Khotbah Jum’at
Sayyidina Amirul Mu’minin
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahulloohu Ta’ala binashrihil ‘aziiz [1]
Tanggal 18 Hijrah 1391 HS/Mei 2012
Di Masjid Baitun Noor, Nunspeet,
Holland atau The Netherlands atau Belanda
أَشْهَدُ أَنْ لا إِلٰهَ إلا الله وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فأعوذ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
Dengan karunia Allah Ta’ala pada hari ini Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Belanda sedang dimulai. Sekali lagi Allah Ta’ala memberi taufik kepada saya untuk menghadiri Jalsah Salanah Jemaat Belanda. Sebetulnya sesuai dengan program Jalsah Salanah ini baru akan dimulai pada hari Jum’at yang akan datang. Akan tetapi disebabkan keinginan Jemaat Belanda bagi kehadiran saya dalam Jalsah ini maka setelah diketahui program lawatan saya, pelaksanaan Jalsah Salanah ini waktunya dipercepat satu minggu dan dengan keterangan singkat sekali program ini telah disusun. Tidak diragukan lagi bahwa Belanda adalah sebuah Negara kecil dan Jemaat di sini juga masih kecil maka perubahan waktu ini telah dibuat dengan mudah dan cepat sekali. Akan tetapi perubahan program ini telah tuan-tuan buat dengan lapang dada dan senang hati serta dengan mudah sekali. Timbul masalah mengenai tempat. Tempat yang tersedia sangat kecil dan sempit sedangkan sebuah hall (gedung besar) tempat yang pernah disewa juga tidak dapat diperoleh lagi karena terlalu mendadak. Namun demikian persiapan telah dilaksanakan dengan baik sekali. Akan tetapi mungkin banyak kesulitan dan banyak masalah yang harus dihadapi oleh anda. Jika seandainya terjadi demikian harap dihadapi dengan sabar dan tabah. Pertama saya berharap masya Allah semoga para petugas berusaha sekuat tenaga untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin terhadap semua peserta Jalsah dan membuat suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi mereka. Sekarang ini baik Jemaat kecil ataupun Jemaat besar di berbagai Negara di seluruh dunia dengan karunia Allah Ta’ala telah mempersiapkan para petugas dan tim panitia untuk Jalsah Salanah ataupun untuk ijtima-ijtima demi melakukan pengkhidmatan dengan sukarela dan penuh ikhlas tanpa pamrih. Setiap waktu mereka siap untuk melayani keperluan para tamu. Para tamu Hadhrat Masih Mau’ud as adalah mereka yang diundang oleh Nizam yang telah dibentuk oleh beliau as sendiri. Oleh sebab itu para petugas dan panitia Jalsah Salanah melayani mereka dengan rasa tanggung jawab dan penuh ikhlas. Semoga Allah Ta’ala selalu memberi taufik kepada semua petugas dan semua panitia Jalsah untuk melaksanakan tugas mereka dengan penuh ikhlas dan tanpa pamrih dan semoga Dia melimpahkan ganjaran yang terbaik bagi mereka. Jika terdapat kelemahan atau kekurangan dalam pengkhidmatan mereka semoga Allah Ta’ala menutupinya dengan Rahmat-Nya. Para tamu serta semua yang hadir didalam Jalsah ini harus berusaha meraih maksud dan tujuan Jalsah yang telah dijelaskan sendiri oleh Hadhrat Masih Mau’ud as tanpa menghiraukan kelemahan-kelemahan mereka. Maksud serta tujuan itu tiada lain sama dengan maksud dan tujuan baiat. Setelah menyatakan baiat pada umumnya manusia lupa terhadap tujuan baiat itu disebabkan terlalu sibuk dengan urusan dunia. Oleh sebab itulah Allah Ta’ala telah menyatakan perlu sekali memberi nasihat berulang kali kepada manusia. Nasihat itu sangat memberi faedah kepada manusia yang di hatinya terdapat iman. Allah Ta’ala berfirman, فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ “Sesungguhnya nasihat itu sangat bermanfaat bagi orang-orang mu’min.” (Adz-Dzaariyyat, 51:56).
