Ringkasan Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masrur Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz
9 Oktober 2015 di Masjid Nur, Nunspeet, Holland (Belanda).
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
]بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ[، آمين.
Mayoritas Ahmadi di sini adalah mereka yang sudah terlahir sebagai Ahmadi dan juga ada mereka yang keluarganya telah menerima Ahmadiyah ketika mereka masih kecil dan orang-orang seperti ini tumbuh dalam lingkungan Ahmadi. Juga, sebagian besar orang-orang ini berasal dari Pakistan yang tinggal di sini dan telah mendapatkan kewarganegaraan di negara [Belanda] ini karena ketika sampai di sini, mereka melaporkan bahwa di Pakistan mereka tidak diberikan kebebasan untuk menjalankan agamanya sesuai dengan ajaran Islam. Ada juga diantaranya yang memperoleh izin untuk tinggal di sini setelah menjalani proses hukum di Pakistan. Dengan demikian, mayoritas yang ada di sini diberikan izin untuk menetap di sini sebagai bentuk kebaikan hati pemerintah Belanda karena mereka telah menyatakan diri sebagai Ahmadi. Pernyataan ini juga menuntut tanggung jawab kalian.
Para Ahmadi yang telah datang di sini karena kemampuan akademis mereka atau karena keahlian lainnya serta yang telah menisbahkan dirinya dengan Jemaat juga tidak luput dari tanggung jawab ini. Para mubayi’ baru yang masuk Jemaat dan meyakini pendakwaan Hadhrat Masih Mau’ud as juga wajib untuk memenuhi janji baiat mereka. Dalam pandangan Allah Ta’ala, mereka tidak terbebas dari tanggung jawab ini hanya dengan berpendapat bahwa mereka melakukan hal ini dan itu karena melihat para Ahmadi yang lama pun berbuat demikian.
Pada zaman ini, guna tarbiyat diri kita merupakan suatu keharusan untuk memahami tulisan, tafsir dan penjelasan Hadhrat Masih Mau’ud as berkenaan dengan Al-Quran dan Sunnah. Sangat penting melihat dan mempelajarinya karena tafsir dan tulisan beliau as sudah tersedia secara luas di hadapan kita sehingga tidak ada alasan untuk tidak mempelajarinya. Tapi, saya katakan kepada para Ahmadi yang lama bahwa mereka juga menjadi berdosa jika ada orang lain yang menjadi tersandung akibat contoh perbuatan mereka.
Dengan karunia Allah, mereka yang nenek moyangnya telah menerima Ahmadiyah, telah memperoleh kehidupan yang lebih baik setelah datang ke sini. Hendaknya tidak lupa mereka berhutang kepada Jemaat untuk hal ini. Sebagai bentuk rasa syukur, hendaknya mereka berupaya untuk menciptakan perubahan suci yang luar biasa di dalam diri mereka dan juga menceritakan kepada anak-anak mereka mengenai nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang telah turun kepada mereka serta bagaimana mereka dan anak-anak mereka akan berupaya untuk memenuhi janji baiat yang telah nenek moyang mereka buat.
Kita juga terus mengajarkan anak-anak kita supaya senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala karena Dia telah memperbaiki kondisi keuangan kita setelah datang ke sini kemudian menceritakan kepada mereka bahwa sebagai rasa syukur atas kesempatan akademis yang mereka dapatkan, hendaknya mereka menjalin hubungan yang kuat dengan Nizam Jemaat serta ikatan kesetiaan dan ketaatan dengan Khilafat.
Begitu pula, merupakan kewajiban bagi setiap Ahmadi untuk senantiasa memiliki hubungan yang kuat dengan Nizam Jemaat serta ikatan kesetiaan dan ketaatan dengan Khilafat seperti yang telah mereka janjikan pada saat baiat. Dengan karunia Allah, para mubayi’ baru, khususnya mereka yang telah menerima da’wa Hadhrat Masih Mau’ud as dengan penuh keyakinan dan pengetahuan yang sempurna, senantiasa merenungkan janji mereka dan juga syarat-syarat baiat. Mereka juga menulis surat kepada saya sehubungan dengan hal ini.
Namun, banyak Ahmadi, baik yang keturunan ataupun yang ketika orang tuanya telah menerima Ahmadiyah mereka masih kecil dan yang datang kemari dengan lebih cenderung pada urusan-urusan duniawi, pada umumnya tidak merenungkan syarat-syarat baiat, tidak memahami janji-janji baiat serta tidak memperhatikan kebaikan-kebaikan dari Allah Ta’ala yang telah turun kepada mereka karena menjadi Ahmadi.
