Khotbah Jum’at
Hadhrat Khalifatul Masih Vatba
Tanggal 20 Juli 2007/Wafa 1386 HS
Di Masjid Baitul Futuh, London, UK
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Insyâ–Allah, dengan karunia dan kemurahan Allah, Jum’at depan, Jalsah Jema’at Ahmadiyyah UK akan dimulai. Sebagaimana kita semua ketahui bahwa hampir selama 24 tahun, semanjak Hadhrat Khalifatul Masih IVr.h. hijrah ke sini. Jalsah Inggris ini tidak lagi merupakan Jalsah salanah Inggris/UK, tetapi mengambil satu bentuk Jalsah atau Pertemuan Internasional; Dan sebagaimana sebelumnya sudah sering saya katakan bahwa selama Khilafat berada disini, pertemuan ini akan tetap berstatus sebagai Jalsah atau Pertemuan Internasional. Setelah kedatangan Hadhrat Khalifatul Masih IVr.h. ke sini, Jalsah pertama pun berlangsung. Mengingat akan kepentingannya, bahkan beberapa tahun kemudian pun, dalam berbagai waktu atau kesempatan; untuk memberikan pendidikan nizam/organisasi Jemaat pada penduduk Jemaat setempat disini; untuk memperkenalkan kepada mereka tentang tradisi Jema’at dengan cara yang benar; untuk mendongkrak pelaksanakan jalsah dengan cara terbaik di berbagai seksi-seksi dan berbagai pengaturan urusan Jalsah; dimana beliau sendiri dengan tekad dan kerja keras beliau telah memberikan bimbingan pelaksanakan pengurusan atau penangan Jalsah. Di sana, dari pusat, yakni dari Rabwah juga orang yang berpengalaman, termasuk para ketua panitia yang telah telah lama bertugas dalam kepanitiaan, dan yang memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam menjalankan atau mengurus pelaksanakaan Jalsah serta mereka juga memahami tradisi-tradisi Jemaat, mereka itu semua telah beliau ikut-sertakan dalam musyawarah-musyawarah bersama nizam/oraganisasi jalsah yang ada disini.
Betapa pun juga, dalam beberapa tahun, dengan karunia Allah, Jemaat UK sedemikian rupa mereka menjadi terdidik/terlatih, sehingga saya menganggap bahwa jika sekarang ratusan ribu orang yang datang, maka dengan karunia Allah, tanpa ada rasa cemas; tanpa adanya cacat dari segi intizhamiah[1] atau pengaturannya atau kesulitan pengaturan Jalsah mereka ini dapat tangani dengan sebaik-baiknya.
Bahkan terkadang, apabila saya berfikir, maka timbul rasa khawatir bahwa di Pakistan juga, apabila –insyâ Allah– keadaan sudah membaik dan Jalsah salanah dapat terselenggara. Akibat sudah lama vakum —tidak ada Jalsah— banyak sekali para petugas atau relawan yang pada ketika Jalsah terakhir tahun 1983, mereka itu masih aktif. Dan kini akibat mereka sudah lanjut usia, mereka mungkin tidak bisa lagi seperti itu, dan sebagian dari mereka sudah berpulang ke sisi Allah. Maka akibat generasi muda tidak mempunyai pengalaman dalam hal tugas, bagaimana mereka akan mengatur dan mengurus penyelenggaraan Jalsah? Tetapi, kemudian terkait dengan perlakuan Allah kepada Jemaat Hadhrat Masih Mau’uda.s.; Dengan melihat pengorbanan atau kecintaan dan gejolak iman orang-orang Ahmadi, hati menjadi terhibur. Insyâ–Allah, Allah Taala sendirilah yang akan menciptakan sarana untuk menjauhkan kekhawatiran-kekhawatiran itu. Bagaimanapun juga kepada saudara-saudara semua dan khususnya kepada para Ahmadi yang tinggal di Pakistan, saya memohon agar selalu berdoa semoga di Pakistan juga Allah Ta’ala membuka jalan untuk penyelenggaraan Jalsah dan kemahruman-kemahruman mereka ini pun menjadi hilang; dan kekhawatiran-kekhawatiran kita yang merupakan tuntutan alamiah manusia ini, itupun semoga Allah Taala hilangkan. Singkatnya, di sini, secara kebetulan timbul perhatian bahwa saya ingin memberikan himbuan untuk memanjatkan doa dan itu telah saya sampaikan.
Khutbah hari ini merupakan khutbah yang disampaikan seminggu sebelum Jalsah salanah. Ini pada umumnya saya sampaikan untuk menarik perhatian para petugas atau relawan kepada tanggung-jawab mereka. Sebagaimana saya telah paparkan bahwa dengan karunia Allah Taala, kini para petugas atau Majlis Amilah Jema’at UK yang termasuk di dalamnya anak-anak, kaum ibu, bapak-bapak yang lanjut usia juga dan yang muda juga, mereka ini semuanya sangat memahami akan tanggung-jawab mereka dan mereka melakukan tugas-tugasnya dengan sangat baik. Namun, karena ada juga perintah untuk mengingatkan supaya para petugas-petugas lama dan para petugas yang baru bergabung, maka mereka pun hendaknya mempersiapkan diri secara mental dan mereka berusaha menghilangkan semua kelemahan-kelemahan yang ada pada diri mereka. Dan kemudian, terkait dengan penerimaan tamu, ingatan terhadap suri tauladan Rasulullahsaw. menjadi segar kembali; Dan contoh-contoh pecinta berat beliausaw., yakni Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’uda.s. dalam mengikuti jejak majikan beliausaw. itupun dapat hadir di hadapan kita. Dan dengan itu pun kita akan terus mendapatkan bimbingan, karena itulah saya mengingatkan ini kepada saudara-saudara sekalian.
