Tim Ahmadiyah.Id bertanggung jawab penuh atas kesalahan atau miskomunikasi dalam sinopsis Khotbah Jumat ini.
Ringkasan Khutbah Jumat
KHALIFATUL MASIH II ra: MUTIARA HIKMAH
Hazrat Mirza Masroor Ahmad di Masjid Baitul Futuh, London – 4 Maret 2016
Saya telah menceritakan di sebagian khotbah saya yang lalu kisah-kisah dan hikayat-hikayat yang dapat diambil pelajaran darinya, dan Hadhrat Mushlih Mau’ud radhiyAllahu ta’ala ‘anhu pernah meriwayatkan dari Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam. Pada saat saya memilihkan sebagian dari kisah-kisah dan hikayat-hikayat tersebut guna diceritakan pada hari ini, muncul di benak saya masih hidupnya kisah-kisah dan hikayat-hikayat hingga hari ini adalah berkat jasa Hadhrat Masih Mau’ud as. Andai saja kisah-kisah ini tidak pernah tertulis di dalam buku-buku Jemaat, mungkin saja itu sudah lama terlupakan dan tidak dibicarakan oleh seorang pun hingga hari ini. Sekarang berbagai kisah itu telah diterjemahkan kedalam sejumlah bahasa [karena disampaikan di dalam khotbah Jumat]. Sebagaimana telah saya sampaikan, saya memilih sebagian kisah untuk diceritakan hari ini, itu bukan sekedar kisah atau cerita saja, melainkan sebagian adalah kisah nyata terjadi, dan di sebagiannya lagi Hadhrat Masih Mau’ud as memaparkannya sebagai nasehat-nasehat pada beberapa hal. Beberapa diantara kisah tersebut terdengar lucu namun sebenarnya senantiasa mengandung nasehat dan bersifat untuk perbaikan. Saya sampaikan kisah pertama yang tampaknya lucu.
Hadhrat Masih Mau’ud as biasa meriwayatkan bahwa ada seorang istri tukang kebun yang memiliki dua orang putri. Yang pertama dinikahkan dengan keluarga pembuat barang-barang tembikar (barang-barang dari tanah liat-red) dan yang kedua dinikahkan dengan keluarga tukang kebun lainnya. Setiap kali cuaca mendung, maka wanita ini menjadi khawatir lalu berkata salah seorang putrinya akan menderita. Ketika ditanya, wanita itu menjelaskan bahwa jika hujan turun maka putrinya yang dinikahkan dengan keluarga pembuat barang-barang tembikar akan menderita. Tetapi jika hujan tidak turun maka putrinya yang dinikahkan dengan keluarga tukang kebun itulah yang akan menderita. Jika hujan turun, maka barang-barang tanah liat putrinya yang pertama akan rusak namun jika tidak hujan, maka akan berimbas kepada kebun keluarga putrinya yang kedua [yaitu kekurangan asupan pengairan untuk kesuburan tanaman kebunnya].
Begitu pula, Hadhrat Masih Mau’ud as menceritakan ada dua orang dari Qadian yang sedang berselisih. Teman mereka mencoba untuk mendamaikannya namun keduanya bersikeras untuk membawa perkara mereka ke pengadilan yang dijalankan oleh orang Inggris. Mereka berdua merupakan pengikut Hadhrat Masih Mau’ud as dan keduanya meminta beliau as agar mendoakan mereka. Menghadapi dilema ini, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa beliau as mendoakan semoga yang benarlah yang akan menang. Memohon doa dengan cara seperti adalah sama seperti kisah seorang wanita tadi bahwa baik hujan maupun tidak hujan sama-sama akan berpengaruh kepada salah seorang putrinya karena seseorang pasti akan menderita kekalahan.
