Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz
25 Maret 2005 di Mesjid Basyarat ,Spanyol.
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ،
وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
(Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekeliling engkau. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan ber musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. ( Ali-Imran 160).
Hadhrat Aqdas Muhammad Musthafa saw merupakan nabi pembawa syareat terakhir yang dibangkitkan untuk petunjuk bagi segenap ummat manusia. Kalam Ilahi yang meliputi segenap aspek [kehidupan manusia] diturunkan kepada beliau. Allah menyatakan taat kepada beliau adalah merupakan taat kepada-Nya dan setiap langkah Allah memberikan bimbingan kepada beliau. Kendati demikian terdapat firman Allah kepada beliau yang berbunyi وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ – Hai Muhammad saw., mintalah musyawarah dalam setiap urusan sosial masyarakat yang penting kepada orang-orang engkau, kepada orang-orang yang beriman kepada engkau, orang-orang yang tinggal di daerah engkau dan kepada orang yang menangani pemerintahan yang ada di bawahan engkau”.
Melibatkan Musyawarah Semua Pihak
Jadi, dari judul sepenuhnya ayat ini juga perkara ( musyawarah ) itu menjadi jelas. Semua hukum yang Allah turunkan kepada beliau, ayat yang Dia telah turunkan, ini adalah merupakan jawaban kritikan-kritikan orang-orang munafik dan para pengeritik bahwa, “Kalian [hai orang munafik dan para pengeritik] yang mengatakan bahwa nabi ini berhati keras, memaksakan kehendaknya kepada orang lain, tidak mau mendengarkan kata-kata siapapun. Allah berfirman, ‘Hai Nabi saw., Allah memberikan kesaksian atas hal itu bahwa dengan rahmat Tuhan yang khas engkau sedemikian rupa terbukti berhati lembut yang sama sekali tidak ada batasnya. Engkau sungguh merupakan penjelmaan rahmat yang berjasad, dan untuk orang lainpun engkau senantiasa mencari peluang untuk memaafkan dan mengampuni (menutupi) kelemahan. Dan engkau sedemikian rupa berhati lembut yang sama sekali tidak ada perumpamaan yang bisa diberikan seperti itu. Engkau hai Nabi, yang dengan orang-orang munafikpun — sejalan dengan memberikan maaf –memperlakukan mereka dengan lemah-lembut, dan dengan lawan-lawanpun memperlakukan mereka dengan lemah-lembut, dan tidak hanya bersikap lembut kepada mereka bahkan dalam urusan pemerintahan pun meminta musyawarah dari mereka; dan dalam urusan ummatpun meminta musyawarah“.
Pemimpin Orang Munafik Medinah
Sebagaimana pada suatu kesempatan Rasulullah saw. Mengikut-sertakan pemuka orang-orang munafik, Abdullah bin Ubay bin Sulul juga dalam musyawarah untuk mengambil keputusan perihal berkaitan dengan bagaimana mengatur strategi kebijakan perang. Dan dalil inipun juga cukup untuk menjawab perkataan (kritikan) orang-orang munafik bahwa “Sebagaimana seperti laron-laron, di seputar engkau berkumpul orang-orang yang beriman, jika hati engkau keras maka mereka tidak akan berkumpul seperti itu, bahkan justru mereka akan lari jauh dari sekeliling engkau”.
Rasa simpati yang ada di dalam diri beliau saw., dan memberikan rasa penghargaan kepada orang-orang yang sebelumnya banyak sekali telah menjadi jauh akibat orang-orang munafik telah merusak mereka, maka kini mereka menjadi lembut; dan akibat perlakuan baik itu, dengan memperbaiki diri mereka, mereka dekat dengan beliau saw. Allah telah memberikan taufik kepada mereka untuk mendekat. Dan kepada orang-orang munafikpun ini merupakan sebuah jawaban bahwa nabi ini tidak hanya sedemikian saja menekankan terhadap musyawarah bahkan sesuai dengan hukum-hukum Allah dan ajaran itu dia juga memaafkan kepada orang yang salah dalam memberikan musyawarah akibat kurangnya ilmu dan kelemahan-kelemahan manusiawinya, dan dia juga memohon ampunan dan maaf untuknya.
Walhasil, inilah yang akibatnya mereka menjadi keberatan bahwa “Dia (Muhammad saw.) memberikan keputusan semaunya saja”. Padahal Nabi mempunyai wewenang memutuskan sesudah meminta musyawarah, karena dia ini adalah nabi Allah. Oleh karena itu manakala sesudah mendengar semua musyawarah lalu dia mengambil untuk mengerjakan suatu pekerjaan maka sesuai dengan perintah Allah hanya kepada-Nya-lah dia bertawakkal. Kemudian harapan terhadap hasil-hasil yang baik, akibat sempurnanya iman kepada Allah dia hanya menyerahkan (hasilnya) kepada Allah. Dan inilah perkara yang menjadikan Rasulullah saw. menjadi kekasih Tuhan. Dan inilah contoh yang untuk berjalan di atasnya setingkat demi setingkat sesuai dengan ruang lingkup daerah wewenang masing-masing Allah Swt. menasihatkan juga kepada ummat.
Perintah Allah ini dan dengan sedemikian kerasnya Rasulullah saw. memberikan nasihat ini hanya untuk tujuan dan maksudnya hanya supaya di dalam ummat tertanam perihal pentingnya musyawarah, ummat juga menjadi mengetahui akan kepentingan musyawarah.
Keberkatan musyawarah
Sebagaimana dari hadits ini perihal itu menjadi jelas. Diriwayatkan dari Hadhrat Ibni Abbas r.a bahwa tatkala turun ayat وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ maka Rasulullah saw. bersabda: “Kendati Allah dan Rasul-Nya terbebas dari [keterikatan musyawarah] itu, tetapi Allah telah menjadikan itu sebagai rahmat bagi ummatku. Jadi dari antara mereka barangsiapa yang ber musyawarah maka dia tidak akan mahrum (luput) dari hidayah dan petunjuk. Dan barangsiapa yang meninggalkan musyawarah maka dia tidak akan dapat terhindar dari kehinaan”. Sya’bul imaan lilbaihaqi juz 6 hlm. 76-77 Edisi 1990 Darul kutub Bairut.
