Pentingnya Salat jumat

Khotbah Jumat

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masrur Ahmad

Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz

17 Juli 2015 di Masjid Baitul Futuh, London, UK.

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)

 

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ()

“Hai, orang-orang yang beriman! Apabila dipanggil untuk Shalat pada hari Jumat. maka bersegeralah untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Hal demikian adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Dan, apabila telah diselesaikan Shalat, maka bertebaranlah kamu di bumi dan carilah karunia Allah, dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak, supaya kamu mendapat kebahagiaan.” [Al-Jumu’ah, 62:10-11]

Bulan Ramadhan segera berakhir. Di beberapa tempat, hari ini adalah hari terakhir berpuasa sementara di tempat lainnya, besok baru merupakan hari terakhir berpuasa. Dan, dengan demikian bilangan hari berpuasa akan terpenuhi. Banyak diantara kita telah meraih karunia dalam bulan Ramadhan dan telah merasakan pengalaman kerohanian yang baru. Sekarang, doa dan usaha hendaklah dilakukan untuk menjadikan pengalaman kerohanian ini bagian dari kehidupan kita dan segala langkah yang diambil menuju Allah Ta’ala selama bulan Ramadhan hendaklah tidak cukup berhenti di situ saja melainkan senantiasa terus maju dan berkembang. Semoga setiap langkah kita dapat menarik keberkatan-Nya yang tak terbatas.

Sekarang hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan. Dengan karunia Allah, kebanyakan kita dengan penuh perhatian secara dawam menunaikan Shalat Jumat tapi ada juga banyak orang yang hanya sangat menaruh perhatian pada Shalat Jumat yang terakhir dari bulan Ramadhan. Jemaat kita sedang berkembang di seluruh dunia, dengan karunia Ilahi. Orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat masuk kedalam Jemaat. Amal [tradisi] mereka sebelumnya meninggalkan sebuah pengaruh. Akan ada beberapa yang memberikan perhatian khusus pada Jumat terakhir di bulan Ramadhan padahal semua Jumat di tiap tahun tidak mereka perhatikan.

Tetapi, karena masih memegang pendapat orang-orang Muslim yang lain, mereka menganggap menghadiri Shalat Jumat pada hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan ini yang disebut “جمعة الوداع” Jumu’atul Wida (Jumat Perpisahan atau terakhir), menjadi sarana memperoleh keselamatan dari segala dosa sepanjang tahun dan mungkin dengan melaksanakan Shalat Jumat pada kesempatan ini akan memenuhi segala kewajibannya sepanjang tahun. Meski hanya ada segelintir orang yang beranggapan demikian, saya (Hadhrat Khalifatul Masih V atba) tetap mengingatkan mereka bahwa menghadiri Shalat Jumat pada kesempatan seperti ini tidak berarti telah memenuhi tujuan hidup kita. Hal ini jelas terlihat dari dari firman Allah dan dari hadits-Hadits Nabi saw bahwa hanya menghadiri Shalat Jumat terakhir dalam bulan Ramadhan bukanlah sumber keselamatan kita, karena itu, jika seseorang merasa cukup dengan menunaikannya guna keselamatannya dengan berpandangan mengerjakan shalat tersebut maka dunia dan akhiratnya akan baik, ini juga tidak benar.

Para generasi muda kita dan mereka yang lalai menghadiri Shalat Jumat hendaknya senantiasa mengingat bahwa mungkin ada suatu konsep Jumu’atul Wida di kalangan non-Ahmadi namun sesuai dengan ajaran Allah Ta’ala dan Hadhrat Rasulullah saw, di dalam Jemaat Ahmadiyah hendaknya tidak ada dan tidak boleh ada yang memegang pandangan seperti ini. Memang, jika seseorang menghadiri Shalat Jumat pada kesempatan ini dengan perhatian khusus dan fokus untuk membersihkan dirinya dari segala kelemahan sejak hari ini, maka barulah hari ini dan Jumat ini menjadi sangat berarti. Kesempatan untuk menciptakan perubahan suci ini akan menjadi Lailatul Qadr baginya; dimana ia akan masuk ke dalam cahaya setelah kegelapan malam. Sebagaimana yang dijelaskan pada Khotbah Jumat yang lalu, Hadhrat Masih Mau’ud as menguraikan bahwa saat paling bersih bagi penyucian bagi seseorang ialah saat turunnya Lailatul Qadr bagi orang itu.[1]

Artinya, itu saat ketika ia menundukkan diri di hadapan Allah Ta’ala seraya menciptakan di dalam dirinya perubahan baik, berjanji mengamalkan perintah-perintah-Nya dan menegakkan diri diatasnya.

