Dua Sariyyah dalam Kehidupan Rasulullah saw

Dua Sariyyah dalam Kehidupan Rasulullah saw. dan Kewafatan Seorang Cendikiawan Saleh Jemaat



Khotbah Jumat Sayyidinā Amīrul Mu’minīn, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalīfatul Masīḥ al-Khāmis (أيده الله تعالى بنصره العزيز, ayyadahullāhu Ta’ālā binashrihil ‘azīz) pada 16 Mei 2025 di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford (Surrey), UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya)

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

أَمَّا بَعْدُ، فَأَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ۝١ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ۝٢ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ۝٣ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ۝٤ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ۝٥ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ۝٦
 صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ۝٧

Hari ini pun saya akan menyampaikan tentang beberapa sariyyah yang terdapat di materi yang saya miliki, di dalamnya disebutkan beberapa sariyyah sebelum Fatah Makkah. Ini akan dijelaskan secara singkat, setelahnya saya akan menyampaikan tema lain.

Pertama, disebutkan tentang Sariyyah Abu Qatadah, yaitu Hazrat Abu Qatadah Anshari r.a. yang menuju ke arah Khadhrah. Sariyyah ini terjadi pada bulan Sya’ban tahun 8 Hijriah. Pemimpin sariyah ini adalah Hazrat Abu Qatadah r.a.. Khadrah termasuk wilayah Bani Muharib yang terletak di timur laut Madinah Munawwarah. Daerah ini juga diyakini termasuk dalam wilayah Tihamah yang menjadi bagian Najd. Di sini tinggal salah satu cabang dari Bani Ghatafan. Bani Ghatafan terus-menerus condong pada permusuhan terhadap Islam dan tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menyakiti umat Islam. Bani Ghatafan yang tinggal di daerah Khadrah di wilayah Najd sibuk menyebarkan kekacauan melawan pemerintahan Madinah.

Diriwayatkan dari Hazrat Abdullah bin Abi Hazraj Aslami r.a.: “Saya menikahi putri Suraqah bin Haritsah (Hazrat Suraqah r.a. telah syahid dalam Perang Badar). Apa pun yang saya peroleh dari dunia, dari barang-barangnya, itu tidak lebih saya cintai daripada kedudukannya. Saya menetapkan maharnya sebesar 200 dirham dan saat itu saya tidak memiliki apa pun yang bisa saya berikan kepadanya. Saya berkata bahwa pembayaran mahar ini akan dilakukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Saya datang kepada Hazrat Rasulullah saw. dan berbicara kepada beliau tentang hal ini. Beliau saw. bersabda, ‘Berapa mahar yang telah kamu tetapkan?’ Saya menjawab, ‘200 dirham, wahai Rasulullah. Tolonglah saya untuk dapat memperolehnya.’ Beliau saw. bersabda, ‘Saat ini saya tidak memiliki apa pun yang bisa saya gunakan untuk membantumu, tetapi saya bermaksud mengirim Abu Qatadah bersama beberapa orang dalam sebuah sariyyah. Apakah kamu ingin bergabung? Saya berharap Allah Ta’ala akan menganugerahkan kepadamu mahar istrimu sebagai ghanimah.’ Saya berkata, ‘Baiklah.’ Kemudian kami berangkat dan kami berjumlah 16 orang. Hazrat Abu Qatadah r.a. adalah pemimpin kami. Rasulullah saw. mengutus kami ke arah Najd menuju kabilah Ghatafan dan beliau saw. bersabda, ‘Berjalanlah di malam hari dan bersembunyilah di siang hari, lakukan serangan mendadak, dan jangan membunuh wanita dan anak-anak.’”

“Kemudian kami berangkat hingga tiba di salah satu sisi Ghatafan. Ketika kegelapan menyelimuti, Abu Qatadah memberikan khotbah kepada kami dan menasihati kami untuk bertakwa kepada Allah Taala. Beliau membentuk pasangan-pasangan dua orang dan berkata, ‘Setiap orang janganlah berpisah dari rekannya sampai ia mati syahid atau memberitahukan kepadaku, dan jangan ada seorang pun yang datang kepadaku ketika aku bertanya tentang rekannya lalu ia menjawab bahwa ia tidak tahu tentang yang lain. Kalian harus tetap bersama. Ketika aku bertakbir, kalian juga bertakbir, dan ketika aku menyerang, kalian juga harus menyerang. Jangan mengejar terlalu jauh. Jika musuh melarikan diri, biarkan mereka pergi.’”

“Maka kami mengepung orang-orang yang ada di sana. Hazrat Abu Qatadah r.a. mengeluarkan pedangnya dari sarung dan mengucapkan takbir, dan kami juga mengeluarkan pedang kami dari sarung dan mengucapkan takbir bersamanya. Lalu kami menyerang orang-orang yang ada di sana. Tiba-tiba, saya melihat di antara mereka ada seorang pria tinggi berjalan perlahan-lahan dengan pedang terhunus dan berkata, ‘Wahai orang-orang Muslim, marilah ke surga.’ Saya mengikutinya. Ia adalah seorang kafir yang berkata dengan nada mengejek, ‘Bukankah kalian menginginkan surga? Marilah ke surga.’ Ia mengolok-olok kami dengan terus mengatakan ‘surga, surga’. Saya tahu ia akan berbalik. Saya mengejarnya. Rekan saya berkata, ‘Jangan pergi terlalu jauh, komandan kita melarang kita untuk mengejar keluar.’ Bagaimanapun, saya berhasil mengejarnya dan melemparkan anak panah ke arah pinggangnya yang terbuka. Ia berkata lagi, ‘Wahai orang-orang Muslim, kalian dekat dengan surga.’ Lagi-lagi dengan nada mengejek. Saya melepaskan anak panah kedua ke arahnya dan membunuhnya. Saya mengambil pedangnya. Teman saya memanggil saya, ‘Ke mana kau pergi? Demi Allah, tadi saya pergi ke Abu Qatadah. Ia bertanya tentangmu, maka saya memberitahunya.’ Saya bertanya, “Apakah pimpinan menanyakan tentang saya?” Ia menjawab, “Ya, dan ia marah pada saya dan kamu.” Ia berkata bahwa pimpinan memberitahunya bahwa kaum Muslimin telah mengumpulkan harta ganimah dan membunuh para pemimpin mereka. Maka saya datang kepada Abu Qatadah, lalu beliau menegur saya. Saya berkata, ‘Saya telah membunuh seorang pria yang keadaannya begini dan ia berkata sesuatu.’

Kemudian kami menggiring hewan-hewan dan menawan para wanita dengan pedang. Pedang-pedang kami tergantung di pelana. Ketika pagi tiba, unta saya meneteskan cairan. Seorang wanita tawanan, ia seperti halnya rusa berulang kali melihat ke belakang dan menangis. Saya bertanya, ‘Apa yang kau lihat?’. Ia berkata, ‘Demi Allah, saya melihat seorang pria. Seandainya ia masih hidup, ia akan menyelamatkan kami dari kalian.’ Terlintas dalam hatiku bahwa mungkin itu adalah orang yang telah kubunuh dan ini adalah pedangnya yang tergantung di pelana. Ia berkata, ‘Demi Tuhan, ini adalah sarung pedangnya. Ia memiliki sarung pedang ini. Masukkanlah ke dalamnya jika kau benar.’ Saya memasukkannya dan pedang itu masuk dengan sempurna. Maka wanita itu pun menangis. Kemudian kami membawa unta dan kambing ke hadapan Hazrat Rasulullah saw.. Menurut satu riwayat, para sahabat berada di luar madinah selama 15 malam untuk misi ini dan membawa 200 unta, seribu kambing, dan banyak tawanan. Harta Khumus/seperlima dipisahkan dan setiap orang mendapat bagian 12 unta. Satu unta dianggap setara dengan sepuluh kambing. Sedangkan menurut riwayat lain, dalam misi ini diperoleh ganimah 200 unta, 2000 kambing, dan banyak tawanan.