Para Hakikatnya Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Tidak Mmebutuhkan Musyawarah
Jadi, jelas Allah Sendiri tidak membutuhkan musyawarah [dari siapa pun] untuk suatu keputusan, dan kemudian Rasul Allah, yang selain wahyu Al-Quran turun kepadanya, Allah sendiri pun memberitahukan banyak hal sebelum waktunya. Oleh karena itu dalam berkaitan dengan perkara-perkara diminta musyawarah, atau berkaitan dengan sesuatu dimana beliau saw. biasa meminta musyawarah, itupun Allah bisa memberitahukan [langsung kepada beliau]. Nabi tidak perlu kepada suatu input (pendapat), tetapi semata-mata untuk memberitahukan akan kelebihan musyawarah, supaya ummat sesudahnya mengamalkan itu beliau saw. biasa meminta musyawarah.
Beliau dengan sedemikian jelas memberitahukan bahwa, “Mengenai saya, Allah senantiasa pasti memberikan bimbingan. Kalian jika ingin menyerap rahmat Allah maka kalian harus mengedepankan musyawarah“. Sebagaimana karena nasihat Allah inilah dan karena contoh Rasulullah saw. inilah di dalam Jemaat juga berlaku lembaga (institusi) Musyawarah, dan di setiap negara di dunia akibat lembaga musyawarah inilah juga, dan akibat mengamalkan nasihat ini maka nampak Jemaat menjadi pewaris karunia-karunia Ilahi.
Terkait dengan beliau saw. telah meminta musyawarah di dalam berbagai kesempatan, dan pada saat ini ada beberapa peristiwa ingin saya terangkan yang dari itu akan menjadi jelas sisi mulia budi pekerti luhur beliau. Beliau saw. sesuai dengan perintah Allah ayat yang saya bacakan ini sedemikian banyak beliau meminta musyawarah, sehingga kepada setiap orang menjadi jelas bahwa sama sekali tidak ada orang lain yang seperti beliau yang meminta musyawarah dan sosok yang sangat menghargai musyawarah yang baik.
Sebagaimana Hadhrat Abu Hurairah meriwayatkan, “Saya tidak mendapatkan siapapun yang banyak bermusyawarah dengan para sahabahnya melebihi Rasulullah saw.”. Sunan At-Tirmidzi Abwaabu Fadhaailul jihaad maa jaaa fil masywarah.
Dan ini semua, sebagaimana saya telah terangkan, supaya di dalam diri ummat timbul kesadaran bahwa, “Saya (Rasulullah saw.) yang setelah menjadi nabi pun, saya senantiasa meminta musyawah dalam beberapa hal penting, atau saya meminta musyawarah dalam perkara-perkara yang di dalamnya tidak ada secara langsung datang bimbingan dari Allah, oleh karena itu betapa pentingnya bagi kalian untuk mengamalkan ini”.
Kemudian kendati di dalam diri beliau ketajaman nur firasat beliau saw dibandingkan dengan para sahabah ribuan kali lipat tajamnya tetapi beliau tidak pernah menzahirkannya di hadapan para sahabah beliau, bahkan kepada saat musyawarah pun beliau hanya mengedepankan rasa rendah hati budi pekerti beliau.
Musyawarah dari Para Sahabat
Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat Hadhrat Mu’az bin Jabal r.a. meriwayatkan bahwa tatkala Rasulullah saw. berkehendak mengirim beliau ke Yaman maka Rasulullah saw. saw. meminta musyawarah dari banyak para sahabah beliau saw.. Di antara sahabah itu adalah Abu Bakar r.a., Umar r.a., Usman r.a., Ali r.a., Thalhah r.a., Zubair r.a., dan banyak lagi sahabah-sahabah lainya. Hadhrat Abu Bakar berkata bahwa, “Jika Rasulullah saw. tidak meminta musyawarah dari kami maka kami tidak berbicara apa-apa”. Rasulullah saw. bersabda: “Berkaitan dengan perkara yang tidak ada wahyu mengenai itu maka berkenaan dengan itu saya adalah manusia seperti kalian juga”. Mu’az memberitahukan bahwa Rasulullah saw. sesuai dengan sabda itu apabila beliau saw. meminta pendapat maka setiap orang menerangkan akan pendapat-pendapat mereka masing-masing. Sesudah itu Hudhur bersabda, “Mu’az, engkau beritahukanlah apa pendapat engkau?” maka saya menyampaikan, bahwa pendapat saya adalah sama dengan pendapat Abu Bakar”. Majmauzzawaaid wa mambaul fawaaid baabul ijtihad.
Perhatikanlah betapa dengan sangat sederhana beliau bersabda bahwa “Berilah musyawarah kepada saya. Sebab berkaitan dengan perkara-perkara yang Allah tidak memberitahukan kepada saya di dalam itu pun saya manusia biasa seperti kalian yang perlu kepada musyawarah–musyawarah“.
Kemudian perhatikanlah tatkala dilontarkan kritikan kepada istri beliau yang paling muda. Pada saat itu jika beliau menginginkan — dan ini tepat sesuai dengan tuntutan keadilan juga — bahwa beliau dapat menyangkal fitnah itu setelah menanyakan langsung kepada Hadhrat Aisyah r.a. bahwa itu adalah tuduhan yang salah. Tetapi untuk menyangkal fitnah orang-orang munafik beliau tetap diam dan beliau bermusyawarah dengan para sahabah berkenaan dengan itu. Sebab beliau memahami bahwa kasus ini kini keluar dari ruang lingkup suku dan sedang menjadi faktor (penyebab) menciptakan fitnah dalam masyarakat.
Misalnya, dalam kaitan itu Hadhrat Aisyah sendiri meriwayatkan bahwa dalam kaitan peristiwa Ufuq pada saat itulah Rasulullah saw. menyuruh memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid, tatkala beliau tengah menunggu turunnya wahyu Allah dan beliau meminta musyawarah dalam kaitan (proses) pisah dengan Hadhrat Aisyah r.a..