Saya hendak menjelaskan di sini, janganlah dianggap jika orang-orang di masa Hadhrat Masih Mau’ud as membawa perkara tersebut ke pengadilan, maka juga benar untuk melakukan hal yang sama sekarang ini. Memang, mencari keadilan melalui pengadilan merupakan hal yang sah-sah saja, namun jika pemisahan diantara dua pihak melalui para saudara dengan jalan arbitrase (kesepakatan perdamaian) itu mungkin, maka janganlah mengarah ke pengadilan pemerintah, lalu janganlah pula bersikap bermusuhan dengan keras kepala. Hadhrat Masih Mau’ud as tidak menyukai tindakan keras kepala ini. [lebih baik jika perkara-perkara tersebut dapat diselesaikan terlebih dahulu dengan kesepakatan bersama dan di luar pengadilan.] Oleh karena sifat keras kepala bukan sikap terpuji maka hendaknya seseorang menjauhinya. Ia harus meminta perlindungan kepada sang Imam dari situasi yang memalukan dengan cara meminta didoakan dari beliau dari situasi semacam itu, sebab, jika dua pihak itu dua Ahmadi, maka siapa yang akan didoakan? Maka, berdoalah dengan doa yang Hadhrat Masih Mau’ud as panjatkan, yaitu, “Semoga yang berhak mendapatkan haknya.”
Allah Ta’ala juga mengarahkan perhatian kita pada perkara lain yaitu penghormatan kepada kedua orang tua serta memenuhi hak-hak mereka kecuali dalam perkara agama dan perintah-perintah Allah. Dalam hal ini, seseorang bisa saja mengucapkan kata-kata penuh penghormatan kepada orangtua tapi selama berkaitan dengan Allah Ta’ala, ia bisa memohon maaf dan mengemukakan alasan tidak menerima perintah mereka (yang jelas bertentangan dengan perintah Allah), berlepas diri dari perkara itu.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda bahwa adalah wajib bagi setiap orang untuk bersikap baik dan sopan kepada orang tua mereka. Tetapi ada beberapa anak muda yang tidak memberikan penghormatan yang layak serta tidak memenuhi kewajiban mereka terhadap orang tua mereka. Ketika mereka sampai pada kedudukan yang tinggi, beberapa diantara mereka merasa malu bertemu orang tua mereka yang memiliki latar belakang sederhana.
Hadhrat Masih Mau’ud as meriwayatkan ada seorang Hindu yang kesulitan merawat dan menyekolahkan anaknya untuk mendapatkan gelar yang tinggi. Anaknya itu di waktu kemudian menjadi seorang deputy dan menduduki jabatan yang tinggi. Sang ayah suatu kali datang mengunjungi anaknya yang pada saat itu sedang berada bersama para pengacara dan pejabat lainnya. Sang ayah mengenakan pakaian sederhana yang tampak kurang rapi. Ada seseorang yang tidak menyukai penampilan ayah itu lalu bertanya siapa orang yang berpenampilan kusut itu. Karena merasa malu, sang anak itu mencari-cari jawaban siapa orang yang merupakan ayahnya itu. Hal itu membuat ayahnya marah lalu pergi. Sikap anaknya ini tidak berkesan bagi teman-temannya yang lalu mereka berkata, “Jika Anda beritahukan orang itu adalah ayah Anda, tentu kami pun akan memberikannya penghormatan yang selayaknya.”
Terkadang seseorang merasa malu berjumpa dengan kerabatnya yang miskin meskipun itu adalah ayahnya sendiri dengan anggapan supaya kedudukan tingginya tidak ternodai. Mereka terlewatkan dari memberikan penghormatan yang selayaknya kepada orang tua. Oleh sebab itu, alih-alih memberikan nama baik, mereka malah merusak nama baik orang tua mereka.
Hadhrat Masih Mau’ud as senantiasa bersabda agar hendaknya seseorang tidak menghadiri suatu majelis hanya untuk mendengarkan penceramah yang hebat saja. Namun hendaknya memperhatikan ceramah apa yang disampaikan dan manfaat apa yang dapat diambil. Terkadang sebagian orang tidak memahami kedalaman materi serta maksud dari apa yang disampaikan penceramah. Ia hanya menghabiskan waktu saja duduk di tengah-tengah majelis. Demikian pula halnya para penceramah menyampaikan ceramahnya dengan luar biasa hanya untuk menciptakan gejolak sementara saja dan berupaya untuk mengeluarkan suara-suara yang mengherankan untuk menarik perhatian orang-orang.