Kesediaan menerima tamu merupakan satu sifat yang juga Allah telah firman di dalam Al-Quran.
Sebagaimana merujuk pada pelayanan Hadhrat Ibrahim a.s terhadap tamu Allah Taala berfirman:
–wa laqod jâ-at rusulunâ Ibrôhîma bil-busyrô qôlû salâmâ. Qôla salâm. Famâ labitsa an jâ-a bi’ijlin hanîdz—“Dan sesungguhnya telah datang utusan-utusan Kami kepada Ibrahim dengan membawa khabar suka. Maka mereka mengucapkan salam lalu diapun menjawab salam dan sedikitpun dia tidak berlama-lama lalu dia membawa anak sapi yang dipanggang.” (Q.S. Hûd [11] ayat 70)
Jadi, kesediaan menerima tamu adalah dengan menunjukan amal atau sikap sendiri, jangan ada suatu ungkapan dalam corak apapun juga bahwa apabila tamu datang maka seakan–akan musibah terjadi, bahkan tamu pun jangan sampai mengetahui bahwa keperluan-keperluan pelayanan untuknya sedang disiapkan. Makanan terbaik yang tersedia, persiapan terbaik yang sudah ada di depan mata itu yang disajikan di depan tamu, tempat menginap atau akomodasi terbaik yang bisa tersedia hendaknya dipersiapkan untuk tamu. Dari ayat Kitab Suci Al-Qur’an ini, hendaknya saudara-saudara jangan sampai berpikir karena kalian merasa sebagai tamu, maka seharusnya kalian dilayani sedemikian rupa sehingga walaupun tamunya hanya ada dua orang, tapi kalian ingin agar makanan yang disiapkan untuk tamunya tidak terhitung banyaknya, lalu berfikiran pula bahwa tanpa mempersiapkan daging anak kambing, hak pelayanan itu tidak dapat terpenuhi, atau kalian ingin agar dana dikeluarkan sebanyak-banyaknya. Memang di zaman itu, mereka –yakni keluarga Nabi Israhima.s.— merupakan penggembala–penggembala ternak domba dan kambing, tidak ada pasar dimana mereka harus pergi, lalu membeli barang-barang keperluan, yang tersedia hanyalah domba-domba, dan inilah yang secara spontan dapat tersedia. Hal pokok di dalam ayat ini adalah tanpa menanyakan kepada tamu bahwa akan makan ataupun tidak, keperluan-keperluan penerimaan tamu atau apapun yang diperlukan untuk pelayanan tamu itu tetap disediakan oleh tuan rumah.
Rasulullahsaw. juga menyugukan susu kepada tamu. Contoh beliausaw. ada dihadapan kita. Korma-korma yang telah tersedia itu juga yang beliau sajikan. Jika ada daging dan makanan yang enak, maka makan itulah yang beliau sajikan dan berikan kepada tamu. Oleh karena itu, pada dasarnya akhlak Islam yang Allah telah perintahkan adalah kesediaan menerima tamu dengan senang hati atau dengan lapang dada. Jangan sampai terasakan oleh tamu bahwa kedatangan saya ini menjadi beban bagi sang penerima tamu. Bahkan tamu Hadhrat Ibrahima.s. merasakan bahwa tidak terjulurnya tangan mereka pada makanan tengah menciptakan rasa mengganggu atau rasa sedih di dalam hati Ibrahima.s., yang kemudian sang tamu pun menjelaskan bahwa mereka dalam perjalanan ke negeri kaum Luth. Jadi, ini merupakan akhlak Islam yang sedemikian rupa, dimana hendaknya setiap Muslim memilikinya. Berbagai corak mengenai hal ini, di tempat lain, Allah juga telah menyebutkannya di dalam Alquran. Jadi ini merupakan ajaran dimana hendaknya seorang Ahmadi secara khusus memberikan perhatian ke arah itu; Dan bagi mereka yang datang sebagai tamu Hadhrat Masih Mau’uda.s., bagaimanapun keadaannya, mereka hendaknya harus menaruh perhatian. Setiap Ahmadi yang sudah berikrar/berbaiat di tangan beliaua.s., mereka dapat memperkirakan bahwa siapa yang dikasihi, maka apapun yang berkaitan dengan yang dicintainya itu tentu akan menjadi sesuatu yang paling disayangi dari semua benda yang ada. Oleh karena itu, setiap saat, kita hendaknya ingat bahwa para tamu dari sosok yang kita cintai itu tengah berdatangan dan dengan niat itu kita akan mengkhidmati mereka. Jika dengan motif dan gejolak ini setiap petugas jalsah melayani mereka, maka kelezatan pengkhidmatan itu sendiri akan memiliki corak tesendiri atau berbeda. Jadi, baik kalian datang untuk Jalsah dari kalangan keluarga sendiri, tamu pribadi atau dibawah pengaturan Jemaat, semuanya telah disiapkan pelayanannya. Atau dengan kata lain, penerimaan tamu-tamu Jalsah dan tugas-tugas pengkhidmatan pelayanan terhadap para tamu telah diserahkan kepada para petugas. Semoga mereka semua mendapat taufik untuk mengkhidmati para tamu Hadhrat Masih Mau’uda.s. yang datang ke Jalsah. Sebagian tamu bertemu dengan saya, mereka baru pertama kali keluar dari Pakistan. Di sini, mereka juga tidak mempunyai kerabat. Mereka datang murni untuk menghadiri Jalsah dan juga untuk berjumpa dengan Khalifah. Mereka pun mengalami problem bahasa, banyak diantara mereka memiliki kepribadian yang sederhana, yang biasa akrab dengan lingkungan kampung tetapi mereka memiliki hati yang penuh dengan ketulusan. Dalam memberikan pelayanan kepada mereka, hendaknya jangan sampai timbul perasaan kalau mereka kurang diperhatikan. Sebagaimana telah saya katakan bahwa inilah sunnah para nabi, inilah akhlak Islam dan inilah contoh perilaku Rasulullah saw.; dan orang-orang yang telah menda’wakan diri ikut dalam Jemaat Ilahi, inilah contoh akhlak yang mereka perlihatkan; Dan sementara kita —orang-orang Ahmadi yang setelah ikut masuk dalam baiat di tangan Hadhrat Masih mau’uda.s.