Asmâ-ul-Husnâ: Al-Lathîf

Khotbah Jum’at

Hadhrat Khalifatul Masih Vatba

Tanggal 17 April 2009/Shahadat 1388 HS

Di Baitul Futuh, London, U.K.

 

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ

 وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

 

Di beberapa tempat di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Allah Swt telah menguraikan tentang berbagai macam kemurahan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya dan hal itu dikaitkan dengan sifat Lathif-Nya. Saya akan terangkan beberapa ayat yang berkenaan dengan hal itu. Namun sebelumnya saya ingin menjelaskan perkataan lathîf yang telah ditulis di dalam Kitab Lughat di mana telah dijelaskan oleh beberapa ahli Tafsir Alqur’an. Sebuah Kitab Lughat bernama Al-Aqrab, di dalamnya telah ditulis perkataan  لَطِيْفٌLathîf – dari asal kata   لُطْفُ  – luthfun – artinya orang yang pemurah.  لَطِيْفٌ  – Lathîf – adalah salah satu dari pada nama-nama sifat hasanah Allah Swt. Yang artinya Tuhan Yang berlaku sangat pemurah dan lembut terhadap hamba-hamba-Nya dan dengan sangat lemah-lembut menganugerahkan sesuatu yang berfaedah dan membawa keuntungan kepada hamba-hamba-Nya, berlaku santun terhadap hamba-hamba-Nya dan Dia mengetahui perkara-perkara yang sangat kecil dan tersembunyi sekali pun yang dimiliki oleh hamba-hamba-Nya.

Allamah Qurthubi mengatakan bahwa maksud dari perlakuan لُطْفُ (Luthfu) Allah Swt terhadap hamba-hamba-Nya adalah Dia memberikan taufiq kepada hamba-Nya untuk berbuat amal yang sangat santun dan menghindarkan dirinya dari perbuatan dosa. Allamah Junaid Al Baghdadir.h. mengatakan bahwa لَطِيْفٌ (Lathîf) adalah Dia (Tuhan) yang menerangi kalbu manusia dengan hidayah-Nya, dan memelihara jasmani manusia dengan keridhaan-Nya dan di saat timbul ujian dan percobaan Dia memberikan perlindungan kepada hamba-hamba-Nya. Dan apabila timbul gejolak kekerasan, Dia memberi keselamatan kepada hamba-Nya kemudian Dia memasukkan hamba-Nya ke dalam surga perlindungan-Nya.

Ahli Tafsir lain mengatakan bahwa  لَطِيْفٌ فِيْ عِبَادِهِ(Lathîfun fî ‘ibâdih) artinya di dalam memberi perintah dan di dalam perhitungan amal perbuatan hamba-hamba-Nya, Tuhan berlaku sangat santun dan lembut sekali. Kebanyakan mengatakan bahwa لَطِيْفٌ  (Lathîf) maksudnya adalah Tuhan mempertunjukkan keluhuran dan kemampuan hamba-hamba-Nya. Akan tetapi Dia menyelimuti kelemahan-kelemahan hamba-Nya juga. Perkara ini telah dijelaskan oleh Hadhrat Rasulullahsaw sendiri dalam sabda beliau bahwa اْلكَبِيْرَ وَسَطَرَهُ اْلجَمِيْلَ مَنْ اَظْهَرَ (man azh-harol-jamîla wa sathorohul kabîr), yakni Tuhan Yang mendedahkan (mengungkapkan) perkara-perkara yang baik dan menutupi perkara-perkara yang buruk dan tidak disukai.

لَطِيْفٌ juga artinya adalah Tuhan Yang menerima pengurbanan hamba-hamba-Nya, walaupun kadar pengurbanan itu sangat kecil sekali, akan tetapi Dia memberikan ganjarannya sangat besar sekali. لَطِيْفٌ juga artinya yang memelihara amal-perbuatan yang keadaannya tidak layak dan sudah binasa. Dan لَطِيْفٌ artinya Tuhan Yang memberi karunia kepada orang yang berada di dalam kesusahan sehingga keadaannya menjadi sangat baik. لَطِيْفٌ juga artinya adalah Tuhan Yang tidak cepat-cepat bertindak terhadap hamba-hamba-Nya yang bersalah atau berdosa. Dan orang yang mengharapkan sesuatu kebaikan dari pada-Nya, Dia tidak pernah membiarkan harapan-harapannya itu gagal.

Banyak juga yang mengartikan لَطِيْفٌ dengan pengertian bahwa untuk menyaksikan keadaan dalaman (intern) pribadinya, ia menyalakan pelita dan dia jadikan sirathal mustaqim sebagai jalan kehidupannya. Dan Allah Swt menurunkan nikmat-nikmat-Nya kepadanya begitu banyak laksana hujan turun yang sangat deras dan lebat.

Seorang telah menulis bahwa لَطِيْفٌ dikatakan kepada Wujud Tuhan Yang berlaku sangat baik dan lembut terhadap hamba-Nya dan hamba-hamba Tuhan-pun tahu bahwa Dia berlaku sangat santun dan sangat baik dan Dia menyediakan sarana-sarana demi menarik simpati dan kecintaan-Nya di luar perkiraan hamba-Nya.

