Nubuatan Mushlih Mau’ud

Khotbah Jumat

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masrur Ahmad

Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz

17 Februari 2017 di Masjid Baitul Futuh, London, UK.

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)

 

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, tanggal 20 Februari dikenal sebagai hari nubuatan Mushlih Mau’ud dalam Jemaat Ahmadiyah. Ini adalah nubuatan yang agung sekali. Dalam nubuatan ini, Allah Ta’ala memberikan kabar suka kepada Hadhrat Masih Mau’ud as berkenaan dengan kelahiran seorang putra agung yang akan memiliki banyak keistimewaan. Diantara keistimewaannya ialah ia akan hidup lama dan Jemaat yang didirikan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as akan meraih kemajuan-kemajuan luar biasa pada zaman Mushlih Mau’ud.

Sejarah Jemaat Ahmadiyah menjadi saksi terpenuhinya nubuatan ini huruf demi huruf pada masa Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Mushlih Mau’ud selama 52 tahun. [beliau lahir pada 12 Januari 1889 dan menjadi Khalifatul Masih pada tahun 1914, serta wafat pada 1965] Nubuwatan ini saja memadai untuk menyampaikan bukti kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud as kepada tiap orang yang adil dan memiliki mata ruhaniah.

Peristiwa ini kita jumpai pada 20 Februari, yaitu tiga hari kemudian dari sekarang. Hari ini saya hendak menyajikan beberapa kutipan penjelasan Hadhrat Mushlih Mau’ud ra sendiri sebagai pengantar penjelasan nubuatan ini, dan itu menjelaskan garis besar penyempurnaan apa-apa yang tercantum dalam nubuatan “Ia telah dianugerahi ruhul haq (ruh kebenaran)”.

Hadhrat Muslih Mau’ud ra mendapatkan kehormatan berupa kedudukan Khilafat dari Allah Ta’ala pada tahun 1914. Pada saat itu orang-orang sudah berpandangan bahwa beliau ra adalah penyempurnaan seluruh hal yang tercantum dalam nubuatan mengenai Mushlih Mau’ud (pembaharu yang dijanjikan) dan kebanyakan ulama Jemaat dan anggota Jemaat telah menganggap beliau sebagai Mushlih Mau’ud. Tapi saat itu beliau belum pernah mendakwakan dirinya. Kemudian, baru pada tahun 1944 tepat 30 tahun masa Khilafat beliau, beliau mendakwakan diri sebagai Mushlih Mau’ud atas dasar ru-ya yg beliau terima. Beliau ra bersabda, “Saya merasa berat atas pengumuman ini dan menjelaskan ru-ya ini dengan rinci.” Bahkan, beliau telah bersabda di sejumlah kesempatan bahwa sesuai dengan itu beliau terbebani (enggan) dalam menjelaskan ru-ya dan ilham beliau tapi seiring dengan itu terpaksa menjelaskannya karena tuntutan beberapa keadaan.

Bagaimanapun, para ulama Jemaat dan anggota Jemaat dari awal meminta beliau untuk mendakwakan diri sebagai Muslih Mau’ud, namun beliau ra selalu menjawab, “Apa perlunya saya mendakwakan diri. Apabila semua tanda itu telah muncul pada diri saya maka itu sudahlah cukup. Tidak perlu pengumuman apa pun.”

Dalam menjawab pertanyaan orang-orang, beliau ra selalu bersabda, “Berapa banyak Mujaddid dari sekian banyak Mujaddid dalam umat Islam yang mengumumkan dakwa (pernyataan) mereka? Saya telah mendengar hal ini secara langsung dari Hadhrat Masih Mau’ud as sendiri yang bersabda, ‘Saya berpandangan Aurangzeb sebagai Mujaddid pada masanya.’[1] Namun apakah Aurangzeb membuat suatu pernyataan? Umar bin Abdul Aziz juga termasuk sebagai Mujaddid. Apakah beliau membuat suatu penyataan? Jadi tidaklah merupakan hal yang esensial (sangat penting, suatu keharusan) bagi mereka yang bukan ‘ma-mur’ (rasul) untuk mengumumkan pendakwaannya. Hanya, itu hal yang esensial bagi mereka yang ‘ma-mur minAllah’ (rasul Allah) untuk membuat pernyataan bahwa mereka adalah orang-orang yang disebut di dalam sesuatu nubuatan tersebut.

