Oleh: Muttaher Mubasher Iffat, Mahasiswa, Jamiah Ahmadiyah UK
Saat Jalsah Salanah semakin dekat, para tamu dari berbagai penjuru dunia mulai berdatangan ke Inggris untuk menghadiri pertemuan tahunan Jemaat Muslim Ahmadiyah. Dengan berkumpulnya orang-orang dari berbagai latar belakang, pertemuan pada tahun kali ini juga menjadi pengingat kuat akan pentingnya penerimaan tamu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Dalam artikel ini, saya akan menyampaikan beberapa contoh dari kehidupan Hazrat Masih Mau’ud (as), yang teladan penerimaan tamunya menjadi pengingat bagaimana standar yang seharusnya kita capai. Tak terhitung banyaknya kisah penerimaan tamu yang beliau (as) lakukan kepada para anggota Jemaat; mulai dari memberikan selimutnya sendiri di tengah musim dingin yang menusuk, hingga secara pribadi menyajikan lassi kepada para pengikutnya. Beliau (as) kerap mengesampingkan kebutuhannya sendiri demi memastikan kenyamanan para tamunya – terlepas dari kapan pun mereka tiba.
Namun, perlakuan istimewa ini tidak terbatas pada anggota Jemaat saja. Bahkan siapa pun orangnya, sifat ramah Hazrat Masih Mau’ud (as) ini senantiasa menjadi teladan. Berikut ini beberapa contoh yang akan saya bagikan.
Selimut dan Sebuah Pelajaran
Suatu ketika, seorang tamu yang tengah menetap di Qadian datang dan berkata bahwa ia tidak memiliki alas tidur. Hazrat Masih Mau’ud (as) pun memerintahkan Hafiz Hamid Ali Sahib (yang mengelola toko kecil di Qadian pada tahun 1918 dan merupakan pelayan setia beliau) untuk memberinya selimut. Hafiz Hamid Ali Sahib menyampaikan bahwa orang itu mungkin akan membawa pergi selimut tersebut saat pulang.
Mendengar hal itu, Hazrat Masih Mau’ud (as) bersabda:
“Jika ia membawa selimut itu pergi, itu akan menjadi dosanya, tetapi jika ia mati kedinginan karena tidak memiliki selimut, maka itu akan menjadi dosa kita.” [Seerat Hazrat Masih-e-Mau’ud (as) oleh Hazrat Yaqub Ali Irfani (ra), hlm. 124)
Peristiwa ini menunjukkan bahwa tamu tersebut tampaknya tidak datang dengan maksud keagamaan, dan dari penampilan serta sikapnya tampak mencurigakan. Namun demikian, Hazrat Masih Mau’ud (as) tidak membeda-bedakan dan tetap mengutamakan kenyamanan tamunya.
Penerimaan terhadap Seorang Tamu Hindu
Kita juga menemukan teladan Hazrat Masih Mau’ud (as) saat berinteraksi dengan tamu dari latar belakang agama yang berbeda. Pada Oktober 1902, seorang sadhu Hindu datang dari Kot Kapura dan menemui Hazrat Masih Mau’ud (as). Dalam hal menjamu makanan untuk tamu Muslim, tentu tidak ada kendala karena terdapat Langgar Khana yang selalu siap sedia.
Namun untuk tamu Hindu, diperlukan pengaturan khusus yang biasanya dilakukan di tempat orang lain sehingga wajar bila ada kesulitan. Meski begitu, Hazrat Masih Mau’ud (as) selalu menunjukkan sikap penerimaan tamu yang sempurna bahkan dalam situasi seperti ini.
Pada malam tanggal 6 Oktober 1902, tamu tersebut bertemu dengan beliau (as). Beliau (as) menyambutnya dengan penuh kelembutan dan bersabda:
“Ini adalah tamu kita; segera siapkan makanan untuknya. Berikan perintah khusus agar makanan disiapkan di rumah seorang Hindu.”
Maka pengaturan pun segera dilakukan. [Ibid., hlm. 135–136]
Bagi Hazrat Masih Mau’ud (as), tidak ada perbedaan antara kawan dan lawan; setiap tamu diperlakukan dengan hormat dan kedermawanan. Beliau (as) sering bersabda bahwa hati seorang tamu lebih lembut daripada kaca sehingga sangat diperlukan perhatian dan kepedulian dalam menjamu tamu. [Malfuzat, 2022, jld. 5, hlm. 111]
Tamu dari Chicago dan Kebenaran Hazrat Masih Mau’ud (as)
Pada 7 April 1908, beberapa turis dari Chicago—Tn. George Turner, istrinya, Ny. Bourdon, dan seorang Skotlandia, Tn. Bonser—datang ke Qadian. Mereka duduk di area perkantoran di bawah Masjid Mubarak dan meminta untuk bertemu dengan Hazrat Masih Mau’ud (as). Deputy Magistrate Ali Ahmad Sahib M.A. dan Hazrat Mufti Muhammad Sadiq Sahib (ra) bertindak sebagai penerjemah.