Hadhrat Masih Mau’ud as pernah menceritakan berkenaan dengan seorang penceramah yang menyampaikan materi yang mengharukan. Kemudian ada seorang petani lewat dan berhenti lalu mendengarkan sang penceramah tersebut. Para pendengar lainnya tidak terkesan dengan apa yang disampaikan penceramah itu, namun petani ini malah mulai menangis. Timbul rasa riya di dalam hati penceramah tersebut dan beranggapan ceramahnya begitu menyentuhnya sehingga membuat petani tersebut menangis. Seraya menyampaikan ceramahnya, ia berkata kepada para pendengar yang lain, “Hati orang-orang itu merasakan hal yang berbeda-beda. Di satu sisi, ada orang yang seperti kalian yang meskipun sudah mendengarkan ceramah saya berjam-jam namun tidak timbul sedikit pun kesan di dalam diri kalian. Tetapi lihatlah orang ini yang baru saja datang namun malah langsung terkesan dan menangis dengan mendengarkan ceramah saya.” Penceramah tersebut bertanya kepada petani itu apa yang sebenarnya membuatnya begitu terkesan. Petani itu menjawab bahwa sehari sebelumnya, anak sapinya mati seraya mengeluarkan suara yang sama dengan yang dikeluarkan orang penceramah sehingga ketika mendengarkan penceramah berbicara, ia teringat anak sapinya dan hal tersebut membuatnya menangis. Peristiwa ini membuat penceramah tersebut malu.
Seperti itulah kondisi para penentang kita mengeluarkan suara yang aneh-aneh di dalam ceramah mereka untuk menggugah orang lain. Inilah yang mereka kerjakan. Dan orang-orang yang tinggal di Pakistan akan mengetahui bagaimana kondisi mereka yang menentang Jemaat ini.
Ini merupakan karunia Allah Ta’ala sehingga kita memperoleh taufik untuk beriman kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Kalau tidak, mungkin kita berada di dalam kelompok orang-orang yang dianggap suci (Pir) yang mencari penghasilan atas nama Islam. Mereka yang menganggap diri mereka suci dan telah mendapatkan kedekatan dengan Allah Ta’ala ini berpikir mereka bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan tidak memerlukan apapun. Mereka menganggap bahwa Allah Ta’ala sangat dekat dengan mereka dan mereka pun tidak tertarik dengan dunia. Namun demikian, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda berkenaan dengan perilaku mereka yang sebenarnya bahwa Pir ini datang kepada muridnya seraya meminta uang. Meskipun orang tersebut mengatakan bahwa ia sedang dalam kondisi yang sulit karena sedang terjadi kekeringan dan tidak ada satupun yang dapat diberikan, tetapi Pir ini tetap memaksa dan pada akhirnya membuat orang miskin itu harus menjual barangnya untuk membayar Pir tersebut.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda bahwa Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan Al-Quran telah menyampaikan segala prinsip kedokteran dan mengandung pengobatan terhadap segala penyakit jasmani.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda bahwa mungkin saja pengetahuan rohani yang beliau miliki belum sampai pada derajat demikian namun beliau ra dapat mengatakan kita tidak memerlukan sesuatu apapun di luar Al-Quran.
Hendaknya kita betul-betul mempelajari Al-Quran serta membaca tafsir Hadhrat Masih Mau’ud as dan juga tafsir lainnya. Hendaknya kita juga berdoa serta berupaya mencari poin-poin di dalam Al-Quran.