            Kemudian dijelaskan tentang Sariyyah Hazrat Abu Qatadah r.a. ke arah Wadi Idam. Ini terjadi pada bulan Ramadan tahun 8 Hijriah, Januari 630 M. Idam adalah sebuah lembah di wilayah Najd, sebelah timur Madinah, berjarak 36 mil dari Madinah, di sana cabang suku Ghatafan yaitu Banu Asyja’ tinggal. Latar belakang sariyyah ini adalah ketika Rasulullah saw. bermaksud pergi ke arah Makkah untuk Fatah Makkah, beliau saw. mengirim Hazrat Abu Qatadah r.a. ke arah Wadi Idam yang berada di sebelah timur Madinah, sementara Makkah berada di arah selatan, agar orang-orang mengira bahwa keberangkatan Nabi saw. bukan ke arah Makkah melainkan ke arah Idam. Menurut satu riwayat, pemimpin Sariyyah ini adalah Hazrat Abdullah bin Abi Hadrad r.a.. Bersama Hazrat Abu Qatadah r.a. ada delapan sahabat, salah satunya adalah Hazrat Muhallam bin Jatsamah Laitsi r.a..

Hazrat Abdullah bin Abi Hadrad r.a. menuturkan: “Ketika kami sampai di Wadi Idam, Amir bin Azbat Asyja’i melewati kami. Ia mendekati kami dan memberi salam sesuai cara Islam. Orang ini memberi salam dengan cara Islam, sehingga orang-orang Islam enggan menyerangnya karena ajaran Islam melarang hal tersebut. Namun Hazrat Muhallam r.a. memiliki perselisihan lama dengan orang ini, sehingga ia menyerang dan membunuh Amir bin Azbat serta mengambil barang-barang dan untanya. Selain itu, para sahabat tidak bertemu dengan kelompok lain karena mereka hanya dikirim untuk mengalihkan perhatian kaum musyrikin. Maka para sahabat pun kembali. Sementara itu, mereka mendapat kabar bahwa Rasulullah saw. telah berangkat menuju Makkah, sehingga mereka juga berbelok ke arah yang sama hingga bertemu dengan Rasulullah saw. di tengah jalan. Ketika mereka menghadap Rasulullah saw., mereka menceritakan seluruh kejadian pembunuhan yang telah mereka lakukan. Tertulis dalam kitab sejarah bahwa ayat ini diturunkan:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا ضَرَبْتُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَتَبَيَّنُوْا وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ اَلْقٰىٓ اِلَيْكُمُ السَّلٰمَ لَسْتَ مُؤْمِنًاۚ تَبْتَغُوْنَ عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۖفَعِنْدَ اللّٰهِ مَغَانِمُ كَثِيْرَةٌ ۗ كَذٰلِكَ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا


“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi berjihad di jalan Allah, maka selidikilah dengan sebaik-baiknya dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang memberi salam kepadamu, “Engkau bukan orang yang beriman.” Kamu hendak mencari harta kehidupan di dunia, padahal di sisi Allah banyak harta kekayaan. Seperti itulah keadaan kamu dahulu, lalu Allah memberi karunia kepadamu; karena itu selidikilah dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya Allah Mahateliti mengenai apa pun yang kamu kerjakan.” (An-Nisa: 95)

Yaitu dilarang menyerang orang yang memberi salam, tidak boleh berlaku kasar terhadapnya, tidak boleh membunuhnya atau menghukumnya.

Perang ini, sebagaimana telah dijelaskan, terjadi pada tahun 8 Hijriah. Namun ayat ini berasal dari Surah An-Nisa, dan riwayat ini tertulis dalam Sirat Ibnu Katsir. Mengenai Surah An-Nisa, kebanyakan ulama sepakat bahwa surah ini diturunkan antara tahun ketiga dan kelima Hijriah. Mungkin saja ketika peristiwa ini disebutkan, Hazrat Rasulullah saw. membacakan ayat ini untuk menyatakan ketidaksetujuan beliau. Bagaimanapun, beliau saw. melarang mereka melakukan hal tersebut dengan merujuk pada ayat ini. Setelah ini, insya Allah, kita akan mulai membahas tentang Fatah Makkah.

            Sekarang saya akan menyebutkan tentang seorang tokoh terkemuka Jemaat dan ulama besar, pengabdi setia Khilafat, pengkhidmat agama yang luar biasa, yang telah wafat beberapa hari yang lalu. Demikian pula ada seorang Ahmadi yang mukhlis dan setia, yang wafat saat menjadi tawanan, dan berdasarkan bukti-bukti yang ada, beliau meraih derajat kesyahidan.

            Pertama-tama saya akan menyebutkan tentang Yth. Syed Mir Mahmud Ahmad Nasir Sahib, yang merupakan putra dari Hazrat Syed Mir Muhammad Ishaq Sahib. Beliau wafat beberapa hari yang lalu pada usia 96 tahun. Innā lillāhi wa innā ilaihi rājiʿūn. Beliau adalah keponakan dari Ummul Mu’minin, Hazrat Nusrat Jahan Begum, menantu dari Hazrat Muslih Mau’ud r.a. dan Hazrat Maryam Siddiqa Sahiba, dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, beliau adalah putra dari Hazrat Mir Muhammad Ishaq Sahib. Ibu beliau bernama Saliha Begum. Beliau adalah cucu dari Hazrat Mir Nasir Nawab Sahib yang Ibunya juga bernama Saliha, yang merupakan putri dari Hazrat Pir Manzur Muhammad Sahib, putra dari Hazrat Sufi Ahmad Jan Sahib Ludhianwi. Syed Mahmud Ahmad Sahib memperoleh pendidikan awal di Qadian, kemudian meraih gelar BA dari Punjab University. Pada bulan Maret 1944, pada hari wafatnya ayahanda beliau, yakni Hazrat Syed Mir Muhammad Ishaq Sahib, beliau mewakafkan hidup beliau.

            Putra almarhum, Muhammad Ahmad sahib, juga menulis kepada saya, “Beliau sering mengatakan bahwa tanggal 17 Maret adalah hari yang sangat penting. Putra beliau bertanya mengapa hari itu penting bagi beliau. Beliau menjawab, ‘Pada hari itu ayah saya meninggal dunia dan Hazrat Muslih Mau’ud r.a. melewati sepanjang hari di rumah kita, bahkan salat pun dilaksanakan di sana. Hazrat Muslih Mau’ud r.a. juga menyampaikan pidato singkat di sana, di mana beliau menyebutkan tentang pengkhidmatan Mir Sahib kepada agama, semangat pengabdian, dan keilmuan beliau.’ Mir Mahmud Ahmad Sahib menuturkan, ‘Setelah mendengar ini, saya berdiri dan berkata kepada Hazrat Khalifatul Masih II, ‘Huzur, kini saya mewakafkan diri saya.’’ Mendengar ini, Hazrat Muslih Mau’ud r.a. menjadi sangat terharu. Beliau sangat memuji hal ini. Pada saat itu, Syed Mir Mahmud Ahmad Sahib berusia empat belas tahun, dan kemudian beliau memenuhi janji ini dengan corak yang luar biasa. Berikut adalah sejarah pengkhidmatan beliau kepada Jemaat.

            Dari tahun 1954 hingga 1957, beliau berada di Inggris. Beliau bertugas sebagai mubalig dan pada saat yang sama, atas arahan Hazrat Muslih Mau’ud r.a., beliau juga menempuh pendidikan di SOAS (School of Oriental and African Studies). Beliau belajar bersama dengan Hazrat Khalifatul Masih IV r.h.. Untuk beberapa waktu, beliau juga melaksanakan tugas sebagai Sekretaris Missi Jemaat London. Dari tahun 1957 hingga 1959, beliau bertugas sebagai mubalig tambahan di Wakalat Diwan. Kemudian pada tahun 1960, beliau ditunjuk sebagai Dosen di Jamia. Beliau menjalankan tugas ini hingga tahun 1978. Dari tahun 1978 hingga 1982, beliau menjadi mubalig di Amerika. Dari tahun 1982 hingga 1986, beliau mendapat taufik berkhidmat di Spanyol. Dari tahun 1986 hingga 1989, beliau berkhidmat sebagai Wakilut-Tasnif. Dari tahun 1986 hingga 2010, beliau berkhidmat sebagai Principal Jamiah Ahmadiyah Rabwah. Selama periode ini, dari tahun 1994 hingga Juli 2001, beliau juga bertugas sebagai Wakil-ut-Ta’lim. Beliau juga menjadi Ketua Research Cell, dan Ketua Waqi’ah Salib Cell. Pada tahun 2005, ketika Nur Foundation didirikan, beliau ditunjuk sebagai ketuanya dan terus menjalankan tugas ini hingga akhir hayat.