Atas hal itu Hadhrat Usamah memberikan masukan kepada Hudhur saw. untuk tetap mempertahankan jalinan ikatan cinta dengan istri (keluarga) beliau. Tetapi sesuai dengan [kata] Hadhrat Aisyah, tetap saja kekerasan hati dan ketidak-setiaan (fitnah) sebagian orang tetap berjalan, sehingga Allah sendiri yang membuktikan akan kebebasan beliau (Hadhrat Aisyah r.a.) dari tuduhan itu. Sahih Bukhari Kitabusyahadah bab ta’diilunnisa ba’dhahunna ba’dha.
Dan tatkala Allah membuktikan akan kebebasan Hadhrat Aisyah r.a. [dari fitnah tersebut] maka beliau saw. memberikan hukuman kepada orang yang bersalah ikut terlibat dalam peristiwa itu. Kemudian beliau tidak perdulikan apa dampaknya.
Dalam kaitan ini tertera sebuah riwayat bahwa Rasulullah saw. bermusyawarah dengan Hadhrat Ali r.a. dan Hadhrat Usamah berkenaan fitnah yang dituduhkan kepada Hadhrat Aisyah r.a. dan beliau mendengarkan pendapat (musyawarah) mereka. Tetapi tatkala berkaitan dengan itu turun ayat Al-Quran maka sesuai dengan itu beliau menyuruh menjatuhkan pukulan (hukuman) kepada orang-orang yang melancarkan fitnahan itu dan beliau saw. tidak menghiraukan perbedaan pandang Hadhrat Ali r.a. dan Hadhrat Usamah r.a. tetapi beliau menjalankan apa yang Allah perintahkan kepda beliau. Bukhari kitabul iktishambil kitab wassunnah bab qaulillah ra’ala waamruhum syuura bainahum.
Jadi, dari itu dapat diketahui bahwa dalam kaitan urusan pribadi beliau pun sebatas tertentu beliau berhati-hati dan beliau meminta musyawarah, di dalam inipun menjadi jelas bahwa apabila perintah Allah tiba maka kemudian dibandingkan dengan perintah itu beliau tidak mendengar siapapun. Dan untuk yang akan datang bagi orang-orang seperti itu, selain hukuman sesuai dengan hukum (perintah) Allah kesaksian mereka pun menjadi berakhir.
Meminta Musyawarah Dari Kaum Anshar Madinah
Kemudian setelah berhijrah ke Madinah pun, tatkala orang-orang kafir meneruskan upaya-upaya mereka bahwa mereka tidak akan memberikan ketenangan kepada beliau saw. dan kepada orang-orang Islam, serta mereka (orang-orang kafir Quraisy) tidak meninggalkan sarana apapun untuk itu, maka untuk melakukan pencegahan beliau meminta musyawarah dari para sahabah.
Akan tetapi disebabkan itu merupakan zaman awal karena itu beliau menginginkan supaya semua pemuka-pemuka yang ada kaitannya, baik itu dari kalangan (golongan) Anshar sekalipun, mereka pun ikut serta di dalamnya supaya jangan ada udzur (alasan) dari pihak manapun sesudahnya. Peristiwa itu di dalam sejarah disebutkan bahwa tatkala Rasulullah saw. mengetahui keberangkatan kafilah dagang suku Quraisy maka beliau mengungkapkan akan hal itu bahwa, “Kita harus menghadang kafilah mereka”.
Kemudian beliau saw. meminta musyawarah dari para sahabah dan mereka pun memberitahukan mengenai keinginan orang-orang Quraisy (bahwa dana yang dihasilkan dari dagang kafilah mereka itu akan digunakan membiayai perang). Maka pada saat itu Hadhrat Abu Bakar r.a. berdiri dan mengemukakan pendirian (pandangan) beliau dengan sangat indahnya.
Demikian pula Hadhrat Umar berdiri dan dengan sangat indahnya beliau menjelaskan pandangan beliau. Kemudian Miqdad bin Amru berdiri lalu berkata bahwa, “Ya Rasululah saw., apa yang Tuan inginkan mari kita berangkat untuk menyempurnakannya. Kami bersama Tuan. Demi Allah! Kami tidak akan mengatakan sebagaimana Bani Israil berkata kepada Musa a.s.:
َاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
“Pergilah engkau bersama Tuhan engkau dan berperanglah dengan mereka, kami hanya duduk–duduk menanti di sini.” –(Al-Maidah 25) – “Tetapi kami akan mengatakan: Pergilah Tuan, dan Tuhan Tuan untuk menghadapi musuh-musuh kebenaran, dan kami bergabung bersama Tuan untuk memerangi mereka. Demi Zat, yang telah membangkitkan Tuan dengan sebenarnya, jika Tuan ingin membawa kami pergi ke Barqul-ghimaad” — (satu tempat di dekat Yaman jauh dari Madinah) — “maka kami untuk dapat sampai ke sana akan terus menerus bertarung dengan semua orang yang berperang dengan kami di sepanjang jalan itu sehingga Tuan sampai tempat itu”.
Mendengar itu Rasulullah saw. mendoakan baginya kebaikan dan keberkatan. Kemudian Rasulullah saw. meminta musyawarah lagi, dan pada dasarnya beliau meminta musyawarah dari golongan Anshar, sebabnya adalah karena mereka itu yang banyak, dan sebab kedua meminta musyawarah dari mereka juga adalah bahwa pada melakukan baiat Uqbah kedua golongan Anshar mengatakan kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah saw., kami akan tetap terbebas dari tanggungjawab (kewajiban) melindungi Tuan selama Tuan tidak datang kepada kami. Namun dengan kedatangan Tuan dan Tuan tinggal bersama kami maka tanggungjawab perlindungan Tuan akan berada di pundak kami. Kami akan melindungi Tuan dari segenap serangan musuh sebagaimana kami melindungi anak-anak kami dan istri-istri kami”.
Jadi Hudhur saw. khawatir akan hal itu bahwa jangan-jangan pertolongan dan bantuan dari golongan Anshar hanya terbatas sesudah tinggal di kota Madinah melawan lasykar musuh saja, dan jangan-jangan mereka tidak memberikan dukungan untuk melakukan peperangan dengan musuh manakala peperangan terjadi di luar kota Madinah. Tatkala Rasulullah saw bersabda untuk ber musyawarah kedua kalinya maka Sa’ad bin Mu’az berkata, “Demi Allah, ya Rasululah saw., mungkin pembicaraan Tuan tertuju kepada kami orang-orang Anshar. Mungkin Tuan ingin bertanya kepada kami”.