Meskipun proses baiat tayang secara terus-menerus di MTA, namun mereka tidak berupaya untuk fokus pada pentingnya baiat dan juga terhadap pengamalannya. Mereka juga tidak menjalin hubungan yang kuat dengan Khilafat sebagaimana mestinya. Ini bukan hanya mengenai mereka yang telah mencari suaka politik namun juga terhadap semua Ahmadi. Contoh mengenai para pencari suaka disampaikan lebih dahulu karena kebanyakan Jemaat yang hadir pada saat ini merupakan orang-orang yang mencari suaka dan telah memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Selain itu, para Ahmadi demikian dapat ditemukan di seluruh bidang di Jemaat. Jika setiap orang meninjau diri, mereka akan melihat dimana mereka sedang berdiri sekarang. Hendaknya tidak mengintrospeksi serta merenungkan hal ini secara sepintas lalu saja namun hendaknya juga dihayati. Jika jawabannya adalah iya, beruntunglah orang seperti itu karena ia akan meraih karunia Allah Ta’ala. Namun jika tidak, maka hendaknya dilakukan upaya-upaya untuk menciptakan perubahan di dalam diri.
Pada syarat baiat yang ke-10, Hadhrat Masih Mau’ud as telah menyatakan: Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini “Imam Mahdi dan Al-Masih Al-Mau’ud” semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma’ruf (segala hal yang baik) dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan ataupun ikatan kerja.[1]
Pada janji ini terdapat tanggung jawab kita untuk senantiasa memiliki kecintaan yang tanpa pamrih dan sangat kuat kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Di sini, beliau as mengambil janji dari kita, semata-mata karena Allah Ta’ala, kita akan membangun tingkat kecintaan, kasih sayang dan ikatan persaudaraan yang kuat dan menegaskan agar kita senantiasa taat dalam setiap keputusan yang ma’ruf, segala hal menurut ajaran Islam yang untuk itu Hadhrat Masih Mau’ud telah diutus. Dan ketaatan seperti ini tidak hanya mutlak namun kita juga senantiasa berupaya untuk berjalan di atasnya hingga nafas terakhir. Dan hubungan seperti ini tidak akan ada bandingannya dengan hubungan-hubungan duniawi lainnya termasuk hubungan yang kita jalin karena kesetiaan kepada orang lain dan juga hubungan yang kita jalin sebagai balasan kebaikan orang lain terhadap kita.
Jika ada suatu standar kecintaan yang tinggi yang layak diberikan bagi seseorang setelah kewafatan Hadhrat Rasulullah saw, maka orang yang layak menerimanya adalah pecinta sejati beliau saw, yakni Hadhrat Masih Mau’ud as. Setiap orang dapat menganalisa bagaimana hendaknya ikatan yang kita jalin dengan Hadhrat Masih Mau’ud as menurut hal ini. Apakah kita sudah sampai kepada standar tersebut? Atau apakah kita telah melupakan standar ini karena adanya kepentingan-kepentingan pribadi? Apakah urusan-urusan duniawi telah mengalahkan kecintaan serta ketaatan yang seperti ini?
Manusia terkadang melakukan suatu pekerjaan karena ingin mendapatkan manfaat bagi dirinya, terkadang karena rasa takut mendapat hukuman atau akan ditanyai jika tidak dikerjakan, atau terkadang juga karena atas dasar kecintaan dan keikhlasan untuk melakukannya. Jika mereka memiliki pengetahuan yang benar mengenai agama maka mereka akan mengikutinya atas dasar kecintaan dan keikhlasan. Hadhrat Masih Mau’ud as berharap agar kita meningkatkan gejolak dalam hal ini setelah mengambil baiat. Jika gejolak atas hal ini tidak ada, apapun nasehat yang disampaikan tidak akan memberikan pengaruh apa-apa. Adakah seorang Ahmadi yang dapat membayangkan apa-apa yang Hadhrat Masih Mau’ud as sabdakan akan bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah? Pasti tidak akan ada.