Terkait:   Riwayat ‘Ali bin Abi Thalib (Seri 3) – Manusia-Manusia Istimewa Seri 97

            Hazrat Muslih Mau’ud r.a. menunjuk beliau sebagai anggota Majelis Ifta pada tanggal 3 Juni 1962 dan beliau terus menjadi anggota hingga November 1972. Setelah itu, pada Desember 1989, Hazrat Khalifatul Masih IV r.h. kembali menunjuk beliau sebagai anggota majlis Ifta dan beliau tetap pada jabatan ini hingga akhir hayat. Beliau juga mendapat taufik berkhidmat di Khuddamul Ahmadiyah di beberapa tempat, sebagai Muhtamim dan Naib Sadr. Beliau juga memiliki jasa besar di bidang keilmuan. Dalam penyusunan terjemahan Al-Quran oleh Hazrat Khalifatul Masih IV r.h., beliau memberikan peran yang besar. Hal ini juga disebutkan dan dipuji oleh Hazrat Khalifatul Masih IV r.h. yakni ketika menyebutkan para asisten beliau dari Rabwah, seperti Sufi Basharat-ur-Rahman Sahib, Maulana Abul Munir Nurul-Haq Sahib, Syed Abdul Hayy Sahib, Maulana Dost Muhammad Sahib, Jamil-ur-Rahman Rafiq Sahib dan lainnya yang berkesempatan berkhidmat, Huzur ke-4 juga menyatakan bahwa Mir Mahmud Ahmad Sahib juga termasuk di dalamnya dan dengan karunia Allah, terus mendampingi beliau r.h.. Beliau r.h. menyampaikan terima kasih kepada mereka.

            Setelah menyelesaikan terjemahan lengkap enam kitab hadis utama (Aṣ-Ṣiḥāḥ as-Sittah) ke dalam bahasa Urdu, beliau melanjutkan dengan menerjemahkan Musnad Ahmad bin Hanbal. Demikian pula, Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim juga masih berjalan. Beliau juga menerjemahkan kitab Syamā’il at-Tirmiżī. Beliau menulis puluhan makalah ilmiah tentang Alkitab yang diterbitkan di berbagai surat kabar dan majalah. Beliau menulis tafsir tentang Kitab Ulangan dan tiga Injil dalam Alkitab. Beliau juga melakukan penelitian tingkat tinggi mengenai kain kafan Yesus, marham (salep) Isa, dan hijrah Yesus a.s..

Buku-buku dan makalah beliau yang telah dicetak dan belum dicetak saat ini adalah sebagai berikut: Siratun Nabi saw., Kāna Khuluquhū al-Qur’ān yang terdiri dari  tiga jilid, Piyare Nabi ki Piyari Bate’, sebuah buku kecil berjudul “365 Hari” untuk pemilihan daras harian setelah salat, “Dari Palestina ke Kashmir“, kumpulan materi tentang Sīratun Nabi berdasarkan tulisan-tulisan Hazrat Masih Mau’ud a.s. yang belum diterbitkan, dan beberapa judul tentang materi tarbiyat yang diambil dari hadis-hadis pilihan Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Demikian pula, ketika suatu kali Paus mengangkat sebuah pertanyaan, beliau juga memberikan jawabannya.

Pada kesempatan peletakan batu pertama Masjid Basharat di Spanyol, batu yang telah didoakan oleh Hazrat Khalifatul Masih III r.h. juga diangkat oleh Mir Sahib. Begitu pula pada kesempatan peresmian Masjid Basharat di Spanyol, beliau dan istri mendapat taufik untuk berkhidmat dan hal ini juga disebutkan oleh Hazrat Khalifatul Masih IV r.h..

Pada tahun 1955, saat pembukaan Jalsah Salanah, Hazrat Khalifatul Masih II r.a. mengumumkan delapan pernikahan. Di antaranya adalah pernikahan Mir Mahmud Ahmad Sahib, yang dinikahkan oleh Hazrat Khalifatul Masih II r.h. dengan putri beliau sendiri, Amatul Matin Sahibah. Dalam hal ini, Hazrat Khalifatul Masih II r.a. bersabda, “Menurut kebiasaan umum, pernikahan biasanya dilakukan pada tanggal 29 Desember, namun ada beberapa pengecualian dalam pernikahan-pernikahan ini. Salah satunya adalah pernikahan putri saya sendiri, Amatul Matin, yang akan bersama Sayyid Mir Mahmud Ahmad bin Mir Muhammad Ishaq Sahib.” Kemudian beliau r.a. menjelaskan secara rinci dan menyampaikan, “Mahmud Ahmad saat ini sedang studi B.A. di London dan jika Allah Ta’ala memberikan kelancaran, rencananya ia akan kembali pada Mei tahun depan. Saya [Khalifatul Masih II] telah meninggalkan ketiga anak saya, yakni Mahmud Ahmad yang merupakan menantu (yakni Hazrat Khalifatul Masih II menyebutkan Mir Mahmud Ahmad yang merupakan menantu), dan Daud Ahmad yang merupakan menantu (yang dimaksud adalah Sayyid Mir Daud Ahmad Sahib), serta Tahir Ahmad yang merupakan putra Ummi Tahir almarhumah (yang dimaksud adalah Hazrat Khalifatul Masih IV r.h.), di sana agar mereka menempuh pendidikan, dan di masa depan dapat berkhidmat kepada Jemaat. Mereka ditekankan untuk memperoleh keahlian dalam bahasa Inggris.”

            Kemudian beliau bersabda, “Jika mereka memperoleh pendidikan bahasa Inggris dengan baik, mengingat ketiganya adalah Maulvi Fazil dan pendidikan bahasa Arab mereka juga sudah sangat tinggi, maka jika pendidikan bahasa Inggris mereka juga menjadi unggul, maka mereka dapat membantu bidang isyaat jemaat dengan menerjemahkan Al-Quran Suci dan buku-buku Hazrat Masih Mau’ud a.s. ke dalam bahasa Inggris.” Kemudian beliau bersabda, “Review of Religions juga membutuhkan seorang editor yang baik dan mumpuni. Untuk tujuan inilah saya meninggalkan anak-anak saya di sana; meskipun dalam keadaan sakit dan lemah ini, menanggung begitu banyak pengeluaran agar tiga putra belajar di sana – dua menantu dan satu putra – adalah sulit, namun saya berpikir bahwa kesulitan Jemaat adalah lebih besar daripada kesulitan saya.” Hazrat Muslih Mau’ud r.a. selalu berpikiran bahwa setiap pengorbanan harus dilakukan demi Jemaat, untuk itu beliau mengorbankan segala macam pengorbanan baik harta, waktu, dan anak-anak beliau.

            Hazrat Khalifatul Masih III r.h. menikahkan putra tertua beliau pada tahun 1982. Di dalamnya, beliau menyebutkan Syed Mir Mahmud Ahmad Sahib yang adalah putra dari Hazrat Mir Muhammad Ishaq Sahib. Beliau bersabda, “Allah Taala telah mendengar doa-doa beliau, yaitu doa-doa Hazrat Mir Muhammad Ishaq Sahib, dan melihat kecintaan beliau; Allah Taala telah memberi taufik kepada ketiga putra beliau untuk mewakafkan diri. Sifat ketiganya berbeda satu sama lain, sebagaimana setiap manusia adalah berbeda satu sama lain, tetapi dalam hal ini, sejauh yang saya perhatikan, ada satu hal yang sama pada ketiganya, yakni apa yang telah Allah Taala berikan, manusia hendaknya tidak hanya senantiasa rida atasnya, melainkan juga senantiasa bahagia.” Beliau bersabda, “Syed Mir Daud Ahmad Sahib memiliki sifat sendiri, tetapi hal ini ada pada dirinyanya. Mir Mas’ud Ahmad saat ini telah lama melakukan tugas tabligh di Denmark. Ia juga memiliki sifatnya sendiri, tetapi hal ini juga ada padanya. Demikian juga adik bungsu mereka, Mir Mahmud Ahmad, yang putranya akan saya nikahkan saat ini, adalah seorang Waqaf Zindegi yang memiliki sifatnya sendiri, tetapi hal ini juga ada pada mereka semua – yaitu hidup berbahagia dengan apa yang diberikan Jemaat, dan tidak menuntut apapun.”