Maka Rasulullah saw. Bersabda, “Benar apa yang engkau fahami”. Maka atas jawaban Hudhur saw. itu Sa’ad bin Mu’az mengatakan, “Kami telah beriman kepada Tuan dan telah membenarkan Tuan, dan telah menyaksikan bahwa ajaran yang Tuan bawa itu adalah benar. Oleh karena itulah kami telah bertekad bulat berjanji untuk mentaati dan mendengarkan Tuan. Ya Rasulullah, pergilah untuk menyempurnakan keinginnan Tuan, kami akan bersama Tuan. Demi Allah! yang telah membangkitkan Tuan dengan sebenarnya, jika lautan sekalipun yang menjadi penghalang di jalan kami dan Tuan telah menyeberanginya, maka kami pun dalam menyertai Tuan akan menyeberanginya. Di antara kami seorangpun tidak akan ada yang akan tertinggal di belakang. Dan kami tidak menyukai Tuan berhadapan dengan musuh kami. Kami adalah orang-orang yang sangat sabar dalam menghadapi peperangan dan setelah berdiri di hadapan musuh kami merupakan orang-orang yang memperlihatkan ucapannya itu benar. Mudah-mudahan Allah Swt. memberikan kedudukan (ketentraman) kepada Tuan dari pihak kami yang karenanya mata Tuan menjadi sejuk. Tuan dengan berkat Allah berangkatlah bawa kami bersama Tuan”. Dengan perkataan Hadhrat Sa’ad bin Mu’az ini wajah Rasulullah saw. bersinar karena gembiranya. Assiiratun-nabawaiyyah liibni Hisyam dzikru badril kubra zafrul muslimiin birijlaini min quraisy yaqiffanihim ‘ala akhbaarihim.
Untuk Menguji Kebenaran Pernyataan Kesetiaan Orang-orang Yang baru Beriman
Jadi, dari peristiwa ini sejauh dapat diketahui akan kewaspadaan beliau — bahwa pendapat orang banyakpun hendaknya ada — disana maksudnya juga adalah bahwa orang yang memberikan musyawarah akan berpegang teguh kepada kata-katanya juga. Tidak akan ada alasan baginya bahwa, “Kami dengan paksa ditarik (dilibatkan) ke dalamnya”. Jadi, Rasulullah saw. dengan memahami pysikologi (kejiwaan) manusia beliau meminta musyawarah kepada semuanya.
Kemudian dari itu dapat diketahui suatu revolusi besar yang dalam waktu yang singkat beliau dapat ciptakan di dalam diri mereka, bahwa apa perbandingan perjanjian perlindungan terbatas yang bersyarat [dari pihak Anshar] dengan revolusi yang terjadi ini, sehingga mereka (Anshar) siap untuk menceburkan diri ke tengah lautan.
Jadi, satu maksud dari musyawarah beliau juga adalah supaya iman (keimanan) orang-orang yang baru beriman itu pun dapat dilihat. Dengan dapat diperiksanya keadaan hati mereka maka kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya dapat diketahui. Contoh ini beliau berusaha tegakkan adalah supaya orang-orang yang datang sesudahnya juga mengikuti contoh-contoh itu.
Orang-orang akhirin pun menunjukkan contoh bahwa mereka berjumpa dengan orang-orang awwalin. Manakala memberikan musyawarah dalam Syura maka janganlah hanya memberikan musyawarah dengan maksud bahwa ingin menzahirkan ilmu dan akalnya belaka, bahkan (melainkan) berilah musyawarah dengan tujuan bahwa untuk mengamalkan musyawarah itu dan untuk menyuruh mengamalkan hasil musyawarah itu kita sendiri siap untuk memberikan segala macam pengorbanan.
Pesan Tanggungjawab Bagi Peserta Syura
Jika kita sendiri tidak siap untuk memberikan pengorbanan ini maka kita bukanlah orang-orang yang berjalan kepada contoh-contoh Syura yang nampak kepada kita pada zaman Rasulullah saw.. Dan apa contoh itu [yang telah ditampakkan itu].
Pengungkapannya Saudara-saudara telah saksikan. Sekilas nampak dari kata-kata seorang sahabah. Miqdad bin Aswad berkata bahwa, “Ya Rasulullah saw., kami akan berperang di kanan dan kiri Hudhur saw., kami akan berperang di depan dan juga di belakang Tuan”. Dan tertera dalam sebuah riwayat juga sahabah itu juga berkata, “Musuh tidak akan sampai kepada Tuan sebelum mereka harus melangkahi mayat-mayat kami”. Shahih Bukhari Kitabul maghaaz.
Dan tidak hanya terbatas kepada ceramah (ucapan) belaka, bahkan sejarah menjadi saksi bahwa dengan amalnya mereka memperlihatkan kebenaran perkataan mereka itu. Di dalam ini terdapat sebuah pesan juga untuk wakil-wakil syura kita. Jika Saudara-saudara merenungkan itu dan menjadikan itu sebagai bagian dalam kehidupan Saudara-saudara maka barulah semua wakil-wakil syura di seluruh dunia akan bisa terbukti benar dalam melindungi khilafat, melindungi lembaga-lembaga khilafat dan lembaga Jemaat.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa kapan saja kepada ummat Islam dipaksakan untuk berperang maka baru mereka memberikan jawaban, dan kapan saja tiba kesempatan seperti itu maka Rasulullah saw. pasti meminta musyawarah dari para sahabah. Tetapi jika beliau sendiri juga mengambil keputusan dan sesudahnya ada pendapat yang lebih baik maka segera beliau memilih pendapat yang lebih baik itu.
Musyawarah Menghadapi Perang Badar
Sebagaimana dalam peristiwa perang Badar tertera dalam sebuah riwayat bahwa di tempat mana lasykar Islam membuat tempat pemberhentian tempat itu bukanlah merupakan tempat yang baik. Maka atas hal itu Habab bin Munzir menanyakan kepada beliau, “Apakah Hudhur saw. memilih tempat ini sesuai dengan ilham Ilahi, atau apakah Hudhur saw. telah memilih ini atas dasar kebijakan strategi perang belaka?”