Mengenai seorang yang bukan ‘ma-mur’, kita hanya perlu melihat kepada pekerjaan yang mereka lakukan, dan jika pekerjaan yang mereka lakukan memenuhi kriteria sebagai Mujaddid (pembaharu), lalu apa perlunya penyataan dari mereka? Memang dalam kasus, bahwa meskipun jika ada seseorang yang memenuhi kriteria Mujaddid tersebut tetap menolak disebut dengan status Mujaddid itu, kita akan tetap mengatakan bahwa dia adalah seseorang yang dalam dirinya telah tergenapi nubuatan Mujaddid tersebut. Meskipun, seandainya Umar bin Abdul Aziz menyatakan menolak disebut sebagai seorang Mujadid, kita tetap dapat mengatakan bahwa beliau sebagai seorang mujadid pada masanya, karena bagi seorang mujadid tidak ada keperluan untuk membuat suatu pernyataan. [2] Perlunya membuat suatu pernyataan adalah hanya bagi para pembaharu yang merupakan ‘ma-mur minAllah’ (rasul Allah) saja.

Namun benar, bagi mereka yang bukan ‘ma-mur minAllah’, sementara mereka menegakkan Islam yang sedang mengalami kejatuhan pada masanya, kemudian mematahkan serangan-serangan penentang yang sedang memuncak, maka meskipun orang tersebut tidak sadar akan statusnya sebagai Mujaddid, namun kita dapat mengatakan mereka adalah Mujaddid pada masanya. Benar, seorang المجدد المأمور ‘al-Mujaddid al-Ma-mur’ adalah orang yang membuat suatu pendakwaaan sebagaimana yang dilakukan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as.

Jadi, dari pihak saya, tidak ada keharusan untuk memberikan pernyataan sebagai Mushlih Mau’ud. Dan tidak perlu merasa khawatir perkataan para penentang atas hal ini. Tidak ada ketakutan mendapatkan hinaan sehubungan dengan hal ini. Kehormatan sejati seseorang hanyalah yang berasal dari Allah Ta’ala meskipun dalam pandangan orang-orang di dunia dia mendapatkan hinaan dan celaan. Jika dia berjalan di jalan Allah maka pastilah di hadapan-Nya dia akan memperoleh kehormatan.

Tetapi, jika ada seseorang yang mengada-adakan pernyataan dusta dengan cara berbohong, dia tidak akan dapat meraih kehormatan di hadapan Ilahi meskipun ia memperoleh kehormatan di masyarakat dengan kepura-puraan dan intriknya, Dan orang yang tidak memperoleh kehormatan di hadapan Ilahi, maka orang seperti itu – terlepas dari betapa banyaknya kedudukan terhormat yang dia peroleh di mata dunia – telah mengalami kerugian dengan tidak meraih apapun dan pada akhirnya dia akan dihinakan.”[3]

Beliau bersabda, “Maka, kalian harus senantiasa berpegang teguh pada kejujuran dalam urusan keagamaan dan duniawi. Orang yang menanggung kerugian karena Allah, sebenarnya adalah orang yang beruntung. Jika telah jelas hal mendasar dalam hal ini bahwa seseorang telah terhitung benar dalam pandangan Allah maka Dia Sendiri yang akan mendukungnya dengan kesaksian-kesaksian secara tindakan supaya kebenaran orang itu tampak bagi orang lain. Maka dari itu, tidak perlu mengarahkan kebenarannya melalui pengumuman atau pernyataan. Namun, jika Allah Ta’ala menginginkan agar orang itu melakukan pengumuman maka orang itu dapat melakukannya. Jika kalian ingin memeriksa seseorang apakah ia mengerjakan pekerjaan agama sesuai kehendak Ilahi atau ia itu dari Allah atau tidak, maka kalian dapat melakukan pemeriksaan berdasarkan dukungan Ilahi yang ada padanya.”

