Al-Masih dan Al-Mahdi Mau’ud (as)
Tujuan Kedatangan Almasih yang dijanjikan, perlunya pengutusan beliau dan status beliau
Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis أيده الله تعالى بنصره العزيز (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 23 Maret 2018 di Masjid Baitul Futuh, Morden, UK (Britania Raya)
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ.
Sekarang adalah tanggal 23 Maret. Di Jemaat, hari ini dikenal sebagai hari Masih Mau’ud (as) yang mana di Jemaat menyelenggarakan Jalsah-jalsah (pertemuan-pertemuan) berkaitan dengan hal tersebut. Mayoritas Jemaat menyelenggarakan pertemuan-pertemuan ini dalam dua hari kedepan, yaitu Sabtu dan Ahad (weekend, akhir Minggu). Dalam acara-acara tersebut akan disampaikan latar belakang dan sudut pandang mengenai tanggal ini.
Saya akan menyampaikan beberapa kutipan Hadhrat Masih Mau’ud (as) mengenai tujuan kedatangan ‘Al-Masih yang dijanjikan’, beserta keperluan zaman dan kedudukan orang yang diutus Allah Ta’ala ini. Setelah ia mendakwakan diri, orang-orang yang konon disebut para ulama berusaha keras melakukan berbagai macam cara dan upaya menghasut umat Muslim pada umumnya untuk menentang beliau as, dan mereka terus-menerus melakukan hal tersebut. Tetapi dengan pertolongan Allah Ta’ala, Jemaatnya terus berkembang dan mengalami kemajuan. Orang-orang yang berfitrat bersih terus menerus bergabung ke dalam Jemaat tersebut.
Meskipun demikian, ketika menyebutkan kedatangan beliau yang sesuai dengan Janji-janji Ilahi, dan mengakui beliau benar-benar Al-Masih yang dimaksud, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Ketika telah terjadi begitu banyak dan merata kezaliman dan permusuhan terhadap Tauhid hakiki, kehormatan, kesucian dan kebenaran Nabi Muhammad (saw) serta Kitab Allah; maka bukankah menjadi tuntutan keharusan bagi ghirah Allah untuk menurunkan seorang kaasirush shaliib (mengurai kesalahan kepercayaan salib dan mengakhiri dominasinya. Penyebabnya, pada masa ini serangan-serangan terhadap pribadi Nabi Muhammad (saw) kebanyakan berasal dari orang-orang Kristen)?
Apakah Allah lupa akan janji-Nya, إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ inna nahnu nazzalnadz dzikra wa inna lahu lahaafizhuun – ‘Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami-lah yang menjaganya’? (Surah al-Hijr ayat 10) Janji Allah itu pasti benar. Dia telah mengirim sang pemberi peringatan kepada dunia sesuai janji-Nya. Dunia tidak menerimanya namun Allah Ta’ala pasti menerimanya dan akan menegakan kebenaran sang pembawa peringatan tersebut melalui tanda-tanda yang kuat.
Saya katakan kepada Anda sekalian dengan sebenar-benarnya, saya datang sebagai Al-Masih yang dijanjikan, sesuai dengan janji Allah Ta’ala. Terserah mau menerima atau menolaknya. Tapi, penolakan kalian tidak akan mengubah apa-apa. Apapun yang telah Allah Ta’ala janjikan pasti terjadi, karena Dia telah berfirman sebagaimana tercantum dalam Barahin-e-Ahmadiyyah: صدق الله ورسولُه وكان وعدًا مفعولاً (Allah dan Nabi-Nya telah berkata benar dan janji tersebut pasti akan terjadi).”[1]
Beliau (as) lebih lanjut bersabda: “Renungkanlah Silsilah (Jemaat) ini berdasarkan Minhajin Nubuwwah (pola kenabian) lalu lihatlah siapa yang kebenaran menyertainya. Prinsip-prinsip khayali dan yang dibuat-buat tidak akan berfaedah apa-apa. Saya tidak membenarkan diri saya sendiri dengan hal-hal yang khayal. Namun, saya mengajukan pendakwaan saya berdasarkan tolok ukur Minhajin Nubuwwah. Lalu, mengapa kebenaran saya tidak diuji berdasarkan prinsip yang sama ini?
Saya meyakini mereka yang mendengarkan perkataan saya dengan hati yang lapang akan mendapatkan faedah dan beriman. Namun, mereka yang menyimpan kebakhilan dan dendam di dalam hati mereka, kata-kata saya ini tidak akan bermanfaat bagi mereka. Permisalan mereka seperti orang yang juling matanya yang penglihatannya melihat sesuatu menjadi ganda (berbayang). Terlepas berapa banyak dalil diajukan kepada orang semacam itu untuk membuktikan bahwa yang dilihatnya hanyalah satu, ia tidak akan pernah menerimanya.
Seorang majikan berkata kepada pembantunya yang keadaan penglihatannya seperti itu, ‘Masuklah ke kamar dan ambillah sebuah cermin.’ Lalu pelayan itu masuk ke kamar dan kembali dengan berkata, ‘Di sana ada dua cermin. Yang mana yang harus saya ambil?’ Majikan itu berkata, ‘Tidak ada itu dua cermin melainkan hanya satu saja.’ Pelayan itu berkata, ‘Berarti saya bohong?’ Majikan itu berkata, ‘Iya. Pecahkanlah salah satu cermin itu!’ Setelah ia memecahkannya, jelaslah kesalahannya. Cermin itu hanya satu bukan dua. Maka, bagaimana saya menanggapi mereka yang tertimpa penyakit juling diantara para penentang saya.
Ringkasnya, kami menyaksikan apa-apa yang mereka kemukakan berkali-kali ialah kumpulan Hadits-Hadits yang tidak sampai ke derajat zhann. Mereka tidak sadar akan datang suatu masa ketika orang-orang menertawakan hal sia-sia yang ada pada mereka.” (Artinya, orang-orang akan menertawakan mereka yang berbicara tanpa dasar apa-apa.)
Beliau (as) bersabda, “Setiap pencari kebenaran berhak meminta dari saya dalil pendakwaan saya. Saya pun mengemukakan kepada mereka apa yang para Nabi kemukakan, yaitu nash-nash dari Al-Qur’an, Hadits-Hadits, dalil-dalil akal yaitu keperluan zaman yang menuntut adanya Pembaharu. Kemudian, tanda-tanda yang Allah Ta’ala perlihatkan melalui saya. Saya telah menghitung terdapat sekitar 150 tanda yang diberikan kepada saya dan telah disaksikan jutaan orang. Mengemukakan hal-hal bersifat celaan yang absurd (sia-sia) bukanlah tindakan orang-orang yang beruntung.