— adalah merupakan orang-orang yang paling patuh mengamalkan tauladan Rasulullahsaw., dan memang demikian sepatutnya. Maka yang paling utama, kita hendaknya mengungkapkan akhlak seperti itu. Di satu tempat, Rasulullahsaw. telah memberitahukan ciri khas seorang yang beriman, yakni penghormatan atau keramah-tamahan mereka terhadap tamu. Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat:
“Dari Hadhrat Abu Hurairahr.a. bahwa ada tiga hal yang beliau terangkan yakni barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka katakanlah perkataan yang baik atau hendaknya diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat hendaklah menghargai atau menghormati tetangganya.”[2]
Dan mengenai memuliakan tamu atau menghormati tamu, ini tidak terbatas pada tamunya sendiri atau kepada tamu dari keluarganya, tidak khusus kepada tamu dari antara kerabat dekatnya saja, melainkan kepada setiap tamu tanpa peduli agama atau kepercayaannya, Apakah itu ada hubungan kekerabatan atau tidak, beliau telah memerintahkan untuk melayaninya dengan sebaik-baiknya. Di dalam Kitab Suci Alquran, Allah Ta’ala yang telah memberitahukan mengenai hak para musafir. Di dalamnya juga terdapat terdapat perintah mengenai kesediaan untuk melayani tamu. Maka apa sunnah Rasulullahsaw. mengenai hal ini?
Tertera di dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh Hadhrat Abu Hurairahr.a. bahwasannya seorang yang kafir telah datang kepada Rasulullahsaw. sebagai tamu, Rasulullahsaw. segera menyuruh seorang sahabat untuk memerah susu dari seekor kambing untuknya, lalu membawakannya kepada orang kafir itu untuk diminum. Kemudian yang kedua dan kali yang ketiga, sehingga dia meminum air susu dari tujuh ekor kambing. Subuh berikutnya atau keesokan harinya dia masuk Islam, maka Rasulullahsaw. menyuruhnya membawa susu kambing yang kedua, maka pada hari kedua, orang itu tidak dapat menghabiskan susu itu semuanya. Maka Rasulullahsaw. bersabda, orang mu-min itu makan dengan satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan/ untuk tujuh usus.[3]
Terkait masalah makan, –singkatnya— inilah perumpamaan yang kita berikan, tetapi kesediaan menerima tamu atau pelayanan terhadap tamu inilah di dalamnya terdapat akhlak kesediaan menerima tamu. Yang nampak adalah seberapapun yang tamu makan, maka sang tuan rumah dengan perasaan senang hati dan gembira hendaknya menyediakannya tanpa mengungkapkan atau menzahirkan perasaan apapun bahwa betapa tamu ini telah menyusahkan; Bahwa perutnya dengan susu seekor kambing pun dia tidak kenyang; Tidak cukup dengan susu kambing kedua; Tidak cukup dengan kambing yang ketiga dll. Jadi, selama perut tamunya belum kenyang, ia belum puas, maka beliausaw. terus menunaikan hak kesediaan/pengkhidmatan dalam melayani tamunya; Dan beliau tidak membiarkan terdengar ungkapan apapun yang karenanya tamu itu menjadi malu atau karena suatu ungkapan perasaan dari tuan rumah, maka mengakibatkan timbul kemarahan pada diri tamu. Dan kemudian kesediaan menerima tamu bukan bersifat sementara, bahkan kesediaan menerima tamu yang bersifat permanen pun beliau saw. lakukan. Akibatnya, untuk mengambil faedah dari kasih sayang dalam kesediaan beliau menerima/melayani tamu, orang-orang mengambil faedah sampai berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan dari kesediaan beliau menerima atau memberikan pelayanan terhadap tamu, tetapi tak ada kesusahan yang terlihat dalam diri beliau bahkan Allah Ta’ala telah menyuruh mengumumkan melalui beliausaw. sendiri, firman-Nya :
… !$tBur O$tRr& z`ÏB tûüÏÿÏk=s3tGçRùQ$# ÇÈ
‑…wamâ ana minal-mutallifîn‑ “Aku bukanlah diantara orang yang suka berpura-pura (Q.S. Shâd [38]:87) Apa saja yang tersedia ‑tanpa dibuat-buat‑ beliau hidangkan kepada tamu dan yang bisa beliau lakukan secara lebih baik, beliau memenuhi keperluan-keperluan mereka.