Beliau bersabda, “Warisan ayah mereka ini telah diteruskan ke seluruh keturunan. Allah Taala telah sangat memberkati keturunan Hazrat Mamu Jan r.a. (yaitu keturunan Mir Ishaq Sahib). Oleh karena itu, teladan ini juga telah ditegakkan bagi Jemaat dan di hadapan Jemaat, wajah-wajah yang tersenyum dan bersemangat di setiap keadaannya, yang menjalankan hari-hari kehidupan mereka seraya selalu menjadi hamba-hamba Allah Taala yang bersyukur dan melantunkan puji sanjung kepada Tuhan.” Kemudian beliau r.h. melanjutkan dengan doa agar generasi berikutnya juga dapat meraih hal-hal ini.

            Sayyid Mir Mahmud Sahib juga memiliki kegemaran terhadap puisi dan syair. Beliau hafal syair-syair Hazrat Masih Mau’ud as dan syair-syair Kalām-e-Mahmud. Selain itu beliau juga terkadang menggubah syair sendiri.

Kemudian suatu kali beliau memberikan nasihat dan pedoman bagi para ahmadi yang ingin masuk Jamiah dan berkeinginan menjadi mubalig. Pedoman ini sangat baik dan harus diperhatikan oleh para mubalig, bahkan oleh setiap orang yang ingin masuk ke Jamiah dan yang sudah masuk.

  1. Hal pertama yang beliau tulis adalah, bangunlah setiap hari pukul 3 pagi, berwudulah, dan laksanakanlah salat tahajud (ini adalah waktu tahajud sesuai waktu di Pakistan).
  2. Laksanakanlah salat lima waktu berjamaah di masjid setiap hari.
  3. Bagi mereka yang tinggal di Rabwah, setidaknya laksanakanlah satu salat di Masjid Mubarak.
  4. Kemudian berdoalah setiap hari untuk mendapatkan rida Allah Taala, untuk kecintaan kepada Rasulullah saw., untuk kecintaan kepada Hazrat Masih Mau’ud a.s., dan untuk kecintaan kepada Khilafat.
  5. Lalu yang kelima, biasakanlah membaca tasbih, selawat, dan istigfar.
  6. Keenam, tulislah surat permohonan doa kepada Hazrat Sahib atau Khalifatul Masih dengan segenap cinta dan kesetiaan.
  7. Ketujuh, laksanakanlah tugas dan tanggung jawab yang ada saat ini dengan cara terbaik.
  8. Kedelapan, berbaktilah kepada orang tua, dan jika mereka jauh, ingatlah mereka dalam doa.
  9. Kesembilan, berusahalah mempelajari terjemahan Al-Quran kata per kata dan dengan makna lengkap.
  10. Kesepuluh, bacalah Rūhāni Khazāin setidaknya tiga kali.
  11. Kesebelas, bacalah Al-Fazl dan satu surat kabar umum setiap hari.
  12. Lakukan setidaknya satu pekerjaan pengkhidmatan kepada manusia setiap harinya.

            Putra beliau, Syed Ghulam Ahmad Farrukh, menulis tentang beliau, saya sampaikan beberapa hal disini: “Kecintaan Ayah saya kepada Allah Taala terwujud dalam salat dan zikir Ilahi. Saya juga telah melihat salat beliau di masjid. Di satu sudut, beliau salat dengan penuh kekhusyukan dan kerendahan hati. Adapun salat di rumah, kami tidak mengetahuinya tapi pasti seperti ini; beliau memiliki keadaan yang luar biasa saat menjalankan salat. Ada hubungan yang alami dan tidak dibuat-buat; terkadang tidak disadari orang lain, namun tetap terlihat dan ada saja yang menyebutkannya. Sebagai contoh, (putra beliau menuturkan) saya melihat buku catatan Ayah saya, di sana terlihat tulisan “Allah” di setiap harinya. Setelah diperhatikan, ternyata setiap kali mengisi tinta pada pena, kata pertama yang beliau tulis adalah “Allah”; kemudian ada di beberapa halaman buku harian beliau hanya tertulis “Allah” di beberapa baris. Pada tahun-tahun terakhir, beliau menulis sebuah kalimat di kamar beliau: “Wahai Tuhanku, Ti amo.”. Lalu saya bertanya apa artinya, beliau menjawab itu adalah kata dalam bahasa Italia “Ti amo” yang berarti “Aku mencintaimu”. Itu ditulis untuk Allah Taala.

            Beliau juga menggubah sebuah puisi memuji Allah Ta’ala yang memuat bait ini:


مجھ کو  حاصل رہے مجھ کو دائم ملے  تیرا دیدار بھی تیری گفتار بھی

Semoga aku selalu meraih dan senantiasa mendapatkan perjumpaan dengan-Mu dan
juga firman-Mu.

Pada masa-masa sakit, suatu kali beliau menjalani operasi usus buntu. Lalu terdengar suara “’Alaikum” dan beliau pun sembuh. Falsafah ibadah dan salat beliau terkait erat dengan hubungan kedekatan dengan Allah. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Beliau beberapa kali menjelaskan cara berdoa dalam salat tahajud, yakni pertama-tama beliau menyampaikan puji sanjung kepada Allah dan memohon kedekatan dengan-Nya. Suatu hari beliau mengatakan bahwa setiap hari dalam tahajud, beliau membaca bait-bait syair paman beliau, yaitu Hazrat Dokter Sayyid Mir Muhammad Ismail Sahib r.a. yang ditulis dengan judul “تم (engkau)”. Bait pertamanya adalah:


علاج درد دل تم ہو ہمارے دلربا تم ہو

تمہارا مدعا ہم ہیں ہمارا مدعا تم ہو

Engkaulah pengobat luka hati, Engkaulah Kekasih kami

Engkaulah tujuan kami, tujuan kami adalah Engkau


            Beliau juga menjelaskan cara berdoa dalam salat tahajud, yang saya sampaikan secara ringkas. Beliau berkata kepada anak-anak beliau bahwa Setelah memuji Allah dan membaca selawat, beliau berdoa untuk Hazrat Masih Mau’ud a.s. dan keluarganya, para khalifah Hazrat Masih Mau’ud a.s. dan keluarga mereka, Hazrat Muslih Mau’ud r.a. dan keluarganya secara terpisah. Kemudian beliau mulai dari kakek beliau, Hazrat Mir Nasir Nawab, dan turun secara bertahap. Di antara keturunan beliau, pertama-tama beliau berdoa untuk putrinya, lalu untuk putra-putranya. Beliau meyakini doa sebagai sarana utama untuk menunaikan huqūqul ‘ibād.

            Kecintaan beliau terhadap khilafat memang memancar, namun yang paling besar adalah kecintaan beliau kepada Rasulullah saw. Itu adalah cinta sejati. Beliau berusaha mengikuti sunah Rasulullah saw.. Hal ini terlihat dari hal-hal yang bahkan kecil sekalipun. Menuturkan: Satu dua kali, ketika beliau duduk di kursi yang tidak nyaman dan saya duduk di kursi lain yang nyaman, saya berdiri dan menawarkan kursi saya untuk beliau. Namun beliau tidak mau duduk di sana, dengan alasan bahwa Nabi Muhammad saw. melarang seseorang mengambil tempat duduk orang lain untuk diduduki sendiri. Beliau berkata, “Meskipun kamu anakku, tapi ini bertentangan dengan sunah Rasulullah saw. untuk mengambil alih kursi atau tempat duduk orang lain. Karena itu saya tidak akan duduk di sana.” Demikian pula, ketika berjalan di jalan, beliau berusaha untuk menjadi yang pertama mengucapkan salam. Pada hari Jumat, setelah salat Jumat dan salat Ashar, beliau tetap sibuk berdoa dan tidak berkenan jika ada yang datang untuk menemuinya selama waktu itu, karena Rasulullah saw. bersabda bahwa itu adalah waktu terkabulnya doa. Putra beliau menuturkan, “Kami sebagai anak juga menghindari untuk mendekati beliau di waktu itu.” Beliau sangat menekankan untuk sebanyak-banyaknya membaca selawat di hari kelahiran dan wafatnya Rasulullah saw., serta hari kelahiran dan wafatnya Hazrat Masih Mau’ud a.s.. Beliau sendiri sering membaca:

سُبْحَانَ ٱللّٰهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ ٱللّٰهِ ٱلْعَظِيمِ، ٱللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

“Suatu kali saya pergi ke Qadian, beliau menulis doa ini untuk saya dan berpesan agar membacanya sekali di setiap ruangan Darul Masih atas nama beliau, yaitu atas nama Mir Sahib, dan juga berdoa di makam suci Hazrat Masih Mau’ud a.s..”