Atas hal itu, Rasulullah (saw) telah bersabda bahwa Al-Masih yang dijanjikan akan datang sebagai Hakam (wasit, penghakim). Maka, terimalah keputusannya. Mereka yang di dalam hati mereka terdapat kekotoran dan kejahatan; dan karena tidak ingin menerima maka mereka mengemukakan kritik-kritik dan dalil-dalil sia-sia. Tapi mereka harus ingat, pada akhirnya, Allah Ta’ala sesuai dengan janji-Nya, akan memanifestasikan kebenaran saya melalui tanda-tanda yang terang
Saya meyakini bahwa bila saya mengada-ada maka dengan segera Allah akan menghancurkan saya. Namun, setiap yang saya berdiri diatasnya ialah berasal dari perbuatan Allah dan saya telah datang dari-Nya. Jika seseorang mendustakan saya, berarti mendustakan Allah. Maka dari itu, Allah akan memperlihatkan sendiri kebenaran saya.”[2]
Kemudian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) menyinggung tentang penolakan terhadap beliau (as) yang mana pada dasarnya ialah mendustakan Allah Ta’ala dan juga Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad saw), “Menolak saya bukan hanya mengingkari saya tetapi pada dasarnya mengingkari Allah Ta’ala dan juga Rasulullah (saw). Sebab, orang yang menuduh saya dusta, berarti dengan mendustakan saya – na’udzubillah, ia menganggap Tuhan itu pendusta.
Alasannya, tatkala ia melihat kerusakan (fasaad) di dalam dan di luar [umat Muslim] telah melampaui batas, namun, terlepas dari janji Allah Ta’ala, إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ inna nahnu nazzalnadz dzikra wa inna lahu lahaafizhuun – ‘Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami-lah yang menjaganya’ (Surah al-Hijr ayat 10), Dia belum juga membuat rencana apapun untuk memperbaikinya.
Tatkala ia percaya dengan kenyataan Allah Ta’ala berjanji di dalam Ayat-e-Istikhlaf (ayat yang berkenaan tentang Khalifah, yaitu Surah an-Nur : 55-56) bahwa sama halnya terdapat mata rantai Khilafat (kekhalifahan) penerus Musa, Allah Ta’ala pun mendirikan rangkaian kekhalifahan dalam umat Muhammad. Tapi, Na’udzubillah, Dia tidak memenuhi janji-Nya tersebut, dan saat ini tidak ada Khalifah di umat ini.
Bukan hanya sampai itu, bahkan, konsekuensi logis dari itu ialah mengingkari hal berikut bahwa dari isyarat yang diberikan dalam teks Al-Quran al-Karim membuktikan bahwa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah matsil (permisalan) Musa. Ini pun terpaksa akan dianggap tidak benar. Ma’adzaLlah (Na’udzu billah). Sebab, suatu keharusan demi kesempurnaan persamaan dan permisalan ini ialah pada abad ke-14 harus lahir seorang Al-Masih di kalangan umat Muslim ini sebagaimana di kalangan rangkaian umat Musa pada abad ke-14 telah lahir seorang Al-Masih.
Dengan demikian, akan terpaksa mereka dustakan janji yang diberikan dalam Al-Quran yang ayat ini isyaratkan: وَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ ‘dan diantara kelompok lain dari antara mereka yang belum bergabung dengan mereka. (Surah al Jumu’ah ayat 4) artinya, ‘Aku memberi kabar suka perihal buruuz Ahmad yang datang nanti.’ Demikian pula, [sebagai konsekuensi logis dari penolakan Imam Mahdi] akan banyak ayat Al-Qur’an yang terpaksa harus didustakan. Bahkan, saya katakan bahwa orang-orang yang menolak akan terpaksa meninggalkan Al-Qur’an seluruhnya mulai dari ‘Al-Hamdu’ (Al-Fatihah) hingga ‘wan-naas’ (Surah an-Naas).
Renungkanlah! Apakah mendustakan saya itu hal kecil? [betapa seriusnya akibat mengingkari pendakwaan saya.] Saya tidak mengatakannya dari pihak saya sendiri, tapi sumpah dengan nama Allah, ia yang menolak saya mungkin saja mulutnya tidak mengeluarkan kata-kata menolak al-Quran, namun sebetulnya ia telah mendustakan Al-Quran dan memisahkan dirinya dari Tuhan dengan tindakannya itu. Inilah yang diisyaratkan ilham, أنت مني وأنا منك ‘anta minni wa ana minka’ – ‘Engkau dari Aku dan Aku dari engkau.’ Tidak diragukan lagi bahwa dengan mendustakan saya, itu memaksa seseorang untuk mendustakan Allah. Pengakuan akan kebenaran saya itu artinya membenarkan eksistensi Allah dan menguatkan iman orang itu sendiri.”
Beliau (as) bersabda, “Mendustakan saya bukanlah mendustakan saya. Perbuatan itu memaksanya untuk mendustakan Nabi Muhammad (saw) sendiri. Sekarang renungkanlah sebelum dengan berani mendustakan dan mengkafirkan saya, pikirkanlah sebentar di hati masing-masing dan mintalah fatwa bahwa dengan demikian itu berarti mendustakan siapa.”
Lebih jauh dalam menjelaskan poin bahwa mengapa seseorang yang menolak Al-Masih yang dijanjikan pada dasarnya menolak Rasulullah (saw), Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Bagaimana hal tersebut dapat disamakan dengan menolak Rasulullah (saw)? Ketika saya membahas tentang penolakan tersebut, itu karena Rasulullah (saw) telah menjanjikan bahwa Mujaddid (Pembaharu) akan muncul pada setiap abad, maka dari itu, dengan penolakan tersebut maka na’udzubillah nubuatan ini menjadi dianggap tidak benar (salah). Begitu juga nubuatan “إمامكم منكم” Imamukum minkum, yaitu ia akan menjadi Imam dari antara kalian juga na’udzu billah dianggap palsu.[3]
Demikian pula, kabar suka yang beliau (saw) berikan tentang kedatangan Al-Masih dan Al-Mahdi bahwa ia akan muncul saat fitnah salib (doktrin penuhanan terhadap orang yang dianggap mati disalib, yaitu Nabi Isa as) tersebar luas juga, na’udzubillah akan terbukti palsu karena fitnah tersebut sudah merajalela namun sang Imam tidak juga muncul. Ketika seseorang menerima semua ini, maka tidakkah secara praktis ia sama saja mendustakan Rasulullah (saw)?”
Hadhrat Masih Mau’ud (as) lebih lanjut bersabda: “Saya umumkan hal ini dengan terus terang bahwa menuduh saya dusta itu bukan perkara kecil. Sebelum seseorang menyebut saya kafir terlebih dahulu ia sendirilah yang telah menjadi kafir. Sebelum seseorang menyebut saya tidak beragama dan sesat namun terpaksa ia akan menerima kesesatannya sendiri. Sebelum seseorang mengatakan saya telah menjauh dari Al-Qur’an, ia sendiri yang akan terpaksa dan akan menjadi orang yang meninggalkan Al-Qur’an dan Hadits.