Bagaimanapun, sebagaimana telah saya katakan dulu, ketika Allah memerintahkan beliau ra untuk mengumumkan dakwa beliau maka beliau pun mengumumkan juga, “Sesungguhnya Allah telah membukakan secara terang kepadaku sekarang dan sekarang saya umumkan bahwa saya-lah pembenaran nubuatan Mushlih Mau’ud.”

Pada satu segi, dalam terbitnya pengumuman ini para anggota Jemaat yang bergembira ria sedangkan pada segi lainnya, kalangan ghair Mubayyi’ (yang tidak baiat pada Khalifatul Masih II) mengajukan kritiknya. Beliau ra bersabda di hari kedua Jalsah Salanah 1945 yaitu pada 27 Desembernya menanggapi perkataan Maulwi Muhammad Ali secara khusus, “Sejak saya mengumumkan diri saya sebagai Mushlih Mau’ud, mulailah Maulwi Muhammad Ali yang terhormat mengkritik sebagaimana dulu Maulwi Tsanaullah mengkritik Hadhrat Masih Mau’ud as.

Saya harus mengemukakan ru-ya atau ilham dari Allah dan mengumumkan berdasarkan perintah Allah, tapi Tn. Maulwi Muhammad Ali tidak menyebutkan sebagai tandingannya satu saja ru-ya atau ilham. Pada dasarnya dia tidak bisa melakukannya. Hal demikian karena ia sekuat tenaga dengan upayanya yang susah payah selama tiga puluh tahun berjalan untuk mampu menyajikan ilham satu saja. Namun, fakta-fakta menganggapnya salah. Jika ia belum ada menerima ilham, bagaimana bisa menyajikannya kepada orang lain? Maka dari itulah, tidak ada yang ia miliki selain hanya menyampaikan keberatan-keberatan (kritik-kritik). Jika tidak berkeberatan bagaimana ia menghadapinya.

Musuh-musuh Hadhrat Ibraham as, Hadhrat Musa dan Hadhrat Isa ‘alaihimus salaam (damai atas mereka) tidak bisa menyangkal menerima ilham hal demikian karena para nabi sebelum mereka menerima ilham, dan mereka percaya pada hal itu, jadi mereka yang mendustakan terhadap Nabi-Nabi tidak menolak keberadaan ilham, tetapi mereka selalu mengatakan ilham-ilham para Nabi itu dibuat-buat saja dalam rangka membuktikan pandangan mereka itu benar dan menghadapi para Nabi. Inilah juga yang dikatakan oleh para penentang Nabi Muhammad saw dengan mengatakan bahwa beliau saw membuat-buat wahyu dari diri beliau saw sendiri.

 Jika perkataan orang Kristen dan Yahudi ini benar bahwa wahyu Nabi Muhammad saw itu dibuat oleh beliau sendiri –na’udzu billah- maka ghairat Allah menuntut untuk menurunkan atas mereka (penentang Nabi saw) ilham-ilham sebagai tandingan Nabi saw supaya memperjelas pengada-adaan tersebut dan membuat terang masalah mereka. Namun, Allah Ta’ala memuliakan kami dibanding mereka (Yahudi dan Nashrani) dalam hal ilham yang menunjukkan Rasul saw berada di posisi yang benar dan para penentang beliau dari kalangan Yahudi dan Nashrani itu tidak benar.”