Apa itu pentingnya Shalat Jumat? Allah berfirman di bagian awal dari ayat-ayat yang telah saya sebutkan tadi, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () “Hai, orang-orang yang beriman! Apabila dipanggil untuk Shalat pada sebagian dari hari Jumat maka bersegeralah untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Hal demikian adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” Selanjutnya, فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ () “Dan, apabila telah diselesaikan Shalat, maka bertebaranlah kamu di bumi dan carilah karunia Allah, dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak, supaya kamu mendapat keberhasilan.”

Jelaslah, Allah Ta’ala telah menekankan di ayat ini bahwa Dia memerintahkan orang-orang yang hendak menghadiri Shalat Jumat supaya menghadirinya dengan ketakwaan dan mengesampingkan kesibukan-kesibukan duniawi. Allah Ta’ala tidak menyebutkan secara khusus tentang Shalat Jumat di bulan Ramadhan atau bahkan tentang Shalat Jumat terakhir di bulan Ramadhan. Melainkan, pentingnya Shalat Jumat disebutkan tanpa pengecualian dan dikatakan, “Setiap Jumat adalah sangat penting. Oleh karena itu, jika kalian itu orang-orang beriman, menyatakan diri beriman, hadirilah Shalat Jumat dan secara khusus tinggalkankah segala bisnis dan kesibukan pada hari tersebut. Sebab, hari Jumat itu penting secara istimewa bagi kalian dalam rangka berdzikir kepada Allah. Dengan firman-Nya, , ‘يا أيها الذين آمنوا – ‘Wahai orang-orang yang beriman..’, Allah menekankan penunaian setiap kali Jumat sebagai syarat penting untuk keimanan.

Mereka yang tidak menghadiri Shalat Jumat tanpa adanya suatu alasan yang dapat diterima hendaknya memikirkan keadaan keimanan mereka. Mereka yang terlambat untuk melaksanakan Shalat Jumat pun hendaknya memikirkannya. Mereka hendaknya menyelesaikan pekerjaan mereka di waktu yang tepat sehingga dapat menghadiri Shalat Jumat.Jika kalian ingin menghentikan kesibukan kalian, lakukanlah segera setelah waktu Jumat tiba. Orang-orang yang menghadiri shalat Jumat mengetahui waktu tepatnya yaitu jam satu waktu Zhuhur, atau pada waktu yang berbeda di negeri lain. Mereka harus mengingatnya baik-baik bahwa di sini, di Eropa khususnya, perlu menetapkan selisih waktu untuk perjalanan dan sadar akan kemungkinan kemacetan dan waktu yang dibutuhkan untuk parkir kendaraan. Terkadang muncul masalah dari hal-hal itu terutama lagi saat-saat rush (sibuk). Pendeknya, Allah Ta’ala berfirman إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ “Apabila dipanggil untuk Shalat pada sebagian dari hari Jumat, tinggalkanlah segala urusan kesibukan itu dan keluarlah untuk menghadiri Shalat Jumat …”

Hadhrat Rasulullah saw bersabda bahwa mereka yang pertama menghadiri Shalat Jumat berhak memperoleh banyak pahala. Beliau saw bersabda, إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ حتى يُنهي الإمام الخطبة يطَوَون الصُّحُفَ. “Pada hari Jumat, para malaikat berdiri di setiap pintu masjid dan menulis nama-nama mereka yang datang pertama kali ke masjid di bagian teratas penghisaban serta mempersiapkan suatu daftar mereka yang datang ke masjid hingga saat imam selesai menyampaikan khotbahnya. Ini juga merupakan saat ketika para malaikat menutup daftarnya. (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Jumu’ah, bab menyimak khotbah, 929) Maka dari itu, setiap orang yang datang ke masjid untuk mengingat Allah meraih pahala istimewa. Demikian pula, mereka yang datang lebih dulu itu meraih tsawaab (pahala) selama masa menunggu Imam dan menyimak khotbah.