Saya menguatkan kebenaran al-Quran dan Hadits, yang pada gilirannya saya dikuatkan lagi oleh keduanya. Saya bukan orang sesat melainkan saya adalah Mahdi, dan saya bukanlah orang kafir tapi saya adalah perwujudan hakiki ayat “أنا أول المؤمنين”. ‘ana awalul mu-miniin’ – ‘sayalah yang pertama-tama beriman.’ Sesuatu hal yang saya katakan pasti Tuhan memperlihatkan bahwa itu benar. Bagi orang yang meyakini Tuhan, yang mengimani kebenaran Al-Qur’an dan Rasulullah saw, baginya hujjah ini sudah cukup bahwa segera ia akan diam setelah mendengarkan perkataan saya. Tapi, bagi yang degil dan keras kepala, apa lagi obatnya. Tuhan sendiri yang akan memberikan pengertian kepadanya.”[4]
Hadhrat Masih Mau’ud menjelaskan semua aspek tersebut kepada tamu yang berkunjung dengan mengatakan, “Janganlah buru-buru menghakimi mengenai saya. Sebaliknya, renungkanlah dengan hati yang suci dan pikiran yang bersih.”[5]
Lalu pada satu kesempatan beliau (as) bersabda, “Jadi, apabila hati orang-orang tersebut terbebas dari iri hati dan kebencian, mereka harus mendengarkan ucapan saya dan mengikuti saya, serta amatilah apakah Allah Ta’ala meninggalkan mereka dalam kegelapan atau membimbing mereka kepada cahaya. Siapa yang mengikuti saya dengan ketabahan dan hati yang murni tidak akan dihancurkan. Bahkan sebaliknya, ia akan mengambil bagian dari kehidupan yang tidak ada akhirnya.” (Dengan kata lain, ia akan mendapat kehormatan di dunia ini dan Allah Ta’ala pun akan melimpahkan keberkatan atasnya di akhirat nanti.)
“Siapa yang hatinya bersih dan takut akan Allah, saya kemukakan baginya keputusan Hadhrat Isa Al-Masih ibn Maryam mengenai kedatangan beliau yang kedua kali, supaya saya dapat memberikan pemahaman apakah yang Al-Masih (as) katakan sebagai jawaban atas orang-orang Yahudi – mengenai suatu keharusan kedatangan Elia sebelum turunnya Al-Masih – itu benar atau tidak?
Namun orang-orang Yahudi memberikan jawaban, ‘Memang benar bahwa di dalam kitab-kitab kami ada dikabarkan tentang kedatangan seorang Al-Masih, namun engkau lihatlah sendiri, kepada kami telah diberitahukan tanda-tanda kedatangan Al-Masih itu bahwa sebelum kedatangannya pasti Nabi Elia akan turun dari langit terlebih dahulu, yaitu Elia yang tentang kenaikannya ke langit telah diterangkan di dalam Kitab Maleakhi. Di kitab itu tidak disebut mengenai kedatangan matsil Elia.’” (Kedatangan Elia disebutkan di Kitab itu. Di sana tidak disebutkan soal Matsil [perumpamaan atau persamaan] dari Elila. Di sana tidak tertulis soal contoh kedatangan seseorang yang demikian.[ Sehingga orang Yahudi mendustakan Al-Masih (as) karena Elia yang mereka tunggu belum juga datang. ])
Sebagai jawaban kepada orang-orang Yahudi, Al-Masih ibnu Maryam selalu menyatakan yang dimaksud dengan Elia di situ adalah Yohanes, yakni Yahya anak Zakaria. Terimalah ia jika mau. ..
Kemukakanlah hal ini kepada orang-orang yang berpendangan adil lalu perhatikanlah bagaimana ia mengambil keputusan. Ia akan memutuskan sesuatu yang membenarkan orang-orang Yahudi itu.” (Hal demikian karena kalau ditinjau dari kata-kata harfiah (tekstual) maka tampaknya orang-orang Yahudi itu benar dalam memberikan alasan demikian. Tetapi, sesuai sabda beliau as, hal itu tidak benar.)
Tetapi, seorang yang beriman kepada Allah dan mengetahui bagaimana kedatangan seorang Rasul Allah, akan meyakini apa yang Al-Masih sabdakan dan amalkan itu ialah benar dan tepat. Bukankah apa yang terjadi sekarang pada diri saya sama dengan hal itu ataukah lain? Jika dalam diri mereka terdapat rasa takut akan Allah niscaya mereka akan ragu-ragu (gemetar) hatinya tatkala melontarkan penuduhan dusta terhadap pendakwaan saya.
Merupakan hal yang patut disayangkan jika orang-orang itu tidak mempunyai iman sebagaimana iman yang dimiliki oleh seseorang dari keluarga Fir’aun yang mengatakan, ‘Jika ia berbohong, ia akan hancur dengan sendirinya.’[6] Jika mereka hati-hati dengan kedudukan saya niscaya mereka tidak cukup hanya dengan perkataan itu; dan mereka akan menyelidiki apakah Allah menolong saya dengan pertolongan demi pertolongan dan dukungan demi dukungan ataukah Dia menghabisi Jemaat saya?”[7]
Dengan karunia Allah Ta’ala, hari ini, suara yang terpancar dari desa kecil ini (Qadian) telah menyebar hingga ke 210 negara dan hal ini juga merupakan bukti kebenaran beliau (as). Di tempat-tempat yang sangat jauh dimana 30-40 tahun yang lalu, seseorang tidak mungkin dapat membayangkan Ahmadiyah akan menyebar, bukan saja hanya pesannya (tablighnya) yang mencapai ke sana, namun Allah Ta’ala pun menganugerahi orang-orang yang sedemikian luar biasa teguh keyakinannya. Saya akan menyampaikan satu kejadian.
Benin merupakan sebuah Negara kecil di Afrika. Pada tahun 2012 di sebuah desa di sana sebuah Jemaat lokal secara resmi berdiri. Seorang bernama Ibrahim bergabung dengan Jemaat. Sebelumnya, ia seorang Muslim yang berpendidikan dan berpengetahuan luas. Setelah menerima Ahmadiyah ia menjadi begitu maju dalam keikhlasan dan kesetiaan secara cepat. Ia mulai bertabligh ke saudara-saudara dan karib kerabatnya. Saudara-saudaranya begitu terganggu dengan tablighnya, karena merasa ia akan mempengaruhi keimanan mereka. Saudara-saudaranya pun mulai memusuhinya. Tetapi, Tn. Ibrahim tetap bertabligh dan kemudian dengan karunia Allah, warga 3 kampung sekitar baiat masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah. Melihat kemajuan pertablighan Jemaat maka saudara beliau ini menjadi kesal dan dengan temannya mulai merencanakan untuk membunuhnya.