Rasulullah saw. bersabda: “Berkenaan dengan ini tidak ada turun perintah Tuhan, ini adalah semata-mata pendapat saya, ini hanya semacam satu kebijakan praktis dan strategi perang semata, karena itu jika engkau ingin memberikan musyawarah yang lebih baik maka beriahukanlah”.
Khabab berkata bahwa, “Menurut saya, sebagai tempat pemberhentian tempat ini tidak baik dan tidak cocok. Lebih baik kita maju ke depan lalu kita menguasai sumber mata air yang terdekat dengan orang-orang Quraisy. Saya mengetahui mata air itu, airnya juga bagus dan pada umumnya airnya juga cukup banyak. Di sana kita akan lebih dekat dengan sumber air dibandingkan lawan (musuh) kita orang-orang Quraisy. Oleh karena itu sampai di sana kita berhenti, dan sebelum tempat itu seberapa pun banyaknya sumur-sumur [yang kita lalui] kita akan perdalam airnya, kemudian di tempat itu kita akan membuat kolam (sumur), dan kita akan memenuhi airnya lalu kita berperang dengan orang-orang itu. Dalam bentuk (strategi seperti) itu kita akan bisa minum air sedangkan mereka tidak akan bisa minum air”.
Maka Rasulullah saw bersabda, “Engkau telah memberikan musyawarah yang sangat baik”, dan Rasulullah saw. dan semua orang yang beserta beliau semuanya bangun dan berjalan; dan setelah sampai lebih dekat dengan sumber air dibandingkan dengan musuh mereka semua berhenti di sana.
Pihak Quraisy sampai waktu itu masih berada di balik perbukitan membuat pemberhentian di sana sementara mata air itu masih kosong. Orang-orang Islam berhenti di sana lalu menguasai mata air tersebut dan membuat kemah di sana. Dan kemudian beliau berkenaan dengan mata air memerintahkan untuk mendalamkan airnya, dan di mata air mana pun beliau sendiri berhenti maka di situ dipenuhi dengan air. Siarat Ibni Hisyam di bawah judul Masywaratul habbab ‘ala Rasulillah saw hlm. 548 Darul makrifah Bairut, Libanon Edisi I 2000.
BELUM DIEDIT
Jadi sebagaimana saya telah beritahukan bahwa apabila pepereangan dipaksakan kepada orang-orang Muslim maka orang-orang Muslim pun terpaksa menyiapkan sarana untuk perlindungan mereka. Di Perang Badar sesudah perang pada saat orang-orang Islam memenangankan peperangan maka banyak sekali orang-orang kafir menjadi tawanan. Rasulullah saw. tidak bermaksud untuk membunuh orang-orang kafir dan tidak untuk menjadikan mereka sebagai tahanan. Keinginan beliau adalah bahwa mereka yang akibat karena keterpaksaan peperangan maka mereka ini menjadi tawanan. Berkenaan dengan mereka bagaimana dengan selembut-lembutnya mereka itu diperlakukan atau mereka itu dibebaskan [oleh Rasulullah saw.], terhadap pendapat beliau itu beliau tidak ingin berikan keunggulan di atas pendapat orang lain kendatri apapun yang beliau putuskan sahabah dengan senang hati akan meneraimanya Tetapi tabeat beliau penuh kehati-hatian itu tidak menyukai halitu dan memang inipun ini merupakan cara beliau dalam urusan masyarakat beliau biasa meminta musyawarah. Oleh karena itu beliau berkenaan dengan para tahanan itu apa yang diperlakukan dengan merek beliau tetapkan urusannya dan riwayatnya seperti inilah yang kita dapatkan.
Diriwayatkan dari Hadhrat Anas r.a bahwa bahwa Rasulullah meminta musyawarah berkaitan dengan tahanan-tahanan Badar beliau bersabda: Allah taala sejumlah orang diantara kamu telah dianugarahi kemenangan oleh Allah. Hadhrat Umar bin Khattab berdiri dan berkata : Ya Rasulullah suruhlah bunuh mereka. Rasulullah menyangkalnya. Untuk kedua kali Rasulullah kembali mengulangi perkataan beliau dan bersabda bahwa Allah telah memberikan kemenangan kepada kalian sedangkan sampai kemarai dia adalah saudara kalian. Hadhrat Umar berdiri lalu berkata ya Rasulullah saw suruhlah bunuh mereka. Rasulullah kembali menolaknya. Rasulullah untuk ketiga kali mengulangi kata-kata beliau. Kepada saat ini Hadhrat Abu Bakar berdiri lalu berkata jika Hudhur menganggap cocok maka maafkanlah mereka.dan ambilah fidiah dari mereka. Mendengan ini rasa kesedihan mulai hilang dari wajah beliau, Maka Hudhur memaafkan mereka dan menerima fidiah dari mereka..
Jadi sebanyak-banyak upaya beliau adalah dilakukan sikap memaafkan dan lemah lembut. Baik itu adalah musuh sekalipun,ketika beliau mendengar pandangan Abu Bakar untuk memperlakukan dengan lemah lembut maka segera beliau beliau menyuruh untuk menjalankannya. Di dalam tabeat terdapat sifat keras. Oleh karena itu kendati beliau sangat menghargai pendapat-pendapat Hadhrat Umar r.a beliau menghindar dari pendapt itu.
Sebagaimana kepada suatu kesempatan kepada saat perjanjian Hudaibiah akibat tidak mengamalkan perjanjian Hudaibiyah Rasulullah saw mengambil keputusan untuk memberikan hukuman kepada orang-orang Quraisy karena melanggar perjanjian maka kepada waktu dengan refrensi Quraisy di dalam hati beliau tidak terdapat kelunakan bahkan dibandingkan pendapat Abu Bakar yang lembut beliau lebih mengutamakan pendapat Hadhrat Umar r.a dan mengamalkan itu. Sebagaimana disebutkan bahwa Hadhrat Abu baker melihat Hudhur saw tengah melakukan persiapan berkata ,ya Rasulullah saw tuan ke daerah manaTuan berkehendak membawa lasykar. Rasulullah saw Ya ! Abu Bakar berkata mungkin Tuan ingin membawa lasykar ke Bani Asygar yakni ke daerah Rum ? Rasulullah saw bersabda:Tidak. Kemudian hadhrat Abu Bakar berkata: Apakah Tuan ingin membawa lasykar ke penduduk Najad Rasulullahsaw bersdabda: Tidak.