Diriwayatkan dari Hadhrat Miqdad Bin Aswadr.a. bahwa saya memiliki dua orang teman yang akibat kerja keras dan banting tulang sebagai pekerja berat, daya pendengaran dan daya penglihatannya menjadi berkurang/rusak. Kami datang kepada sahabat-sahabat Rasulullahsaw., namun diantara mereka tidak ada yang menaruh perhatian kepada kami. Kemudian kami datang menjumpai Nabisaw. maka beliau membawa kami ke rumah keluarga beliau. Disana ada tiga ekor kambing betina. Beliausaw. bersabda perahlah susu kambing itu. Setiap orang diantara kami meminum bagian masing-masing dan membawa kepada Rasulullahsaw bagian beliau. Pada malam harinya, Rasulullahsaw. menjumpai kami dan mengucapkan salam. Suara beliau tidak begitu keras namun orang yang sedang tidur menjadi bangun. Yang bangun dapat mendengar suara beliau. Kemudian untuk shalat-shalat nafal, beliau pergi ke mesjid, lalu menunaikan shalat nafal; dan kemudian menunaikan shalat subuh. Kemudian sesudah itu di situlah susu itu dibawakan kepada beliau, dan kemudian beliau meminumnya.[4]
Jadi inilah kesediaan menerima/melayani tamu yang tidak dibuat-buat atau berpura-pura yaitu kepada orang-orang yang memerlukan itu beliau mengatakan bahwa baiklah kalian kini untuk jangka waktu yang panjang sebagai tamu saya, ini ada kambing-kambing, perahlah susunya, minumlah sendiri dan simpanlah juga untuk saya.
Kemudian, sebagaimana telah saya katakan bahwa kesediaan/keramah-tamahan beliau menerima tamu sifatnya tidak mengada-ada/memaksakan diri, apa yang tersedia itulah yang beliau hidangkan kepada tamunya.
Hadhrat Mughirahr.a. mengatakan bahwa pada suatu kali saya sedemikian rupa merasakan lezatnya kesediaan menerima tamu/pelayanan beliau kepada tamu, yaitu beliausaw. menyuruh orang untuk memanggang seekor anak kambing, lalu beliausaw. sendiri yang memotong-motong paha kambing itu, lalu darinya beliausaw. berikan kepada saya. Hudhursaw. juga makan makanan bersama-sama kami. Jika ada orang-orang yang ingin bertemu dengan beliausaw., maka merekapun diajak untuk makan bersama-sama tanpa berpura-pura. Kemudian setelah terjadi fatah Mekkah, dan rombongan-rombongan besar mulai berdatangan kepada beliausaw., maka beliau sendiri yang menyambut mereka, beliau menghormati dan memuliakan mereka, menyiapkan akomodasi[5] dan makanan untuk mereka, membagi-bagi tamu-tamu itu kepada para sahabat agar diberikan pelayanan dan beliausaw. juga menanyakan kepada para tamu itu: “Apakah saudara-saudara kalian itu telah menunaikan hak pengkhidmatan mereka terhadap tamu atau tidak?” Jadi inilah cara perlakuan baik beliausaw dalam melayani tamu. Kemudian apabila tamu datang, terlebih dahulu beliausaw. memeriksa rumah beliau sendiri, apakah di sana terdapat makanan ataukah tidak; Apakah pelayanan terhadap tamu itu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya atau tidak. Jadi jika tidak tersedia, maka beliau bertanya kepada para sahabat yang lain bahwa tamu itu siapa yang akan membawa mereka bersamanya.
Ada sebuah peristiwa seperti itu bahwa pernah datang seorang tamu, beliau menyuruh mencari tahu keadaan di rumah beliau, ternyata tidak ada makanan sedikitpun. Maka seorang sahabat Ansor berkata bahwa saya yang akan membawa tamu itu ke rumah saya dan di dalam peristiwa itu nampak satu pemandangan aneh penghormatan dan pengorbanan untuk tamu.
Tertera dalam sebuah riwayat bahwa Hadhrat Abu Hurairahr.a. meriwayatkan bahwa seorang datang kepada Rasulullahsaw.. Beliausaw. mengirimkan amanat/pesan kepada istri-istri suci beliausaw.. Mereka mengatakan bahwa selain air, kami tidak memiliki apa-apa. Menanggapi jawaban itu beliausaw. bertanya kepada para sahabat, “Siapa yang akan menyediakan makanan untuk tamu itu?” Seorang sahabat Ansor berkata, “Huzur, saya yang menyediakan.” Maka sesuai dengan perkataannya itu, tamu itu diajak ke rumah bersamanya dan sahabat itu berkata kepada istrinya, sediakanlah pelayanan yang bagus untuk tamu Rasulullahsaw.. Sebagai jawaban, isterinya berkata –tanpa diketahui tamunya‑ “Di rumah hanya tersedia makanan untuk anak-anak saja.” Ansor itu berkata, “Siapkan saja makanan itu.” Kemudian nyalakanlah lampu, dan apabila tiba waktu makan anak-anak, maka tidurkanlah anak-anak sembari menghiburnya. Ringkasnya, perempuan/isteri beliau itu menyediakan makanan dan menyalakan lampu. Anak-anak dia ditidurkan dalam keadaan lapar. Kemudian perempuan itu bangun dengan alasan membetulkan lampu dan memadamkannya. Kemudian –Sahabat Anshor dan istrinya‑ keduanya duduk bersama tamu sembari terus mengeluarkan suara seakan-akan keduanya menyantap makanan dan terus memperdengarkan suara bagaimana jika memakan makanan yang lezat supaya tamu mengabil pengertian bahwa tuan rumahpun sedang makan bersama-sama dengannya. Seperti itulah tamu makan sekenyang-kenyangnya, sedangkan dia sendiri tidur dalam keadaan lapar. Pagi-pagi ketika Ansor itu hadir berjumpa dengan Hudhursaw., maka beliausaw. bersabda bahwa dengan amalmu waktu malam tadi, Allah pun menjadi tertawa. Atas hal itu ayat ini turun yang artinya: Mereka mengutamakan orang-orang lain dari diri mereka sendiri, kendati mereka sendiri merupakan orang yang memerlukan. Dan barangsiapa yang diselamatkan dari kebakhilan jiwanya, maka mereka itulah yang akan mendapat kejayaan (sukses).[6]
Lihatlah dalam pandangan Allah betapa pentingnya melakukan pengkhidmatan atau kesedian menerima tamu bahwa akibat pengkhidmatan seorang sahabah Anshor yang unik terhadap tamu itu, di atas arasy-Nya, Allah Ta’ala gembira. Dan kabar mengenai kegembiraan–Nya pun Allah Ta’ala sampaikan kepada Rasulullahsaw., bahwa Hai Muhammad, tengoklah orang-orang yang melakukan pengorbanan macam bagaimana yang telah saya berikan kepadamu, yang mana demi untuk orang lain, mereka melakukan pengorbanan.