Beliau bersabda, “Suatu hal yang aneh jika ada seseorang yang menyesatkan makhluk Tuhan siang dan malam serta menarik orang-orang ke jalan yang salah dengan makar dan penipuannya lalu tidak timbul sifat ghairat (kecemburuan atau ketersinggungan) Allah. Jika Allah tidak menunjukkan kecemburuannya maka sebabnya tidak ada selain Allah Yang Maha Mengetahui bahwa Tn. Maulwi telah sangat jauh dari kedekatan-Nya, sehingga Dia tidak turunkan kepadanya wahyu (ilham). Maka, dari awal itu tertutup baginya, mata rantai ini berlangsung sejak awal dan akan tetap berlanjut.”[4]

Selalu saja para penentang melakukan keberatan, tetapi mereka tidak menawarkan apa-apa sebagai perbandingan untuk menolak kebenaran dan mereka tidak mampu untuk melakukannya. Kami menawarkan ilham-ilham kami atau kasyaf-kasyaf kami dengan didukung Allah, tapi mereka tidak dapat melakukannya karena tahu akan dihukum jika mereka melakukannya [mengada-adakan kedustaan].

Saat ini saya hendak menyajikan beberapa ilham Hadhrat Mushlih Mau’ud ra dan juga kasyaf-kasyaf beliau yang telah beliau jelaskan terkait pengumuman beliau sebagai Mushlih Mau’ud. Beliau bersabda, “Yang pertama kali menunjuk pada kedudukan ini ialah ilham saya yang saya terima pada masa kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud as. Ketika itu saya menceritakannya kepada beliau as dan beliau as memasukkan ilham itu dalam buku beliau as yang berisi daftar ilham.

Saya pun beberapa kali memberitahukan ilham itu kepada orang-orang. Awalnya saya mengira itu hanya berkaitan dengan Khilafat saja. Namun, sekarang saya berubah pikiran bahwa ilham ini menunjuk pada kedudukanku yang mana Allah Ta’ala memuliakanku dengannya. Ilham itu ialah, إنَّ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ‘Pastilah, orang-orang yang mengikuti engkau akan unggul di atas mereka yang menentang engkau hingga hari kiamat.’

Dalam ilham itu terkandung isyarat halus urutan penyempurnaan nubuatan; dan ilham yang diterima Hadhrat Masih Nashiri dan juga telah disebutkan oleh Al-Qur’an, kalimatnya ialah وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ (Surah Ali Imran, 3:56). Sedangkan ilham yang turun padaku ialah إنَّ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. Penyebab hal itu ialah pendakwaan Hadhrat Al-Masih Nashiri (orang Nazaret) sebagai yang terakhir dari Nabi-Nabi mata rantai Musawi dan pada jenis pendakwaan ini pada awalnya orang-orang pasti menentangnya. Kemudian, setelah beberapa lama mereka pun beriman kepada Nabi itu. Namun, dikarenakan Allah ingin memenuhi nubuatan yang berkaitan dengan Mushlih Mau’ud yang akan Dia jadikan Khalifah, dan seiring dengan itu bagi Khalifah itu tersedia Jemaat yang telah didirikan sehingga atas hal itu tidak perlu kalimat وَجَاعِلُ الَّذِينَ ‘dan kami jadikan orang-orang’.

Ketika Hadhrat Al-Masih as mengemukakan di depan orang-orang pendakwaannya sebagai Nabi maka orang-orang yang mendengarkannya mulai berkata-kata tentangnya dengan mendustakannya. Tetapi jika ada orang yang mempunyai sifat Abu Bakr lalu beriman maka ini hal lain. Jika pun demikian, saat seorang Nabi mengumumkan kenabiannya, umumnya seluruh dunia menentangnya dengan menetapkannya berdusta. Dalam hal itu, pada masa permulaan dakwah Nabi Muhammad saw yang mengimani beliau saw hanya 3 orang saja. Namun, kepada Khalifah telah tersedia sebuah Jemaat yang mengikuti mereka sejak hari pertama mereka menjadi Khalifah.

Ringkasnya, Allah Ta’ala mengisyaratkan pada firman-Nya إنَّ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ itu, ‘Aku (Allah Ta’ala) akan menganugerahimu sebuah Jemaat yang telah Ku-buat sebelumnya. Kemudian, ikatan Jemaat denganmu begitu kuat sehingga suatu hari ia akan dinamai sebagai Jemaat engkau secara zhilli (refleksi). Sebagian kalangan akan menentangmu namun hingga hari kiamat Allah akan memberi keunggulan (kemenangan) kepada orang-orang yang berbaiat kepadamu diatas orang-orang yang ingkar kepadamu. Keunggulan ini sejak engkau menjadi Imam.