Menurut para Ulama salaf لَطِيْفٌ adalah Dzat Yang sangat mengetahui perkara-perkara yang sangat halus sekali. Maksudnya bahwa pandangan-Nya begitu tajam sehingga mampu menembus benda-benda yang sangat halus sekali.

Maka ringkasan dari semua penjelasan di atas bahwa sifat Lathif Allah Swt melingkupi berbagai jenis di antaranya; pertama, melalui sifat Lathif ini Dia menurunkan nur hidayah-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Kedua, di bawah sifat Lathif ini Dia menyediakan sarana untuk perkembangan jasmani dan ruhani manusia. Dan ketiga, di waktu terjadi cobaan dan ujian terhadap hamba-Nya maka dengan sifat Lathif-Nya ini Tuhan menjadi Sahabat atau Wali-nya. Kemudian yang keempat, Dia mengajarkan kepada manusia bagaimana cara-cara menyelamatkan diri dari Jahanam. Yang kelima ialah, melalui sifat Lathif-Nya Dia memberikan perlindungan kepada manusia dari berbagai macam kesulitan dan kesusahan. Yang keenam, dengan sifat Lathif-Nya Dia menutupi kelemahan-kelemahan manusia. Yang ketujuh melalui sifat Lathif-Nya ini pengurbanan-pengurbanan manusia yang sangat sedikit sekalipun Dia balas dengan ganjaran yang sangat besar dan berlipat ganda. Dan yang kedelapan melalui sifat Lathif ini Tuhan tidak cepat-cepat menghukum atau mengazab hamba-hamba-Nya karena perbuatan dosa mereka.

Selain makna yang telah disebutkan di atas, salah satu makna dari sifat Lathif ini adalah Dzat Yang memiliki kemampuan untuk melihat perkara-perkara yang sangat halus dan sangat dalam sekali. Semua perkara yang telah dijelaskan sehubungan dengan sifat Lathif ini telah Tuhan beberkan di berbagai tempat di dalam Kitab Suci Alqur’an. Di dalam Alqur’an Surah Al-An’am ayat 104, Allah Swt berfirman sebagai berikut:

لاَ تُدْرِكُهُ اْلاَ بْصَارُوَهُوَ يُدْرِكُ اْلاَ بْصَارَ َۚ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ

– Lâ tudrikuhul-abshôr, wa Huwa yudrikul-abshôr, wa Huwal-Lathîful-Khobîr

 

Artinya: Penglihatan mata manusia tidak sampai kepada-Nya, tetapi Dia (Tuhan) dapat menembus penglihatan manusia. Dan Dia Maha Halus, Maha Mengetahui.

Hadhrat Masih Mau’uda.s. bersabda: “   بَصَارَات اور بَصِيْرَات bashârât dan bashîrât manusia tidak mampu menembus Dzat Tuhan melalui akal maupun melalui jangkauan pikiran mereka. Yakni jika manusia berusaha keras sekali pun mencari jalan untuk memandangi Wujud Tuhan, tidak mungkin akan tercapai. Sebab Allah Swt Sendiri berfirman bahwa Dia adalah لَطِيْفٌ (Lathîf) artinya sangat halus. Dia adalah Nur yang tidak bisa dilihat oleh mata jasmani manusia. Namun jika Nur itu menyinari seorang hamba-Nya, ia menjadi bersinar cemerlang sehingga ia menjadi penampakan turunnya pertolongan dan dukungan Allah Swt. Dan Nur seperti itu paling banyak diterima oleh para Anbiya. Dan Nabi yang paling banyak menerima Nur itu adalah Nabi Besar Muhammadsaw. Akan tetapi orang-orang buta yang mempunyai pandangan ruhaninya–pun sangat lemah, tidak mampu melihat semua tanda Ilahi itu. Dan mereka menjadi luput secara tetap dari barkat-barkat Nabi Muhammadsaw. Sekali pun para pemimpin bangsa yang dianggap sebagai orang-orang yang sangat berakal dan bijaksana, di waktu itu mereka sama sekali tidak bisa melihat Nur Allah Swt. Akan tetapi orang-orang miskin dan dianggap hina pada waktu itu, karena usaha-usaha mereka sangat keras dan tekun untuk mendapatkan karunia Allah Swt dan mereka menghendaki agar Nur Allah Swt menyinari mereka, maka mereka bisa melihat pancaran Nur Allah yang turun kepada Hazrat Rasulullahsaw. Maka untuk bisa menyaksikan Nur Allah Swt yang bersinar cemerlang itu tidak diperlukan kepandaian, tidak diperlukan akal duniawi, atau pendidikan duniawi yang tinggi, atau kedudukan duniawi yang tinggi seperti seorang Raja. Melainkan di bawah sifat Lathif-Nya yang sangat halus itu, Allah Swt menaruh perhatian dan pandangan terhadap kalbu-kalbu manusia. Dan Dia sangat mengetahui keadaan kalbu manusia yang tengah gandrung, menginginkan dan mencari Nur-Nya itu, maka Dia dengan sendirinya menyediakan sarana baginya sehingga mereka bisa menyaksikan Nur atau Cahaya yang dibawa oleh para Anbiya. Dan rizki ruhani tersedia bagi mereka itu, sekali pun dari segi pandangan dunia mereka tidak mempunyai suatu kedudukan yang berarti sedikit pun. Jadi, jika keinginan manusia sungguh-sungguh lurus dan murni, maka Allah Swt menyediakan Nur itu sebagai sarana hidayah bagi mereka. Sebagaimana telah saya katakan bahwa Allah Swt menzahirkan Nur-Nya itu melalui para Anbiya-Nya, yang menjadi perantara untuk menegakkan Tauhid Ilahi. Dan Nur Tauhid Ilahi ini telah memancar ke segenap penjuru dunia. Dan Nur Ilahi ini paling banyak telah tersebar ke seluruh dunia melalui Hadhrat Rasulullahsaw. Sebab beliaulah sebagai insan kamil yang paling banyak dan paling sempurna memahami secara mendalam tentang Wujud Allah Swt. Dan kerana beliau banyak memahami Dzat Tuhan secara kamil, maka beliau telah menyerap sifat-sifat Tuhan secara kamil dan sempurna. Sehingga beliau menjadi sumber pantulan Nur Allah Swt. Sebagaimana Hazrat Masih Mau’uda.s. telah bersabda dalam bentuk sya’ir sebagai berikut:

كه نور لا يا آسمان سے خود بهي وه ايك نور تهے

— Keh Nûr lâyâ âsmân se khûd bhî woh ek nûr thê —

 

Dia telah membawa nur dari langit padahal dia sendiri sebuah nur.

Dan di dalam zaman ini, Ghulam Shadiq Hadhrat Rasulullahsaw juga yakni wujud Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah dilimpahi Nur itu disebabkan beliau telah menjadi hamba Hadhrat Rasulullahsaw yang kamil dan paripurna. Sebagaimana Hadhrat Mau’uda.s. telah bersabda tentang diri beliau sendiri:

آج ان نوروں کا ایک زور ھے اس عاجز میں

دل کو يہ نوروں کاہررنک ڈلایا ہم نے

جب سے یہ نورملا نور پیمبر سے ھيں

ذات سے خاک کي وجود اپنا ملایا ہم نے

 

Âj un-nurong kâ ek zôr he is ‘âjaz me

Dil ko yeh nûrong kâ har rang dlâyâ ham ne

Jab se yeh nûr milâ nûr payambar se hei

Zât se khâk kî wujûd apnâ milayâ ham ne

 

Di dalam diri hamba yang lemah ini ada sebuah pancaran nur yang sangat keras membersit,

Setiap jenis dari  nur ini telah kami tanamkan di dalam kalbu

Nur ini sejak kami terima dia datang  dari sang duta  kekasih

Wujud hina dina ini telah kami pertemukan dengan Dzat kekasihku!

 

Jadi, pernyataan beliau ini sangat indah sekali. Maka pada hari ini tampaklah Kalam Allah Swt, yaitu —   َهُوَ يُدْرِكُ اْلاَ بْصَارwa Huwa Yudrikul-abshôr — telah sempurna kepada orang-orang yang dengan sesungguhnya ingin mendapatkan Allah Swt sambil mensucikan kalbu mereka. Dan karena telah menjadi hamba-hamba hakiki dari Hadhrat Rasulullahsaw mereka telah menerima kebenaran dakwa Imam Zaman, Hadhrat Masih Mau’uda.s. Dan setiap hari Allah Swt menampakkan kebesaran Wujud-Nya kepada mereka dalam sikap dan bentuk yang baru. Sehingga dengan menyaksikan hal itu, mereka mengenal Tauhid Ilahi yang sesungguhnya. Sebagaimana Hazrat Masih Mau’uda.s. bersabda bahwa karena menjadi hamba yang sejati dan taat yang kamil terhadap Hadhrat Rasulullahsaw, beliau telah mendapatkan Wujud Allah Swt, artinya diri beliau sangat dekat dengan Allah Swt. Dan apabila telah mendapatkan kedudukan seperti itu maka beliau telah mendapat sarana utama untuk sampai kepada Allah Swt. Dan kemampuan mengenal Tauhid yang sesungguhnya itu diperoleh karena beliau telah menjadi hamba sejati Hadhrat Rasulullahsaw.