Sesi tanya jawab pun berlangsung. Salah satu turis bertanya: “Apa bukti kebenaran dari klaim yang Anda sampaikan?” Huzur (as) menjawab: “Kedatangan kalian ke daerah kecil ini dari negeri yang begitu jauh adalah bukti kuat atas kebenaran kami karena pada masa ketika kami dahulunya dalam keadaan sepenuhnya tidak dikenal, Allah Taala memberikan wahyu:
يَأْتُونَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ وَيَأْتِيكَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
yang artinya bahwa orang-orang akan datang kepadamu dalam jumlah yang begitu besar sehingga jalan-jalan yang mereka lalui akan menjadi dalam, dan pertolongan-Nya akan datang dari jalan-jalan yang menjadi dalam tersebut akibat sering dilalui orang.”
Nubuatan yang Hazrat Masih Mau’ud (as) diskusikan dengan turis Amerika ini diturunkan sebelum beliau (as) membuat pernyataan resmi apa pun mengenai misi beliau (as), pada saat ketika hanya sedikit orang yang datang menemui beliau (as). Ketika itu, Allah Taala telah memberitahu beliau (as) mengenai kenyataan di masa depan agar beliau (as) bersiap menghadapi masa ketika orang-orang akan berbondong-bondong mengunjungi beliau (as) dari tempat yang jauh. [Tarikh-e-Ahmadiyyat, jld. 2, hlm. 518]
Terkait nubuatan ini, beliau (as) juga menerima wahyu penting lainnya pada tahun 1882:
لا تُصَعِّرُ لِخَلْقِ اللهِ وَلَا تَسْتَمْ مِّنَ النَّاسِ
“Ingatlah bahwa suatu masa akan datang ketika orang-orang akan datang kepadamu dalam jumlah besar. Maka janganlah berlaku sombong terhadap mereka dan jangan merasa letih menerima mereka dalam jumlah besar.” [Barahin-e-Ahmadiyya, jld. 3, hlm. 212]
Jadi, kabar tentang banyaknya tamu yang akan datang sudah diberitahukan sejak awal kepada Hazrat Masih Mau’ud (as) dan Allah Taala telah mempersiapkan beliau (as) untuk tugas mulia tersebut, agar beliau (as) menerima setiap pengunjung—tanpa memandang latar belakang dan keyakinannya—dengan kerendahan hati dan kemuliaan yang menjadi ciri sejati sikap penerimaan tamu.
Perlakuan terhadap Maulvi Abdul Hakeem
Sekarang ini, merupakan reaksi alami manusia bahwa saat seseorang bersikap buruk kepada kita, maka akan terasa sulit untuk tetap menunjukkan cinta dan hormat ketika diminta untuk mengkhidmati orang tersebut. Namun, Hazrat Masih Mau’ud (as) benar-benar mengabaikan seluk-beluk watak tamunya. Bagi beliau (as), semua tamu adalah tamu, tidak peduli bagaimana latar belakang dan perilaku mereka sebelumnya.
Sikap ini terlihat jelas ketika kita memperhatikan bagaimana perlakukan Hazrat Masih Mau’ud (as) terhadap Maulvi Abdul Hakeem. Maulvi Abdul Hakeem, yang dikenal sebagai Naseerabadi, datang ke Qadian dan merupakan penentang keras Jemaat. Ia pernah berdebat dengan Hazrat Masih Mau’ud (as) di Lahore pada tahun 1892, dan telah membawa pergi naskah debat beliau (as).
Huzur (as) diberi tahu ketika ia datang ke Qadian. Maulvi Abdul Hakeem telah membangun rumah di Qadian dan masih dalam tahap pembangunan pada saat itu. Karena ia tinggal di salah satu ruangan rumahnya yang telah selesai, Hazrat Masih Mau’ud (as) memerintahkan agar ia dikhidmati sepenuhnya dan melarang siapa pun agar tidak berbicara padanya dengan cara yang dapat menyakitinya. Karena ia adalah seorang penentang, meskipun jika ia mengatakan sesuatu yang dapat melukai hati, Huzur (as) meminta agar semua memperlihatkan kesabaran.