Hadhrat Rasulullah saw secara khusus memberikan peringatan terhadap yang tidak memberikan perhatian untuk melaksanakan Shalat Jumat. Beliau saw juga bersabda, مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ. ‘Man tarakal Jumu’ata tsalaatsa marraatin tahaawunan bihaa thaba’aLlahu ‘ala qalbihi.’ – “Siapa yang secara sengaja meninggalkan Shalat Jumat 3 kali, maka Allah Ta’ala mengunci mata hatinya.”[2]

Dengan demikian, tidaklah Allah Ta’ala di dalam Al-Quran dan tidak pula Hadhrat Rasulullah saw memberikan penekanan pada Shalat Jumat terakhir pada bulan Ramadhan. Melainkan, semua Shalat Jumat merupakan hal yang penting diperhatikan. Hadhrat Rasulullah saw bersabda, يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ عِيدًا فَاغْتَسِلُوا ‘Yaa ma’syaral Muslimiin, inna haadza yaumun ja’alahuLlahu ‘iidan faghtasiluu.’ – “Hai orang-orang Muslim! Allah telah menjadikan hari ini (Jumat) sebagai Ied bagi kalian. Hendaknya kalian membersihkan diri serta mempersiapkan diri pada hari tersebut.[3]

Inilah pentingnya tiap Jumat yang menuntut agar kita memperhatikannya dan meninggalkan segala sesuatu pekerjaan dan jual-beli pada hari tersebut dan berangkat ke masjid untuk shalat Jumat. Hadis-hadis juga menegaskan bahwa Nabi saw dengan terang-benderang menyampaikan pentingnya Jumat. Tegasnya, setiap orang Mu-min wajib menunaikan shalat Jumat guna meningkatkan standar keimanan mereka. Bukan hanya itu, bahkan disebutkan berkenaan dengan peringatan dan segala aspek negatif dari orang yang lalai terhadap hal ini (shalat Jumat), “Siapa yang sengaja meninggalkan Jumat, berarti sengaja mencegah dirinya dari meraih kebaikan.” Kondisi yang mencemaskan. Mereka yang malas perlu memberikan perhatian khusus terhadap hal ini dan hendaknya mereka meninggalkan sikap tanpa alasan dan kemalasan. Islam bukanlah agama yang hanya menunjukan kekerasan; tidak hanya tentang peringatan, melainkan agama yang bijaksana dan seimbang. Tidak dikatakan supaya menakut-nakuti siapa saja yang tidak datang Jumat. Pada dasarnya, jika ada suatu alasan khusus maka barulah seseorang boleh meninggalkan Shalat Jumat.

Tetapi, meninggalkannya tanpa suatu alasan tidak diizinkan. Hadhrat Rasulullah saw juga telah menjelaskan mereka yang boleh berhalangan tidak ikut Jumat dalam sabdanya, الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ. ‘Al-Jumu’atu haqqun waajibun ‘ala kulli Muslimin fi jama’atin illa arba’ata ‘abdun mamluukun au imra-atun au shabiyyun au mariidhun.’ – “Shalat Jumat merupakan kewajiban setiap Muslim dengan pengecualian bagi para budak, wanita, anak-anak dan orang sakit.”[4] Inilah ajaran indah dari Islam yang memberikan dispensasi kepada mereka yang berhalangan. Tidak dikatakan, “Siapa saja -termasuk para budak, wanita, anak-anak dan orang sakit- yang meninggalkan Jumat, mereka akan dicap hatinya.” Tidak! Melainkan dikatakan, “Mereka itulah yang dikecualikan.” Tidak pernah dikatakan, “Hati mereka dicap.” Jika para wanita pergi ke masjid untuk menghadiri Shalat Jumat, maka itu merupakan suatu hal yang baik. Selain shalat Jumat, menunaikan shalat fardhu lima waktu dengan berjamaah dan datang ke masjid adalah kewajiban bagi kaum laki-laki. Bukan menjadi suatu keharusan bagi kaum perempuan untuk datang ke masjid. Meski jika mereka datang ke masjid maka itu adalah hal yang مستحسن mustahsin (lebih baik). Jika tidak, itu pun tak masalah.

Tetapi, beberapa wanita datang dengan anak-anak mereka yang masih kecil yang dapat membuat kegaduhan. Sebagian para ibu juga mempunyai banyak kesibukan di rumah sehingga mereka diizinkan tetap di rumah. Bahkan, para ibu yang anak-anak mereka masih kecil hendaknya tidak datang ke masjid. Sebab, anak-anak kecil ini dapat mengganggu orang lain yang sedang Shalat Jumat dan juga dapat mengganggu jalannya khotbah. Memang, hanya menghadiri Shalat Ied-lah yang menjadi kewajiban bagi kaum wanita bahkan bagi yang tidak sedang melakukan Shalat pada hari tersebut maka mereka tidak shalat Ied tetapi menyimak khotbahnya.