Pada tahun 1990, sebuah kasus diajukan terhadap beliau terkait pernyataan pendapat dalam Majelis Syura. Beliau dikenai pasal 298c. Hakim mengatakan kepada beliau bahwa dalam pidatonya beliau telah menistakan Rasulullah saw. dan para sahabat. Menanggapi hal ini, beliau dengan tegas membantahnya di hadapan hakim dan mengatakan, “Hal ini sangat menyakitkan bagi saya”. Hakim mengatakan bahwa Mir Mahmud Ahmad Sahib telah menggunakan kata-kata yang menistakan Rasulullah saw. dan para sahabat selama perdebatan. Menanggapi hal ini, Tn. Mir Mahmud Ahmad berkata, “Ini adalah tuduhan terhadap saya. Ini adalah kebohongan belaka, kebohongan, kebohongan. Saya menghormati Nabi Muhammad saw. dan para sahabat dengan sepenuh hati dan memiliki keimanan yang kuat atas kenabian beliau.” Beliau mengatakan, “Saya adalah seorang Sayyid dan berasal dari keturunan beliau, dan saya mengutuk para pembohong.” Beliau menyampaikan pernyataan ini dengan sangat berani di hadapan hakim. Pada hari-hari terakhir sakitnya, beliau membaca selawat dalam jumlah yang sangat banyak dalam doa, dan beliau sering mengulangi kata-kata ini: “Saya adalah hamba Muhammad Mustafa saw.”

Terkait:   Riwayat 'Utsman bin 'Affan: Detik-Detik Pensyahidan (Seri 6)

            Kecintaan kepada Hazrat Masih Mau’ud a.s. juga merupakan contoh tersendiri. Putra beliau menuturkan, “Saya ingat, di tahun 1989, surat kabar Al-Fazl Rabwah melakukan wawancara dengan para sesepuh Jemaat pada kesempatan perayaan seratus tahun Jemaat. Beliau hanya mengatakan bahwa mukjizat terbesar Hazrat Masih Mau’ud a.s. adalah menghubungkan kembali manusia dengan Tuhan yang hidup. Kata-kata beliau seperti itu. Kadang-kadang di masa-masa sakitnya, beliau ingin pergi ke Qadian tetapi tidak bisa. Persiapan telah dilakukan namun program dibatalkan. Namun, ada suatu kecintaan terhadap Qadian dan keinginan untuk berziarah ke makam Hazrat Masih Mau’ud a.s., yang karenanya, di akhir hayatnya, beliau pergi ke sana meskipun dengan menahan rasa sakit. Tentang mutalaah beliau, disebutkan bahwa membaca Al-Qur’an, Bukhari, dan Ruhani Khazain adalah kebiasaan sehari-hari beliau dan beliau juga menganjurkan hal ini kepada kami. Beliau juga menasihati siapa saja yang datang berkunjung untuk melakukan mutalaah terhadap hal-hal tersebut.

            Pada tahun 1990, sebuah kasus diajukan terhadap beliau dan beliau juga menghabiskan satu malam di penjara Chiniot. Putra beliau menuturkan, “Ketika saya pergi untuk mengunjungi beliau, beliau meminta saya untuk membawakan ember, cangkir, dan Barahin-e-Ahmadiyya. Mian Khurshid Ahmad yang bersamanya bertanya, “Bagaimana Anda akan membaca buku yang sulit seperti itu di sel penjara yang sempit dan panas ini?” Beliau menjawab, “Tidak ada yang sulit bagi saya. Saya sudah membacanya lima kali sebelumnya.” Bagaimanapun, beliau menghabiskan satu hari di tempat kecil itu pada hari yang panas dengan sangat tidak nyaman. Beliau memiliki sifat yang halus dan sensitif sehingga ini menjadi kesulitan besar bagi beliau. Namun, bahkan dalam situasi ini, beliau masih memikirkan untuk membaca buku Hazrat Masih Mau’ud as.

Beliau memiliki penguasaan yang mendalam dalam ilmu perbandingan agama, yakni  Yudaisme, Kristen, dan agama lainnya. Beliau menganggap tidak cukup dengan fikih tradisional. Beliau selalu menasihati untuk mencari bimbingan langsung dari Al-Qur’an, Sunah Rasul, hadis-hadis sahih, dan sabda-sabda Hazrat Masih Mau’ud a.s. serta para khalifahnya.

            Beliau juga banyak membaca buku-buku tentang ilmu-ilmu duniawi, khususnya ilmu pengetahuan alam, sejarah, dan juga buku-buku tentang perjalanan hiking sebagai hiburan. Beliau mempelajari puisi-puisi penyair Inggris dan Urdu, dan menghafalkan banyak syair dari berbagai penyair. Beliau juga mendengarkan syair-syair di iPad-nya. Beliau juga memiliki keahlian untuk mempelajari berbagai bahasa. Selain menguasai bahasa Urdu, Arab, dan Inggris, beliau juga cukup menguasai bahasa Spanyol, Italia, dan Ibrani. Beliau secara rutin menyimak program-program berbahasa Italia di TV dan iPad. Alasannya adalah karena Hazrat Muslih Mau’ud r.a. suatu waktu pernah meminta beliau untuk mempelajari bahasa Italia dan menyatakan bahwa beliau akan dikirim ke Italia. Beliau sering berkata, “Beliau (Hazrat Muslih Mau’ud r.a.) meminta saya untuk mempelajari bahasa itu. Saya masih mempelajarinya karena perintah itu tidak pernah dibatalkan dan masih berlaku bagi saya sampai hari ini, jadi saya akan terus menjalankannya.”

            Beliau melakukan pengorbanan harta dengan semangat yang luar biasa. Demikian juga, beliau segera membayar Hissa Jaidad dari properti warisan yang menjadi bagian beliau.

Mubashar Ayaz Sahib, yang saat ini menjabat sebagai Principal Jamiah, menulis, “Mir Sahib menjalani kehidupan yang begitu maksum dan suci. Beliau sosok yang istimewa tetapi bersahaja dan rendah hati. Beliau menjadi contoh yang luar biasa dalam hal sikap kanaah dan ketawakalan. Beliau adalah lautan ilmu dan pengetahuan. Beliau adalah seorang ulama besar. Semua hal ini adalah benar. Beliau juga seorang mufasir dan ahli hadits. Beliau adalah ulama pertama yang beruntung dalam sejarah Jemaat Ahmadiyah yang mendapatkan taufik untuk menerjemahkan Al-Quran serta menerjemahkan seluruh Ṣiḥāḥ Sittah ke dalam bahasa Urdu. Kehidupan Mir Sahib adalah ibadah dalam arti bahwa yang beliau lakukan hanyalah bekerja, bekerja dan bekerja. Kata “liburan” tidak ada dalam kamus Mir Sahib. Mir Sahib tanpa diragukan lagi adalah sosok yang mencerminkan khilafat, yang telah menunjukkan dan mengajarkan kepada kita tentang ketaatan dan cinta kepada khilafat. Beliau menunjukkan melalui tindakannya bahwa inilah yang disebut penghormatan terhadap khilafat.”

“Suatu kali ketika beliau sakit, beliau biasa pergi ke kantor tepat waktu dengan sepeda. Jami’ah dimulai pukul 7:20, dan beliau selalu tiba pukul 7:20. Dua atau tiga kali beliau jatuh dari sepeda karena kondisi kesehatan beliau yang buruk. Saya berkata kepada beliau, “Tuan sebaiknya menunggu sampai pukul 10:00 dan pergi ke Jami’ah pada waktu itu.” Beliau menganggap ini sebagai perintah dan kemudian mulai pergi ke kantor pukul 10:00.” Mubashar Sahib menulis, “Bahkan suatu hari beliau keluar dan berjalan kian kemari di teras sebelum pukul 10:00. Saya menunggu sebentar lalu menghampiri dan bertanya, ‘Mengapa Tuan berjalan kian kemari di luar? Mengapa Tuan tidak masuk?’ Beliau menjawab, ‘Belum pukul 10:00, dan saya diperintahkan oleh Khalifatul Masih untuk pergi ke kantor pukul 10:00, jadi saya akan pergi ke kantor pukul 10:00.” Ketaatan beliau sungguh merupakan teladan. Beliau adalah contoh bagi orang lain, baik untuk atasan maupun bawahan.”