Oleh karena itu, setiap Ahmadi hendaknya memahami, ‘ketaatan dalam segala hal yang ma’ruf’ berarti setelah membawa kecintaannya ke tingkat tertinggi dan kemudian ia mencari segala petunjuk yang diberikan lalu senantiasa menaatinya secara sempurna. Jadi, wajib bagi kita untuk senantiasa memperhatikan apa yang Hadhrat Masih Mau’ud as harapkan dari kita dan apa yang beliau as telah perintahkan kepada kita. Jika tidak, berarti pernyataan kita untuk senantiasa taat hanya di bibir saja. Jika kita tidak tahu apa yang Hadhrat Masih Mau’ud as sabdakan, lalu bagaimana kita dapat menaati beliau as? Pendeknya, dengan menjadi Ahmadi, kita juga perlu meningkatkan pengetahuan. Kita mengimplementasi dari apa yang diperintahkan dengan penuh keikhlasan guna meraih ridha Ilahi.
Nasehat serta petunjuk Hadhrat Masih Mau’ud as dapat ditemukan di berbagai buku dan tulisan beliau as. Beberapa diantaranya disampaikan pada hari ini. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa hendaknya Jemaat kita tidak hanya memahami janji baiat tersebut sebatas kata-kata saja melainkan hendaknya menyempurnakan tujuan hakiki dari baiat tersebut. Hendaknya tercipta perubaan di dalam diri kita karena Allah Ta’ala tidak akan ridha kepada kalian jika hanya dengan perkara luar saja. Jika kalian tidak menciptakan perubahan di dalam diri kalian, maka tidak akan ada bedanya antara kalian dengan yang lainnya.
Beliau as juga mengatakan tiap orang bertanggung jawab untuk memenuhi janjinya ini. Memercayai Hadhrat Masih Mau’ud as hanya sebatas doktrin saja dan menerima kebenarannya lalu membungkam orang-orang dengan dalil dan argumen dalam debat tidak berarti apa-apa jika amal kita tidak benar.
Beliau as bersabda, “Berusahalah untuk menciptakan perubahan di dalam diri kalian. Berdoalah di dalam shalat kalian, berikanlah sedekah dan lakukanlah amal jariyah serta gunakanlah segala sarana supaya kalian dapat termasuk kedalam golongan, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ‘Orang-orang yang senantiasa berjuang di jalan Kami. Sebagai hasilnya kami pasti akan memberikan petunjuk di jalan Kami.’ [Al-Ankabut, 29:70]”[2]
Hadhrat Masih Mau’ud as juga bersabda, “Bagaimana mungkin seseorang yang lalai dan malas dapat meraih limpahan karunia Allah Ta’ala. Mereka tidak akan bisa sebagaimana yang senantiasa menggunakan segenap akalnya, kekuatannya dan keikhlasannya untuk mencari-Nya?”[3]
Ketika Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda kepada kita agar mengikuti beliau as dan menjadi orang-orang yang taat kepada beliau as, beliau as tengah menjelaskan bahwa kita memperoleh jalan untuk mendapatkan Allah Ta’ala dan senantiasa meraih karunia-Nya melalui penjelasan beliau as. Jadilah mereka yang senantiasa mengerjakan shalat tepat waktu dan dengan memenuhi segala syaratnya serta berikanlah sedekah serta amal jariyah untuk menarik kecintaan Allah Ta’ala.
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa perhatikanlah dua hal berikut ini. Pertama adalah jadilah teladan sebagai seorang Muslim sejati dan kedua adalah sebarkanlah kualitas serta keunggulan Islam di dunia ini.[4] Jika ilmu pengetahuan kita kurang dan amal perbuatan kita juga memprihatinkan, lalu bagaimana kita dapat menjadi teladan sejati seorang Muslim dan bagaimana kita dapat berbicara mengenai keunggulan Islam?
Selanjutnya, beliau as bersabda, “Tiap anggota Jemaat kita hendaknya menjadikan pemikiran ini sebagai kesibukannya yaitu apakah diri kita terhiasi takwa atau tidak?” [5] Artinya, hendaknya kita menjadikan perkara ini yang terpenting dalam cita-cita.
Hal ini tidak memerlukan penjelasan panjang melainkan hendaknya kita semua mengintrospeksi diri apakah kita memberikan perhatian lebih terhadap duniawi atau terhadap kemajuan rohani, baik bagi diri kita dan juga anak-anak kita? Apakah di dalam diri kita terdapat perhatian atas ketakwaan terhadap Allah Ta’ala dan senantiasa berupaya untuk meraih ridha-Nya ataukah mengedepankan ridha Ilahi dalam keputusan duniawi? Hadhrat Masih Mau’ud as juga bersabda bahwa menghindari emosi dan amarah yang tidak semestinya juga merupakan satu cabang ketakwaan.[6] Mereka yang cenderung demikian ini hendaknya perlu merenungkan kondisi mereka.