Pada suatu ketika beliausaw. bersabda bahwa tamu engkau mempunyai hak atas engkau. Karena itu hendaknya selalu memperhatikan hak-hak tamu. Dan para tamu yang atas undangan Hadhrat Masih Mau’uda.s., mereka datang untuk mendapatkan hidangan/santapan rohani; yang mana mereka datang dari tempat-tempat yang jauh dengan mengeluarkan biaya karena di Pakistan telah dikenakan larangan untuk mengadakan Jalsah-jalsah. Dari berkat mana pemerintahan dunia telah memahrumkan kita, lalu membuat perintang-perintang untuk kita, maka untuk memperoleh berkat-berkat dari itu, untuk menjadi orang-orang yang memperoleh berkat dari itu, apapun yang kita bisa perbuat, maka kita akan lakukan, dan memang hendaknya harus demikian. Jika dengan meletakkan beban di atas pundak kita, kita dapat meraih keberkatan dari do’a-do’a Hadhrat Masih Mau’uda.s. yang beliau telah panjatkan untuk para pengunjung Jalsah, maka hendaknya kita pun siap untuk itu. Banyak orang-orang datang ke sini, sebelumnya juga saya telah katakan bahwa mereka tidak datang untuk mendapatkan faedah atau keuntungan duniawi, dan tidak ada keluarga mereka di sini yang mereka akan jumpai, tidak ada keuntungan pribadi, mereka datang murni untuk mengikuti Jalsah. Beberapa hari mereka datang kesini. Setelah Jalsah, mereka akan kembali. Sebagian di antara mereka datang untuk berjumpa dengan saya, diantara mereka ada laki-laki maupun perempuan yang sudah lanjut usia, yang sebelumnya sudah bertahun-tahun berusaha untuk mendapatkan visa, akan tetapi visa tidak diperolehnya. Maka tahun ini Allah Ta’ala telah memberi karunia kepada mereka untuk mendapatkan visa. Diwaktu mulaqat, rasa emosional mereka begitu mendalamnya, dan mereka pun terharu. Sebagian dari mereka, karena banyak menangis, mereka menjadi tersedu-sedu. Mereka mengungkapan ketulusan dan kesetiaan mereka yang luar biasa. Inilah tamu yang datang ke sini semata-mata karena Allah Ta’ala. Jika kalian mengkhidmati mereka dengan pelayanan yang baik, tentu Allah Ta’ala pasti akan sangat senang juga. Jadi para petugas Jalsah hendaknya merasa bahagia bahwa Allah Ta’ala telah memberikan kesempatan kepada kalian untuk meraih pahala dan ini merupakan kesempatan yang terbaik bagi kalian yang hendaknya bisa mengambil faedah dari kesempatan tersebut. Janganlah memberikan penghormatan terhadap tamu dengan melihat zahiriahnya semata, janganlah melihat kepada kesederhanaan seseorang, tetapi lihatlah keikhlasan yang bersama itu mereka datang untuk mendengarkan Jalsah.
Suri tauladan apa yang Hadhrat Masih Mau’uda.s. yang telah contohkan dalam mengikuti langkah majikan beliausaw? Dikisahkan pada suatu waktu ketika Hadhrat Masih Mau’uda.s. bersabda kepada Sayyid Habibullah[7], “Hari ini kesehatan saya sangat terganggu dan saya merasa susah sekali untuk keluar. Akan tetapi setelah saya mendengar anda telah datang saya langsung keluar karena merupakan hak tamu untuk dilayani yang mana anda telah datang dengan susah payah. Karena itu untuk menunaikan hak itu saya keluar (untuk menjumpai tamu).”[8]
Berdasarkan pernyataan Hadhrat Masih mau’uda.s. itu, beliaua.s. tidak menghiraukan kesehatan beliau sendiri. Beliaua.s. ingat sabda Rasulullahsaw. bahwa tamu mempunyai hak atas kalian. Dan untuk memenuhi hak inilah beliaua.s. telah keluar dari kamar beliaua.s..