Tanwir Nasir Sahib, seorang mubalig di Qadian, mengatakan, “Satu kenangan tentang beliau yang selalu ada di hati saya adalah suatu hari saya sedang duduk di Masjid Mubarak di Qadian, dan Mir Sahib sedang berjalan kian kemari di barisan pertama masjid. Saya sangat menyukai cara beliau berjalan dan berdoa, dan saya sangat menikmatinya. Setelah beberapa saat, saya memberanikan diri untuk maju dan bertanya, ‘Mengapa Tuan berjalan kian kemari di barisan pertama masjid?’ Beliau menjawab bahwa beliau pernah melihat Hazrat Muslih Mau’ud r.a. berjalan di tempat yang sama, dan beliau juga berjalan mengikuti jejak langkah beliau. Sungguh luar biasa kecintaan beliau kepada Hazrat Muslih Mau’ud r.a..”

Feroz Alam Sahib menulis, “Pada tahun kedua atau ketiga masa saya di Jamiah, beliau menjadi Principal. Kami sangat beruntung bahwa beliau mendidik kami lebih banyak melalui kepribadian beliau yang penuh keteladanan sebagai seorang alim yang mengamalkan ilmunya daripada melalui pengajaran formal. Saya mendengarkan pelajaran-pelajaran beliau sebisa mungkin dan berusaha mengamalkannya. Beliau mengajarkan kami perbandingan agama, seringkali menuliskan dan menjelaskan argumen-argumen yang telah dikemukakan oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s. dalam tulisan-tulisannya.”

Feroz Sahib mengatakan, “Saya ingat suatu kali beliau sedang mengajarkan kami tentang mukjizat-mukjizat Hazrat Isa a.s.. Tiba-tiba beliau bertanya, ‘Apakah mukjizat masih terjadi saat ini?’ Kemudian beliau menceritakan pengalaman beliau sendiri, bahwa suatu kali pada hari-hari Jalsah, ketika beliau sedang bertugas di suatu tempat, terjadilah bahwa makanan sangat sedikit. Tiba-tiba banyak tamu datang. Makanan sedikit yang ada mulai dibagikan. Allah Taala terus memberikan keberkahan, semua orang makan dan tidak ada yang merasa kekurangan.”

Cucu beliau, Hasyir Ahmad Sahib, yang merupakan seorang mubalig, menulis, “Beliau sangat mencintai Allah Taala dan meninggalkan kesan yang luar biasa akan cinta kepada Allah Taala di hati setiap orang, baik tua maupun muda. Beliau rajin dalam salat tahajud dan salat wajib.” Sekarang cucu beliau ini telah menjadi mubalig, beliau juga harus berusaha mengikuti jejak kakek beliau. “Kecintaan beliau pada Al-Qur’an begitu besar, belum pernah saya melihat kecintaan yang seperti itu. Beliau biasa menilawatkan Al-Qur’an dalam waktu yang lama setelah salat subuh.” Cucu beliau menuturkan, “Ketika saya masih kecil, saya mendapat kesempatan untuk tinggal di rumah beliau selama beberapa waktu. Setelah salat tahajud, beliau membangunkan saya untuk salat subuh, lalu menilawatkan Al-Qur’an dalam waktu yang lama. Beliau membaca dengan penuh perhatian dan cinta, hal itu sangat berkesan bagi saya.” Cucu beliau menuturkan, “Ketika saya masuk Jamiah di Kanada, setiap kali saya berkunjung, beliau bertanya apakah terjemah dan tafsir Al-Qur’an diajarkan secara terpisah atau bersama-sama. Saya menjawab terpisah. Beliau senang mendengarnya karena menurut beliau seharusnya memang begitu, orang-orang bisa memahami tafsir tetapi tidak memahami terjemahnya.”

Mengenai kecintaan almarhum kepada Hazrat Masih Mau’ud a.s., Hasyir Sahib menuturkan, “Beliau sangat gemar membaca Ruhani Khazain. Beliau sering berkata kepada saya bahwa beliau telah membaca karya-karya Hazrat Masih Mau’ud a.s. berkali-kali, namun setiap kali membacanya selalu menemukan poin-poin baru. Beliau biasa mengatakan kepada saya, ‘Bacalah Ruhani Khazain, maka engkau akan memahami semuanya baik Al-Qur’an, Hadits maupun Sirat.’ Beliau pernah memberitahu saya bahwa beliau telah membaca semua karya Hazrat Masih Mau’ud a.s. setidaknya tiga kali, dan beberapa buku bahkan lebih dari tiga kali. Namun beliau sangat rendah hati dan tidak pernah memamerkan pengetahuannya. Suatu kali, beliau sedang mendengarkan khotbah ketika listrik padam di rumah. Di Rabwah, Pakistan, listrik sering padam. Ketika TV mati, saya yang masih kecil hendak beranjak pergi, tetapi beliau berkata, ‘Duduklah, kamu tidak tahu kapan listrik akan menyala kembali dan khotbah Khalifatul Masih akan dilanjutkan. Kamu mungkin akan melewatkan beberapa kata. Ini tidak dapat ditoleransi. Duduklah dan teruslah berdoa, tidak diizinkan untuk pergi. Di dalamnya juga ada keberkatan.”

“Suatu kali ada acara di mana Huzur berpidato, beliau tidak mendapat informasi dan tidak bisa mendengarkannya. Ketika beliau menyalakan MTA, acara itu sudah selesai. Beliau meminta seorang khadim untuk mencoba memasangnya di iPad, tetapi itu muncul dalam bahasa lain, namun beliau tetap mendengarkan. Kemudian ketika saya datang dan memasangnya untuk beliau dalam bahasa Urdu, beliau sangat senang dan sangat berterima kasih. Beliau mengatakan bahwa saya telah sangat membantu beliau dan berbuat baik kepada beliau. Beliau juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada anak-anak.”

Amir Safir Sahib, editor Review of Religions, mengatakan, “Saya juga telah melihat contoh luar biasa ketaatan pada khilafat dalam diri beliau.” Beliau menuturkan bahwa beliau datang ke departemen ini, beliau datang dan memberi tahu saya (Huzur), atau sebenarnya saya sendiri yang mengatakan kepada Amir Sahib untuk meminta para ulama menulis artikel untuk Review. Saya menyebutkan beberapa nama ulama, termasuk Mir Mahmud Ahmad Sahib. Amir Sahib menuturkan, “Pada saat itu saya mendapat informasi bahwa beliau berada di Pakistan, jadi saya berpikir beliau mungkin tidak tidur pada saat itu karena waktu menunjukkan pukul 10 atau 11 malam. Kerabat beliau mengatakan bahwa beliau tidak sedang tidur.” Beliau mengatakan, “Saya menelepon dan istri beliau yang mengangkat telepon, jadi saya memberi tahu beliau bahwa saya ingin berbicara. Istri beliau mengatakan bahwa beliau sedang tidur, tetapi ketika itu Mir Sahib terbangun, entah karena mendengar suara dering telepon atau karena pembicaraan. Maka beliau berbicara, dan saya mengatakan bahwa Khalifatul Masih telah mengatakan bahwa Anda harus menulis untuk Review tentang topik ini. Beliau mengatakan, “Saat ini saya tidak mengerti, saya akan memberi tahu Anda besok pagi.”

Bagaimanapun, keesokan harinya Mir Sahib menulis artikel sepanjang 15 halaman dan mengirimkannya kepada saya. Saya mengirimkannya kepada Amir Safir Sahib dengan mengatakan bahwa artikel ini telah datang dari beliau. Mir Sahib menulis, “Tadi malam seorang pemuda menelepon dan mengatakan bahwa ini adalah perintah Khalifatul Masih agar saya menulis artikel ini, jadi saya telah menulisnya. Saya mengirimkan bagian pertama sepanjang 15 halaman dan akan terus mengirimkan bagian selanjutnya.” Jadi, sejauh inilah ketaatan beliau. Mengenai ketaatan terhadap waktu, saya telah menceritakan sebelumnya bahwa beliau tidak akan masuk ke kantor sampai pukul 10 pagi.