Demikianlah beberapa nasehat Hadhrat Masih Mau’ud as yang saya kemukakan. Jika kita senantiasa memperhatikan sabda-sabda beliau as, kemudian menghayati dan merenungkannya, maka hal tersebut akan meningkatkan kecintaan serta ikatan kita dengan beliau as. Sungguh beliau as merasa sangat khawatir akan kondisi kerohanian Jemaat ini. Kekhawatiran beliau as lebih dari pada seorang ibu dan ayah atas anaknya. Beliau as berulang kali menasehatkan kita agar menjauhi kesesatan dan mengikuti jalan yang benar. Setelah menyatakan kekhawatiran dan kecintaan ini, tidak ada alasan bagi Ahmadi untuk tidak meraih standar ikatan dan ketaatan yang tinggi dengan Hadhrat Masih Mau’ud as.
Merupakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang turun bagi Jemaat bahwa setelah kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud as, Dia telah mendirikan Nizam Khilafat ini di tengah-tengah kita dan Khilafat ini senantiasa mengedepankan tujuan diutusnya Hadhrat Masih Mau’ud as oleh Allah Ta’ala. Karena itu, dengan menjalin ikatan keikhlasan dan ketaatan dengan Khilafat, kita dapat melanjutkan perjalanan rohani kita. Sebagaimana yang Hadhrat Masih Mau’ud as sabdakan, hendaknya kita menunjukan teladan sebagai Muslim sejati dan menyebarkan pesan Islam. Para Ahmadi mengambil janji baiat diatas tangan Khalifa-e-waqt dan merupakan hal yang penting pula untuk memenuhi janji ini. Karena itu, segala nasehat, petunjuk dan program yang dikeluarkan oleh Khilafat hendaknya diamalkan dengan tujuan untuk memenuhi janji ini.
Setiap Ahmadi berjanji pada saat baiat untuk senantiasa menjalankan syarat-syarat baiat ini serta taat kepada Khalifa-e-waqt dalam segala hal yang ma’ruf. Tugas Khilafat Ahmadiyah adalah melanjutkan tugas Hadhrat Masih Mau’ud as. Dengan berpandangan demikian, tingkat ketaatan hakiki akan berdiri dan akan timbul kesatuan di dalam Jemaat ini serta juga akan terbuka jalan untuk tabligh. Namun, jika setiap orang menyatakan dirinya mengimani Hadhrat Masih Mau’ud as dan memiliki ikatan dengan beliau as namun kemudian mulai menentukan jalannya masing-masing, maka tentu kemajuan tidak akan dapat tercipta. Keindahan Jemaat adalah dengan tegaknya Nizham Khilafat padanya dan ikatan kita dengan Hadhrat Masih Mau’ud as disebabkan beliau as adalah ghulam shadiq (pelayan sejati) Hadhrat Rasulullah saw. Ikatan seperti ini perlu untuk ditingkatkan dan kemudian dijalinkan pula dengan Khilafat.
Beberapa hari yang lalu pada saat acara peletakan batu pertama sebuah masjid di Almere, saya memberikan pidato singkat mengenai pentingnya keberadaan masjid dan tanggung jawab para Ahmadi dengan mengacu kepada ajaran Islam. Seorang tamu wanita pada acara tersebut berkomentar bahwa kata-kata saya (Khalifatul Masih) sangat luar biasa, namun yang harus diperhatikan adalah sejauh mana para Ahmadi di daerah tersebut akan mengamalkannya untuk menciptakan suasana yang penuh kecintaan dan kedamaian tersebut.
Para Ahmadi di sini selalu diperhatikan oleh masyarakat. Kalian perlu menngoreksi diri karena mereka juga akan memandang pada sisi Khilafat tadi. Karena itu, tidak cukup hanya dengan berbaiat saja. Amal shaleh juga diperlukan bagi perubahan diri dan pertablighan. Untuk menciptakan kesatuan dan persatuan di setiap tempat dan setiap tingkat, kita perlu bergerak di bawah satu tangan; yakni ketaatan pada Khilafat.