Jadi, Jalsah ini juga diadakan untuk memberi nasihat atau memberi ingat kepada orang-orang mu’min atau Jalsah ini diadakan di tiap tempat di dunia. Dengan kata lain Jalsah ini diadakan untuk mengingatkan orang-orang yang telah baiat kepada Imam zaman ini agar mereka selalu ingat kepada janji-janji baiat mereka. Jika kelemahan-kelemahan sudah timbul disebabkan kesibukan urusan-urusan duniawi maka mulailah sekarang mendengarkan nasihat-nasihat dan wejangan-wejangan dan sambil mendengarkan pidato-pidato itu perhatikanlah keadaan iman anda masing-masing. Dan dengan bertemu bersama teman-teman yang lain berusahalah meraih kesan-kesan kebaikan dari mereka. Dan jauhkanlah keburukan-keburukan yang mungkin terdapat pada diri anda. Harus selalu diingat bahwa sepanjang berlangsungnya acara-acara Jalsah sama sekali jangan memusatkan perhatian terhadap kesibukan urusan pribadi anda. Semua program berapapun banyaknya harus didengar dengan penuh perhatian dan setelah usai mendengar program-program pun anda harus berusaha melawatkan waktu didalam kesibukan berdoa dan zikir Ilahi. Harus senantiasa menyadari bahwa didalam lingkungan ruhaniah selama tiga hari Jalsah ini kita sedang memperbaharui perjanjian baiat kita, supaya iman kita semakin bertambah kuat dan ketaqwaan kita semakin maju. Untuk meraih itu semua kita harus ingat kepada nasihat Hadhrat Masih Mau’ud as berikut ini, beliau as bersabda,
”Semua mukhlisin (orang-orang yang tulus-ikhlas) yang telah masuk dalam silsilah baiat terhadap hamba yang lemah ini hendaklah jelas bahwa tujuan baiat itu tiada lain agar kecintaan terhadap dunia menjadi dingin sedangkan kecintaan kepada Maula Karim (Tuhan Yang Mulia) dan Rasul Maqbul saw menjadi unggul didalam kalbu kita dan ditimbulkan keadaan inqitha (pemutusan hubungan dengan selain-Nya yang menghalangi menapaki jalan-Nya) sehingga dengannya perjalanan ke akhirat tidak dirasakan makruh (merasa benci atau terpaksa, sebaliknya terasa menyenangkan).” [2]
Oleh sebab itu setiap orang dari antara kita harus ingat bahwa Jalsah ini harus menjadi sarana untuk meraih martabat itu. Jalsah ini harus dapat merubah sikap lebih mantap agar dalam kehidupan kita selalu mendahulukan urusan agama diatas urusan duniawi. Kecintaan terhadap Allah Ta’ala dan terhadap Rasul-Nya dapat mengungguli semua kecintaan apabila kita tahu apakah yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala dari kita? Apa yang diinginkan oleh Rasul dari kita? Dan lagi, maksudnya bukan hanya kita tahu apakah yang dikehendaki oleh Tuhan dan Rasul-Nya dari kita? Bahkan, setelah kita mengetahui hal-hal itu kita harus beramal atas dasar hal itu dan untuk meraih posisi demikian kita harus berusaha sekuat tenaga dan terus-menerus. Dan apabila kita sudah mengamalkan semua perkara itu maka barulah akan timbul perubahan didalam diri kita sehingga perjalanan ke akhirat itu tidak dianggap menyusahkan. Pada suatu hari setiap orang pasti akan berpisah meninggalkan dunia fana ini. Alangkah bahagianya orang yang meninggalkan dunia dan menghadap Allah Ta’ala dalam keadaan Dia ridha dan cinta kepadanya.
Maka setiap orang dari kita harus menaruh perhatian penuh untuk berjalan diatas kebaikan-kebaikan dan menghindar dari keburukan-keburukan. Selanjutnya saat itu akan timbul keinginan keras didalam hati untuk menjauhi keburukan-keburukan tatkala ia telah meyakini, “Pada suatu hari saya akan hadir dihadapan Allah Ta’ala dan di sana akan ditanya tentang amal perbuatan saya.” Allah Ta’ala berfirman didalam Alqur’an, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ‘yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullooha wal tanzhur nafsum maa qaddamat lighadiw wat taqullooha innallooha khabiirum bimaa ta’maluun’ – “Hai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan setiap jiwa harus memperhatikan, apa yang akan dia persiapkan untuk hari esok. Bertaqwalah kamu kepada Allah. Apa saja yang kamu kerjakan Allah sangat mengetahuinya.” (Surah Al Hasyr, 59:19).