Ada sebuah peristiwa terkenal/masyhur yang telah kita dengar berulang kali bahwa ada dua orang datang dari Manipur Asam, dan setelah datang ke ruang tamu lalu mereka berkata kepada para petugas dapur umum, “Turunkanlah kasur kami dari atas delman dan bawakan barang kami ke sini, sediakanlah tempat-tempat tidur untuk kami.” Maka para petugas dapur umum berkata kepada mereka berdua, turunkanlah sendiri barang anda masing-masing, tempat-tempat tidur akan disediakan untuk anda berdua. Mendengar perkataan demikian kedua tamu itu sangat marah dan kesal dan segera mereka duduk di atas delman itu. Di atas dokar itu mereka duduk lalu berangkat pulang. Maka Munsyi Zafar Ahmad mengatakan bahwa ketika peristiwa ini saya sampaikan kepada Maulana Abdul Karim, beliau mengatakan “Biarkanlah mereka kembali pulang, apa perlunya kita mencegah orang-orang yang tergesa-gesa seperti itu.” Akan tetapi tatkala peristiwa ini diketahui oleh Hadhrat Masih Mau’uda.s., maka beliau sedemikian tergesa-gesanya sampai-sampai beliaua.s. susah memakai sepatu, lalu beliaua.s. berjalan dengan langkah yang cepat mengejar mereka bersama beberapa khuddam. Beliau –Rawi‑ berkata bahwa saya juga menyertai beliau. Maka setelah sampai di dekat sungai, delmannya dapat terkejar. Dan ketika kedua tamu itu melihat Huzura.s. mengejar mereka, maka mereka memberhentikan delman dan turun dari delman. Huzura.s. menyuruh mereka kembali ke Qadian dan beliaua.s. meminta ma’af dengan sangat kepada mereka bahwa sampai-sampai mereka merasa sangat terganggu karenanya. Maka merekapun kembali ke Qadian. Huzura.s. bersabda kepada mereka, “Naiklah ke atas delman itu, dan saya akan berjalan kaki mengikuti kalian dari belakang.” Namun dengan berat menahan dan rasa malu, mereka tidak naik di atas delman. Sesudah itu, sesudah sampai di depan guest house[9], maka Hadhrat Masih Mau’uda.s. mengulurkan tangan untuk menurunkan kasur itu dari atas delman, tetapi ketika para khuddam melihat keadaan demikian, mereka segera mengangkat sendiri barang-barang itu dan melakukan persiapan untuk mereka. Huzura.s. meminta disediakan dua buah tempat tidur besar bagi mereka dan mengatur kasur-kasur, dan menanyakan kepada mereka mengenai makanan pokok apa yang biasa mereka makan dll. Ternyata orang-orang di daerah itu lebih banyak makan nasi. Selama makanan belum siap beliaua.s. tetap duduk-duduk disana. Kemudian pada pagi hari, ketika kedua tamu itu siap mau berangkat untuk kembali pulang, Huzura.s. menyuruh menyediakan dua gelas susu, lalu menyugukannya kepada mereka dan beliaua.s. ikut pergi mengantar tamu itu sampai di dekat sungai.[10]
Jadi beliau bukan hanya mengembalikan mereka saja dan pelayanan beliaua.s. terhadap tamu telah selesai, namun secara rutin seberapa lama mereka berdua tinggal di sana, beliaua.s. terus menanyakan kepadanya, setiap hari kurang lebih satu jam beliau duduk-duduk bersama mereka dan memberikan hiburan atau penerangan serta memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka. Beliaua.s. memberkati mereka dengan majlis-majlis tanya jawab beliaua.s.. Jadi inilah cara keramah-tamahan dan kesediaan beliau memberikan pelayanan kepada tamu.
Selanjutnya Hadhrat Mufti Muhammad Sadiqr.a. meriwayatkan bahwa pada tahun 1901, ketika saya berhijrah ke Qadian bersama anak-anak dan isteri, kamar yang Hadhrat Masih Mau’uda.s. berikan untuk kami tempati adalah kamar di bagian atas rumah beliau. Di dalamnya hanya bisa muat dua tempat tidur kecil. Beliaua.s. berkata bahwa disana kalian bisa tinggal beberapa bulan. Satu hari, beliau ‑Hadhrat Mufti Sahib‑ menceritakan sebuah peristiwa bahwa kamar ini begitu dekatnya dengan kamar dan halaman Hadhrat Masih Mau’uda.s. sehingga suara perbicangan beliaupun biasa terdengar. Beliau menceriterakan bahwa pernah pada suatu hari tamu yang datang tidak terhitung banyaknya. Seluruh ruangan rumah telah penuh sesak, tempat-tempat yang tersedia itupun sudah penuh. Pada waktu itu, dalam rangka mengkhidmati dan menghormati para tamu, Hadhrat Masih Mau’uda.s. menceritakan kepada Hadhrat Ummul Mu’mininr.a. sebuah kisah tentang dua ekor burung. Maka beliau mengatakan bahwa saya benar-benar dekat karena itu saya mendengar suara yang sangat jelas. Beliau bersabda, “Pada suatu ketika, seorang musafir kemalaman di dalam sebuah hutan, malam telah gelap, di dekatnya tidak nampak ada kampung. Lalu, dalam keadaan tidak berdaya itu untuk melewatkan malam, dia duduk di bawah sebatang pohon; di atas pohon itu ada sebuah sarang burung, burung itu mulai bicara dengan betinanya.[11] “Lihatlah, seorang musafir yang sedang duduk beristirahat di bawah sarang kita ini, malam ini dia merupakan tamu kita, dan merupakan kewajiban kita untuk mengkhidmatinya sebagai tamu.” Maka burung betina itupun setuju dengan pendapatnya dan keduanya mengadakan musyawarah bahwa malam ini merupakan malam yang dingin, bagaimana kita bisa dapat memberikan kehangatan pada tamu kita. Maka mereka mengatakan, “Kita akan mematahkan sarang kita, lalu menjatuhkannya, maka sarang ini bisa dibakar sehingga dia akan berdiang diri.” Maka seperti itulah yang mereka lakukan. Kemudian ketika musafir itu sedang membakar sarang burung itu untuk menghangatkan badan, kedua burung berkata satu sama lain, “Apalagi yang dapat kita lakukan untuk mengkhidmati tamu kita ini? Sekarang kita harus menyediakan makanan untuknya. Padahal kita tidak punya apa-apa untuk dihidangkan kepadanya. Maka satu-satunya pengorbanan yang bisa kita berikan adalah kita harus menjatuhkan diri ke dalam api itu.” Sesuai dengan kesepakatannya itu, kedua burung itu pun menjatuhkan diri ke atas api itu dan tamu itu pun membakar burung-burung tersebut lalu memakannya. Jadi hikayat yang Hadhrat Masih Mau’uda.s. telah ceritakan kepada Hadhrat Ummul Mu’mininr.a. bahwa untuk melakukan pengkhidmatan kepada tamu, maka hendaknya ada standar pengorbanan ini. Yakni hendaknya harus bersedia melakukan pengorbanan, tapi bukan maksudnya manusia harus memasukkan dirinya sendiri ke dalam api.