Suatu karunia yang berlimpah dari Allah Ta’ala bahwa Jemaat diberikan taufik untuk dapat menggunakan teknologi modern, TV dan internet untuk kegiatan pertablighan. Karya tulis Hadhrat Masih Mau’ud as telah tersedia secara luas di website kita dan dapat diakses kapan saja kita mau. Website itu juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa besar di dunia. Demikian pula, nasehat-nasehat Khalifah-e-waqf yang berlandaskan Al-Quran, Hadis dan juga tulisan-tulisan Hadhrat Masih Mau’ud as juga dapat didengar dan dibaca. MTA selalu menyiarkan pesan tersebut ke seluruh dunia. Hal ini telah memberikan rasa persatuan baru bagi Jemaat. Kita hendaknya secara dawam menonton MTA agar dapat menjadi bagian dari persatuan ini.
Sekurang-kurangnya, hendaknya khotbah Jumat setiap Jumat disimak dengan perhatian khusus. Setiap keluarga hendaknya memastikan apakah setiap anggota keluarganya telah mendengarkannya. Jika seorang istri mendengarkannya sedangkan suaminya tidak, itu tidak akan memberikan faedah. Sebaliknya, jika seorang suami mendengarkannya namun istri dan anak-anaknya tidak mendengarkannya, pun juga tidak akan memberikan faedah sedikit pun.
Tiap Ahmadi perlu ikut serta dalam pengaturan yang telah Allah Ta’ala ciptakan untuk lebih lanjut memberikan sarana agar terciptanya persatuan dan melaluinya suara Khalifa-e-waqt sampai ke seluruh penjuru dunia. Hendaknya kita memperhatikan hal ini. Jika kita tidak mengetahui apa yang disampaikan oleh Khalifa-e-waqt, lalu bagaimana kita dapat menaatinya? Jika kita mendengarkan khotbah beliau, maka kita akan dapat menjalankan ketaatan. Perhatikanlah apa yang perlu ditaati. Jika tidak, berarti kita hanya mengatakan “akan taat kepada segala keputusan yang ma’ruf” atau “untuk tetap sedia menghadapi segala pengorbanan untuk tetap berdirinya Khilafat Ahmadiayah” sebagai suatu pernyataan yang dangkal belaka.
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada setiap keluarga agar dapat memberikan perhatiannya kepada hal ini dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya fasilitas yang kita telah berikan untuk tujuan tarbiyat. Hal ini tidak hanya merupakan sumber tarbiyat saja melainkan juga memainkan peran penting dalam menyebarluaskan ajaran Islam. Jika karena sesuatu hal, tayangan Live tidak dapat ditonton, maka kalian juga dapat mengambil manfaat dari tayangan ulangnya. Selain itu, program-program ini juga dapat disaksikan melalui internet.
Semoga kalian senantiasa menjalin ikatan dengan Hadhrat Masih Mau’ud as serta ikatan yang kuat pula dengan Khilafat dan menampilkan teladan ketaatan yang hakiki. Sesuai dengan Hadits Hadhrat Rasulullah saw, semoga ketaatan ini melalui ketaatan terhadap Hadhrat Rasulullah saw dan membawa kita kepada ketaatan terhadap Allah Ta’ala serta menjadikan kita agar senantiasa mencari ridha-Nya.[7] Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita semua agar dapat melakukannya.
Setelah shalat Jamak Zhuhur dan Ashar, saya hendak mengimami shalat jenazah gaib bagi Muballigh kita, Tn. Hafizh Muhammad Iqbal Warraich yang wafat pada 2 Oktober di usia 49 tahun. إنا لله وإنا إليه راجعون. Beliau tengah pergi naik mobilnya ke desa Chak Banyar untuk mengunjungi pamannya. Beliau mengalami kecelakaan dengan kereta api saat mencapai kota Bahlwal. Almarhum dibawa ke rumah sakit oleh polisi. Nama kakek almarhum ialah Tn. Choudri Fadhl Ahmad. Ayah kakek almarhum ialah Sahabi Hadhrat Masih Mau’ud as dan namanya Choudri Allah Bakhsy yang baiat pada 1901. Nama semulanya ialah Rasul Bakhsy (karunia Rasul). Hadhrat Masih Mau’ud as mengubah namanya menjadi Allah Bakhsy (karunia Allah). Ayah almarhum, Tn. Choudri Muhammad Zhafrullah Warraich mewakafkan hidupnya setelah pensiun dan mengkhidmati Jemaat dalam waktu lama.