Begitu pula para budak harus tunduk kepada majikannya. Tapi, pada dasarnya, tidak ada budak (hamba sahaya) pada zaman modern ini melainkan itu ada di zaman dahulu. Para pekerja tidak termasuk ke dalam klasifikasi budak sehingga hendaknya tidak menggolongkan diri kedalam kelompok budak untuk memanipulasi (mencari kemudahan secara tidak benar) guna mendapat keringanan tersebut. Adapun jika seperti dalam beberapa kasus tertentu yang mana para majikan/atasan bersikap keras sekali, tidak mengizinkan mereka untuk pergi [shalat Jumat] dan tidak ada lagi sarana untuk mendapatkan rezeki serta mengakibatkan bahaya kelaparan dan kemiskinan bila meninggalkan pekerjaan itu, maka ini merupakan pengecualian yang langka dan kondisi yang kritis/terpaksa. Pada kondisi terpaksa terkadang memakan yang haram pun dibolehkan. Namun demikian, bagaimanapun juga, kondisi tersebut tidaklah umum dan biasa terjadi jika para majikan –jika mereka non Muslim- diberikan pemahaman agar mereka dapat memberikan izin pada pekerjanya untuk melaksanakan satu kali shalat Jumat tiap dua minggu.

Banyak Ahmadi yang melaporkan pada saya telah meninggalkan pekerjaannya yang mana mereka tidak punya kemungkinan untuk menunaikan Jumat dan setelah itu bahkan telah memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya dengan karunia Allah Ta’ala. Maka dari itu, kita harus menggarisbawahi pentingnya shalat Jumat, dan jika keadaan sulit menyebabkan susah menunaikan shalat Jumat maka harus berdoa kepada Allah Ta’ala supaya Dia menciptakan kemudahan dalam urusan itu karena Dia akan mengabulkan doa yang dipanjatkan dengan penuh keperihan hati, lalu Dia menyediakan pengaturan dan kemudahan-kemudahan.

Demikian pula, hendaknya anak-anak kecil dicegah untuk hadir dalam shalat Jumat karena gangguan terjadi pada shalat orang-orang lainnya dengan kehadiran mereka. Telah saya sebutkan sebelumnya bahwa para wanita hendaknya tidak membawa anak-anak kecil ke dalam masjid tapi terkadang kaum laki-laki membawanya besertanya, hendaknya mereka menghindari hal itu. Jika mereka terpaksa membawanya maka mereka harus mendudukkannya di tempat yang dikhususkan bagi anak-anak dan duduk bersama mereka. Ringkasnya, ini adalah empat pengecualian yang telah dijelaskan oleh Nabi saw. Adapun selain mereka yang empat itu, masing-masing harus hadir shalat Jumat dan menaruh perhatian terhadap hari Jumat secara khusus.

Hadhrat Rasulullah saw telah membawa syari’at (hukum agama) yang paripurna dan lengkap, yang menghubungkan antara hamba dengan Allah. Beliau saw ingin melihat setiap pengikutnya dengan standar kerohanian yang sangat tinggi. Untuk itu, beliau saw menekankan dengan beragam cara perihal bagaimana untuk menghindari dosa, bagaimana untuk meraih kedekatan dengan Allah Ta’ala, bagaimana untuk tetap selalu dalam kebaikan dan bagaimana memenuhi tujuan hidup kita. Hadhrat Rasulullah saw bersabda, الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ. ‘ash-shalawaatul khamsu wal jumu’atu ilal jumu’ati wa ramadhaanu ila ramadhaana mukaffaraatun maa bainahunna’ idza jtanabal kabaa-ir.’ – “Shalat fardhu lima waktu, Jumat hingga Jumat berikutnya dan suatu Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya menjadi sarana penghapus dosa bagi seseorang selama ia senantiasa menghindari dosa-dosa besar.”[5]