Oleh karena itu, setiap petugas harus melayani setiap tamu dengan pemikiran seperti itu, bahwa hak hak pengkhidmatan terhadap tamu yang sudah dilaksanakan, hendaknya diberikan perhatian pada keperluan-keperluannya, hendaknya berusaha menunjukkan akhlak yang tinggi terhadap mereka, janganlah menghiraukan kesusahan pribadi. Untuk menunaikan hak kewajiban terhadap tamu, bagaimanapun juga kesulitan-kesulitan harus dihadapi dengan penuh kesabaran.
Hadhrat Masih Mau’uda.s. pada suatu waktu memanggil kepala seksi urusan Langgar Khanah, dan bersabda kepadanya, “Ingatlah! banyak diantara tamu yang berdatangan ini yang sudah dikenal oleh kalian dan banyak juga yang belum dikenal. Cara yang terbaik adalah layanilah mereka, khidmati mereka semua tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Dalam pandangan anda, semua tamu harus dianggap sama. Setiap orang harus dikhidmati dan dilayani sebagaimana mestinya. Dalam keadaan musim sejuk (dingin) berilah mereka minum teh panas; jangan ada yang menderita disebabkan keadaan musim.” Beliau bersabda kepadanya, “Saya menaruh kepercayaan yang baik terhadap anda bahwa anda harus memberi ketenteraman kepada para tamu. Jemaat sudah berkembang luas, saya menaruh kepercayaan yang baik terhadap para petugas dan para pengurus Jemaat bahwa mereka harus melaksanakan tugas masing-masing dengan niat yang sebaik-baiknya. Khidmatilah semua tamu itu. Jika ada di sebuah rumah atau di satu tempat terasa rasa sangat dingin, maka sediakanlah kayu bakar atau arang untuk dibakar sehingga menghangatkan ruangan.“
Jadi seperti yang telah saya katakan bahwa jangan melihat siapa yang kaya dan siapa yang miskin; yang pakaiannya bagus maupun yang buruk. Siapapun tamu itu, melayani dan mengkhidmati mereka merupakan kewajiban kita semua. Jadi peristiwa-pristiwa yang merupakan tauladan Rasulullahsaw. dan beberapa contoh yang telah saya tunjukkan dari tauladan Hadhrat Masih Mau’uda.s. ini hanyalah supaya kita berusaha senantiasa menghidupkan dan menegakkan contoh dan tauladan itu.
Sebagaimana telah saya katakan bahwa Allah Ta’ala dengan karunia-Nya kembali memberi satu kesempatan kepada kita bahwa dengan kesediaan menerima tamu dan mengkhidmati tamu, maka kita menjadi orang-orang yang akan meraih berkat-berkat Jalsah Salanah; akan menjadi pewaris berkat-berkat itu; akan menjadi orang-orang yang mendapat gajaran/pahala yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk pengkhidmatan para tamu itu. Oleh karena itu semua petugas, dengan gejolak penuh rasa terima kasih; dengan rasa penuh ketulusan, hendaknya setiap saat senantiasa siap sedia untuk mengkhidmati tamu-tamu itu. Para petugas yang terdiri dari berbagai macam seksi, diantara seksi-seksi itu terdapat seksi akomodasi, transportasi, konsumsi, kebersihan, suplay air, bantuan pengobatan, bagian tempat Jalsah, dan sebagainya. Setiap bagian mempunyai tugas dan kewajiban masing-masing, dan setiap petugas tentu berhubungan dengan tamu. Oleh karena itu, sambil senantiasa menampilkan akhlak yang baik; Sambil memperlakukan mereka dengan akhlak yang luhur, dengarlah apa keluhan-keluhan mereka dan senantiasa perhatikanlah keadaan mereka. Kadangkala akibat kesalah-fahaman dari pihak tamu, juga terdapat tingkah laku yang berlebihan, akan tetapi tetap merupakan kewajiban para petugaslah untuk menghadapi situasi seperti itu dengan semangat dan penuh kesabaran. Sebagian orang datang dari negeri yang belum mempunyai fasilitas-fasilitas atau mereka mempunyai beragam tata cara/adat kebiasaan yang berbeda dengan tata cara yang di sini. Sebagian barang-barang, tidak mereka pelihara. Itu bukan karena disengaja peralatan itu dibiarkan begitu saja, melainkan mereka belum tahu bagaimana cara menggunakan peralatan baru itu. Atau dari segi apa saja, sampai dalam hal memperhatikan atau menjaga kebersihan. Misalnya kebersihan toilet dll., maka para petugas kebersihan hendaknya lakukanlah sendiri/kerjakanlah sendiri tugas itu daripada mengatakan bahwa tamu datang lalu pergi dengan membiarkan kotoran tertinggal.