Di sini Allah Ta’ala telah menjelaskan secara terbuka bahwa iman kamu baru akan sempurna apabila kamu menjadi milik Allah Ta’ala secara murni dan berusaha menjadi orang bertaqwa kepada-Nya. Dan taqwa itu akan diraih oleh seorang mu’min sejati apabila ia memperhatikan apa yang akan dia bawa bagi bekal di alam [akhirat] nanti. Usaha apa yang dia lakukan bagi kehidupan hakiki dan abadi disana. Bagi keperluan hidup di dunia manusia pasti berusaha, kesana-kemari mencari pekerjaan, dengan giat dan rajin melakukan perniagaan, berusaha keras untuk mengumpulkan harta kekayaan, berusaha banting tulang untuk menyediakan dana dan perlengkapan bagi pendidikan anak-anak, banyak sekali usaha dilakukan untuk kepentingan duniawi. Untuk meraih semua keperluan duniawi itu doa-doa juga dipanjatkan karena yakin akan memperoleh hasil, atau meminta pertolongan doa kepada orang lain juga. Setiap hari banyak sekali surat yang saya terima dari orang-orang memohon doa untuk urusan duniawi mereka. Banyak juga diantaranya yang memohon doa untuk urusan duniawi namun mereka sendiri tidak menunaikan shalat penuh lima waktu setiap hari. Jika menunaikan shalat juga mereka cepat-cepat menunaikannya. Namun demi memohon doa mereka menulis surat dengan nada yang sangat memilukan hati bahkan mengerikan sekali dan itupun demi memperoleh barang-barang duniawi belaka. Pendeknya akan saya terangkan kemudian betapa pentingnya doa-doa itu. Kembali lagi kepada masalah semula bahwa untuk kepentingan duniawi manusia banyak sekali melakukan usaha-usaha sangat keras dan sebagai seorang Ahmadi ia menyatakan pula, “Saya telah beriman kepada Imam Zaman ini yang telah membuat iman saya bercahaya kembali.” Akan tetapi ia tidak memperoleh standar taqwa ataupun ia tidak berusaha untuk meraih taqwa, yang merupakan keharusan bagi setiap orang muslim Ahmadi. Allah Ta’ala tidak akan menanyakan tentang kemajuan duniawi kalian melainkan Dia berfirman, “Bertaqwalah kepada-Ku dan perhatikanlah untuk kehidupan hari esok, untuk kehidupan yang kekal abadi yang akan dimulai setelah kamu meninggalkan dunia ini, untuk keperluan hidup disana apa yang telah kamu persiapkan?” Penghasilan kehidupan dunia, berapapun banyaknya saldo uang mengendap di bank, kekayaan harta duniawi, anak-anak dan saudara-saudara kandung dan semua kaum keluarga, semuanya akan ditinggalkan diatas dunia ini. Sedikitpun Allah Ta’ala tidak akan bertanya tentang perkara itu semua. Yang akan ditanyakan adalah, amal baik atau amal saleh yang telah Aku perintahkan untuk melaksanakannya berapa banyak yang telah kamu amalkan? Berapapun banyaknya amal saleh yang telah dilaksanakan, atau berapapun banyaknya amal saleh telah dikerjakan demi meraih keridhaan Allah Ta’ala, pekerjaan apapun yang telah dilakukan atas dasar taqwa, sampai batas manapun hak-hak Allah Ta’ala dan hak-hak sesama manusia telah dilaksanakan, semuanya akan tercatat disisi Allah Ta’ala. Maka Allah Ta’ala berfirman, Semua amal itu tidak akan sampai kepada-Ku melainkan hanyalah taqwa yang sampai kepada-Ku. Oleh sebab itu perhatikanlah selalu hal ini bahwa apapun yang kamu kerjakan baik dengan maksud untuk memenuhi kewajiban terhadap hak-hak Allah Ta’ala atau amal perbuatan yang berkaitan dengan hak-hak sesama makhluk Allah Ta’ala, amal apapun hendaknya dilakukan atas dasar taqwa yang murni, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Setiap jiwa harus memperhatikan, apa yang akan dia persiapkan untuk hari esok.” Itulah semua amal yang akan diterima di sisi Allah Ta’ala. Pekerjaan apapun yang dilakukan oleh seorang hamba yang didasarkan atas taqwa ganjarannya pasti diperoleh dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala tidak dapat ditipu. Allah Ta’ala mengetahui niyat kita dan amal perbuatan yang kita lakukan. Dia mengetahui nilai amal perbuatan kita dan mengetahui niat yang terkandung di dalam hati kita. Itulah sebabnya Hadhrat Rasulullah saw bersabda, “Semua amal perbuatan manusia tergantung kepada niat-niatnya.” Maka perbuatan kita yang diterima di sisi Allah Ta’ala adalah yang dilakukan dengan niat yang baik dan dilakukan dengan perasaan taqwa di dalam hati. [3]