Inilah dia petunjuk Nabi saw kepada kita, dan itu adalah apa-apa yang beliau wasiyatkan dalam hal menyelamatkan diri dari dosa dan menjadi sebab pengampunan juga, bahkan itu menambahkan bagi kerohaniannya. Seseorang yang melaksanakan Shalat dan senantiasa memperhatikan Shalat berikutnya secara hakiki maka  ia tidak akan berpikiran untuk terlibat dalam hal yang penuh dosa, keaniayaan dan sesuatu yang akan merugikan dan merampas hak orang lain. Dan jika ia melakukan hal-hal dosa tadi, berarti Shalatnya bukanlah Shalat yang sejati dan ia sedang melakukan dosa besar. Ia tidak mendirikan Shalat bagi Allah Ta’ala serta tidak melakukannya dengan mengingat dosa-dosanya. Shalat orang-orang seperti ini mengakibatkan kehancurannya sendiri serta akan dilemparkan menimpa kembali kepada mereka sebagaimana yang Al-Quran jelaskan.

 Nabi saw juga telah bersabda, ” الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ ”   artinya, “Shalat lima waktu telah diwajibkan bagi kalian, dan penunaiannya dituntut dari kalian dengan syarat-syarat sepenuhnya sebagaimana yang telah Allah beritahukan mengenainya.” Demikian pula, beliau saw menarik perhatian kita pada kewajiban untuk melaksanakan Shalat Jumat. Kebajikan yang diraih dan tumbuh di dalam diri kita dengan menghadiri Shalat Jumat dan menyimak khotbah sang Imam harus kita jaga dan amalkan apa-apa yang didengar dalam khotbah itu hingga Shalat Jumat berikutnya. Jika kondisinya adalah seperti itu, suatu Jumat hingga Jumat berikutnya akan menyelamatkan seseorang dari keburukan dan juga menjadi sarana pengampunan dosa dari-Nya.

Selanjutnya, dengan mengatakan di hadits ini juga pada kita, “الْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ” ‘al-Jumu’atu ilal Jumu’ah’ – “dari Jumat ke Jumat berikutnya” beliau saw menjelaskan arti pentingnya dan keharusan melaksanakan semua Shalat Jumat. Pun, beliau saw sampaikan pentingnya Ramadhan. Sungguh penting untuk memenuhi haq-haq (kewajiban) Shalat yang diantaranya ialah teguh diatas kebaikan dan secara tetap bersiaga diatas kebaikan itu yang mana itu melindungi manusia dari dosa-dosa. Begitu pula penting untuk memenuhi haq-haq Shalat Jumat secara teratur. Demikian pula mengambil manfaat dari Ramadhan dengan syarat-syarat ini –yang telah Allah tempatkan bagi puasa Ramadhan- menjadi kaffarah atas dosa-dosa dan meningkatkan kebaikan.

Jika kita berniat menapaki jalan-jalan Taqwa maka mau tak mau harus mengikuti hal-hal tersebut. Jika kita berniat meraih kedekatan Ilahi maka mau tak mau harus berpegang teguh atas hal tersebut. Jika kita ingin diampuni dosanya maka mau tak mau harus beramal dengan apa-apa yang telah Allah tuntukan atas kita. Demikianlah, Allah Ta’ala telah memberikan kita bimbingan hidup harian, bulanan dan tahunan yang mana itu semua sangat penting bagi reformasi kerohanian kita. Seseorang yang maju melewati langkah-langkah dan tingkatan-tingkatan  ini akan dianugerahi ampunan Allah Ta’ala dan anugerah-Nya. Telah menjadi lebih jelas dari hal-hal ini perihal pentingnya Jumat. Allah Ta’ala telah menetapkan Ramadhan sebagai sarana untuk menciptakan perbaikan kerohanian di setiap tahun – bukan Jumu’atul Wida. Itu artinya, Dia tidak pernah mewajibkan satu kali Jumat di bulan Ramadhan tiap tahun melainkan mewajibkan seluruhnya di Ramadhan. Karena untuk mencari karunia dan keberkatan hari Jumat, Hadhrat Rasulullah saw bersabda bahwa setiap Jumat merupakan karunia dan sarana untuk memperoleh ampunan.

Setiap Jumat hendaknya menjadi saksi di hadapan Allah Ta’ala bahwa seseorang melewati hari-hari dengan rasa takut pada Allah Ta’ala dan tidak melakukan hal-hal yang membawa kita kepada kemurkaan Allah Ta’ala atau perbuatan yang secara sengaja menjadikan kita dimurkai Allah Ta’ala. Jika seseorang mencapai hal itu maka sesungguhnya Allah Ta’ala memaafkan banyak dari kesalahan kecil dan mengabaikan kekurangan sepele. Jika setiap Jumat menjadi saksi akan hal demikian bahwa hamba tersebut senantiasa berusaha melewati hidupnya dengan rasa takut dan gentang pada Allah.