Kemudian Hadhrat Abu Bakar berkata kemudian hadhrat Abu Bakar berkatanya mungkin keinginan Tuan ingin menyerang Quraisy. Kepada kesempatan ini Hudhur memberikan jawaban ya kepada Abu Bakar r,a . Mendengar jawaban Hudhur wasw Hadhrat Abu Bakar r.berkata ya Rasulullah saw ! apakah diantara Tuan dan Quraisy lama waktu perjanjian untuk tidak saling melakukan penyerangan (saling berperang) satu dengan yang lain tidak telah diambil diputuskan ? Dalam perjanjian Hudaibiyah lamanya untuk tiodak melakukan penyerangan sudah diambil keputusan. Mendengar ini Hudhur saw menjawab apakah kamu tidak mengetahui akan pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh Quraisy . Perawi mengatakan bahwa kemudian Rasulullah saw mengirim dengan amanat ini kepada orang-orang Islam yang di tinggal di kampung Madinah dan yang tinggal di seputar Madinah bahwa siapapun yang beriman kepada Allah dan hari akhirat mereka datang ke Madinah kepada bulan Ramadhan.. Dan Rasulullah saw mengirim amanatrt ini adalah setelah ber musyawarah dengan Abu Bakar r.a dan Hadhrat Umar mengenai tindakan penyerantgan kepada orang-orang Mekah. Hadhrat Abu Bakjar memberikan musyawarah untuk tidak melakukan penyerangan dan beliau berkata bahwa Ya Rasulullah saw ! Mereka adalah kaum Tuan. Tetapi Hadhrat umar sambil mendukung Rasulullah saw dia memberikan musyawarah kepada beliau bahwa itu adalah merupakan sumber dari kekufuran. Mereka mengatakan Tuan adalah tukang sihir, pendusta ( Orang-orang kafir melemparkan tuduhan kepada Rasulullah saw, nauzubillah) Hadhrat aUmar kepada waktu itu menyebutkan semua hal-hal yang buruk itu yang orang-orang kafir Mekah lakukan. Dan kemudian dia berkata bahwa demi Allah ! Arab sampai saat itu tirdak akan menyatakan diri mereka di bawah selama ahli Mekah tidak mengakui kekalahan mereka. Kepada kesempatan ini Rasulullah tidak mengatakan bahwa ini adalah merupakan pendapat Hadhrat Abu Bakar yang salah pandangan beliau beliau sangat hargai beliau bersabda bahwa Hadhrat Abu baker adalahg seperti Hadhrat Ibrahim dai adalash sangat lembut sekali tabeatnya berkaitan dengan Allah. Dan HadhratUmar adalah seperti Hadhrat Nuh a.s dan Hadhrat Nuh dalam kaitan dengan Tuhan lebih keras dari batu cadas. Dan kepada saat ini saya menerima musyawarah Umar”. Assiratul halbiyyah jilid 3 dzikrti Magaaziyyah hal 107-108 darul kutub ilmiyyah, Bairut
Jadi sesuai dengan situasi dan kondisi beliau memberikan keistimewaan kepada musyawarah sebab beliau melihat bahwa kini di dalam kekerasan itulah terdapat kekekalan /kehidupan /keberlangsungan hidup ummat manusia karena itu beliau memerintahkan untuk melakukan penyerangan. Di dalam ini untuk mereka pun merupakan sebuah pelajaran dan nasihat yang terhadap sejumlah keputusan khalifah mereka dengan memberikan refrensi keputusan khalifah-khalifah sebelumnya atau suatu keputusan yang diberikan kepada suatu kesempatan mengatakan bahwa oleh karena ini sebelum telah (diputuskan ) karena itu kinipun seperti itu hendaknya. Jadi waktu ini adalah sesuai dengan waktu ( keputusan itu),sesuai dengan kondisi keputusan itu diambil. Dan tidak pernah keputusan itu diambil adalah akibat dengki iri kepada seseorang. Tujuan utamanya adalah perbaikan dan memulihkan kembali nilai-nilai kemanusian.
Kemudian perhatikanlah peristiwa Uhud yang dari itu zahir contoh ketakwaan yang sangat agung. Perinciannya di dalam sejarah seperti itulah diterangkan.” Rasulullsh saw setelah mengumpulkan orang-orang muslim berkenaan dengan serangan orang –orang Quraisy beliau musyawarah dari mereka bahwa apakah di Madinah kita melakukan perlawanan atau keluar lalu dilakukan perlawanan. Dalam musyawarah itu Abdullah bin Ubai bin Sulul juga ada di dalamnya. Kepada dasarnya dia adalah munafik tetapi sesudah Badar kendati secara zahir dia adalah orang Muslim; dan ini merupakan kesempatan pertama Rasulullah memanggil dia untuk ber musyawarah. Sebelum musyawarah Rasulullah saw menyenbutkan akan keinginan-keinginan orang-orang untuk melakukan penyrangan dan keinginan jahat mereka dan beliau bersabda bahwa kepada malam ini saya melihat satu seekor sapi. Dan sasya melihat bahwa ujung pedang saya patah . Dan sasya melihat bahwa sapi itu tengah disembelih dan saya mekllihat bahwa saya memasukkan tangan saya kepada sebuah baju besi yang kuat. Dan di sebuah ririwayat tertera juga bahwa saya melihat bahwa ada seekor domba yang saya menunggang di punggungnya . Sahabah beartanya ya Rasululah saw apa yang tuan takbirkan itu. Beliau mengatakan bahwa disembelihnya sapi itu adalah saya menganggap bahwa dari antrarda sahabah saya akan ada yang syahiid dan patahnya ujung pedang saya adalah bahwa dari orang-orang dekat sasya akan ada yang syahiid atau mungkin saya akan dimpa kerugian kemudaratan. Dan memasukkan tangan di dalam baju besi adalah saya menganggap bahwa untuk menghadapi serangan itu kita lebih baik tinggal di Madinah untuk melakukan perlawanan. Hendsaknya tinggal d9i Madinah lalu kita melakukan perlawanan. Dan menunggang kambing beliau takbirkan bahwa wa dari