Beberapa orang beranggapan setelah meraih suatu ilmu pengetahuan, mereka tidak memerlukan pengalaman atau sarana apapun yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang ia telah miliki. Padahal sangat penting untuk diperhatikan bahwa pengalaman itu penting bersamaan dengan ilmu pengetahuan tersebut. Ilmu kedokteran yang dimiliki seorang tabib tidaklah sempurna jika ia belum mempraktekannya. Hadhrat Masih Mau’ud as senantiasa meriwayatkan suatu kisah ada seorang tabib yang sangat unggul secara akademis datang ke hadapan Maharaja Ranjeet Singh. Ia bertemu dengan mentrinya dan memintanya agar merekomendasikan dirinya agar bertemu Maharaja Ranjeet Singh. Ia kemudian merekomendasikan kepada Maharaja Ranjeet Singh agar ia bertemu dengan tabib ini karena ia seorang yang sangat terpelajar. Ranjeet Singh berkata, “Baiklah namun apakah ia berpengalaman di bidangnya?” Mentri tersebut menjawab, “Ia akan memperoleh pengalaman melalui ujian engkau.” Ranjeet Singh orang yang sangat cerdas. Ia paham bahwa orang itu berilmu tapi tanpa pengalaman. Ranjeet Singh lalu berkata, “Apakah satu-satunya orang yang berpengalaman itu hanya Ranjeet Singh yang malang? Berikan hadiah sebagai penghormatan kepadanya lalu suruhlah ia pulang.”
Jika ilmu pengetahuan tidak didukung dengan pengalaman, maka hal tersebut tidak akan menjadikan seseorang itu ahli di bidangnya. Dan jika seseorang menganggap dirinya sudah ahli hanya dengan memperoleh ilmu pengetahuan saja, maka ia akan memperoleh reaksi yang sama seperti yang Ranjeet Singh berikan. Juga sangat penting bagi kemajuan Jemaat secara menyeluruh hendaknya anak-anak muda mencari pengalaman setelah memperoleh ilmu di bidang-bidang modern masa kini. Beberapa permasalahan perlu diselesaikan yang hanya dapat dilakukan melalui pengalaman.
Setelah menerima Ahmadiyah, kita dapat menjaga keimanan kita dengan tetap memelihara hubungan yang kuat dan terus-menerus dengan Nizam Jemaat dan Khilafat. Untuk itu kita hendaknya menggunakan sarana-sarana yang dapat membuat diri kita senantiasa terhubung dengan Nizam Jemaat dan Khilafat meskipun berada di tempat yang jauh. Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengatakan bahwa tidak akan ada kemajuan di dalam pekerjaan Jemaat jika kita tidak memiliki hubungan dengan sumber utamanya. Beliau ra memberikan contoh pada masa beliau ra lalu bersabda bahwa surat kabar [terbitan Jemaat] merupakan suatu sarana terbaik untuk memelihara hubungan tersebut. Jika seseorang senantiasa membaca surat kabar Jemaat dimana pun ia berada, maka ia seolah-olah senantiasa berada di dekat Jemaat ini. Beliau ra bersabda bahwa di kesempatan Jalsah, beliau ra bisa memberikan ceramah kepada para lajnah hingga yang duduk di tempat yang jauh melalui loudspeaker. Demikian pula, surat kabar juga bisa senantiasa memelihara mereka yang berada di tempat yang jauh agar tetap berhubungan dengan Jemaat. Hadhrat Masih Mau’ud as senantiasa bersabda bahwa surat kabar Al-Hakam dan Badr merupakan dua tangan beliau as. Pada masa Hadhrat Masih Mau’ud as, surat kabar Jemaat ini sangat terkenal di kalangan anggota Jemaat dan meskipun Jemaat masih sedikit, namun penjualan surat kabar Badr sangat luas. Bahkan, para Ahmadi yang tidak berpendidikan pun akan membeli surat kabar ini lalu memberikannya kepada orang lain agar dapat dibaca sebagai sarana tabligh. Seorang Ahmadi yang tidak terpelajar, yang bekerja sebagai penarik kereta kuda, selalu membeli surat kabar Al-Hakam. Dan ketika ia merasa bahwa penumpangnya merupakan seorang yang baik, ia akan memberikan mereka surat kabar tersebut lalu meminta untuk membacakannya. Seperti inilah caranya memperkenalkan Ahmadiyah kepada para penumpangnya. Dikatakan, meskipun ia tidak berpendidikan, namun ia merupakan orang yang paling banyak membawa orang-orang baiat semasa hidupnya.