Begitu pula, jika Shalat-shalat harian [baik fardhu atau nafal] kita laksanakan dengan penuh rasa takut untuk mencari ridha-Nya, mereka akan menjadi saksi untuk mendukung kita. Keadaan tersebut sama dengan keadaan puasa Ramadhan. Inilah yang dimaksud dengan “مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ” ‘Mukaffaraatun maa bainahunna’ – ‘penghapus dosa diantara kedua waktu itu’, yang artinya segala ibadah memberikan saksi untuk mendukung kebenaran kita dan menjadi sarana untuk memperoleh ampunan-Nya.

Seraya menyebutkan keindahan, kepentingan dan keutamaan hari Jumat, Hadhrat Rasulullah saw bersabda, إنَّ مِنْ أفْضَلِ أيَّامِكُمْ يَومَ الجُمُعَةِ ، فَأكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاةِ فِيهِ، فَإنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ. ‘Inna min afdhali ayyaamikum yaumal Jumu’ati, faktsiruu ‘alayya minash shalaati fiihi, fa-inna shalaatakum ma’ruudhun ‘alayya.’ – “Hari Jumat merupakan hari terbaik di antara hari-hari lainnya. Sampaikanlah shalawat sedalam-dalamnya pada hari ini; shalawat yang disampaikan pada hari ini akan dipersembahkan kepadaku.”[6] Perintah mengirim doa shalawat kepada Nabi Muhammad saw adalah perintah tetap dari Allah. Ini perintah-Nya. Sebagaimana perintah bershalawat kepada Nabi saw itu ialah perintah tetap maka berarti itu bukanlah berkaitan dengan pada waktu Nabi saw hidup saja. Tentu ini pun keberkatan hari Jumat lainnya. Tidak disebutkan dimana pun, “Shalawat yang disampaikan pada hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan itulah yang akan dipersembahkan padaku.” Melainkan, setiap hari Jumat. Beruntunglah mereka yang meraih manfaat dari karunia ini dan menjadi pewaris karunia Ilahi dengan termasuk kedalam golongan pengirim doa shalawat.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

Wahai Allah! kirimlah salam sejahtera pada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad saw, sebagaimana Engkau telah mengirim kesejahteraan pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Engkau maha terpuji dan Maha mulia. Wahai Allah! berkatilah pada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati pada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji maha mulia.”

Setiap orang dari kita hendaknya berusaha mencari keberkatan hari Jumat ini. Allah Ta’ala menyatakan, “Penuhilah kewajiban pada hari Jumat seraya memperhatikan keutamaan dan kepentingannya. Kalian mengesampingkan segala jual-beli, pekerjaaan dan kesibukan lainnya demi shalat Jumat demi meraih karunia Ilahi. Hal ini akan memberikan kalian faedah kerohanian. Tapi, karunia materi pun jangan kalian hilangkan. setelah Shalat Jumat, kembalilah kepada urusan pekerjaan dan bisnis kalian dan carilah karunia-Nya.” Di dalam ayat selanjutnya Allah Ta’ala telah berfirman bahwa Dia akan memberkati semua pekerjaan kalian.

Dengan demikian, inilah jaminan dari Allah Ta’ala bahwa semua pekerjaan kalian akan Dia berkati dengan karunia-Nya. Jika kalian meluangkan sedikit pengorbanan waktu diberikan karena Allah Ta’ala pada hari Jumat, Dia akan memberkati bisnis/pekerjaan kalian dan menjadikan kalian peraih karunia-Nya. Jika demi Tuhan, kalian terganggu pekerjaannya, maka Dia adalah yang memperbaiki semua urusan dan Dia memiliki segala kekuatan. Dia akan memperbaiki kerugian materi dan duniawi kalian serta memberkatinya. Bisnis kalian Dia berkati dan jadikan kalian penerima karunia-Nya. Seolah-olah Dia berfirman, “Rezeki dan penghidupan seorang Mu-min pun termasuk karunia dari Allah Ta’ala.” Allah Ta’ala tidak melarang usaha duniawi tetapi menasihati kalian agar memenuhi setiap perbuatan berdasarkan tempat dan waktunya yang tertentu masing-masing.