Satu waktu Tn. Ibrahim ini melihat mimpi bahwa saudaranya dan teman saudaranya itu sedang menggali lubang dan melemparkan sesuatu ke dalamnya.
Tiga hari kemudian setelah mimpi, teman saudaranya sakit tiba-tiba lalu meninggal dunia. Maka saudaranya mulai menuduh bahwa temannya mati karena Tn. Ibrahim telah menyihirnya. Kemudian, dia melihat mimpi lagi bahwa saudaranya berdiri dekat sebuah pohon dan mengukur dirinya sendiri. Di sana ada kebiasaan bahwa orang yang mengukur diri sendiri artinya akan mati. Setelah dua hari kemudian ternyata istri saudaranya yang sedang hamil pun meninggal dunia. Anak-anaknya pun mulai sakit dan tidak sembuh-sembuh.
Lalu dia menjadi sangat marah dan mengadukan semua ini kepada Raja atau pemimpin setempat dan menuduh saudaranya yang Ahmadi telah melakukan sihir. Raja meminta sejumlah uang kepada saudara Tn. Ibrahim yang lalu dipenuhinya. Raja kemudian memanggil beliau (Mubayyi’in baru, Tn. Ibrahim) dan memarahi beliau, “Lelucon apa yang Anda buat? Anda sudah punya agama lain, kenapa membunuh dengan cara mendukuni? Bertaubatlah! Tinggalkanlah Ahmadiyah. Kalau tidak, besok Anda tidak akan melihat matahari. Anda tidak akan hidup-hidup melihat pagi hari.”
Beliau menjawab: “Saya tidak mampu meninggalkan keyakinan yang saya pilih sendiri setelah saya lihat kebenarannya. Adapun hidup dan mati itu ada di tangan Tuhan, maka bukan saya yang menyebabkan mereka meninggal.”
Raja berkata, “Di daerah sini, saya-lah Tuhannya. Saya bisa melakukan apa pun yang saya inginkan. Anda tahu apa yang akan saya lakukan terhadap Anda. Orang yang saya katakan besok akan mati, ia akan mati besok.”
Tn. Ibrahim berkata, “Baiklah, Anda dapat mengatakan kepada orang-orang sesuatu terkait itu. Namun, saya katakan, saya tidak akan berbalik dari keyakinan saya. Sebab, inilah Islam sejati. “
Raja itu pun bertambah marah dan memerintahkan orang-orang yang ada di sana untuk menangkap Tn. Ibrahim lalu mengurungnya di suatu kamar dan melakukan sesuatu terhadap Tn. Ibrahim. Dalam perjalanan mereka membawa Tn. Ibrahim, Tn. Ibrahim berkata kepada mereka, “Ingatlah, jangan macam-macam dengan saya. Daripada mengurung saya di sebuah ruangan, lebih baik kalian lepaskan saya.”
Para anak buah sang raja pun melepaskan Tn. Ibrahim dengan imbalan sejumlah uang dari Tn. Ibrahim karena seperti biasa mereka orang-orang yang tamak harta. Pada pagi harinya, Raja lumpuh tiba-tiba, hingga bukannya dapat melihat matahari terbit, malah tidak bisa bergerak, dan dua hari kemudian meninggal.
Dalam hal itu saudara tuanya yang menentang berkata kepada anggota keluarga lainnya supaya terjadi perdamaian. Tn. Ibrahim berkata, ‘Saya tidak pernah mendendam kepada seorang pun. Kami pada dasarnya pecinta perdamaian. Inilah ajaran asli Islam.”
Munculnya tanda ini dan meninggalnya pemimpin itu amat berpengaruh pada wilayah tersebut. Kabar itu tersebar secara luas dan menjadi jelas kebenaran Ahmadiyah. Di zaman ini juga terjadi hal-hal ini yang menjadi bukti pembenar Hadhrat Masih Mau’ud as. Beliau (as) bersabda, “Perhatikanlah! Saya bersumpah demi Tuhan bahwa Dia menampakkan ribuan tanda yang menunjukkan kebenaran saya; dan masih saja terus Dia tampakkan, (tidak akan berhenti. Di masa mendatang juga.) jika ini adalah hasil rekayasa manusia tentu takkan memperoleh pertolongan dan dukungan selamanya.”[8]
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda mengenai perlunya Mushlih (pembaharu) dan Almasih yang dijanjikan: “Sebagaimana ada masanya untuk menyiangi, sekarang ialah saatnya untuk menghilangkan kejahatan-kejahatan ini. (Yaitu, kejahatan dan keburukan yang telah menyebar di dunia sekarang sudah waktunya untuk dihilangkan) “Penghinaan terhadap orang benar dan perendahan terhadapnya telah mencapai puncaknya sampai-sampai mereka tidak mampu menghargai Nabi kita senilai sejumlah lalat dan zebra. Na’udzu biLlaah. Manusia juga takut dengan tawon dan semut, tetapi mereka tidak ragu-ragu untuk menghina Nabi kita. Hal ini menjadi pembenaran firman Tuhan: {كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا} ‘Mereka mendustakan ayat-ayat kami’. (Surah al-A’raaf, 7:41) Mereka memanjangkan lidah mereka selama mungkin, memaki-maki dengan mulut mereka.
Tidak ada keraguan bahwa sudah waktunya bagi Allah untuk membalikkan keadaan. Sunnah Allah-lah yang dalam situasi seperti itu selalu menciptakan para hamba yang sangat bergairah tentang kebesaran dan keagungan-Nya. Orang-orang seperti itu didukung oleh bantuan ajaib. Sesungguhnya, Allah melakukan segalanya dari-Nya, tetapi penciptaan orang seperti itu memenuhi satu sunnah Allah Ta’ala. سُنَّۃَ اللّٰہِ فِی الَّذِیۡنَ خَلَوۡا مِنۡ قَبۡلُ ۚ وَ لَنۡ تَجِدَ لِسُنَّۃِ اللّٰہِ تَبۡدِیۡلًا ﴿﴾ ‘Kalian tidak akan menemukan perubahan dalam sunnah Allah.’ (Surah al-Ahzaab, 33:63) Sudah saatnya sekarang dan Dia mengirim saya sesuai sunnah-Nya.”
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Dengan memandang secara mendalam terhadap lembaran-lembaran Qudrat maka akan kita ketahui bahwa jika sesuatu hal telah melampaui batas maka disiapkan di Langit keputusan untuk mengakhirinya. Inilah tandanya bahwa waktu persiapan telah tiba. Tanda terbesar kebenaran bagi Nabi, Rasul dan Mujadddid ialah kedatangan pada waktu yang tepat dan amat diperlukan. Orang-orang berkata dengan bersumpah, ‘Bukankah ini waktunya persiapan di langit?’” (Beliau (as) bertanya kepada orang-orang, orang-orang yang bersumpah atas nama Allah berkata, “Bukankah telah tiba waktunya kejadian-kejadian yang telah disiapkan di Langit?” Ini pula yang secara mendesak dikatakan oleh orang-orang, “Bukankah sekarang waktunya kedatangan seorang Pembaharu? Kita memerlukan seorang Pembaharu.” Meskipun para Ulama menentang Hadhrat Masih Mau’ud as, mereka pun membahas demikian.)