Waktu telah berubah dan sekarang terdapat banyak sarana yang tersedia. Setiap Ahmadi hendaknya menanamkan kebiasaan menonton MTA bagi tarbiyat diri sendiri serta untuk menumbuhkan hubungan yang kuat dengan Khilafat. Hendaknya kita menyampaikan kepada teman-teman kita mengenai website Jemaat. Banyak orang yang menulis surat seraya berkata bahwa semenjak mereka mulai dawam menonton MTA (Muslim Television Ahmadiyya), paling tidak menonton Khotbah Jumat, maka keimanan mereka semakin kuat dan mereka merasa hubungan mereka dengan Jemaat juga semakin kokoh. MTA dan website Jemaat (www.alislam.org) merupakan sumber yang sangat bagus bagi pertablighan dan juga tarbiyat para Ahmadi serta senantiasa menghubungkan mereka dengan Khilafat dan Jemaat.
Beberapa orang memberikan perhatian untuk memperbaiki diri mereka khususnya berkenaan dengan mendirikan shalat. Namun demikian, mereka tetap menjadi lalai dalam hal ini ketika terus berada bersama orang-orang yang lalai. Itulah sebabnya, penting untuk menjalin ikatan dengan mereka yang memiliki kerohanian yang kuat. Hendaknya para Ahmadi di Rabwah dan Qadian memberikan perhatian yang khusus terhadap hal ini. Mereka memiliki cabang-cabang lokal yang relatif dekat dan hendaknya mereka meramaikan mesjid. Orang-orang yang datang ke Rabwah dari luar negeri menulis surat bahwa perlu diberikan perhatian dalam hal pendirian shalat di Rabwah.
Dalam menjelaskan mengenai bagaimana pergaulan tersebut dapat mempengaruhi seseorang, Hadhrat Masih Mau’ud as meriwayatkan bahwa suatu kali ada seseorang yang sakit jiwa. Ia datang berlari lalu menempel dengan Galen (tabib Yunani). Ketika ia melepaskan Galen, Galen meminta agar darahnya diambil. Ketika ditanya kenapa ia ingin mengeluarkan darahnya. Galen menjawab bahwa cara orang yang sakit jiwa ini datang kepadanya membuatnya berpikir di dalam dirinya tentu juga ada darah penyakit tersebut sehingga menyebabkan orang gila tersebut datang kepadanya karena merasa selaras dengan Galen ini.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda bahwa bergaul dengan orang-orang yang lalai dan malas untuk melaksanakan shalat menggambarkan kepada kita orang itu pun memiliki keselarasan dengan orang yang lalai dalam shalat ini. Oleh sebab itu bukan condong kepada orang-orang yang lalai mengerjakan shalat, hendaknya setiap Ahmadi cenderung kepada orang-orang yang aktif mengerjakan shalat dan ketika jumlah orang yang rajin bertambah, maka orang-orang yang lalai pun akan menjadi rajin shalat.
Suatu kali seseorang menghadiri majelis Hadhrat Masih Mau’ud as dan menuntut bahwa ia baru akan menerima beliau as jika beliau as menunjukan suatu mukjizat. Hadhrat Masih Mau’ud as menjawab bahwa Allah Ta’ala bukanlah memperlihatkan mukjizat itu sebagai tontonan. Segala sesuatu yang berasal dari-Nya itu penuh dengan hikmah. Hadhrat Masih Mau’ud as bertanya kepada orang tersebut manfaat apa yang dapat ia peroleh dari mukjizat-mukjizat sebelumnya sehingga sekarang ia membutuhkan suatu mukjizat yang baru? Peristiwa ini hanya menunjukan betapa keras kepalanya orang-orang ketika mereka tidak ingin menerima sesuatu, mereka mengikuti langkah-langkah syaithan dan membuat tuntutan seperti itu. Tuntutan yang sia-sia dan tidak penting itu tidak bernilai apapun dalam pandangan Allah Ta’ala atau bagi para nabi-Nya. Ada begitu banyak tanda bagi mereka yang shaleh.