Oleh karena itu, hendaknya kalian menjadikan usaha kalian guna meraih karunia-karunia ini setelah menunaikan shalat Jumat supaya kalian memperoleh bagian dari rahmat Allah dan karunia-Nya. Tetapi, ingatlah! Janganlah melupakan Allah dalam kerja-kerja duniawi kalian ini, melainkan Dia memerintahkan kalian supaya membasahi lidah kalian dengan dzikr Ilahi pada waktu bekerja tersebut. Tambahan dari itu, lakukanlah pekerjaan dan bisnis duniawi kalian sesuai dengan kehendak Ilahi dan selaras dengan perintah-perintah-Nya. Janganlah ada campuran jenis penipuan, kedustaan dan kemalasan pada yang kalian kerjakan karena jika yang bertentangan dengan kehendak Ilahi itu kalian lakukan maka itu akan mengesampingkan kalian dari dzikr Ilahi dan membuat kalian berdosa. Hendaknya dzikr Ilahi tersebut menyelamatkan kalian dari perilaku buruk tersebut.

Sebagaimana telah saya sampaikan dalam khotbah yang lalu bahwa pada tiap perbuatan kita harus merasa tiap saat Allah Ta’ala tengah melihat kita. Jika ini kita lakukan, itu akan memenuhi kewajiban mengingat Tuhan serta kewajiban terhadap tanggung jawab kita dengan benar. Jika kita ingin menjadikan hari ini sangat penting dalam kehidupan kita maka kita harus menjadikan hari ini sangat penting dengan cara berpikir dan berjanji bahwa kita meninggalkan ibadah Ramadhan baik hari ini maupun besok bukan berarti kita meninggalkan ibadah Shalat Jumat di sepanjang tahun.[7] Jumat selanjutnya akan menjadi penting seperti Jumat pada hari ini.

Sementara itu, hendaknya kita berjanji untuk pada masa datang berusaha menghilangkan kelemahan dan kekurangan kita di masa lalu. Dengan berpikiran demikian, kita tidak akan mengucapkan selamat tinggal pada hari Jumat melainkan mengucapkan selamat tinggal pada keburukan, kelemahan, kekurangan dan kemalasan kita! Dan, kita berusaha senantiasa untuk mencari perlindungan Tuhan guna menjauhkan itu semua dari kita. Inilah makna hakiki meraih keuntungan dari berkat-berkat Ramadhan yaitu kita sambut Ramadhan mendatang dan sekurang-kurangnya tetap dawam mempertahankan kebaikan yang telah kita mendapat taufik melakukannya di Ramadhan tahun ini, jika kita tidak dapat menambahkannya.

Kita hendaknya tidak berpikir untuk mengucapkan ‘widaa’ (selamat tinggal) terhadap hari Jumat dan tidak pula terhadap Ramadhan. Pikiran seperti itu akan membawa kita jauh dari tujuan penciptaan kita. Dan seseorang yang jauh dari tujuan penciptaannya berarti jauh dari ketakwaan dan seseorang yang jauh dari ketakwaan tidak dapat meraih karunia-karunia Allah Ta’ala. Siapa yang berpikir dari segi ini maka seolah-olah ia sendiri membuang-buang sesuatu yang telah ia coba raih selama bulan Ramadhan dan akan kosong dari kesuksesan dan kemakmuran yang telah Allah Ta’ala janjikan dengan datangnya Ramadhan.

Allah Ta’ala telah berfirman dalam ayat-ayat tentang puasa bahwa natijah (hasil) melaksanakan perintah berpuasa dan perintah lainnya adalah tumbuhnya ketakwaan. Pada hari-hari puasa ini, kita perlu merenungkan apakah kita telah meraih hal ini ataukah belum? Atau paling tidak apakah kita telah mengambil langkah ke arah itu? Apakah kita telah berjanji kepada Allah untuk tetap kokoh terhadap apapun yang kita raih selama Ramadhan dan apakah kita akan berupaya semakin bertambah untuk meningkatkannya.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa tahap pertama ketakwaan ialah dengan membaca dan memahami Al-Quran lagi dan lagi lalu membuat daftar mengenai apa-apa yang dilarang olehnya kemudian berusahalah untuk menyelamatkan diri dari itu semua. Dengan pertolongan Ilahi dan karunia-Nya untuk menghindari segala penyakit rohani. Ini merupakan tahapan pertama ketakwaan.[8]