Namun, ketahuilah! Allah Ta’ala Sendiri yang menyelesaikan segala sesuatu, meskipun itu jika kami dan Jemaat kami, hanya duduk-duduk saja (dikurung) di dalam kamar-kamar maka pekerjaan kami akan tetap berjalan sempurna. Dajjal akan mengalami kemunduran. {تلك الأيام نداولها بين الناس} ‘Hari-hari itu Kami pergilirkan diantara umat manusia.’ (Surah Ali Imran, 3:141) Kesempurnaannya menjadi dalil atas masa kemundurannya nan dekat.”
(Ketika seseorang mengalami puncak karir nan tinggi dan mencapai cita-citanya serta menyangka memiliki semua kekuatan dan segala jenis kemajuan, dari hal itu tampaklah masa kemundurannya. Demikian pula pihak-pihak kuat ini juga mulai mengalami penurunan. Sama saja apakah mereka penentang Islam atau penentang Ahmadiyah dan Hadhrat Masih Mau’ud as.)
Beliau bersabda, “Masa puncaknya memberitahukan sekaranglah masa menurunnya. Peradaban tingginya menjadi tanda akan kemundurannya.” (Orang itu menyangka telah banyak meraih kekuatan dan peradaban namun hal itu akan berbalik menjadi kehancurannya.) Memang benar. Tampak terasa angin berhembus. Pekerjaan Allah Ta’ala berlangsung dengan perlahan namun pasti. (Tanda telah tampak. Namun pekerjaan-pekerjaan Allah sempurna perlahan dan akan Dia sempurnakan. Insya Allah.)
Bahkan, walau tidak ada pada kita satu dalil pun, namun umat Muslim wajib mengamati keadaan zaman ini, keluar dari tempatnya tinggal dan seperti orang yang hilang akal mencari-cari tahu dan berkata, ‘Mengapa tidak datang juga Al-Masih yang akan mematahkan salib [kepercayaan menuhankan orang yang mati disalib]? Bukankah seharusnya mereka menghilangkan pertengkaran diantara mereka sendiri? (Jika dalam diri mereka terdapat semangat kehormatan Islam, niscaya mereka akan mencari seorang Al-Masih untuk membela Islam dan menghapuskan perselisihan sesama Muslim)
Kewajiban Al-Masih ialah untuk memecahkan akidah salib dan zaman ini menuntut bagi kedatangannya.”[9]
Di tempat lain, beliau (as) juga bersabda, “Dahriyaat (Ilhaad, Ateisme) juga tengah menyebarluas dan saya diutus demi mengatasinya.”[10]
Beliau (as) juga bersabda, “Oleh karena itulah, beliau dinamai Al-Masih yang dijanjikan. Jika para Ulama menginginkan kebaikan dan kesejahteraan umat manusia, tentu mereka tidak akan melakukan apa-apa yang telah mereka lakukan. Mereka hendaknya merenungkan apa yang tersembunyi dibalik fatwa-fatwa yang mereka lontarkan menentang kami. Apa yang Allah Ta’ala firmankan, كن ‘Jadilah!’, maka siapakah orang yang mampu untuk mengusahakan, ‘Janganlah terjadi?!’”
Apa faedahnya fatwa-fatwa dari para Mullah karena Jemaat tetap saja terus maju dan berkembang. Sebab, apa yang sudah diputuskan Allah Ta’ala agar terjadi maka itu tidak bisa diganggu-gugat. Hal itu akan terjadi dan terus terjadi. Tidak ada yang dapat menghalanginya.
Beliau (as) bersabda, “Hal yang sebenarnya, dalam satu dan lain corak, para penentang kami menjadi agen pembantu kami juga sebab mereka menyampaikan berita-berita tentang kami di timur dan di barat.”[11]
Mereka yang memunculkan permusuhan dan penentangan terhadap Jemaat sebenarnya tengah mengabarkan pesan Ahmadiyah atau Islam sejati kepada orang-orang. Sebab, penentangan mereka itu justru menjadi daya tarik bagi orang-orang lainnya untuk mengetahui lebih jauh apa itu Ahmadiyah. Banyak orang menceritakan bahwa mereka mendengar Ulama Fulan dan Fulan berbicara menentang Jemaat atau mendengar orang-orang berbicara menentang Jemaat yang mana itu malah memunculkan rasa penasaran orang-orang untuk tahu lebih banyak tentang Jemaat.
Setelah itu, mulailah mereka berbahas dan setelah mendalami kenyataaan, barulah ingin bergabung dengan Jemaat. Pada masa sekarang literatur-literatur Jemaat dipamerkan di tempat Jemaat. Berbagai jenis informasi disampaikan sebagai perbandingan. Penentangan para Ulama merupakan salah satu sarana bagi tersebarnya tabligh dan dakwah Jemaat.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) memberikan jawaban kepada mereka yang mengkritik sebagai berikut, “Kami mengamalkan ajaran Islam. Sebelumnya telah ada berbagai golongan. Lalu, apa perlunya membentuk golongan baru. Apa perlunya mengikuti Jemaat Anda?”
Beliau (as) bersabda, “Beberapa kali orang Ahmadi pun diam setelah mendengar kritikan mereka. Mereka tidak tahu bagaimana menjawab kritikan tersebut. Banyak orang mengkritik, Apa perlunya mendirikan silsilah (Jemaat) baru ini? Bukankah kami shalat dan kami berpuasa?’
Sebenarnya mereka menipu dengan perkataan demikian. Bukan hal yang aneh dalam perkataan mereka dikarenakan tuna ilmu lalu berkata, ‘Selama ini kami shalat, berpuasa, berdzikir dan berdoa lalu mengapa sebuah kelompok dibentuk dalam corak Jemaat baru.’ (Mengapa perlu dibentuk sebuah golongan baru. Kami juga shalat dan berpuasa. Mengapa harus memasuki Jemaat Anda? Bukankah ini mengarah pada fitnah dan kerusakan baru?)
“Tetapi, ketahuilah! Perkataan serupa ini ialah karena ketiadaan pemahaman dan ma’rifat. Saya tidak melakukannya dari diri saya sendiri. Jika ada yang dipersalahkan karena mendirikan perpecahan maka Dia ialah Allah sendiri.” (Bukan saya sendiri yang mendirikan Jemaat ini. Allah Ta’ala Yang mendirikannya.) “Sebenarnya, keadaan keimanan telah melemah sampai-sampai kekuatan iman telah tidak ada lagi. Allah Ta’ala ingin menanamkan ruh keimanan hakiki yang telah hilang, dan memilih untuk melakukannya dengan mendirikan Jemaat ini. Kritikan mereka itu salah dan sia-sia.