pemuka-pemuka kafir Quraisy ,yakni pimpinan nya naksudnya yang akan taerbunuh di tangan orang-orang Islam. Sesdudah itu beliau ber musyawarah dengan para sahabah maka sejum;lah sahabah dengfan memahami kondisi yang rawan itu ,dengan mengambil pemahaman dan mungkin mereka sedikit terpengaruh dengan mimpi Rasulullah mereka memberikan musyawarah kita hendaknya tinggal di Madinah untuk melakukan perlawanan. Dan Abdullah bin Ubai bin Sulul juga inilah yang dia berikan musyawarah. Rasulullah saw menyukai pendapat itu dan beluiau bersabda bahwa inilah yang lebih baik bahwa kita dengan tinggal di Madinah kita hendak mel;akukan perlawanan. Tetapi kebanyakan sahabah dan khususnya para sahabah yanag masih muda yang tidak ikut di perang badar di dalam diri mereka terdapat gejolak yang tinggi terdapatr semangat untuk meraih syahid dan mereka dalam kondisi yang tengah sangat gelisah. Mereka menminta dengan keras kita di lapangan terbuka hendaknya melakukan perlawanan. Maka dengan melihat antusiame mereka dasn dengan melihat pendapat kebanyak orang Rasulullah saw bersabda baiklah,kita keluar untuk melakukan perlawanan. Kemudian beliau menghimbau orang-orang Islam supaya mereka ikut dalam perang dan ikut dalam jihada di jalan Allah dan kemudian beliau untuk melakukan persiapan kembali ke rumah beliau. Dalam kaitan ini para sahabah memberikan pengertian kepada beliau bahwa sejumlah orang merke sindiri juga memahami maka para pemuda juga kebanyakan mereka merubah pandangan mereka bahwa tidak,kita hues melakukan sesuai dengan keputusan Rasululah saw dasn dengan tinggal di Madinah kita melakukan perlawanan . Ketika Rasulullah saw siap dan menggunakan pakaian perang beliau pergi keluar maka Saad bin Muaz yang adalah pemuka Ansor beliau dengan merasakan kesalahannya beliau hadir di hadapan Rasululah lalu berkata bahwa keputusan Hudhur itulah yang benar dan kami malu /menyesal akan keputusan kami ,kami tadinya kami hendaknya jangan mengatakan ini. Disinilah dengan tinggl di Madinah kita melakukan perlawanan. Maka Rasulullah saw bersabda: Kini tidak. Ini adalah merupakan hal yang jauh dari lemuliaan seorang nabi bahwa dia setelah melengkapi diri dengan persendjataan lalu membukanya Sebelum Tuhan memberi keputusan. Kini bacalah dengan nama Allah lalu kita berangkat. Dan jika kalian melakukannya dengan tabah maka yakinlah bahwa pertolongan Allah akan bersama kalian. Tabaqat ibni Saad zarqani sirat ibni Hisyam dan bukhari dengan ferefrensi sirat khatamannabiyyin Mirza Basyir Ahmad r.a hal 486-484
Jadi disini perhatikanlah bahwa kendati berbagai pendapat kendati berbedanya pendapat sahabah yang besar kebanyakan pendapat para pemuda yang dihormati dan sesudah berubahnya pendapat para pemuda ( Ini pun merupakan contoh takwa yang sangat tinggi) bahwa ini adalah merupakan hal yanag beartentantgan dengan kemuliaan nabi bahwa setelah maju ke depan lalu mundur kebelakang.s Tetapi beliau brsabda bahwa jika kalian bekerja dengan sabar maka insyaallah pertolongan Allah dan dukungann-Nya juga akan bersama kalian.s tetapi kedati petunjuk itu akibat ketidaksabaran sejaca jelaas perang yang sudah dimenangkan itu kondisinya tidak lagi seperti itu dan orang Muslim menuai kerugian yang yang cukup besar. Singkatnya banyak sekali peristiwa-peristiwa yang seperti itu. Di dalam peperangan-peperangan juga dllnya juga di dalam urusan-urusan bangsa yang lainnya juga di dalam dalam urusan pribadi juga beliau mengambil dan memberi musyawarah. Sebagaimana tatkala dibahas usulan untuk memanggil orang-orang untuk shalat bahwa bagaimana hendaknya untuk memanggi orang untuk melakukan shalat.. Kepada saat itu belum ada tradisi untuk menyerukan azan. Maka banyak sekali orang memberikan musyawarah tetapi Allah kemudian dengfan sedirinya dengan perantaraan mimpi Dia mengajarkan kepada Hadhrat Abdullah bin Zaid dan Hadhrat Umar bin Khattab r.a Walhasil ketika Rasulullah meminta musyawarah ini maka di dalam riwayatnya disebutkan seperti ini : Sebelumnya Hadhrat Bilal untuk memnggil oaring-orang Hadhrat Bilal mengatakan
الصلاة جامعة
ashalatu janmiatun .
dengan suar yang lantang beliau ucapkan . Maka Rasulullsh ber musyawarah bahwa bagaimana orang-orang dipanggil. Swejumlah orang membrikan musyawarah, Seperti orang-orang Kristen dibunyikan terompet ,ada yang yang mengatqakan bahwa seperti orang yahudi dibunyikan terompert . Seorang mentgatakan bahwa hendasknya dinyalakan api. Tetapi Rasulullsh saw tidak menyukai saran itu dan kepada malam itulah dari kalangan Ansor Hadhrat Abdullah bin Zaid dan dari kalangan muhajirin Hadhrat Umar r.a melihat kata-kata azan diajarkan.
Hadhrat Abdullah bin Zaid melihat dalam mimpi melihat seseorang. Orang itu mengajarkan kepada kata-kata azan dan iqamat dan setelah itu jelas dia hadir di hadapan Rasulullah saw dan dia memperdengarkan ru’yanya kepada Rasulullah saw . Maka Rasulullah saw bersabda: Ini adalah mimpi yang benar. Pergilah kepada Bilal maka ajarkan lah kepada kata-kata azan itu yang diajarkan kepada kamu sebab suaranya lebih keras dari kamu.