Ketika Hadhrat Mushlih Mau’ud ra memulai gerakan Tahrik Jadid (yang secara harfiah berarti gerakan baru), beberapa orang menyampaikan keberatan berkenaan dengan kata ‘Tahrik Jadid’ mungkin ini adalah gerakan model baru. Beliau ra menjelaskan pada dasarnya gerakan ini merupakan gerakan lama dan tidak ada yang baru. Penggunaan kata ‘Jadid’ (yang berarti baru/modern) untuk suatu tujuan khusus. Beliau ra memberikan suatu permisalan ada seorang dokter yang telah mengobati seseorang yang sakit dalam kurun waktu yang lama. Orang sakit itu berpikir tidak memperoleh manfaat dari obat yang dokter itu berikan dan meminta obat lain. Terkadang dokter memberikan obat yang lama namun dicampurkan dengan ramuan yang lain supaya lebih harum atau sebagainya. Tetapi pada dasarnya obat itu obat lama namun dibuat seolah-olah tampak baru supaya orang sakit ini mau meminumnya.
Suatu kali seorang wanita tua datang kepada Hadhrat Masih Mau’ud as mengelukan penyakit malarianya yang berkepanjangan. Beliau as memberikannya nasehat agar minum kina namun ia mengeluh bahkan jika ia minum seperempat kina, demamnya tidak akan turun-turun selama seminggu. Hadhrat Masih Mau’ud as tahu ia tidak mau minum kina. Di India, kina memiliki suatu nama khusus yang memiliki arti lain. Dengan demikian, Hadhrat Masih Mau’ud as menyuruhnya untuk minum kina dengan menyebutkan nama yang berbeda namun yang dimaksud adalah kina tersebut. Wanita tua itu dengan senang minum obat itu dan kemudian memberitahukan bahwa hanya dengan 2-3 tablet saja ia telah menyembuhkannya dari penyakit itu.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda bahwa begitu pula beliau ra memberikan nama terhadap suatu gerakan atau praktek yang merupakan sesuatu yang lama dan kemudian disebut ‘Jadid’ atau baru/modern. Orang-orang yang memiliki keikhlasan senantiasa menghendaki kemajuan di dalam kerohanian mereka. Ketika mereka mendapatkan nama baru di dalam suatu gerakan, maka mereka akan berlomba-lomba mengambil manfaat dari gerakan tersebut. Tetapi orang-orang yang di dalam diri mereka ada kemunafikan mulai mengkritik bahwa beliau ra sudah memulai sesuatu yang baru yang mana berbeda dengan cara Hadhrat Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam dan Hadhrat Masih Mau’ud as. Orang-orang seperti ini tidak berupaya untuk memahami dan tidak pula mengambil manfaat dari gerakan ini.
Pada masa Hadhrat Masih Mau’ud as, ada seorang pengemis yang biasa meminta-minta di jalanan Qadian. Ketika ia melihat seseorang datang mendekat, ia lalu akan mulai meminta-minta uang. Ketika orang tersebut mendekatinya, pengemis itu akan mengurangi permintaannya lalu perlahan-lahan terus mengurangi jumlah apa yang dimintanya ketika orang tersebut menghindar dan berpaling ke arah yang lain. Demikianlah pengemis itu senantiasa menurunkan jumlah nilai uang yang dimintanya.
Begitulah, setiap orang yang bekerja pun hendaknya berusaha keras untuk meraih sesuatu hasil, secara bertahap jumlahnya ditingkatkan.