Perkara yang paling penting dalam memenuhi hak-hak Allah Ta’ala adalah shalat. Allah Ta’ala telah menentukan syarat kedua yang paling penting setelah beriman kepada-Nya adalah mendirikan shalat. Namun ditempat lain didalam Alqur’an Allah Ta’ala telah memberi peringatan dan ancaman yang sangat keras sekali terhadap orang-orang yang mengerjakan shalat dengan firman-Nya: فَوَیۡلٌ لِّلۡمُصَلِّیۡنَ ۙ ‘fawailul lil mushalliin’ – “Celakalah orang-orang yang menunaikan shalat.” (Surah Al-Maa’uun, 108: 5) Artinya orang-orang yang menunaikan shalat namun tidak melaksanakannya dengan sungguh-sungguh, tidak disertai dengan taqwa. Allah Ta’ala Yang ‘Alimul Ghaib, Dia mengetahui sepenuhnya dengan keadaan bagaimana shalat itu dikerjakan oleh hamba-Nya. Dia mengetahui segala sesuatu. Dia mengetahui keadaan shalat yang dilakukan oleh hamba-Nya. Shalat yang kosong dari taqwa Dia tolak dan Dia kembalikan lagi kepada pelakunya. Jadi, setiap orang harus menunaikan shalatnya dengan taqwa artinya penuh rasa takut kepada Allah Ta’ala. Sebab Allah Ta’ala telah menyatakan shalat itu adalah maksud dan tujuan dari kehidupan manusia. Untuk meraih maksud itu shalat harus dikerjakan dengan tekun dan penuh perhatian. Allah Ta’ala berfirman, وَ مَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَ الۡاِنۡسَ اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡنِ ‘wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buuun’ – “Tidaklah Kami menciptakan manusia dan jin melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyaat, 51:56)
Dan lagi, Hadhrat Rasulullah saw bersabda, “Shalat adalah sumsum (pati sari) dari pada Ibadah.” [4] Sebagaimana telah saya terangkan bagaimana kerasnya usaha orang-orang dunia untuk mencari harta dunia, betapa rajin dan semangat, berapa hebat mereka menahan sabar menghadapi kesulitannya, dan berapa banyak berpikir demi urusan dunia sehingga kesehatan mereka rusak binasa, apabila kecelakaan menimpa harta kekayaan milik mereka kadangkala mengakibatkan mereka shocked dan langsung sakit jantung. Kebanyakan orang menjadi putus asa setelah menghadapi kegagalan usahanya sehingga menghambat seluruh kehidupannya. Semua kesibukan dilakukan demi kehidupan duniawi semata. Padahal jika diperhatikan dengan seksama, kehidupan manusia yang aktif hanya sampai 60 atau 70 tahun. Setelah melewati umur itu pada umumnya manusia menjadi lemah dan kehidupannya tidak aktif lagi. Akhirnya keperluan hidup mereka menjadi tanggungan anak-anak atau tanggungan orang lain. Di negara-negara Barat anak-anak tidak mau mengurus orang tua mereka, kebanyakan orang tua mereka dititipkan di rumah-rumah jompo (di rumah-rumah penampungan orang sudah tua) dan famili atau anak-anak mereka menengok seminggu sekali dan dengan cara demikian mereka merasa telah berbuat ihsan terhadap orang tua mereka. Sekarang tidak ada lagi yang bertanya tentang orang-orang tua mereka itu. Semua kehidupan mereka bergantung kepada belas kasih orang lain. Jadi setelah manusia sampai kepada tahap umur demikian, bagi yang betul-betul beriman dan yakin terhadap Zat Allah Ta’ala, mereka ingat kepada Allah Ta’ala, pikiran mereka tercurah terhadap kehidupan dialam akhirat, mereka sendiri berdoa dan memohon bantuan doa juga kepada orang lain untuk memperoleh akhir hayat yang baik. Akan tetapi orang mu’min sejati jauh sebelum sampai ketahap umur seperti itu berusaha keras untuk mencapai akhir hayat yang baik. Dan mereka berusaha keras demi mencapai maksud dan tujuan asas kehidupan mereka dengan menunaikan hak dan kewajiban ibadah. Daya tarik kehidupan dunia, warna-warni kemewahan dunia tidak membuat mereka lalai beribadah kepada Allah Ta’ala. Hal itu semua tidak membuat mereka lalai menunaikan shalat.