Hazrat Sheikh Yaqub Ali Irfani Sahib (ra) menulis:
“Maulvi Sahib datang dengan sangat antusias bahwa ia akan kembali berdebat di Qadian dan menentang Hazrat Masih Mau’ud (as) dari kediamannya, dan akan melakukannya dengan semangat besar. Kami akan mendengarkan penentangannya dan, sebagaimana yang diperintahkan, terus menjamunya dengan hormat dan kasih sayang.” [Sirat Hazrat Masih-e-Mau’ud (as) oleh Hazrat Yaqub Ali Irfani Sahib (ra), Jilid 1, hlm. 135-136]
Perlakuan luar biasa ini adalah bukti nyata suatu teladan karakter luhur—Hazrat Masih Mau’ud (as) mengabaikan fakta bahwa orang ini adalah penentang yang sengit hanya karena ia datang sebagai tamu. Penentangannya menjadi hal sekunder dan ia dipandang dan diperlakukan sebagai tamu terhormat.
Perlakuan terhadap Pejabat Pemerintah
Di luar tamu-tamu dari latar belakang agama, kita juga melihat sikap penerimaan beliau (as) terhadap tamu dari kalangan pejabat pemerintah.
Salah satu contohnya adalah Sir James Wilson, Komisaris Keuangan Punjab, yang mengunjungi Qadian pada tahun 1908 untuk kunjungan satu hari bersama sejumlah pejabat lainnya. Untuk menyambut tamu-tamu istimewa ini, tenda-tenda didirikan di lahan yang direncanakan untuk Madrasah Ta’leem-ul-Islam. Sebuah gerbang masuk juga dibuat dengan tulisan “Selamat Datang” berwarna emas. Para siswa Madrasah berdiri berjajar di dekat tenda, dipimpin oleh Hazrat Maulvi Syer Ali Sahib (ra), kepala sekolah, yang berdiri paling depan untuk menyambut para tamu.
Para anggota Jemaat yang terkemuka pun duduk di atas panggung, yang kebanyakannya datang khusus dari luar Qadian untuk acara ini. Maulvi Muhammad Ali Sahib memperkenalkan mereka, dan Khwaja Kamal-ud-Din Sahib mengundang para tamu untuk makan malam atas nama Jemaat, yang mereka sambut baik. Begitu pula, sesuai perintah Hazrat Masih Mau’ud (as), makanan dari Langgar Khana pun diantarkan ke perkemahan mereka.
Dalam percakapan itu, Komisaris Keuangan menyatakan keinginannya untuk bertemu Hazrat Masih Mau’ud (as). Maka, beliau (as) dan para sahabat duduk di kursi dan memulai percakapan yang berlangsung dalam suasana sangat menyenangkan. Selama sekitar 45 menit, beliau (as) berbicara tentang keunggulan Islam dan tujuan serta misi kedatangan beliau (as). [Tarikh-e-Ahmadiyyat, jld. 2, hlm. 518]
Prinsip-Prinsip Penerimaan Tamu
Kebaikan hati luar biasa Hazrat Masih Mau’ud (as) ini tidak terbatas pada pelayan dan sahabat saja; melainkan bersifat luas dan universal. Sikap ini tidak terbatas pada bangsa atau aliran tertentu. Baik Hindu, penentang dari kalangan Muslim, Kristen, atau siapa pun yang datang akan beliau (as) memperlakukan mereka semua dengan cinta dan kasih sayang yang sama.
Hazrat Masih Mau’ud (as) bersabda:
“Saya selalu memperhatikan agar tidak ada tamu yang merasakan ketidaknyamanan. Bahkan saya selalu menekankan agar tamu diberikan kenyamanan sebisa mungkin. Hati seorang tamu itu selembut cermin – rapuh seperti kaca – dan sedikit saja luka bisa menghancurkannya.” [Malfuzat, 2022, jld. 5, hlm. 111]
Terakhir, Hazrat Khalifatul Masih V (aba) mengingatkan kita terhadap tugas-tugas kita, terutama menjelang Jalsah Salanah:
“Para tamu yang datang ke Jalsah, terutama di Inggris, datang karena kecintaan mereka kepada Khilafat dan untuk mempelajari agama mereka. Maka mengkhidmati mereka adalah kewajiban kita. Kita harus memperlakukan semua dengan kelembutan dan kasih sayang. […] Maka menjadi kewajiban kita untuk memperlakukan semuanya dengan akhlak yang terbaik dan memenuhi kebutuhan mereka. Baik kaya maupun miskin, semuanya harus dikhidmati sebagai tamu Hazrat Masih Mau’ud (as).” [Khutbah Jumat, 18 Juli 2008; Khutbat-e-Masroor, jld. 6, hlm. 285]
Diambil dari Al-Hakam, 20 Juli 2025.
Diterjemahkan oleh Hafizurrahman