Dalam menjelaskan ayat tersebut di atas Hadhrat Masih Mau’uda.s. bersabda lagi: “Dzat Allah Swt yang sangat tersembunyi dan sangat ghaib, Dia berada di belakang tabir, sangat jauh sekali sehingga akal manusia tidak mampu untuk mengenali-Nya. Sebagaimana Dia sendiri berfirman :

 – وَهُوَ يُدْرِكُ اْلاَ بْصَارَ لاَ تُدْرِكُهُ اْلاَ بْصَار  — Lâ tudrikuhul-abshôr, wa Huwa yudrikul-abshôr— yakni bashârat dan bashîrat (pandangan zahir dan pandangan batin) manusia tidak bisa mencapai-Nya. Sedangkan pandangan Dia dengan mudah bisa menembus sampai kepada benda yang sangat halus sekali pun, karena Dia menguasai-Nya. Jadi Tauhid Allah Swt tidak mungkin dapat dicapai hanya dengan akal pikiran belaka. Sebab hakikat Tauhid adalah sebagaimana manusia menjauhkan diri dari penyembahan terhadap berhala-berhala batil yang tampak secara lahiriyah, berupa patung-patung atau berupa wujud manusia, mata hari, bulan dan sebagainya, demikian juga manusia menjauhkan diri dari berhala-berhala yang tidak tampak, seperti bertumpu sepenuhnya kepada kekuatan-kekuatan jasmani maupun kekuatan ruhani demi menyelamatkan diri dari bala ataupun bencana atau untuk mencapai maksud-maksud tertentu lainnya. Maka dalam bentuk demikian jelaslah bahwa tanpa meninggalkan kehendak-kehendak nafsu pribadi dan tanpa berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Rasulullah, manusia tidak akan bisa memperoleh tauhid yang kamil dan sempurna. Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada kekuatan diri pribadi seseorang tidak mungkin dia bisa disebut seorang yang muwahid (orang yang berpegang kepada Tauhid). Maka demikianlah cara untuk memperoleh Nur Allah Swt dan untuk menegakkan Tauhid Ilahi yang murni, seorang hamba harus mengusir berhala-berhala batil dari dalam dirinya. Seseorang bisa saja menganggap dirinya sebagai orang kaya-raya atau sebagai pemimpin bangsa dan juga sebagai orang Islam, lalu dengan itu dia menganggap dirinya sudah mendapatkan Tuhan sehingga dia tidak memerlukan suatu benda lain lagi. Maka anggapan demikian tidak bisa dibenarkan. Jika seseorang menganggap dirinya sebagai orang ‘alim dalam pengetahuan agama dan telah mencapai kedudukan ruhani yang tinggi sedangkan ia menganggap kaumnya lebih rendah berada di bawahnya, lalu ia menganggap dirinya telah memperoleh pemahaman dan pengertian yang sesungguhnya tentang Allah Swt, maka anggapan demikian-pun tidak benar. Sebab di balik itu semua terdapat sifat takabbur pada dirinya, sehingga pekerjaan apa pun yang dia lakukan bukan atas dasar niat yang baik dan lurus, sekalipun dia bermaksud untuk menegakkan keadilan di atas nama Tuhan akhirnya menjadi sia-sia belaka. Atau dia bermaksud untuk mengembangkan ajaran Agama atau mendakwakan diri untuk mengembangkan dakwah Agama atau berusaha untuk menegakkan syariat Agama Islam, kerana sifat takabburnya masih melekat di dalam hatinya dan tidak bisa disingkirkannya, dan karena di dalam dirinya masih tersimpan berhala-berhala yang batil, oleh sebab itu ia tidak mendapat taufik untuk menerima kebenaran bahkan menolak kebenaran dakwa Imam Zaman. Oleh sebab itulah terdapat tabir penghalang dalam usahanya untuk sampai kepada Nur Allah Swt. Allah Swt berfirman:

 الْخَبِيْرُ وَهُوَ اللَّطِيْفُ – Wa Huwal-Lathîful-Khobîr — Dan Dia Maha Halus, Maha Mengetahui. Di mana cahaya (Nur) sejati yang masuk ke dalam kalbu yang bersih dan suci di sana terdapat pandangan batin yang sangat halus dan suci dan setiap saat Dia mengetahui keadaannya.  Dan Dia mengetahui apa yang terdapat di dalam kalbunya itu. Dan barang siapa yang hatinya penuh dengan berhala-berhala bathil yang matanya buta karena keinginan nafsu duniawinya, di sana Nur Allah Swt tidak akan sampai kepadanya. Maka jika pengertian yang hakiki yakni ingin mendapatkan berkat dari firman Tuhan ini: وَهُوَ يُدْرِكُ اْلاَ بْصَارَwa Huwa Yudrikul-abshôr — yakni Dia bisa menembus sampai kepada pandangan mata manusia, maka dia haruslah membersihkan kalbunya terlebih dahulu. Semoga Allah Swt memberikan taufik kepada kita semua untuk meraih karunia seperti itu.