Sungguh merupakan karunia Allah Ta’ala semata kepada orang-orang Ahmadi yang telah berumah tangga; jika salah seorang dari pasangan suami istri tidak menunaikan hak-hak ibadah maka yang lainnya berusaha mengingatkan untuk menunaikan hak-hak ibadah. Banyak orang di waktu mulaqat dan juga melalui surat-surat menyampaikan permohonan agar didoakan; seorang istri [memohon] untuk suaminya atau seorang suami [memohon] untuk istrinya yang tidak menaruh perhatian terhadap shalat supaya ia menaruh perhatian terhadap shalat. Umumnya, kaum wanita yang banyak mengatakan [melaporkan keluhan untuk suaminya]. Di satu pihak memang merupakan satu kegembiraan dimana kaum wanita lebih banyak menaruh perhatian terhadap kewajiban shalat sebab dari mereka dapat diharapkan untuk mendidik anak-anak mereka agar memahami kewajiban shalat dan dapat memberi tarbiyyat kepada mereka sebagaimana mestinya. Di pihak lain menjadi bahan pikiran juga, laki-laki yang telah dijadikan qawwaam artinya pelindung (penegak) bagi keluarga, ia malas mengerjakan shalat. Allah Ta’ala telah menjadikan mereka pemimpin dan pelindung keluarga yang harus menjadi contoh. Jika suami tidak berusaha meraih kedudukan itu, yang menjadi maksud dan tujuan kehidupan manusia, bagaimana anak-anak mereka akan dapat mengambil contoh darinya? Biasanya anak yang paling besar apabila sudah meningkat dewasa melihat bapaknya sendiri tidak mengerjakan shalat, dan apabila ibunya mengingatkan dia untuk mengerjakan shalat, mereka akan berkata, “Mengapa kami harus mengerjakan shalat?” Maksudnya, “Ayah sendiri tidak mengerjakan shalat, mengapa kami harus mengerjakannya?” Shalat yang merupakan sumsum (intisari) dari pada ibadah, cara untuk menunaikan haknya yang tepat adalah dengan berjamaah. Jika rumah tinggal jauh dari Masjid atau jauh dari Central Shalat (pusat shalat) maka shalat secara berjamaah harus dilaksanakan di rumah-rumah. Supaya rumah itu penuh dengan berkat-berkat shalat dan supaya karunia Allah Ta’ala turun di rumah itu. Mendirikan shalat [berjamaah] ini telah diperintahkan secara khusus (istimewa) kepada kaum laki-laki. Yang dimaksud dengan mendirikan shalat adalah shalat-shalat harus dikerjakan berjamaah kecuali keadaan terpaksa [baru bisa dilakukan sendiri].