Tidak akan ada perlunya bagian وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ yang artinya, “Engkau menunggu-nunggu hingga sampai kapan orang-orang beriman padamu atau sebagian besar orang menentangmu dan melontarkan fatwa menentangmu, mengolok-olokanmu, berusaha menghinakanmu, merancang kehancuranmu dan melemparkan badai penentangan dari awal dunia hingga akhir” melainkan Allah Ta’ala akan memberimu kebanyakan orang dari Jemaat yang sudah didirikan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as (Dia akan memberikannya pada Mushlih Mau’ud) dan hari engkau menerima Jemaat ini akan menjadi permulaan kemenangan orang-orang yang mengimanimu diatas mereka yang menolakmu.’”

Sabda beliau ra (Hadhrat Mushlih Mau’ud ra) selanjutnya, “Perhatikanlah, inilah yang telah terjadi. Jemaat Al-Masih dari Nazaret meraih kemenangan setelah 300 tahun namun pada Jemaat ini ialah sejak Allah menegakkanku pada kedudukan Khilafat, Dia memberiku dan para sahabatku kemenangan diatas mereka yang berdiri menentangku dan mengingkari kedudukanku, yaitu para Paighami (penentang Khilafat, golongan Ahmadiyah Lahore) dan kemenangan ini bertambah terus hari demi hari dengan karunia Ilahi.

Orang-orang Paighami mengatakan saya begitu berpusat hanya pada satu ilham saja – yaitu ru-ya yang menjadi dasar beliau mendakwakan diri sebagai Mushlih Mau’ud – padahal bukan hanya sekedar ru-ya karena di dalamnya terdapat kalimat-kalimat. Namun ilham ini yang saya sebutkan baru saja ialah ilham dan itu saya telah kemukakan 40 tahun. Allah telah mengabarkan bahwa saya kan menjadi Imam sebuah Jemaat.

Sebagian akan memusuhi saya sedangkan mayoritas Jemaat mengikuti saya, dan mereka yang mengikuti saya (menerima Khilafat) akan Allah jadikan unggul diatas yang lain. Firman-Nya, إنَّ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ menunjukkan bahwa Allah akan menamai saya Al-Masih an-Nashiri dan Al-Masih al-Muhammadi secara zhilli, sebab Jemaat Khalifah akan terjadi pada masanya dan Jemaat para Nabi atau zhilli mereka akan terus berlanjut bahkan hingga setelah kewafatan mereka, kata ‘kafaruu’ (orang-orang ingkar) mengisyaratkan setelah Khilafat, saya meraih martabat lain menjadi zhilli sebagian para Nabi. سبحان الله لا يُسأل عما يفعل ‘Maha Suci Allah yang tidak ditanyai mengenai apa-apa yang Dia lakukan’.”[5]

Beliau bersabda, “Hal kedua, saya melihat kasyaf dalam kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud as yang mana itu menunjukkan pada kedudukan ini. Saya melihat diri saya keluar dari kamar yang ditinggali oleh beliau as menuju halaman rumah dan mendapati beliau as tengah duduk. Saat itulah seseorang datang dan memberikan sebuah bingkisan sembari berkata, ‘Bagi engkau sebagian dan bagi Hadhrat Masih Mau’ud as juga sebagian.‘ Dalam keadaan kasyaf ketika saya melihat pada tema yang tertulis di bingkisan itu maka menjadi tampak jelas bagi saya bahwa tertulis dua nama juga di sana. Alamat yang tertulis ialah sebagai berikut, ‘Supaya disampaikan kepada Muhyiddin dan Mu’inuddin’.

