan partikel tersebut tidak berfungsi atas kemauannya sendiri melainkan mengikuti perintah suara Tuhan dan bekerja sejalan dengan itu. Itulah sebabnya mereka disebut malaikat-Nya . [8]
Iman Kepada Kitab-Kitab Allah swt
Berkaitan dengan rukun iman ke-3, Hadhrat Imam Mahdi as menyatakan:
“Diriku yang lemah telah diutus ke dunia untuk menyampaikan pesan Tuhan untuk menyatakan bahwa di antara semua agama yang ada ini satu-satunya yang benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan adalah yang dikemukakan oleh Al-Quran; dan Laa ilaaha illallahu Muhammadur-Rasulullah adalah pintu memasuki rumah keselamatan. [9]
“Sama sekali tidak mungkin mendapat keberhasilan tanpa mengikuti ajaran Al-Quran, jika seseorang berpikir sebaliknya, itu hanyalah semata-mata khayalan; orang-orang duniawi mengejar keberhasilan macam ini.”[10]
“Di masa kita, ada pertanyaan yang muncul: Apa sebab-sebab yang mengakibatkan kemunduran Islam, dan apa pula sarana-sarana yang melaluinya timbul jalan keluar untuk kemajuannya? Orang-orang telah memberikan berbagai macam jawaban atas hal itu sesuai dengan pemikiran masing-masing. Namun, jawaban yang benar adalah bahwa kemunduran itu terjadi karena meninggalkan Al-Quran. Dan, hanya dengan melakukan perbuatan yang sesuai dengannya AL-Quran-lah kondisi Islam akan menjadi baik.” [11]
Selanjutnya beliau as bersabda,
“Ini adalah suatu Kitab yang selaras dengan kodrat. Sebagaimana difirmankan: Fiiha kutubun qoyyimah (Al-Bayyinah, 98: 4). Ini adalah lembaran-lembaran yang di dalamnya terdapat seluruh kebenaran. Betapa beberkatnya Kitab ini dimana di dalamnya terkandung segala sarana untuk mencapai derajat yang paling tinggi.” [12]
Maka dari itu, beliau as mengajajak umat manusia untuk memahami dan melaksanakan ajaran Al-Quran.
Beliau as bersabda:
وَمَا آمُرُ النَّاسَ اِلاَّ بِالْقُرْآنِ وَاِلَى الْقُرْآنِ وَاِلَى طَاعَةِ الرَّبِّ الَّذِيْ اِلَيْهِ يُرْجَعُوْنَ
“Aku tidak menyuruh manusia kecuali dengan Al-Quran dan kembali kepada AL-Quran serta taat kepad Tuhan yang kepada-Nya mereka akan dikembalikan.” [13]
Iman Kepada Para Utusan Allah swt
Sehubungan dengan Rukun Iman ke 4, Pendiri Jemaat Ahmadiyah mengajarkan iman kepada semua Nabi dan Utusan Allah swt. Teristimewa ajaran keimanan kepada Sayyidina Nabi Besar Muhammad saw. Diantaranya beliau menyatakan dengan tegas sebagai berikut: “Tuhan telah berkehendak bahwa semua kesempurnaan yang dimiliki oleh para nabi semuanya berkumpul dalam wujud Rasulullah saw.”[14]
Seandainya Yang Mulia Rasulullah saw tidak datang, maka bukan lagi kenabian, bukti akan adanya Tuhan pun tidak akan dapat dijumpai dalam keadaan demikian. Melalui ajaran belialah baru Tuhan itu dapat diketahui: Qul huwallaahu ahad, Allahush-shomad, lam yalid wa lam yuulad, wa lam yakullahi kufuwan ahad. (Al-Ikhlas, 112: 2-5)
Selanjutnya beliau as bersabda:
لاَ إِلٰهَ اِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ – آمَنْتُ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرَسُوْلِهِ وَكُتُبِهِ وَالْجَنَّةِ وَالنَّارِ وَالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ
“Tidak ada Tuhan kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah – Kami beriman kepada Allah, malaikat-Nya, para Rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, Surga, Neraka dan Kebangkitan sesudah mati.” (Anwarul-Islam, hal. 34)
وَاللهُ يَعْلَمُ اِنِّىْ عَاشِقُ الْاِسْلاَمِ وَفِدَاءُ حَضْرَةِ خَيْرِ الْاَنَامِ وَغُلاَمُ اَحْمَدَ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dan Allah mengetahui sesungguhnya aku adalah pecinta Islam, berkorban untuk Hadhrat Khairil-anaam Muhammad saw dan aku sebagai pelayan Ahmad Musthofa saw.”[15]
Iman Kepada Hari Akhir
Sehubungan dengan rukun iman ke-5, Hadhrat Imam Mahdi as bersabda:
“Akhirnya, suatu hari dunia ini akan habis dan semuanya akan punah … itu betul. Dan Allah swt dari sejak awal sudah merupakan Khaaliq (pencipta) terus-menerus. Namun keesaan-nya pun menuntut supaya Dia di suatu saat menghabiskan semuanya ini. Kullu man ‘alaiha faan (Ar-Rahman, 55: 27). Segala sesuatu yang ada di atasnya akan menjadi punah. Kita tidak dapat mengatakan Kapan waktu itu akan tiba. Namun waktu yang demikian pasti akan datang.”[16]
Hendaknya diketahui bahwa alam akhirat pada hakikatnya merupakan sebuah refleksi alam dunia. Dan, segala sesuatu di dunia yang tampil secara rohani sebagai iman dan dampak keimanan, serta kufur dan dampak kekufuran, akan tampil di alam Akhirat secara nyata. Allah swt berfirman: Wa man kaana fii haadzihi a’maa fahuwa fil-aakhiraati a’maa’. (Bani Israil, 17: 73). Yakni, siapa yang buta di dunia ini, dia juga akan buta di akhirat.”[17]
“Kemudian mengenai anugerah di Surga, dalam kaitannya dengan orang-orang saleh. Allah swt berfirman: ‘Yufajjiruunaha tafjiiraa – yang memancarkannya dengan sebaik-baiknya (Al-Insan, 76: 7). Yakni, dari tempat itu memancar dan mengalir sungai-sungai. Kemudian di tempat lain dalam rangka menguraikan ganjaran bagi orang-orang mukmin dan orang orang yang beramal saleh Allah swt berfirman: Jannaatin tajrii min tahtihal anhaar – Kebun Surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. (Al-Baqarah, 2: 25)”[18]
“Hendaknya dimengerti,apakah Neraka itu? Neraka yang satu adalah yang akan diperoleh sesudah manusia mati, sebagaimana janji Allah swt, sedangkan yang satu lagi adalah kehidupan ini, jika tidak untuk Allah swt; maka itu adalah Neraka juga.” [19]
Iman Kepada Takdir Allah
Akhirnya sehubungan dengan Rukun Iman ke-6 Hadhrat Imam Mahdi as bersabda:
“Orang-orang melontarkan kritikan mengenai ini, yakni mengapa takdir itu terdiri dari dua bagian? Maka jawabannya adalah, pengalaman memberi kesaksian akan hal itu, yakni kadang-kadang tampil dalam bentuk-bentuk yang sangat berbahaya dan manusia benar-benar jadi putus asa. Namun melalui doa dan sedekah serta pengorbanan, akhirnya bentuk-bentuk bahaya tersebut jadi hilang. Jadi akhirnya terpaksa diakui bahwa jika taqdir muallaq (yang masih dapat berubah) itu tidak ada, dan segala sesuatu yang berlaku hanyalah taqdir mubram (takdir yang tidak dapat berubah), maka mengapa bisa terjadi penolakan bala? Dan berarti, doa serta sedekah dan sebagainya itu tidak ada artinya sedikitpun?