Kemudian di dalam surah Yusuf ayat 101 Allah swt berfirman sebagai berikut:

وَرَفَعَ اَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوْا لَه سُجَّدًاۚ وَقَالَ يٰۤاَبَتِ هٰذَا تَاْوِيْلُ رُءْيَاىَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّىْ حَقًّاوَقَدْ اَحْسَنَ بِىْۤ اِذْ اَخْرَجَنِىْ مِنَ السِّجْنِ وَجَآءَ بِكُمْ مِّنَ الْبَدْوِ مِنْۢ بَعْدِ اَنْ نَّزَغَ الشَّيْطٰنُ بَيْنِىْ وَبَيْنَ اِخْوَتِىْاِنَّ رَبِّىْ لَطِيْفٌ لِّمَا يَشَآءُاِنَّه هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ‏

 

— Wa rofa’a abawayhi ‘alal-‘arsyi wa khorrû lahû sujjadâ, wa qôla yâ-abati hadzâ ta-wîlu ru-yâya ming qobl, qod ja’alahâ Robbî haqqô, wa qod ahsanabî idz akhrojanî minas-sijjîni wa jâ-a bikum-minal-badwi mim-ba’di an-nazaghosy-syaythônu baynî wa bayna ikhwatî, inna Robbî Lathîful-limâ Yasyâ-, innaHû Huwal-‘Alîmul-Hakîm –

 

Artinya: Dan ia mendudukkan ibu-bapaknya di atas singgasana, dan mereka semua merebahkan diri bersujud ke hadirat Allah untuk dia. Dan ia berkata: ”Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku dahulu. Sungguh Tuhan telah menjadikannya benar. Dan sesungguhnya Dia telah bermurah hati kepada-ku ketika Dia mengeluarkan daku dari penjara dan membawa kalian dari padang pasir kepada-ku setelah syaitan menimbulkan perpecahan antara aku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhan-ku Maha Dermawan kepada siapa yang Dia kehendaki, sesungguhnya Dialah Yang Mahatahu, Maha Bijaksana. 

Di dalam ayat ini, di bawah sifat Lathif – Hadhrat Yusufa.s. mengingatkan kemurahan dan kasih sayang Tuhan. Karena kesucian hati beliau semenjak kecil, beliau telah menyaksikan sebuah ru’ya yang baik itu dan ketika semua anggota keluarga sudah berkumpul bersama-sama, beliau ingat kepada ru’ya yang pernah beliau lihat di waktu masih kecil itu. Sekalipun adanya perlakuan zalim saudara-saudara beliau, Allah Swt telah menjadi Wali dan menjadi Sahabat beliau yang sangat setia Yang selalu melindungi dan memelihara beliau, dan sekarang dari segi duniawi Allah Swt melalui sifat Lathif-Nya telah menganugerahkan kepada beliau kedudukan yang tinggi sebagai ganjaran dari kebaikan-kebaikan yang beliau lakukan sejak beliau masih kecil. Dan bukan hanya buah dari pengurbanan Nabi Yusufas saja, namun berkat pengurbanan ayahanda beliau pun ganjaran telah diberikan kepada keluarga beliau semua dan Allah Swt telah memberikan umur panjang kepada ayahanda beliau sehingga beliau telah menyaksikan kedudukan dan martabat tinggi yang telah diraih oleh putera beliau, Hazrat Yusufa.s. Dan ayat ini menyinggung sifat ‘Alîm Allah Swt juga yang pada setiap waktu datang percobaan atau ujian Allah Swt sebagai Wali (Pelindung) datang menolong hamba-hamba-Nya. Bapak dan anak keduanya telah dilindungi oleh Allah Swt sebagai Wali. Dan Tuhan telah melepaskan mereka dari kesulitan dan kesusahan. Tuhan telah memberi ketabahan dan kesabaran terus-menerus kepada mereka. Kemudian disebabkan kedua bapak dan anak yang sangat dekat dengan Allah Swt, bagi saudara-saudara beliau yang lainnya–pun Allah Swt telah menyediakan sarana untuk perbaikan dan perubahan nasib mereka.

Dari kisah tersebut terbukalah satu perkara bahwa karena do’a-mendo’akan satu  sama lain maka terbukalah jalan untuk perbaikan. Lebih dekat hubungan satu dengan yang lain maka do’a pun semakin banyak dipanjatkan. Oleh sebab itu Hadhrat Rasulullahsaw banyak sekali memanjatkan do’a bagi perbaikan kaum beliau. Apabila beliau menerima pengaduan bahwa suatu kabilah disebabkan banyak sekali melakukan perlawanan terhadap beliau dimohonkan do’a untuk keburukan kabilah itu, namun beliau mendo’akan bahkan beliau menganjurkan kepada umat juga untuk mendo’akan mereka itu agar kabilah itu mendapat hidayah dari Allah Swt. Maka bagi umat muslimin pada zaman sekarang juga kita harus banyak-banyak memanjatkan do’a kepada Allah Swt, supaya Allah Swt meluruskan dan mensucikan hati mereka dan supaya mereka diberi taufik untuk mengenal kebenaran yang datang dari pada-Nya dan supaya Nur Allah Swt bisa sampai kepada bashîrât (pandangan mata ruhani) mereka.