Pendidikan saat sekolah dasar di Rabwah. Selanjutnya, menghapal Al-Qur’anul Karim lalu menyempurnakan pendidikan menengah. Setelahnya, almarhum masuk ke Jamiah Ahmadiyah dan lulus titel ‘Fadhil Arabiyah’ (bahasa Arab) dan ‘Fadhil Urdu’ (bahasa Urdu). Almarhum ditugaskan di berbagai tempat di Pakistan dan hingga wafatnya masih memegang tugas kantor ‘Kafalah Miah Yatim’. Almarhum mempunyai lima anak. Tiga putrinya telah menikah sementara kedua putranya masih remaja berumur 17 dan 10 tahun. Saudara almarhum, Tn. Tahir Mahdi Imtiyaz juga seorang Muballigh dan bekerja saat ini sebagai manajer penerbitan Dhiaul Islam di Rabwah. Namun, saat ini tengah ditahan sejak beberapa bulan, karena saat memegang kepemimpinan suratkabar al-Fadhl, pengadilan mengajukan tuntutan kepada beliau. Kita berdoa semoga Allah menyediakan sarana pembebasannya segera. Pengadilan di Pakistan cenderung pengecut. Sebelumnya hakim telah memberikan jaminan kebebasan namun karena sang hakim takut dengan para ulama, ia membatalkannya. Semoga Allah memberi taufik pada mereka agar menegakkan keadilan dan menyediakan sarana pembebasan para Ahmadi yang dipenjara. (آمين)
Tn. Mahjub Ahmad Rajiki, ketua Jemaat Sa’dullahpur berkata, “Almarhum bertugas di tempat kami pada 2003 saat ketika keadaan penentangan begitu menyulitkan. Beliau menjalin hubungan dengan para penentang sampai-sampai bukan hanya berhenti bahkan pemimpin mereka meminta maaf.” Merupakan hal yang berbeda bahwa meski banyak orang di Pakistan itu menyukai Ahmadiyah atau menganggap salah atas penentangan melawan Jemaat, tapi mereka tidak berani berterus terang karena ketakutan, ketakutan mereka terhadap para ulama dan ketakutan terhadap mainstream masyarakat. Kendati demikian, sesungguhnya Allah menyediakan jalan di sebagian tempat sehingga orang-orang tidak takut untuk berterus terang.
Tn. Majid, pegawai di kantor tempat almarhum berkata, “Beliau menjalin komunikasi dengan anggota Jemaat hingga wafatnya di mana beliau bertugas. Orang-orang menemui beliau dan meminta saran. Beliau pun membantu mereka. Kualitas istimewa almarhum ialah membelanjakan uang dari pusat sesuai peruntukannya dan ikut bekerja dalam proyek Jemaat.” Tn. Khalid dari Russian Desk berkata, “Almarhum teman saya di Jamiah. Beliau ramah dan mukhlish. Yang saya ingat beliau senang bertabligh. Saat bertugas di Sadiqabad dan Sa’dullahpur, ada perusahaan Rusia yang tengah membuat proyek di sana. Almarhum pun bertabligh kepada mereka meski tidak bisa berbahasa Rusia. Almarhum mencari jalan belajar bahasa Rusia dari saya yang pernah di Rusia.”
Semoga para Muballigh dapat mengambil hikmah dari kualitas almarhum ini. Meski keterbatasan kondisi tapi tetap mencari jalan-jalan baru untuk bertabligh. Semoga Allah mengampuni almarhum, merahmatinya, mengangkat derajatnya dan mengaruniai istri dan putra-putrinya dengan kesabaran serta menapaki kebaikannya.
[1] Izalah Auham, Ruhani Khazain jilid 3, h. 564
[2] Malfuzhat, jilid syasyam, h. 188.
[3] Barahin Ahmadiyah, Ruhani Khazain jilid awwal, h. 566, catatan kaki no. 11
[4] Malfuzhat, jilid 8, h. 323, edisi 1985, cetakan Inglistan.
[5] Malfuzhat, jilid I, h. 35, edisi 1985, cetakan Inglistan.
[6] Malfuzhat, jilid I, h. 36, edisi 1985, cetakan Inglistan.
[7] Musnad Ahmad ibn Hanbal, Musnad Abi Hurairah, Alamul Kutub, Beirut, 1998.