Beberapa iradah Ilahi hanya dengan maksud agar tumbuh rasa khawatir pada manusia sampai batas tertentu. Lalu Jika ia memberikan sedekah dan pengorbanan, maka rasa khawatirnya itu dihilangkan. Permisalan pengaruh doa adalah seperti unsur laki-laki dan perempuan. Jika syarat terpenuhi dan diperoleh waktu yang tepat serta tidak ada kekurangan apapun, maka sesuatu masalah akan terhindarkan. Dan apabila yang berlaku taqdir mubram, maka tidak timbul sarana-sarana pengabulan doa. Hati memang menginginkan doa, akan tetapi perhatian tidak dapat terpusat sepenuhnya dan dalam hati tidak muncul rasa perih dan sedih. Shalat, sujud dan lain-lalin yang dilakukannya tidak terasa nikmat; yang darinya dapat diketahui bahwa itu bukan akhir yang baik dan merupakan taqdir mubram.[20]
Dari semua kutipan di atas, jelas sekali bahwa pendiri Jamaah Islam Ahmadiyah – Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as mengimani dan mengajarkan Rukun Iman sebagaimana yang telah diajarkan Sayyida Nabi Besar Muhammad saw.
Rasulullah saw bersabda:
اَلْاِيْمَانُ : اَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلَآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرَسُوْلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْجَنَّةِ وَالنَّارِ وَالْمِيْزَانِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ المَوْتِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan engkau beriman kepada Surga, Neraka, Mizan; dan engkau beriman kepada Kebangkitan sesudah mati; dan engkau beriman kepada Taqdir, baiknya dan buruknya,”[21]
Sektab PB JAI, Cet. 1. 2017
[1] Penulisan nomor ayat Al-Quran dalam brosur ini berdasarkan Hadits Nabi Besar Muhammadsaw. riwayat sahabat, Ibnu Abbasra yang menunjukkan bahwa setiap Basmalah pada tiap awal surah adalah ayat pertama dari surah itu.
كَنَا لاَ يَعْرِفُ فَصْلَ السُّوْرَةِ حَتّٰى يَنْزِلَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
“Nabi Muhammadsaw. tidak mengetahui pemisahan antara surah itu sehingga bismillaahirrahmaanirrahiim turun kepada beliausaw..” [HR. Abu Daud, “Kitab Shalat” dan Al-Hakim dalam “Al-Mustadrak”
[2] HR Abdur Rahman bin Sunnah Al-Asja’I Fil-Ashabah Al-Aslami; dan Kanzul-Ummal, Juz I, Hadits no. 1201, ‘Allamah ‘Alauddin Ali Al-Muttaqi bin Hisamuddin Al-Hindi, Cet. Muassisah Al-Risalah, Bairut, Libanon 1989
[3] Nurul-Haq, Juz I, halaman 5
[4] Malfudzat, Vol I. hal. 326, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[5] Malfudzat, Jld. IV, hal. 145, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[6] Malfudzat, Vol I. Jld. III, hal. 188-189, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[7] Al-Istiftaa’, hal. 45
[8] Nazimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19. Hal. 89-90, London, 1984
[9] Malfudzat, Vol. II, hal. 132, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[10] Malfudzat, Vol II, hal. 157, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[11] Malfudzat, Vol. V, hal. 256, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[12] Malfudzat, Jld. I, hal. 39, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[13] ‘Ainah Kamalati Islam, hal. 486
[14] Malfudzat, Vol. I, hal. 326, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[15] Ainah Kamalati Islam, hal. 388
[16] Malfudzat, Jld. IX, hal. 193. Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[17] Malfudzat, Jld. III, hal. 61-62, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[18] Malfudzat, Jld. III, hal. 155-156, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[19] Malfudzat, Vol. II, hal. 101, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[20] Malfudzat, Jld. VII, hal. 87-88, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984
[21] HR Al-Baihaqi dalam “Syi’abil-Iman”, An-Nasai, Ath-Thabrani dalam “al-Kabir” – dari Umar ra; dan Kanzul-Ummal, Juz I, Hadits no. 1, ‘Allamah ‘Alauddin Ali Al-Muttaqi bin Hisamuddin Al-Hindi, Cet. Muassisah Al-Risalah, Bairut, Libanon 1989