Ketahuilah keragu-raguan ini hendaknya tidak terus tertanam dalam hati seseorang selamanya. Ini tidak akan mungkin berlanjut jika seseorang melakukan perenungan dan pemikiran mendalam atas hal ini dengan yang sebenarnya. Mereka yang hanya melihat keadaan-keadaan yang tampak saja dan mengatakan ‘ada orang-orang Muslim lainnya’; mereka menderita keragu-raguan ini. Keragu-raguan seperti ini membuat manusia cepat hancur.”
Beliau bersabda, “Saya telah melihat beberapa surat dari orang-orang seperti itu yang berasal dari Jemaat saya secara penampilan..” (perhatikan bagaimana Hudhur (as) memberitahu mengenai surat-surat seperti itu dari sebagian Mubayyi’ baru setelah mereka baiat) “Mereka katakan, ‘Selama orang-orang Muslim tampak banyak melakukan shalat, mengucapkan Syahadat, berpuasa dan melakukan amal-amal baik serta tampak baik (saleh), apa perlunya didirikan Jemaat baru ini?’”
Beliau bersabda, “Meskipun mereka telah berbaiat langsung di tangan saya, mereka menulis surat kepada saya segera setelah mendengar bisik-bisik keragu-raguan dan kecaman-kecaman seperti itu dan mereka tidak dapat menjawabnya.
Saya merasa bersedih dan kasihan dengan mereka saat membaca surat-surat mereka ini karena mereka tidak menyadari tujuan sejati kita dan tidak mengerti maksud asli kita. Mereka hanya melihat orang-orang lain melakukan hal yang sama dengan kita dalam hal syi’ar-syi’ar Islam dan menjalankan fardhu-fardhu dari Allah seperti kita lakukan, walaupun kenyataannya mereka melakukannya sebagai taqlid dan tradisi karena mereka tidak memiliki semangat kebenaran.” (Melaksanakan ibadah tidak hanya secara fardhi atau karena itu kewajiban dan secara lahiriah saja, melainkan hendaknya pula dengan semangat kebenaran dan dengan menunaikan hak orang-orang lain atau sesama) “Perkataan-perkataan orang lain dan keraguan mereka ini bekerja secara memukau bak sihir.
Mereka tidak meluangkan waktu untuk merenungkan bahwa saya ingin menciptakan kedamaian sejati yang menyelamatkan manusia dari kematian dosa. Mereka yang melakukan ibadah ini secara ikut-ikutan dan tradisi, mahrum (kehilangan) dari hal itu. Mereka melihat yang tampak saja, bukan kebenaran, dan di tangan mereka terdapat kulit dan tidak memiliki inti.”[12]
Tidak ragu lagi, tampak bahwa umat Muslim mengamalkan amal-amal juga namun amal-amal mereka itu kosong dari ruh takwa. Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda bahwa jika amal-amal umat yang menyatakan diri Muslim itu saleh mengapa tidak tampak akibat-akibat yang saleh?
Beliau (as) bersabda, “Saya tidak tahu apa yang mereka (umat Muslim) temukan dalam diri kami yang bertentangan dengan Islam! Kami mengimani dan mengucapkan syahadat – Laa ilaaha illaLlah dan Muhammadur Rasul Allah -, menegakkan shalat, berpuasa pada waktu-waktu puasa dan membayar zakat.” (Artinya, (Muslim non-Ahmadiyah mengatakan, “Segala sesuatu yang kami lakukan sesuai menurut Islam. Tidak ada perlunya memahami hakikat Islam secara lebih baik dengan menjalin hubungan dengan Anda karena kami menyaksikan dua kalimat Syahadat, shalat, berpuasa dan memberikan zakat.”)
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Tapi, saya katakan bahwa tindakan mereka bukanlah amal saleh. Itu adalah sekam yang tidak mempunyai isi di dalamnya. Kalau tidak, jika itu amal saleh, mengapa mereka tidak mengeluarkan hasil yang baik? Sesuatu menjadi amal yang saleh jika bebas dari segala fasaad (kerusakan) dan kekejian, tetapi mereka tidak demikian.
Saya tidak membenarkan seseorang dapat menjadi beriman dan bertakwa serta beramal saleh lalu seiring dengan itu memusuhi orang-orang benar. Mereka menamai kita zindiq dan mulhid (ateis atau tidak beragama), dan mereka tidak takut Allah. Saya telah mengatakan dengan bersumpah atas nama Allah bahwa Dia-lah yang mengutus saya sebagai seorang ma-mur (utusan). Jika di dalam hati mereka terdapat sedikit saja rasa hormat kepada Allah niscaya mereka tidak akan mengingkari dan takut akan Allah. Hal mana tanpa itu menjadikan mereka termasuk yang menghina nama Allah. Tapi ini menjadi mungkin jika mereka iman secara benar kepada Allah, takut pada hukuman dan melaksanakan firman Allah, لَاتَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ‘Janganlah berpijak pada sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya.’ (al-Isra: 37)”[13]
Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjelaskan bahwa tujuan kedatangan Al-Masih yang dijanjikan adalah untuk melindungi Islam dari serangan dan makar jahat baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Hadhrat Rasulullah (saw) pun menubuatkan hal tersebut. Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Di hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah saw, beliau (saw) bersabda bahwa ada dua jenis fitnah (ujian, keburukan). Pertama, berasal dari internal dan kedua dari eksternal. Keburukan internal adalah umat Islam tidak lagi berdiri pada ajaran yang benar. Mereka menjadi mangsa pengaruh setan.” (Tidak akan ada lagi ketakwaan dan amal saleh dalam diri mereka.)
“Mereka melampaui batas-batas ketentuan dari Allah Ta’ala dalam hal berjudi, berzina, meminum minuman keras dan berbagai jenis keburukan dan dosa. Tidak mereka pedulikan apa itu larangan Allah Ta’ala. Mereka meninggalkan puasa dan shalat. Mereka tidak menghormati perintah Ilahi. Mereka mengolok-olok hukum-hukum Al-Qur’an.” (Inilah fitnah internal yaitu kerusakan keadaan amal umat Muslim. Demikianlah keadaan mayoritas mereka. Anda juga dapat perhatikan bagaimana satu terhadap yang lain diantara mereka melakukan kezaliman.)