Kemudian ketika ada program beliau berkenaan dengan kain kafan Yesus, yang pamerannya diadakan di sini pada saat Jalsah, beliau juga ikut serta setiap tahun dan memberikan seluruh penjelasan berdasarkan ajaran Hazrat Masih Mau’ud a.s.. Amir Safir Sahib menulis, “Ketika para mubalig mempelajari suatu topik ilmiah, mereka lebih memfokuskan pada referensi duniawi daripada aspek-aspek Jemaat yang esensial. Namun metode beliau adalah pertama-tama memahami secara menyeluruh tulisan-tulisan dan pandangan Hazrat Masih Mau’ud a.s., baru kemudian melihat aspek-aspek non-Jemaat atau sekuler, bukan sebaliknya. Mir Sahib dengan penuh percaya diri menyampaikan keyakinan Hazrat Masih Mau’ud a.s. di hadapan para ahli kain kafan terkemuka dunia.”

Terkait:   Peristiwa-peristiwa pada Pertempuran Khaibar

Beliau menceritakan peristiwa selamatnya Yesus dari salib bahwa tim Review of Religions telah lama melakukan penelitian tentang hal ini. Tim Review of Religions telah bekerja pada topik ini dari berbagai sudut dan aspek selama beberapa waktu. Upaya mereka adalah untuk memperkuat posisi Jemaat dengan menyajikan semua aspek ilmiah, historis, dan ideologis terkait kain kafan. Namun, strategi Mir Sahib berbeda dari ini. Pendekatan beliau adalah bahwa Hazrat Masih Mau’ud a.s. telah menekankan pada Marham-e-Isa (salep Yesus), dan poin-poin Hazrat Masih Mau’ud a.s. harus dijadikan dasar, sementara aspek-aspek lainnya diberi status sebagai tambahan. Beliau terus menyajikan pandangan ini berulang kali, dan Marham-e-Isa adalah mata rantai yang menjadi kunci untuk memahami peristiwa salib. Meskipun upaya tim Review memperkuat kesan akhlak Jemaat dan memperbaiki hubungan dengan para ahli, namun tidak memberikan dampak yang menentukan secara intelektual. Tetapi pendekatan Mir Sahib pada akhirnya menunjukkan pengaruhnya.

Barry Schwortz, ahli dan fotografer kain kafan yang paling terkenal saat itu, sendiri mengakui bahwa, “Jika Anda benar-benar dapat membuktikan poin Anda tentang Marham-e-Isa (salep Yesus), maka saya harus mengakui bahwa Yesus memang selamat dari salib.”

Banyak kisah tentang beliau telah ditulis oleh orang-orang, dan masih ada lagi dari anak-anak mereka, keturunan mereka, dan orang-orang yang mengenal beliau, serta para mubalig, yang sulit untuk diceritakan semuanya. Ada satu hal yang ditulis oleh setiap mubalig, banyak yang menulis mengenai hal ini bahwa beliau mengatakan, “Peganglah satu kata, yaitu ‘qabr’ (kubur), dan amalkan itu.” Beliau menjelaskan makna ‘qabr’ ini sebagai berikut: Q untuk Qur’an, B untuk Bukhari (kitab hadits), dan R untuk Ruhani Khazain. Beliau biasa mengatakan, “Jika Anda menjadi ahli dalam hal-hal ini, memperolehnya, berusaha mengamalkannya, berusaha mempelajari ilmu darinya, berusaha mempelajari kerohanian darinya, maka Anda akan berhasil mencapai tujuan Anda. Ini tidak dapat ditoleransi. Duduklah dan teruslah berdoa, tidak diizinkan untuk pergi. Dii dalamnya juga ada keberkatan.” Suatu kali ada acara di mana saya (Huzur) berpidato, beliau tidak mendapat informasi dan tidak bisa mendengarkannya. Ketika beliau menyalakan MTA, acara itu sudah selesai. Beliau meminta seorang khadim untuk mencoba memasangnya di iPad, tetapi itu muncul dalam bahasa lain, namun beliau tetap mendengarkan. Kemudian ketika saya datang dan memasangnya untuk beliau dalam bahasa Urdu, beliau sangat senang dan sangat berterima kasih. Beliau mengatakan bahwa saya telah sangat membantu beliau dan berbuat baik kepada beliau. Beliau juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada anak-anak.”

Amir Safir Sahib, editor Review of Religions, mengatakan, “Saya juga telah melihat contoh luar biasa ketaatan pada khilafat dalam diri beliau.” Beliau menuturkan beliau datang ke departemen ini, beliau datang dan memberi tahu saya (Huzur), atau sebenarnya saya sendiri yang mengatakan kepada Amir Sahib untuk meminta para ulama menulis artikel untuk Review. Saya menyebutkan beberapa nama ulama, termasuk Mir Mahmud Ahmad Sahib.” Amir Bahib menuturkan, “Pada saat itu saya mendapat informasi bahwa beliau berada di Pakistan, jadi saya berpikir beliau mungkin tidak tidur pada saat itu karena waktu menunjukkan pukul 10 atau 11 malam. Kerabat beliau mengatakan bahwa beliau tidak sedang tidur.” Beliau mengatakan, “Saya menelepon dan istri beliau yang mengangkat telepon, jadi saya memberi tahu beliau bahwa saya ingin berbicara. Istri beliau mengatakan bahwa beliau sedang tidur, tetapi ketika itu Mir Sahib terbangun, entah karena mendengar suara dering telepon atau karena pembicaraan. Maka beliau berbicara, dan saya mengatakan bahwa Khalifatul Masih telah mengatakan bahwa Anda harus menulis untuk Review tentang topik ini. Beliau mengatakan, “Saat ini saya tidak mengerti, saya akan memberi tahu Anda besok pagi.”

Bagaimanapun, keesokan harinya Mir Sahib menulis artikel sepanjang 15 halaman dan mengirimkannya kepada saya. Saya mengirimkannya kepada Amir Safir Sahib dengan mengatakan bahwa artikel ini telah datang dari beliau. Mir Sahib menulis, “Tadi malam seorang pemuda menelepon dan mengatakan bahwa ini adalah perintah Khalifatul Masih agar saya menulis artikel ini, jadi saya telah menulisnya. Saya mengirimkan bagian pertama sepanjang 15 halaman dan akan terus mengirimkan bagian selanjutnya.” Jadi, sejauh inilah ketaatan beliau. Mengenai ketaatan terhadap waktu, saya telah memberitahu sebelumnya bahwa beliau tidak akan masuk ke kantor sampai pukul 10 pagi.

Kemudian ketika ada program beliau berkenaan dengan kain kafan Yesus, yang pamerannya diadakan di sini pada saat Jalsah, beliau juga ikut serta setiap tahun dan memberikan seluruh penjelasan berdasarkan ajaran Hazrat Masih Mau’ud a.s.. Amir Safir Sahib menulis, “Ketika para mubalig mempelajari suatu topik ilmiah, mereka lebih memfokuskan pada referensi duniawi daripada aspek-aspek Jemaat yang esensial. Namun metode beliau adalah pertama-tama memahami secara menyeluruh tulisan-tulisan dan pandangan Hazrat Masih Mau’ud a.s., baru kemudian melihat aspek-aspek non-Jemaat atau sekuler, bukan sebaliknya. Mir Sahib dengan penuh percaya diri menyampaikan keyakinan Hazrat Masih Mau’ud a.s. di hadapan para ahli kain kafan terkemuka dunia.”

Beliau menceritakan peristiwa selamatnya Yesus dari salib bahwa tim Review of Religions telah lama melakukan penelitian tentang hal ini. Tim Review of Religions telah bekerja pada topik ini dari berbagai sudut dan aspek selama beberapa waktu. Upaya mereka adalah untuk memperkuat posisi Jemaat dengan menyajikan semua aspek ilmiah, historis, dan ideologis terkait kain kafan. Namun, strategi Mir Sahib berbeda dari ini. Pendekatan beliau adalah bahwa Hazrat Masih Mau’ud a.s. telah menekankan pada Marham-e-Isa (salep Yesus), dan poin-poin Hazrat Masih Mau’ud a.s. harus dijadikan dasar, sementara aspek-aspek lainnya diberi status sebagai tambahan. Beliau terus menyajikan pandangan ini berulang kali, dan Marham-e-Isa adalah mata rantai yang menjadi kunci untuk memahami peristiwa salib. Meskipun upaya tim Review memperkuat kesan akhlak Jemaat dan memperbaiki hubungan dengan para ahli, namun tidak memberikan dampak yang menentukan secara intelektual. Tetapi pendekatan Mir Sahib pada akhirnya menunjukkan pengaruhnya.