Jadi hendaknya orang yang berdoa pun berpikir sekurang-kurangnya ada yang dihasilkannya dengan gerak dan kerjanya. Jika orang seperti ini terus berdoa dengan cara seperti ini, maka ia pun akan mendapatkan hasilnya.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra bersabda bahwa mereka yang mengkhidmati Jemaat hendaknya juga memiliki cara pikir seperti ini untuk mendapatkan sesuatu. Bekerjalah dan kemudian lihatlah apa hasilnya! Ketika segala urusan dunia senantiasa memperoleh hasilnya, lalu bagaimana bisa segala urusan akhlak dan rohani tidak menghasilkan apapun. Mereka yang berpikiran keliru senantiasa berkata kita melakukan apa yang kita lakukan namun hasilnya ada di tangan Allah Ta’ala. Maksud mereka dengan berkata demikian ialah bahwa meskipun kita telah berupaya sekuat tenaga namun Allah Ta’ala tidak berada di sisi kita. Betapa bodohnya menghubungkan kelemahan dan kegagalan seseorang kepada Allah Ta’ala. Merupakan hukum Allah Ta’ala bahwa apapun yang kita lakukan, ada konsekuensi/hasil yang telah ditakdirkan sesudahnya. Hasil baik atau buruknya tergantung pekerjaan kita sendiri. Sejauh mana kerja keras dan upaya yang kita berikan, hasilnya ada di tangan kita. Apa yang diperlukan ialah mengerahkan upaya untuk mencapai hasil yang jelas dan tidak akan berhenti hingga mencapai hasil tersebut.
Beberapa orang menulis surat seraya mengatakan mereka melakukan upaya yang luar biasa untuk beribadah kepada Allah Ta’ala tetapi tidak mencapai tujuan mereka. Doa-doa mereka tidak terkabul. Hendaknya dipahami ia belum cukup sampai pada tingkatan yang ia inginkan atau ia telah mengambil suatu jalan yang keliru untuk mencapai tujuannya. Tidak hanya jalan untuk mencapai tujuan kita itu jalan yang benar namun juga hendaknya kita siap mengerahkan upaya maksimal yang diperlukan.
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa ketika seorang ahli kimia tidak berhasil, ia berpikir ada sesuatu yang kurang tepat dalam pengaturan suhu. Artinya, ia tidak lantas putus harapan pada bidangnya dan kemudian menganggap kegagalannya karena kelemahannya sendiri. Sekalipun tidak ada lagi harapan di bidang kimia tersebut, namun harapan yang senantiasa abadi adalah harapan untuk mengadakan hubungan dengan Allah Ta’ala. Seorang ahli kimia yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk menangani kekeliruannya dalam pengaturan suhu itu tidak merasa kehilangan harapan terlepas dari kegagalan yang ia dapatkan. Namun demikian, jika seseorang yang berharap untuk meraih kedekatan dengan Allah Ta’ala itu tidak berhasil, sementara ia tidak berpikir hal tersebut adalah karena kelemahan serta kekurangannya dalam cara-caranya, maka ia kemudian akan hilang harapan terhadap Allah Ta’ala dan berhenti berupaya untuk meraih kedekatan dengan-Nya.
Sungguh, penelitian pun dikerjakan bertahun-tahun sebelum hasilnya tercapai.
Apa yang diperlukan dalam mencapai kerohanian, kedekatan dengan Allah Ta’ala dan pengabulan doa ialah dengan memperhatikan cara-caranya sendiri, lalu memperbaikinya menjadi lebih baik. Introspeksilah diri sendiri, perhatikanlah ibadah yang dilakukan terhadap Allah Ta’ala, jalankanlah segala perintah Allah Ta’ala dan perbaikilah cara berpikir kalian. Allah Ta’ala berfirman bahwa Dia itu dekat dan Dia senantiasa mendengar segala doa dari orang-orang yang berdoa. Dengan demikian, jika seseorang tidak merasa bahwa Allah Ta’ala itu dekat dan tidak merasakan pengabulan doa, artinya masih ada kekurangan dalam upayanya itu.