Hanya dengan meninggalkan keburukan saja itu tidaklah cukup untuk meraih ridha Ilahi. Memang, keburukan hendaknya dihindari dan digantikan dengan amalan baik; tidak akan ada ketulusan tanpa hal ini. Seseorang yang bangga karena tidak melakukan suatu keburukan apapun merupakan orang yang bodoh. Islam tidak membawa manusia ke tahapan ini dan kemudian berhenti; pada dasarnya, ketakwaan tersebut menginginkan manusia untuk memenuhi keduanya, yakni, secara sempurna meninggalkan keburukan dan mengamalkan kebaikan dengan ketulusan yang sempurna. Keselamatan tidak dapat diraih tanpa kedua aspek ini.[9] Maka dari itu, Ramadhan ini, Jumat ini dan ibadah kita ini hendaknya membuat kita sadar bahwa sementara pada satu segi kita telah meninggalkan keburukan sebagai tahapan pertama ketakwaan, kita juga harus naik ke tahapan ketakwaan selanjutnya dan memenuhi segala amalan baik dengan ketulusan sempurna.

Pada suatu kesempatan beliau as bersabda bahwa hendaknya kita tidak merasa bangga telah terbiasa terus-menerus dalam mengerjakan Shalat namun setelah Shalat, di dalam masjid kita mulai bercakap-cakap dan mengkritik orang lain atau membicarakan masalah-masalah yang tidak ada kaitannya dengan kebaikan. Jika begitu, kita bahkan tidak akan sampai ke tahapan pertama ketakwaan![10]

Hadhrat Rasulullah saw bersabda bahwa ada suatu masa dalam hari Jumat yang mana doa akan diterima.[11] Kita hendaknya secara khusus berdoa agar kita meninggalkan Ramadhan ini dengan secara utuh melepaskan segala keburukan dan melakukan amal shaleh dengan ketulusan dan sepenuhnya berjalan di atas ketakwaan. Semoga kita dapat memenuhi tujuan kedatangan Hadhrat Masih Mau’ud as dan membawa ajaran Islam yang indah ke seluruh pelosok dunia serta menyampaikan kepada mereka bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang menghubungan manusia dengan Tuhan Yang maha Hidup dan inilah agama yang menarik perhatian kita terhadap cara yang terbaik bagaimana saling memenuhi hak-hak orang lain. Semoga Allah Ta’ala memungkinkan kita untuk melakukan hal ini!

Semoga Allah Ta’ala menghilangkan beban dan kekhawatiran para Ahmadi yang dilanda kesulitan. Semoga Allah Ta’ala memungkinkan umat Muslim untuk mengenal dan mengimani Imam Zaman dan mengobati rasa sakit dan masalah mereka! Semoga Allah Ta’ala menghentikan mereka dari kekejaman yang sedang mereka lakukan atas yang lain sehingga Islam dapat memanifestasikan kemuliaan sejatinya di setiap negara Muslim!

———————————————————————————–

[1] Malfuzhat jilid 2, no. 336.

[2] Sunan at-Tirmidzi, abwaab al-Jumu’ah, bab ma ja-a fi tark al-Jumuah min ghairi ‘udzr (meninggalkan Jumat tanpa alasan yang dibenarkan), 500.

[3] Al-Mu’jam ash-Shaghir karya ath-Thabrani, bab ‘Ha’ man ismuhu Hasan, 129

[4] Sunan Abi Daud, Kitab ash-Shalat, bab al-Jumu’ah lil mamluk wal mar’ah, 1067

[5] Shahih Muslim, Kitab ath-Thaharah, bab ash-Shalawaatul khams wal Jumu’ah ilal Jumu’ah wa ramadhan ilar ramadhan mukaffaraatun, 551 (صحيح مسلم، كتاب الطهارة)

[6] Sunan Abi Daud, Kitab ash-Shalat, bab Tafri’ Abwaabil Jumu’ah, 1047.

[7] Khotbah Jumat 17 Juli 2015 ini adalah tanggal 29 Ramadhan. Akhir bulan.

[8] Malfuzhat jilid 8 h. 376

[9] Malfuzhat jilid 8 h. 377-378

[10] Malfuzhat jilid 8 h. 376

[11] Shahih al-Bukhari, Kitab al-Jumu’ah, no. 935

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.