“Fitnah dari pihak eksternal (luar Islam) adalah berupa pengada-adaan kedustaan yang ditujukan terhadap kepribadian Hadhrat Rasulullah (saw). Segala upaya dan rencana dibuat untuk melakukan tuduhan dan hinaan terhadap Islam. Begitu pula berbagai trik dan usaha untuk membuat orang-orang percaya ketuhanan Yesus dan kematiannya yang terkutuk di tiang salib. Singkatnya, untuk mereformasi kedua fitnah besar ini, baik internal maupun eksternal, maka Rasulullah (saw) telah memberikan khabar suka seseorang dari pengikut beliau ditugaskan menghancurkan kejahatan eksternal, dan mengungkapkan hal sebenarnya tentang keyakinan Kristen, karena alasan inilah maka ia disebut Yesus ibn Maryam. Ia juga dipanggil Mahdi karena ia akan menegakan mereka pada jalan yang lurus dengan menyelesaikan kekacauan dan konflik internal. Kalimat, وَآخَرِين َمِنْهُمْ Dan dari antara kaum lain dari antara mereka.., menyinggung hal tersebut.”[14]
Dengan demikian, karena kita telah menerima Hadhrat Masih Mau’ud (as), standar ketakwaan dan hubungan kita dengan Allah Ta’ala harus lebih tinggi dibandingkan umat Islam lainnya. Gambaran tentang kita harus tidak seperti orang-orang yang Hadhrat Masih Mau’ud (as) gambarkan tentang orang-orang itu. Bahkan, amal perbuatan kita harus lebih baik dibanding mereka. Perbuatan kita harus sesuai dengan ridha Allah Ta’ala dan kita harus menjadi orang-orang yang bertakwa.
Berkenaan dengan hal tersebut, Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjelaskan, “Seseorang yang baiat semestinya tidak hanya puas dengan iman bahwa berada di dalam Jemaat ini adalah sebuah hal yang benar.” (merasa cukup hanya menerima kebenaran itu) “Iman yang demikian saja tidak cukup untuk dapat menerima keberkahan. Allah Ta’ala tidak ridha hanya sekedar mengimani kebenaran saja selama kita belum menetap dalam amal saleh. Ketika kalian masuk ke dalam Jemaat ini, jadilah orang yang shaleh dan bertakwa. Jauhilah segala jenis keburukan. Laluilah waktu-waktu Anda dalam doa-doa. Merendahlah kepada Allah pada waktu malam dan siang hari. Dalam masa ibtila (penuh cobaan), kemurkaan Ilahi bergejolak.
Merendah hatilah kepada Allah dalam masa-masa yang seperti ini. Banyak-banyaklah bersedekah. Bersopan-santunlah dalam berkata-kata, tetaplah sibuk beristighfar dan berdoa dalam shalat-shalat. Ada pepatah terkenal bahwa siapa yang bertawassul akan selamat. Iman saja tidak akan bermanfaat bagi manusia. Jika seseorang beriman lalu menaruh iman itu di belakangnya maka itu tidak bermanfaat. Ia tidak boleh mengeluh setelah itu bahwa baiatnya tidak memberinya manfaat apa-apa. Tuhan tidak menerima hanya kata-kata saja.”
Lebih lanjut beliau (as) menjelaskan makna amal saleh, ”Allah Ta’ala menyebutkan dalam Al-Quranul Karim bahwa iman berdampingan dengan amal saleh. Yang dikatakan Amal Saleh adalah amal yang murni sedikitpun tidak dicampuri oleh suatu keburukan. Ingatlah bahwa amal manusia selalu diintai oleh pencuri. Apakah gerangan pencuri itu? Tiada lain adalah riya (pamer). Artinya, manusia berbuat kebaikan karena pamer, untuk dilihat orang. Di dalam hatinya timbul rasa bangga setelah melakukannya. Artinya, ia merasa gembira karena mengharapkan pujian. Akibatnya ia membuka jalan keburukan yang menjurus kepada perbuatan dosa sehingga amal salehnya itu menjadi bathil (batal).
Amal saleh ialah amal yang murni. Ia tidak tercemar oleh suatu keburukan misalnya; kekejaman, kebanggaan, riya, takabbur (sombong) dan tidak tercemar oleh pikiran untuk merampas hak-hak orang lain.
Sebagaimana karena amal saleh manusia akan mendapat keselamatan di alam akhirat nanti, begitu juga di dunia ini mendapat keselamatan dari berbagai kesusahan.” (Artinya, sebagaimana di akhirat amal-amal saleh seseorang dapat menyebabkan tersedianya sarana-sarana keselamatan dan ridha Ilahi, demikian pula di dunia membuat tersedia sarana-sarana kelepasan dan keselamatan dari kesulitan dan musibah.)
“Jika di dalam sebuah rumah ada satu orang saja yang beramal saleh, seluruh rumah itu akan terpelihara. Ketahuilah, jika tidak ada amal saleh yang kalian lakukan, hanya beriman saja, itu tidak mendatangkan faedah apapun.”
“Jika seorang dokter memberikan beberapa resep obat, ia bermaksud agar si pasien meminum obat sesuai dengan yang telah ia resepkan. Namun apabila orang tersebut tidak mengambil obat-obatan itu dan hanya menyimpan resep obatnya saja itu, bagaimana mungkin ia bisa mengambil manfaat dari resep tersebut?”
Beliau bersabda, “Anda telah bertobat sekarang dan Tuhan ingin melihat seberapa banyak engkau menyucikan dirimu sendiri di masa kemudian sebagai konsekuensi dari taubat ini. Inilah zaman yang mana Tuhan ingin mengistimewakan orang-orang berdasarkan ketakwaan. Ada banyak orang yang mengeluh kepada Tuhan tanpa memeriksa diri mereka sendiri. Manusia kejam kepada diri mereka sendiri sedangkan Tuhan begitu Maha Pengasih dan Maha Mulia.” [15]
(Seluruh kerugian yang dialami oleh seorang manusia adalah akibat perbuatannya sendiri. Allah tidak pernah kejam pada siapapun. Dia Maha Pengasih dan Penyayang.)
“Sebagian orang menyadari dosa-dosa mereka. Sebagian lagi tidak mengenali dosa-dosa mereka. (Mereka begitu terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan tersebut sehingga bahkan tidak sadar bahwa itu dosa) “Karena itulah, Allah telah memerintahkan untuk selalu beristighfar (meminta pengampunan).”
“Seorang insan hendaknya terus berdoa meminta perlindungan Allah dari segala kesalahan dan dosa, baik ia nyata ataupun tersembunyi, apakah diketahui atau tidak diketahui, dan dari keburukan yang dilakukan oleh tangan atau kaki atau lidah atau hidung atau telinga, atau kedua matanya.”