Hadhrat Masih Mau’ud as senantiasa berkata bahwa ada dua jenis pengemis. Yang satu adalah pengemis yang meminta dan mengambil apapun yang diberikan kepada mereka. Jika tidak ada yang diberikan, mereka akan terus memanggil hingga 2-3 kali lalu pergi. Jenis pengemis yang kedua adalah ia tidak akan berpaling hingga ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Pengemis yang seperti ini sangat sedikit.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra meriwayatkan beliau ra ingat seorang pengemis yang senantiasa datang di pintu rumah Hadhrat Masih Mau’ud as dan tidak akan pergi hingga Hadhrat Masih Mau’ud as keluar dan memberinya sesuatu. Terkadang ia meminta uang dan jika yang diberikan itu kurang dari apa yang diminta, ia tidak mau menerimanya. Seringkali orang-orang yang mengunjungi Hadhrat Masih Mau’ud as memenuhi jumlah uang yang ia minta itu. Suatu hari Hadhrat Masih Mau’ud as jatuh sakit dan tidak keluar. Namun pengemis itu tetap duduk di sana hingga Hadhrat Masih Mau’ud sembuh dan keluar.
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa dalam hal pengabulan doa, penting kondisi seseorang hendaknya seperti pengemis jenis kedua ini yang terus-menerus meminta dan tidak berhenti hingga suatu saat ketika terbukti jelas secara perbuatan Allah Ta’ala memintanya menghentikan doanya itu. Perbuatan Allah dalam menghentikan doa tampak dalam berbagai cara, contohnya saat ini, jenis kelamin seorang bayi yang belum lahir dapat diketahui dan pada saat umur kehamilan memasuki masa-masa akan melahirkan, jenis kelamin bayi tersebut dapat diketahui dengan cukup pasti. Meskipun sudah mengetahui jenis kelamin bayi tersebut, namun terus saja berdoa untuk memperoleh seorang bayi laki-laki (ataupun perempuan) berarti menentang perbuatan Allah Ta’ala. Tetapi, doa sungguh dapat dipanjatkan supaya dapat memperoleh bayi laki-laki di masa mendatang. Terkadang, Allah Ta’ala memperlihatkan kehendak-Nya dan terus berdoa menentang kehendak-Nya dalam situasi demikian merupakan suatu sikap yang tidak sopan.
Hendaknya diingat, rencana dan doa berjalan beriringan. Seseorang harus merencanakan sesuatu lalu berdoa dengan keteguhan hati karena hal tersebut akan menarik karunia Allah Ta’ala. Sangat penting bagi kita untuk membuat suatu rencana dan mengambil langkah-langkah kongkrit yang disertai dengan doa terhadap sesuatu. Hadhrat Masih Mau’ud as senantiasa bersabda bahwa berdoa tanpa adanya rencana adalah keliru dan doa dari orang yang seperti itu akan dikembalikan lagi kepadanya karena berdoa namun tidak memiliki rencana bertentangan dengan hukum Allah Ta’ala. Hal ini sama saja dengan menguji Allah Ta’ala dan menguji Allah Ta’ala itu bertentangan dengan keagungan-Nya.
Semoga kita, dengan keteguhan hati, senantisa dapat menciptakan suatu kondisi yang sesuai dengan keridhaan Allah Ta’ala dan semoga kita senantiasa dapat berdoa dengan memenuhi segala persyaratannya.
Selanjutnya, diumumkan shalat jenazah ghaib bagi seorang syahid bernama Qamar Zia Sahib Shaheed yang disyahidkan di kampungnya di distrik Shiekupura, Pakistan pada tanggal 1 Maret 2016. Para pelaku menyerangnya dengan pisau di luar rumahnya.
Penerjemah: Hafizurrahman
Editor Dildaar Ahmad