Satu lagi firman Allah Swt di dalam Surah Al-Hajj ayat 64 sebagai berikut:

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَتُصْبِحُ اْلاَ رْضُ مُخْضَرَّة ً اِنَّ اللّٰهَ لَطِيْفٌ خَبِيْر

 

— Alam taro annal-Lôha anzala minas-samâ-i mâ-â, fa tushbihul-ardhu mukhdhorroh, innal-Lôha Lathîfun Khobîr –

 

Artinya: Tidakkah engkau melihat, Allah menurunkan air dari langit maka bumi-pun menjadi hijau-kemilau? Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang halus, Maha Mengetahui segala-sesuatu. Di dalam ayat ini, Allah Swt di bawah sifat Lathîf-Nya itu telah menjelaskan bahwa kehidupan di bumi baik kehidupan jasmani maupun kehidupan ruhani  bisa diperoleh dari air. Hal itu harus diingat betuk-betul bahwa untuk kedua macam kehidupan itu diperlukan adanya air. Dan untuk memperoleh kehidupan ruhani diperlukan agar manusia menaruh perhatian sepenuhnya terhadap Tauhid Allah Swt Yang memiliki seluruh kekuatan. Permisalan dengan turunnya air dari langit dimaksudkan bahwa sebagaimana air hujan turun dari langit menyebabkan bumi menjadi hijau-kemilau maka demikian juga air ruhani apabila turun dari langit menjadi sarana bagi pertumbuhan ruhani manusia yang sangat subur. Apabila air hujan turun dari langit ke atas bumi, maka air itu tidak mengubah tanah yang berbatu dan penuh kerikil menjadi subur menghijau. Maka air ruhani hanya bisa memberikan kesuburan terhadap kalbu-kalbu manusia yang suci bersih, yang di dalamnya terdapat benih-benih kebaikan.

Di sini terdapat penjelasan bahwa air yang merupakan sarana bagi kahidupan itu, apabila air ini jatuh mengalir di atas tanah yang subur dan menghijau, di sana binatang-binatang unggas dan binatang-binatang yang berupa ulat-ulat bumi-pun mengambil faedah dari padanya. Dan kehidupan mereka itu tergantung kepada air hujan itu. Namun air hujan yang jatuh di tempat-tempat yang tandus, berbatu karang dan penuh kerikil, di sana tidak mendatangkan sesuatu kehidupan bagi tetumbuhan. Namun air hujan yang jatuh di tempat yang subur, di sana timbul tetumbuhan yang membuat daun-daunan menghijau. Demikian juga air ruhani yang menyirami hati manusia yang suci-bersih timbul berbagai natijah yang baik, laksana putik-putik yang berubah menjadi bunga-bunga yang indah dan harum semerbak. Dengan turunnya air ruhani maka kalbu-kalbu yang bersih dan suci melahirkan bunga-bunga yang baik dan indah. Para penentang juga disebabkan perlawanan mereka bisa mengambil faedah secara jasmani dari air ruhani yang turun itu. Sebagaimana tanaman-tanaman yang menghijau mendatangkan faedah bukan hanya kepada manusia namun memberi faedah kepada binatang-binatang juga, demikian juga tetumbuhan ruhani yang menghijau yang memberikan faedah kepada orang-orang beriman, di sana air ruhani itu memberi faedah juga kepada orang-orang-orang yang berhati keras seperti batu. Akan tetapi faedah yang mereka raih dari air ruhani itu hanyalah faedah duniawi saja.

Jika kita adakan penelitian, maka di mana saja Jama’at kita sedang bergerak maju di sana para penentang juga giat melakukan perlawanan terhadap Jama’at kita. Mereka juga berusaha mengambil faedah demi kepentingan politik mereka, di samping itu mereka juga berusaha untuk mengambil keuntungan berupa harta. Maka seakan-akan dengan kebangkitan Hadhrat Masih Mau’uda.s, Allah Swt telah menciptakan sarana bagi keperluan nafkah dan rizki mereka sehari-hari. Sehingga mereka mulai mendapatkan faedah berupa harta duniawi di mana-mana. Pendeknya dengan turunnya air ruhani itu banyak mendatangkan faedah bagi manusia. Sehingga banyak orang yang betul-betul telah menyatakan keadaan demikian. Pendeknya Allah Swt apabila melihat kesan-kesan (tanda-tanda) kematian pada manusia, maka Dia menurunkan air samawi kepada mereka. Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’uda.s bersabda: “Aku adalah air yang turun dari langit tepat pada waktunya.” Apabila Allah Swt melihat bahwa ظَهَرُ اْلفسَادُ فِى اْلبَرِّ وَاْلبَحْر – zhoharol-fasâdu fil-barri wal-bahri – (telah nampak jelas kerusakan di bumi dan di lautan,) maka Allah Swt menurunkan air ruhani melalui seorang Utusan-Nya. Dan pada zaman kegelapan yang sangat mencekam, Allah Swt mengutus Hadhrat Rasulullahsaw ke dunia  sambil membawa syariat yang kamil dan paripurna. Kemudian beliau menyirami kalbu-kalbu manusia dengan air ruhani yang telah dianugerahkan kepada beliau. Kemudian setelah itu sesuai dengan nubuwatan Hazrat Rasulullahsaw setelah melalui zaman kegelapan selama seribu tahun lamanya, tatkala di atas dunia ini telah terjadi kerusuhan dan berbagai macam fitnah, maka Allah Swt mengutus Ghulam Shadiq beliau yakni Hadhrat Masih Mau’ud a.s. ke dunia, supaya pemandangan seperti yang tersebut di dalam ayat ini:

يُحْيِ اْلاَرْض بَعْدَ مَوْتِهَا —Yuhyil-ardho ba’da mawtihâ –Dia menghidupkan bumi setelah kematiannya, akan tampak zahir kembali. Dan Nur Allah Swt sampai kepada kalbu-kalbu manusia, yang sungguh-sungguh menginginkan Nur Allah Swt untuk menyinari kalbu-kalbu mereka. Di dalam ayat ini dipergunakan perkataan Lathîf dan Khabîr untuk memberitahukan bahwa pandangan Allah Swt yang sangat halus, Maha Tahu, siapa yang tengah sungguh-sungguh mencari Nur-Nya yang baginya air ruhani itu telah ditetapkan. Selanjutnya di dalam surat As-Syura ayat 20 berfirman:

اللّٰهُ لَطِيْفٌۢ بِعِبَادِه يَرْزُقُ مَنْ يَّشَآءُۚ وَهُوَ الْقَوِىُّ الْعَزِيْز

 

–Allôhu Lathîfum bi’ibâdihî Yarzuqu may-Yasyâ-, wa Huwal-Qowiyyul-‘Azîz–

 

Artinya: Allah itu lembut terhadap hamba-hamab-Nya. Dia memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dia adalah Yang Maha Kuat, Maha Perkasa.

     Sebagaimana telah saya jelaskan di dalam surah An‘âm bahwa pandangan Allah Swt bisa menembus segala sesuatu. Kemudian di dalam surah Al-Hajj, Dia menurunkan air dari langit, yaitu air ruhani supaya bumi tumbuh menghijau. Di dalam surah ini, Allah Swt menjelaskan bahwa Dia sangat lembut atas hamba-hamba-Nya dan Dia memberi setiap jenis rezki kepada hamba-hamba-Nya. Akan tetapi yang memperoleh faedah dari padanya adalah orang-orang yang mencari rizki ruhani di samping mencari rizki dunawi. Orang-orang yang mencari rizki ruhani tentu rizki duniawi juga akan diperolehnya sesuai dengan janji Allah Swt. Sebagaimana Tuhan berfirman:

لاَ يَحْتَسِبُ وَيَرْزقْهُ مِنْ حَيْثُWa Yarzuqhu min haytsu lâ yahtasib — artinya Dia memberi rizki kepada hamba-Nya di luar dugaannya. Itulah janji Tuhan terhadap orang mukmin. Maka yang selalu berusaha mencari rizki ruhani akan selalu mendapat rizki materi juga. Akan tetapi Allah Swt sambil menutupi kelemahan hamba-hamba-Nya dan sambil berlaku lemah-lembut, sambil memaafkan kesalahan dan dosa-dosa hamba-hamba-Nya, Dia memberi taufik kepada mereka untuk mengenal Nur-Nya yaitu mereka yang selau berusaha mencari air ruhani-Nya.

Di dalam ayat ini sambil menyebutkan sifat الْقَوِىُّAl-Qowiyyu — dan الْعَزِيْز – Al-‘Azîzu — Allah Swt mengisyaratkan kepada perkara ini bahwa sekali pun Allah Swt itu Lathîf (Sangat Lembut), namun manusia tidak menaruh perhatian kepada-Nya, maka ingatlah bahwa Dia adalah الْقَوِىُّ yakni Maha Kuat, Maha Perkasa. Hukuman-Nya sangat keras. Dan Allah Swt memberikan kemenangan terhadap Utusan-utusan-Nya, sesuai dengan janji-Nya kepada para Anbiya dan kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s. juga telah diberikan janji serupa. Para penentang sama sekali tidak akan berhasil memadamkan Nur-Nya itu. Jama’at yang telah didirikan oleh Utusan-Nya tidak akan ada orang yang mampu membinasakannya. Karena hal itu merupakan salah satu takdir Allah Swt bahwa Allah beserta Rasul-Nya akan mendapat kemenangan. Jadi untuk mendapatkan berkat dari sifat Lathîf Allah Swt, manusia harus berusaha untuk tidak memahrumkan (meluputkan) dirinya dari berkat-berkat sifat Lathif-Nya dengan melakukan perlawanan terhadap Jema’at yang didirikan oleh Utusan-Nya.