Hadhrat Abdullah bin Zaid berkata saya berdiri bersama Bilal dan saya memberikan kata-kata azan itu kepadanya dan dia dengan suara keras mengulang-ulangi itu . Jadi kepada saat azan ini sedasng dilakukan maka pasd saat itu Hadhrat Umar bin Khattab r.a dengan dari rumah beliau maka dia dengan cepat-cepat dari rumahnya dia berlari-lari dan dia mengetakan ya Rasulullah saw demi Zat yang mengirim tuan dengan kebenaran saya seperti inilah yang saya lihat dalam mimpi. Sebagai saya kini telah lihat”. Alnmawahibulladuniyyah (ru’yal azan) huz I darul kutub ilmiyyah Beirut edisi I tahun 1996 hal 163 Musnad Ahmad bin Hanbal Jami’tirmidzi
Kemudian dalamurusan ummat /bangsa juga beliau dari para perempuan juga beliau meminta musyawarah. Dari istri suci beliau juga beliau meminta musyawarah. Kepada perdamaian hudaibiyyah ketika ditulis surat perjanjian damai itu maka Rasulullah saw sesudah itu bersabda: bangunlah dan sembelihlah unta-unta . Sahabah benar sangat menyesal dan merkadalam keadaan bagaimanapun mereka tidak rela/menerima. Oleh karena mereka mungkin menganggap itu merupakan kekalahan. Tatkala tidak ada yanga berdiri maka beliau pergi ke tenda ummulmu’minin Hadhrat ummi Salamah dan memperdengarkan semua peristiwa beliau memerintahkan para sahabah untuk melakukan pengorbanan. Bahwa saya seperri inilah yang saya telah katakan dan mereka tidak sedang melakukan pengorbanan. Atas perkataan Hudhur itu Ummi Salmah berkata ya Rasulellah saw ! apakah Tuan ingin melihat orang-orang melakukan apa yang Hudhur katakana. Maka keluarlah dan tampa berbaicar dengan siapapun kurbankanlah sendiri unta Tuan.s dan panggilah tukang cukur dan suruh cukur rambut Tuan. Maka lihatlah sahabah akan dengan sendiri akan mengkuti Tuan. Sesuai dengan itu maka beliau bangun dan diam diam melakukan itu dan ketika sashabah melihat pemandangan ini maka merekapun segera berhamburan ke hewanb kurban mereka dan mereka mulai menyembelihnya dan mereka mulai mencukur rambut satu dengan yang lainnya. Jadi pandangan orang –orang dan dari pihak mengajukan keberatan diciptakan keributan bahwa di dalam Islam pandangan perempuan tidak memunyai nilai /tidak dianggap. Dari riwayat menjadi jelas bahwa kepada kesempatan itulah hanya satu pendapat seorang permpuan yang sadar menjadi factor mem[perlihatkan jalan kepada kaum laki-laki. Dia telah memperlihatkan jalan kepada laki-laki. Sebab pas saat itu dalam gejolak yang sedang berkobar/antusiame yang tinggi tidak diketahui apa yang akan dilakukan.
Singkat kata sebagaimana saya telah katakana bahwa di dalam kehidupan Rasulullah saw tidsak terhitung peristiwa-peristiwa musyawarah yang berlainan corak. Yang tidask mungkin untuk mengetahui semuanya. Tetapi sebagaimana telah disebutkan kepada dasarnya adalah untuk memberikan pemahaman kepada ummat akan pentingnya musyawarah beliau bermusyawarqah untuk membiasakan mereka untuk melakukan musyawarah.
Dan dalam kaitan itu dalam memberikan nasihat kepada suatu kesempatan beliau bersabda: Bahwa di kalangan kalian jika ada yang meminta musyawarah dari saudaranya maka berilah musyawarah kepadanya. Sunan Ibni majah kitabuladab bab almusytasyaaru mu’taman
Pentingnya musyawarah itu dinyatakan sebagi amanat dan untuk menunaikan amant sangat jelas sekali perintah Allah.s Kemudian dalam sebuah riwayat ada tertera seperti itu bahwa beliau bersabda: Siapa yang memnsubkan suatu kata yang dusta kepada saya yang saya tidak katakan maka dia membuat tempatnya di neraka. Dan siapa yang saudara Islam meminta musyawarah kepadanya dn dia tidak membreikan musyawarah dengfan kebijakannya/petunjuknya yakni tampa mempertimbangknya dan menggunakan akal maka dia telah berkhianat kepadanya.s Adabul mufrad
Berkenaan dengan orang yang berkhianat Allah berfirman bahwa mereka ini adalah orang-orang yang maju ke depan dalam dosa.s Allah sama sekali tidak menyukai mereka. Jadi musyawarahpun hendasknya diberikan denan mempertimbangkan terlebih dahulu.s Semoga Allah memberikan taufik kepada semua Ahmadi bahwa mereka menjadi orang yang mengamalkan nasihat itu,dan menjadi orang mengamalkan contoh itu.
Kemudian tertera dalam sebuah riwayat yang dari itu dapat diketahui bahwa pasa saat mengambil musyawarah dari orang yangf bagaimana seharusnya meminta musyawarah. Beliau bersabda: bers musyawarahlah dengan berakal /tajam pandangan dan orang rajin beribadah dan jangalah berjalan di atas pendapat orang yang dikhususkan. kanzul ummal
Janganlah hanya berfikir di dalam benak bahwa ini hanya beberapa orang dapat melakukan hal sesuai dengan akal selain itu tidak bisa memberikan musyawarah. Lihatlah yang berakal dan rajin beribadah. Jadi di dalam inipun untuk wakil-wakilsyura terdapat nasihat bahwa kalian denganmemahami akan standar kalian dibuat sebagai wakil syura. Di Pakistan dan di sejumlah negara juga di sejumlah tempat diadakan Majlis musyawarah. Oleh karena itu hendaknya menunaikan hak ibadah. Dan akal dan ilmu kalian aplikasikanlah dalam bentuk musyawarqah dengan iringan doa maka pasti Allah akan memberiakan taufik untuk melakuikan musyawarah yang lebih baik . Dan di dalam itu Dia akan menaruh keberkatan di dalamnya . Semoga Allah menganugerahkan taufik kepada semuanya.
Qamaruddin Syahid