Pada hari-hari ini, kita harus berdoa dengan doa Adam as, رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ‘Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami, pastilah kami akan merugi.’ (Surah al-A’raaf, 7:24) Doa ini telah dikabulkan sejak Allah mengajarkannya. Janganlah hidup penuh dengan kelalaian. Kita harus membaca doa ini dengan serius. Setiap orang yang hidup tidak dengan kelalaian tidak akan menghadapi bencana yang luar biasa yang di luar kekuatannya.” (Artinya, seseorang yang hidup dengan takut kepada Allah, tidak akan melewati hidup dalam kesulitan luar biasa dan terjerumus dalam musibah.)
“Tidak ada bencana yang datang tanpa persetujuan-Nya sebagaimana doa ini diajarkan kepada saya melalui ilham, رَبِّ كلُّ شيء خادمُك، ربِّ فاحفظْني وانصرْني وارحمني ‘Oh Tuhanku, segalanya berada dalam kendali Engkau. Lindungilah aku Tuhanku, tolonglah aku dan kasihilah aku.’ Kita beriman bahwa segalanya ada di tangan-Nya, baik itu melalui sarana-sarana maupun tanpa melalui sarana-sarana.”[16]
Segala sesuatu ada di tangan Allah, baik itu Dia ciptakan sarana-sarana maupun tidak Dia ciptakan.
Maka dari itu, bacalah kedua doa tersebut dan hendaklah menaruh perhatian padanya. Jadi, setiap Ahmadi harus menganalisa diri mereka sendiri. Jika mereka telah mengimani Hadhrat Masih Mau’ud (as) sudahkah mereka memenuhi hak-hak kesetiaan mereka? Seringkali ketika saya mengevaluasi keadaan tersebut, akhirnya terungkap banyak sekali orang yang tidak berdoa secara benar, tidak memperhatikan pada doa-doa mereka. Bahkan beberapa orang tidak perduli kepada Istighfar dan juga tidak memenuhi hak-hak orang lain.
Jika keadaannya seperti ini, maka bagaimana bisa kita mengatakan bahwa kita telah melaksanakan Amaal-e-Saliha? Bagaimana mungkin dapat dikatakan kita telah memenuhi hak-hak baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as)? Orang lain berdosa karena tidak beriman (menerima Masih Mau’ud as). Namun, kita berdosa karena kita telah beriman kepada beliau (as) namun gagal mereformasi diri kita sendiri, dan juga kita sudah berjanji setia (baiat) tetapi melanggar janji tersebut. Maka dari itu, setiap orang dari kita harus menganalisa diri mereka masing-masing dengan penuh perhatian. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga dan melindungi kita dari segala ujian dan kesukaran.
Hari ini, ada juga sebuah pengumuman dan kabar gembira bahwa surat kabar Al-Hakam yang sejak awal dulu pernah diterbitkan di Qadian sekarang akan diterbitkan dari sini (UK). Pada tahun 1934 surat kabar tersebut terbit lagi namun terhenti. Hari ini, pada hari Masih Mau’ud (as) surat kabar tersebut akan diluncurkan dari sini (UK) dalam bahasa Inggris. Surat kabar Al-Hakam ini merupakan surat kabar pertama yang diterbitkan pada masa Hadhrat Masih Mau’ud (as).
Surat kabar ini akan dicetak dalam jumlah sedikit, tetapi segera setelah khotbah Jumat ini surat kabar tersebut akan tersedia (available) di internet dengan alamat www.alhakam.org. Demikian pula, akan ada aplikasi yang bernama Al-Hakam untuk mobile phones dan tablets serta dalam format lainnya bisa didownload setelah khotbah ini.
Edisi pertama ini khusus membahas mengenai hari Masih Mau’ud (as), dan ke depannya setiap edisi baru akan upload setiap Jumat. Edisi suratkabar ini akan terbit dengan oplah kecil. Namun, para anggota dapat mengambil manfaat darinya.
Kita berdoa kepada Allah supaya penerbitan suratkabar ini kali ini akan terus menerus dan tidak berhenti. Karena surat kabar ini dalam bahasa Inggris, oleh karena itu para anggota yang berbicara dalam bahasa Inggris [mengetahui bahasa Inggris] dapat mengambil manfaat sebanyak mungkin darinya.
[1] Al-Hakam, 10-09-1901, h. 1-2; Malfuzhat jilid 1, h. 208, edisi 1985, terbitan UK
[2] Malfuzhat jilid 4, halaman 34-35, edisi 1985, terbitan UK.
[3] Shahih al-Bukhari, Kitab Ahaditsil Anbiya, bab nuzul Isa ‘alaihis salaam; كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ ”Bagaimana kalian jika ’Isa bin Maryam turun di tengah-tengah kalian dan imam kalian dari kalangan kalian sendiri?”
[4] Malfuzhat jilid 4, halaman 14-16, edisi 1985, terbitan UK.
[5] Malfuzhat jilid 4, halaman 14-16, edisi 1985, terbitan UK.
[6] Surah al-Mu-min, 40:29; وَ قَالَ رَجُلٌ مُّؤۡمِنٌ ٭ۖ مِّنۡ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ یَکۡتُمُ اِیۡمَانَہٗۤ اَتَقۡتُلُوۡنَ رَجُلًا اَنۡ یَّقُوۡلَ رَبِّیَ اللّٰہُ وَ قَدۡ جَآءَکُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ مِنۡ رَّبِّکُمۡ ؕ وَ اِنۡ یَّکُ کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ بَعۡضُ الَّذِیۡ یَعِدُکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یَہۡدِیۡ مَنۡ ہُوَ مُسۡرِفٌ کَذَّابٌ “Dan, berkata seorang laki-laki yang beriman dari kaum Fir’aun yang menyembunyikan imannya, “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan, ‘Tuhan-ku ialah Allah,’ padahal ia telah datang kepadamu dengan Tanda-tanda nyata dari Tuhan-mu? Dan, sekiranya ia seorang pendusta maka atas dialah kedustaannya, dan jika ia benar, maka akan menimpa kamu sebagian dari apa yang dijanjikan kepadamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada siapa yang melampaui batas dan pembohong besar.”
[7] Malfuzhat jilid 4, halaman 30-31, edisi 1985, terbitan UK.
[8] Haqiqatul Wahyi, Ruhani Khazain jilid 22, h. 48
[9] Malfuzhat jilid 1, h. 396-398, edisi 1985, terbitan UK
[10] Malfuzhat jilid 7, h. 28, edisi 1985, terbitan UK
[11] Malfuzhat jilid 1, h. 398, edisi 1985, terbitan UK
[12] Malfuzhat jilid 6, h. 237-239, edisi 1985, terbitan UK
[13] Malfuzhat jilid awwal, h. 343, edisi 1985, terbitan UK
[14] Malfuzhat jilid awwal, h. 444, edisi 1985, terbitan UK
[15] Malfuzhat, jilid 4, halaman 274-275, edisi 1985, terbitan UK.
[16] Malfuzhat, jilid 4, halaman 274-276, edisi 1985, terbitan UK.