Barry Schwortz, ahli dan fotografer kain kafan yang paling terkenal saat itu, sendiri mengakui bahwa, “Jika Anda benar-benar dapat membuktikan poin Anda tentang Marham-e-Isa (salep Yesus), maka saya harus mengakui bahwa Yesus memang selamat dari salib.”

Banyak kisah tentang beliau telah ditulis oleh orang-orang, dan masih ada lagi dari anak-anak mereka, keturunan mereka, dan orang-orang yang mengenal beliau, serta para mubalig, yang sulit untuk diceritakan semuanya. Ada satu hal yang ditulis oleh setiap mubalig, banyak yang menulis mengenai hal ini bahwa beliau mengatakan”Peganglah satu kata, yaitu ‘qabr’ (kubur), dan amalkan itu.” Dan beliau menjelaskan makna ‘qabr’ ini sebagai berikut: Q untuk Quran, B untuk Bukhari (kitab hadits), dan R untuk Ruhani Khazain. Beliau biasa mengatakan, “Jika Anda menjadi ahli dalam hal-hal ini, memperolehnya, berusaha mengamalkannya, berusaha mempelajari ilmu darinya, berusaha mempelajari kerohanian darinya, maka Anda akan berhasil mencapai tujuan Anda.”

Demikian pula, kata ‘qabr’ (kubur) itu sendiri adalah sedemikian rupa sehingga jika manusia mengingatnya, maka Allah Taala akan selalu diingat, dan ketika Allah Taala selalu diingat, maka manusia juga berusaha untuk berjalan di atas ketakwaan. Bagaimanapun, beliau adalah seorang pembantu dan penolong yang agung bagi Khilafat, rela berkorban, mengamalkan setiap kata dari Khalifah dan setia. Beliau adalah Sultan-e-Nasir yang jarang ditemukan. Beliau adalah seorang alim yang beramal. Setidaknya bagi saya, saat ini tidak terlihat ada contoh seperti beliau. Karena dalam perbendaharaan Allah tidak ada kekurangan, semoga Allah Taala menciptakan lagi teladan-teladan seperti beliau, dan semoga Allah Taala terus menganugerahkan para pengkhidmat yang setia, tulus, dan berjalan di atas ketakwaan kepada Khilafat Ahmadiyah, dan menjadikan anak keturunan beliau juga mendapat bagian dari doa-doa ayah mereka, serta memberikan taufik untuk berjalan sesuai dengan amal dan nasihat-nasihat beliau.

Jenazah kedua, seperti yang telah saya katakan, adalah seorang Ahmadi yang meninggal dalam tahanan beberapa hari yang lalu. Dr. Tahir Mahmud dari Karachi, putra Ghulam Rasul Sahib. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Pada saat wafat, usia beliau adalah … tahun. Menurut rincian, almarhum Tahir Mahmud Sahib, ketua wilayah Malir Colony Karachi, bersama dua sahabat lainnya, Ijaz Husain dan Ayaz Husain, didakwa oleh polisi di Malir Colony Karachi dengan alasan gaya arsitektur masjid mereka dan pelaksanaan salat Jumat di sana. Beliau ditangkap setelah sebelumnya mendapatkan jaminan pra-penangkapan, namun kemudian jaminan tersebut dibatalkan dan beliau ditahan. Selama proses jaminan di pengadilan, beliau diserang oleh kerumunan penentang dan pengacara oposisi, mengalami kekerasan, dan diancam dengan konsekuensi berbahaya. Bahkan, seorang petugas polisi memerintahkan kerumunan untuk menembak beliau. Beliau juga mengalami kekerasan di kantor polisi. Beliau dipaksa untuk mencela Hazrat Masih Mau’ud a.s. dan para Khalifah, namun beliau tetap teguh dan menunjukkan ketabahan. Setelah itu, beliau dipindahkan ke penjara melalui proses peradilan.

Mereka berada di penjara selama dua bulan, dan beberapa hari sebelum wafat, kesehatan beliau memburuk di penjara karena infeksi ginjal. Kemudian beliau dikirim ke rumah sakit dari sana, tetapi beberapa hari kemudian beliau wafat. Innā lillāhi wa innā ilayhi rāji‘ūn. Bahkan saat wafat di rumah sakit pun, tangan beliau masih diborgol. Kewafatan beliau bisa juga disebabkan oleh kekerasan, mungkin beliau mengalami luka dalam. Ini bisa jadi menjadi penyebabnya. Dalam hal ini, beliau telah menanggung kesulitan penawanan, mengalami kekerasan di hadapan pengadilan, dan bukti-bukti seperti ini menunjukkan bahwa beliau layak mendapatkan status syahid dan akan termasuk dalam golongan para syuhada. Beliau juga bergabung dalam Nizam wasiat dan mendapat taufik untuk berkhidmat sebagai ketua, sekretaris Dawat Ilallah dan di berbagai jabatan di badan-badan.

Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga beliau melalui paman beliau, Hakim Ahmad Din Sahib, yang bergabung dengan Ahmadiyah pada tahun 1920-an selama masa Khilafat Kedua melalui perantaraan Hazrat Maulvi Imam Din Sahib, sahabat Hazrat Masih Mau’ud a.s.. Setelah itu, ayah beliau juga menerima Ahmadiyah. Beliau membantu orang miskin secara finansial dengan menjaga privasi mereka. Beliau menikahkan beberapa gadis miskin. Bahkan di penjara, beliau terus membantu sesama tahanan. Ketika dikunjungi di penjara dan ditanya apakah beliau mengalami kesulitan, beliau menjawab, “Kesulitan apa? Saya di sini demi agama. Saya mendapat kesempatan untuk bertabligh.” Pada saat itu juga, beliau terus bertabligh tanpa rasa takut dan berani. Sebuah kasus didaftarkan melawan Tahir Mahmood Sahib pada 17 Januari 1988 di kantor polisi Malir Colony, Karachi. Kasusnya adalah seorang penuduh mengatakan bahwa beliau telah membaiatkan adik laki-lakinya. Pada saat itu juga beliau ditahan.

Ini adalah kedua kalinya beliau mendapat kehormatan dipenjara dan juga harus menghadapi penentangan. Beliau diserang tiga kali, tetapi beliau menyerahkan urusan mereka kepada Allah. Beliau melihat dalam mimpi bahwa salah satu penyerang telah ditangkap oleh Allah Taala. Setelah itu, orang yang memusuhi beliau terbunuh dalam suatu perselisihan, dan dua orang lainnya datang ke rumah almarhum untuk meminta maaf atas perbuatan mereka, yang langsung dimaafkan oleh almarhum. Beliau tidak mengajukan tuntutan hukum. Istri almarhum menyatakan, “Perilaku suami saya terhadap saya sangat teladan dan beliau berdedikasi terhadap Jemaat. Ketika beliau pulang larut malam, saya tidak pernah mengeluh atau mencegahnya karena saya memiliki keyakinan dalam hati bahwa karena apa yang dilakukan almarhum suami ini, Allah Taala sedang mengerjakan urusan kami secara gaib.”

Salah seorang dari anak-anak beliau juga adalah seorang mubalig Waqf-e-Zindegi. Ia menulis bahwa pada tahun 1980-an beliau mendapat kehormatan untuk menjadi tawanan di jalan Allah. Pada kesempatan itu, polisi melakukan kekerasan yang sangat berat terhadap beliau. Ketika seseorang mengatakan kepada beliau untuk berhati-hati setelah mengalami kekerasan tersebut, beliau menjawab dengan penuh semangat, “Saya sekarang telah merasakan pukulan polisi, karena itu saya tidak lagi memiliki rasa takut. Sekarang saya melakukan da’wat ilallah tanpa ragu-ragu.”

            Di antara yang ditinggalkan, selain istrinya yang terhormat Mubasshirah Sahibah, ada satu putri dan tiga putra. Putra beliau Munib Mahmud Sahib adalah seorang mubalig yang juga berada di Pakistan. Semoga Allah Taala menganugerahkan magfirah kepada almarhum, meninggikan derajat almarhum, dan memberikan taufik kepada anak-anak almarhum untuk mengikuti jejak langkahnya. Salat jenazah akan dilaksanakan setelah salat.[1]

Khotbah II:

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ -عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ أُذكُرُوْ االلهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


[1] Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Shd., Mln. Fazli Umar Faruq, Shd. dan Mln. Muhammad Hasyim. Editor: Mln. Muhammad Hasyim

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.