Pada waktu itu, dari kasyaf, saya pun paham bahwa salah satu dari dua nama ini ialah untuk Hadhrat Masih Mau’ud as dan satu lagi untuk saya. Dikarenakan saat saya masih anak-anak saya tidak pernah mendengar nama Muhyiddin ibn Arabi dan saya tahu tentang Aurangzeb saja yang nama beliau juga Muhyiddin sehingga saya beranggapan maksud Muhyiddin ialah saya. Adapun nama Mu’inuddin Chisti amat terkenal di India sebagai seorang saleh sehingga saya juga beranggapan nama itu maksudnya ialah Hadhrat Masih Mau’ud as.

Tetapi, setelah itu saya pun mengetahui Muhyiddin ibn Arabi juga seorang saleh agung, dan saya pun paham bahwa maksud dari nama Muhyiddin ialah Hadhrat Masih Mau’ud as yang artinya seorang yang menghidupkan agama. Sedangkan maksud Mu’inuddin ialah saya yang membantu agama. Jadi, Muhyiddin ialah Masih Mau’ud dan saya adalah Nashir (penolong) uddin (agama) dan juga Mu’iin (pembantu)nya. Sebagaimana seorang ibu melahirkan anak dan menyusui anak yang masih menyusu.”[6]

Selanjutnya Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menjelaskan yang ketiga, “Saya telah menyampaikan ilham ketika tetapi itu setelah kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud as dan nashnya ialah اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا artinya ‘Kerjakanlah perintah-perintah Allah dengan rasa syukur kepada-Nya, wahai keluarga Daud!’. Dan dengan firman-Nya, اعْمَلُوا ‘Kerjakanlah’ dalam ilham ini, Allah Ta’ala mengarahkan perhatian kita pada perbuatan yang sesuai persis dengan kehendak-Nya. Dengan Firman-Nya, ‘Keluarga Daud’ berarti saya diumpamakan seperti Sulaiman. Telah diketahui bahwa Hadhrat Sulaiman as ialah seorang Khalifah setelah Hadhrat Daud as ‘alaihimas salaam dan putranya juga.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra melanjutkan, “Saya ingat bahwa ilham itu diilhamkan kepada saya dengan kuat sehingga pengaruh kualitas turunnya masih berlangsung dalam waktu lama. Ilham itu begitu jelas sehingga pernah terjadi suatu kali saya menceritakannya semasa dengan saya kepada ketika tengah berjalan-jalan setelah wafatnya Hadhrat Masih Mau’ud as. Namun, pemikiran kewafatan beliau hilang dari di ingatan saya tanpa saya sadari dan muncul semangat kuat pada diri saya untuk pergi kepada beliau dan menceritakan ilham ini, padahal saat itu beliau sudah wafat.”[7]

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra melanjutkan, “Kesaksian keempat yang membenarkan ru-ya ini ialah saya melihat dalam kasyaf seseorang tengah duduk di Baitud Dua dan saya diberi pemahaman dalam kasyaf tersebut bahwa itu adalah Hadhrat Masih Mau’ud as. Saya berdoa kepada Allah dan dibukakanlah kepada saya secara mendadak bahwa beliau as adalah Ibrahim. Kemudian, disingkapkanlah padaku bahwa dalam umat ini sangat banyak Ibrahim. Sebagai contoh, saya diberitahu bahwa Hadhrat Khalifah Awal juga Ibrahim dan saya diberitahu namanya Ibrahim Adham. Telah diketahui bahwa Adham ialah raja yang meninggalkan kerajaannnya dan cenderung ke Tasawuf. Saya diberitahu pula bahwa Khalifah Awal ialah Ibrahim Adham. Saya juga diberi kabar mengenai diri saya, ‘Engkau pun adalah seorang Ibrahim’.”[8]

Dalam menjelaskan kesaksian kelima, beliau ra bersabda,”Kesaksian kelima yang saya terima dari Allah terkait hal ini menjelang wafat Hadhrat Masih Mau’ud as ialah pengalaman saya melihat sebuah ru-ya pada suatu hari. Saya melihat sebuah lonceng yang darinya terdengar sebuah bunyi seperti wadah kuningan yang dipukul. Dari lonceng itu keluar seperti persis suara berdentang. Namun, suara ini menggema (mendengung ke udara) dan bagus seperti berirama musik yang ada di seluruh dunia. Suara itu bertambah setahap demi setahap sehingga meliputi seluruh cakrawala.