Hadhrat Rasulullahsaw. telah mencontohkan sebuah suri tauladan di hadapan kita bahwa seorang yang bukan muslim datang bermalam lalu meninggalkan kasur/tempat tidur setelah mengotorinya. Maka karena itu beliausaw. membersihkan tempat tidur itu dengan tangan beliau sendiri sebab beliau menganggap bahwa ‘dia adalah tamu saya’. Jadi, contoh ini ada di hadapan kita, Ini supaya kita menjadi orang yang mengamalkan akhlak itu. Memperlakukan setiap orang dengan sabar dan penuh semangat serta dengan akhlak yang luhur. Kalian juga hendaknya senantiasa menunjukkan akhlak yang luhur dan melaksanakan tugas itu tanpa rasa cemberut. Singkat kata, bagaimanapun juga, bagi setiap petugas ‑sebagaimana telah saya telah ulangi beberapa kali‑ hal mendasar yang harus diperhatikan adalah sabar, semangat dan akhlak yang luhur. Hendaknya kalian harus memperhatikan hal itu. Dan bersama itu, hal yang paling penting sekali adalah do’a. Tanpa do’a, tidak ada pekerjaan kita yang dapat terlaksana dengan baik. Ke arah itu juga, hendanya kita menaruh perhatian. Dan para petugas, sejalan dengan memanjatkan doa dan doa yang mereka lakukan sepanjang hari dalam melakukan aktifitasnya, hendaknya juga menaruh perhatian pada penunaian shalat dengan teratur.
Semoga Allah Ta’ala memberi taufiq kepada para petugas semua untuk dapat menunaikan tugas-tugasnya dengan baik dan semoga tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan. Tamu pun merasa gembira kepada kalian dan kalianpun gembira terhadap para tamu. Disebabkan musim hujan timbul kekhawatiran, bisa timbul kesulitan-kesulitan dalam pengaturan-pengaturannya ‑jangan-jangan beberapa pekerjaan dapat terkena dampaknya. Oleh sebab itu juga ‑berdo’alah‑ semoga Allah Ta’ala menurunkan karunia-Nya sehingga hujan tidak menjadi penghalang dalam setiap pekerjaan kita. Hari ini, ketika saya datang ke sini, saya terlambat 20-25 menit padahal akibat hujan saya berangkat 5-6 menit sebelum waktunya. Kendati demikian, jalan-jalan tertutup, terjadi kemacetan, banyak air tergenang di tengah jalan sehingga mengalami kelambatan. Seperti itulah hambatan-hambatan di Hadîqatul Mahdi, karena tanah yang becek, maka berbagai seksi mengalami sedikit kesulitan dalam pekerjaannya. Oleh sebab itu banyak-banyaklah berdo’a, semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan; jangan sampai terjadi suatu hambatan apapun. Dan semoga para tamu jangan sampai mengalami kesulitan dalam corak apapun.
Disamping itu, saya ingin menganjurkan kepada kalian semua agar banyak berdo’a, sebagaimana semua mengetahui situasi di Pakistan, hari demi hari semakin bertambah buruk, dan sampai kini ratusan orang-orang telah terbunuh; orang Muslim membunuh orang Muslim lainnya, padahal di dalam hadis disebutkan bahwa seorang Muslim yang membunuh saudara muslim lainnya dia bukanlah orang muslim. Di dalam Alqurânul-Karîm juga difirmankan bahwa Allah Ta’ala memperingatkan kepada orang-orang Muslim yang melakukan pemubunuhan dengan laknat, azab dan azab Jahannam yang sangat keras. Jadi semoga Allah Ta’ala mengasihani mereka dan memberi akal yang sehat kepada mereka dan juga semoga Dia menyelamatkan negara itu, sebab jika timbul gejolak dari dalam dan timbul kelemahan dari dalam, maka musuh dari luar akan mengambil kesempatan untuk menyerang. Semoga Allah Ta’ala melindungi negara itu dari segala segi, semoga Allah Ta’ala mengasihani orang-orang ini yang tidak memahami akan hakekat atau kebenaran dan akibatnya mereka menciptakan kehancurannya sendiri.
Qamaruddin Syahid
[1] Kelembagaan –red.
[2] Sahih Muslim Kitabul îmân, bâbul hitstsi ala ikramul jâr
[3] Musnad Ahmad bin Hanbal baqi almukatstsirîna minashâbah
[4] Tirmidzi Kitabul isti’dzan wal adab bab kaifassalam
[5] Persediaan tempat untuk makan dan menginap; sesuatu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan, misal tempat menginap (tinggal) sementara bagi orang yang bepergian (Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, [Surabaya: Amelia, 2003], cet. Ke I, hlm.23)
[6] Al-Bukhari kitabul-manaqib
[7] Sayyid Habibullah datang untuk bertemu dengan Hadhrat Masih Mau’uda.s. –pent.
[8] Malfuzhat jilid 5 hal 163 edisi Baru
[9] Gedung Tamu; Ruangan yang khusus disiapkan menampung para tamu yang datang –red.
[10] Sirâtul Mahdi jilid 4 (tidak diterbitkan) riwayat no. 1071 hal 477-479
[11] keseluruhan ini merupakan sebuah hikayat –Pent.