Pada masa sekarang ini keadaan di Pakistan secara umum sangat buruk sekali. Bagi kebaikan mereka sangat diperlukan banyak do’a. Keadaan di sana secara keseluruhan sangat buruk sekali. Perhatian dunia juga sedang tertuju kepada mereka. Paling banyak kerusuhan dan pemberontakan tengah terjadi hanya di Pakistan. Sekali pun demikian jelaslah bahwa kekacauan yang sangat keras tengah terjadi di seluruh negeri Pakistan, tidak ada yang bisa selamat dari padanya baik Ahmadi maupun ghair Ahmadi. Akan tetapi untuk orang-orang Ahmadi secara khusus, disebabkan keadaan Negara, secara keseluruhan sebagai orang Ahmadi Pakistan sangat terpengaruh. Di samping itu orang-orang Ahmadi sangat terpengaruh oleh kejadian yang tengah berlaku di Pakistan. Sekarang para penentang tengah melakukan tekanan-tekanan baru terhadap orang-orang Ahmadi di sana. Dan di mana atau kapan saja mereka mendapat peluang, para penentang berusaha melakukan tindak kezaliman atau tindak kekerasan terhadap orang-orang Ahmadi. Kesempatan sekecil apa pun tidak mau mereka melewatkannya tanpa melakukan penganiayaan terhadap orang-orang Ahmadi. Pada waktu-waktu yang baru lalu, sebagai mana anda sekalian telah maklum, empat orang anak Ahmadi yang berumur empat belas atau lima belas tahun telah ditangkap atas tuduhan-tuduhan yang sangat keji dan sampai sekarang tidak ada jaminan yang diberikan kepada mereka. Peristiwa serupa telah terjadi di tempat-tempat lain juga di seluruh Pakistan, dengan melancarkan tuduhan-tuduhan palsu yang sangat jahat, sehingga anak-anak Ahmadi telah ditangkapi atas tuduhan telah menghina Hadhrat Rasulullah saw, na’udzubillahi min dzalik!! Selain itu banyak lagi persekongkolan yang dilakukan oleh musuh-musuh Jama’at di sana untuk menghancurkan Ahmadiyah. Bahkan di dalam persekongkolan itu, banyak orang yang duduk di dalam pemerintahan ikut serta mengambil bahagian di dalamnya, sehingga bisa dikatakan pemerintah di sana juga menyertai para penentang untuk menghantam Ahmadiyah. Beberapa hari yang lalu telah diselenggarakan Kongres (conference) Tahafuz Khatamun Nubuwat di Masjid Badsyahi, Lahore. Di dalam konperensi itu, Menteri Waqaf Pusat, Maulana Fazlul Rahman telah melancarkan pidato penghinaan terhadap Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan telah melancarkan tuduhan-tuduhan kotor terhadap Jama’at Ahmadiyah. Jadi, sekarang Pemerintah di sana telah bekerja sama dengan para Mullah (ulama) dan dengan para pelaku kekerasan yang anti terhadap Jama’at Ahmadiyah. Pendeknya keadaan orang-orang Ahmadi di Pakistan sekarang sangat berbahaya sekali. Oleh sebab itu, orang-orang Ahmadi di manapun berada harus banyak-banyak memanjatkan do’a untuk mereka, semoga Allah Swt melindungi setiap jiwa dan harta orang-orang Ahmadi di sana. Dan semoga Dia menjaga setiap orang Ahmadi dari setiap perlakuan jahat musuh-musuh Jama’at di sana. Orang-orang Ahmadi Pakistan sebelumnya juga banyak memanjatkan do’a mengingat situasi mereka yang mengerikan, namun sekarang mereka harus berdo’a lebih kuat dan lebih banyak lagi dari waktu-waktu sebelumnya. Orang-orang Ahmadi di luar Pakistan di manapun berada di seluruh dunia harus banyak memanjatkan do’a untuk keselamatan orang-orang Ahmadi di Pakistan. Semoga Allah Swt melindungi mereka dari segala segi. Demikian juga orang-orang Ahmadi di negeri Hindustan, di beberapa tempat di mana terdapat penduduk mayoritas orang Islam, di Indonesia juga keadaan sekarang, timbul saja kejadian-kejadian kerusuhan anti Ahmadiyah di kedua negara itu. Di kedua negara ini, pada saat ini tengah berlangsung pemilihan umum (pilihan raya) juga, untuk kedua negara ini juga harus banyak memanjatkan do’a semoga Allah Swt menciptakan pemerintahan yang adil dan yang betul-betul mampu mengayomi hak-hak rakyat di kedua negara itu. Begitu juga di Kazakhstan dan di Kirgistan yang sebelumnya merupakan Russian State, di sana juga beberapa pejabat pemerintah bekerja sama dengan para Mullah tengah melakukan tekanan-tekanan dan tindak kekerasan terhadap orang-orang Ahmadi. Secara terencana tengah dilakukan kegiatan-kegiatan anti Jema’at di sana. Bagi mereka juga sangat diperlukan banyak-banyak do’a, semoga Allah Swt dengan karunia-Nya melindungi setiap orang Ahmadi di manapun berada di seluruh dunia dan semoga di bawah sifat Lathîf-Nya, Tuhan selalu menurunkan karunia dan perlindungan-Nya kepada kita semua. Dan setiap Ahmadi juga secara khusus harus memberikan perhatian untuk memanjatkan do’a sebanyak-banyaknya. Semoga Allah Swt memberikan perlindungan dan keselamatan kepada setiap orang Ahmadi di seluruh dunia. Amin!!!

Alihbasa dari Audio Urdu oleh Hasan Basri

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.