Kemudian timbullah sebuah bingkai seperti bingkai-bingkai potret. Kemudian dalam bingkai itu mulai timbul sebuah gambar. Kemudian, saya lihat dalam gambar itu timbul sebuah gerak dan menjadi sebuah wujud yang indah dan sangat elok. Wujud gambar yang elok itu mulai bergerak dan keluar dari bingkai. Secara tiba-tiba ia datang kepada saya. Ketika itu perasaan saya berkata ini adalah seorang Malaikat. Malaikat itu berkata kepada saya, ‘Kemarilah, aku akan mengajarkan tafsir Fatihah kepadamu.’

Kemudian mulailah Malaikat itu mengajarkan tafsir Al-Fatihah kepada saya sehingga sampai kepada ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’. Sampai di sini dia berkata kepada saya, ‘Sampai saat ini berapa saja tafsir yang sudah ditulis orang, dia hanya sampai ke ayat maaliki yaumiddiin ini. Namun, saya akan mengajarkanmu tafsir ayat-ayat sesudahnya. Maka, ia mengajarkan tafsir Surah Al-Fatihah seluruhnya.

Ketika mata saya terbuka, maka saya lihat hanya ingat beberapa hal saja dari apa-apa yang malaikat ajarkan dalam ru-ya. Tapi, saya belum sempat menuliskannya dan kemudian lupa setelahnya. Pada pagi hari saya menceritakan hal ini kepada Khalifah Awal bahwa seorang malaikat telah mengajarkan kepada saya dalam mimpi yang saya ingat sebagian saat terbangun tidur tapi saya tidak ingat lagi setelahnya. Khalifah Awwal bersabda dengan marah, ‘Anda telah menyia-nyiakan ilmu yang banyak. Seharusnya Anda telah menuliskannya.’”

Beliau ra melanjutkan, “Allah masih tetap mengajarkan saya pokok-pokok bahasan baru Surah Al-Fatihah sejak hari itu dan hingga sekarang juga. Contohnya itu ialah setelah ru-ya tersebut saat saya berpikir mengenai pembentukan Nizham yang jelas untuk membuat ishlaah Jemaat dan untuk membuktikan keunggulan-keunggulan Nizham Islami, Allah Ta’ala melalui surah Al-Fatihah menjelaskan sebuah Nizham yang jelas dan sempurna yang mengandung cara-cara yang dikedepankan Islam. Penjelasan itu sedemikian rupa sampai-sampai pihak yang memusuhi heran atas perkara ini dan tidak lain selain mengakui keunggulan peradaban Islami.

Dengan mengamalkan program ini terkandung perbaikan semua kesalahan yang dilakukan oleh umat Muslim dalam memahami Nizham Islam dan Nizham peradaban setelah Nabi Muhammad saw. Allah Ta’ala telah membuat saya paham hal itu semua melalui sarana Surah Al-Fatihah. Tafsir hakiki atas ru-ya itu ialah kekuatan-kekuatan batiniah saya telah menyimpan ilmu Surah Al-Fatihah secara khusus dan pemahaman Al-Qur’an secara umum; dan ilmu ini muncul dengan perantaraan ilham batini di suatu dan lain waktu sesuai tuntutan kebutuhan.”[9]

Selanjutnya beliau ra menjelaskan sebuah ru-ya lainnya, “Pada masa terjadinya perselisihan di dalam Jemaat ini, Allah Ta’ala menurunkan ilham kepadaku, “لنمزّقنّهم” ‘Kami akan memecah mereka menjadi berkeping-keping.’ Orang-orang yang meninggalkan Jemaat Mubayyi’in (yang berbaiat) pada masa itu menyebut diri berjumlah 95% dari total Jemaat, namun bagaimana keadaan mereka sekarang? Mereka benar-benar dibuat pecah berkeping-keping oleh Allah Ta’ala sesuai dengan nubuatan. Sebelum kewafatannya, Tn. Khawaja Kamaluddin menulis, ‘Ilham yang Tn. Mirza Mahmud Ahmad terbitkan mengenai diri kami benar-benar terjadi dan kami telah pecah berkeping-keping.’”

Kemudian beliau ra bersabda, “Ringkasnya, Allah Ta’ala telah menampakkan padaku kegaiban-Nya berkali-kali dan dengan itu terpenuhilah nubuatan Mushlih Mau’ud akan dimuliakan dengan ruh haq (ruh kebenaran). Inilah tanda-tanda dari Allah yang Dia tampakkan melaluiku.“ Maka, demikianlah yang Hadhrat Mushlih Mau’ud ra katakan sendiri. Ini dan masih banyak lagi rincian lain yang panjang mengenai nubuatan.

Di hari-hari ke depan akan ada penyelenggaraan Jalsah di berbagai Jemaat seputar bahasan nubuatan ini. Ada pasti program di MTA dalam hal ini. Para anggota Jemaat harus berusaha sekuat tenaga untuk ikut serta dalam Jalsah-Jalsah ini dan menyimak program televisi saluran kita supaya mereka mengetahui nubuatan itu secara mendalam. Nubuatan tersebut mengandung banyak tanda yang mencapai 50 atau 55, bahkan telah dirinci darinya menjadi 60 tanda yang disebutkan oleh Hadhrat Mushlih Mau’ud ra. Setiap dari tanda itu telah sempurna dengan kuat dan cemerlang dalam pribadi Hadhrat Mushlih Mau’ud ra.

[1] Abul Muzaffar MuhyidDin Muhammad Aurangzeb, dikenal dengan Aurangzeb Alamgir dan gelar kekaisarannya Alamgir (1658-1707, raja Mughal, setelah Shah Jahan (ayahnya, nama kecil Khurram), Jahangir (kakeknya, nama kecil Salim) dan Jalaluddin Akbar, 1556-1605, buyutnya).

[2] Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abul Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qusyay. Ibunya bernama Laila Ummu Asim binti Asim bin Umar bin Khaththab (Khalifah Rasyid ke-2). Menyatu dalam jalur silsilah dengan Nabi Muhammad saw pada Hasyim bin Abdu Manaf bin Qusyay. Bersatu dalam jalur keluarga Khalifah Utsman dengan silsilah‘Utsman bin Affan bin Abul Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams. Juga dengan Muawiyah bin Sakhr (Abu Sufyan) bin Harb bin Umayyah bin Abdusy Syams. Umar bin Abdul Aziz lahir di Mesir pada 61 H/682-683 saat ayahnya menjabat Amir (gubernur) Mesir. Menjalani remaja dan pendidikan agama dengan beberapa sahabat Nabi saw dan para anak-anak sahabat di Madinah. Menjadi Amir Hejaz (Madinah, Makkah dsk) pada 706 (umur 28 tahun). Mendapat wasiat untuk menjadi Khalifah oleh Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan. Beliau menjadi Khalifah pada 717 dan wafat pada 720 (101 H awal abad ke-2 Hijrah). Beliau juga mendapat penentangan dari sebagian keluarga Umayyah sejak menjadi Amir Hejaz. Wafat di usia 39 tahun.

[3] Khuthutbaat-e-Mahmud, jilid 21, h. 59-60

[4] Anwarul ‘Ulum jilid 18, h. 240

[5] Khuthbaat-e-Mahmud, jilid 25, h. 85-87

[6] Khuthbaat-e-Mahmud, jilid 25, h. 89-90

[7] Khuthbaat-e-Mahmud, jilid 25, h. 90

[8] Khuthbaat-e-Mahmud, jilid 25, h. 90

[9] Khuthbaat-e-Mahmud, jilid 25, h. 90-95

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.