Maka selama Jalsah Salanah ini berlangsung untuk tiga hari saja demi kemajuan ruhani, akhlaqi dan ‘ilmi (ilmu pengetahuan) sesuai dengan program yang telah disusun, kebanyakan dari para peserta menunaikan shalat-shalat berjamaah dan shalat tahujjud juga. Maka jadikanlah hal itu sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari secara dawam dan terus-menerus. Barulah dengan itu akan dapat melangkah diatas jalan taqwa dan akan dapat meraih maksud dan tujuan dari diselenggarakannya Jalsah Salanah ini. Sambil mengumumkan maksud dan tujuan Jalsah Salanah Hadhrat Masih Mau’ud as telah menyatakan sangat penting sekali menaruh perhatian terhadap taqwa dan berusaha untuk meraihnya. Beliau bersabda,
“Rundukkanlah hati kalian secara menyeluruh terhadap akhirat (yaitu mereka yang ikut serta dalam Jalsah), timbulkanlah rasa takut kepada Tuhan, jadilah teladan bagi orang lain dalam hal zuhud, taqwa, cinta kepada Tuhan, pencegahan diri dari keburukan, kelemah-lembutan hati, persaudaraan dan dalam hal saling mencintai antara satu dengan yang lain; dan timbulkanlah didalam hati sifat merendahkan diri, lemah lembut dan berkata lurus. Bersemangatlah untuk mengkhidmati agama.” [5]
Jadi, yang pertama beliau terangkan adalah runduklah (condongkanlah hati) secara sempurna kearah hari akhirat. Itulah maksud perintah Alquranul Karim, “Apa yang telah kamu kirimkan untuk bekal hari esok. Banyak-banyaklah menaruh perhatian kearah Hari Akhirat bukan berpikir terlalu banyak bagi kehidupan di alam dunia ini.” Suasana kehidupan seperti itu akan timbul apabila taqwa sudah tertanam didalam hati. Jika taqwa ini ada maka hati akan mulai condong kepada Tuhan dengan disertai rasa takut. Dimana huquuqullah (hak-hak Allah) ditunaikan maka huquuqul ‘ibaad (hak-hak hamba-hamba-Nya) juga akan dapat dipenuhi atau akan berusaha untuk memenuhinya. Selanjutnya beliau as telah menyatakan sangat penting bahwa untuk memenuhi huquuqul ‘ibaad itu timbulkanlah cinta-kasih terhadap sesama yang lain dan rasa persaudaraan di hati sanubari. Namun tidak cukup hanya cinta-kasih dan rasa persaudaraan sesama yang lain melainkan harus menegakkan kesan-kesan baik di tengah-tengah masyarakat juga. Sifat lemah-lembut, merendahkan diri dan kebaikan kalian serta perhatian kalian terhadap kepentingan orang lain harus demikian tinggi nilainya sehingga orang-orang lain (ghair Ahmadi) akan berkata, “Orang-orang Ahmadi ini betul-betul berbeda dengan masyarakat dunia lain. Jika seseorang ingin melihat teladan dalam memenuhi huquuqullah dan huquuqul ‘ibaad maka perhatikanlah orang-orang Ahmadi.”
Selanjutnya beliau as bersabda, ”Berusahalah bersemangat untuk kegiatan-kegiatan agama.” Diantara kegiatan agama untuk penyebaran agama juga ada pengorbanan harta, perhatian dan juga usaha untuk pembangunan masjid-masjid dan program pertablighan juga yang untuk melaksanakan program itu setiap Ahmadi memberikan waktunya masing-masing.
Jadi, setelah datang menghadiri Jalsah Salanah kemudian kita menyimak pidato-pidato dalam berbagai topik kemudian dengan menyimaknya itu lalu timbul perhatian untuk meraih maksud-maksud (tujuan) kita duduk-duduk [di Jalsah ini], maka hal itu harus kita jadikan bagian dari kehidupan kita secara kekal. Maka setiap Ahmadi dimana menghadiri Jalsah hendaknya ia meningkatkan keadaan mutu imannya, dan menyempurnakan kewajiban-kewajiban terhadap Allah Ta’ala lainnya dan juga memenuhi hak-hak sesama manusia dan perhatikanlah juga untuk memenuhi hak-hak lingkungan masyarakat sekitar. Jika terdapat hubungan yang tidak harmonis dengan sesama teman hendaknya dapat dijauhkan berkat dari menghadiri Jalsah itu. Seolah-olah maksud-maksud luhur dari menghadiri Jalsah ini baru dapat diraih apabila kita berjanji untuk menjauhkan setiap jenis keburukan atau kita berusaha untuk menjauhkannya. Kita penduduk yang tinggal di lingkungan masyarakat dimana banyak sekali manusia yang mengingkari wujud Allah Ta’ala. Mereka menganggap dunia adalah segala-galanya bagi mereka. Dan untuk menghasilkannya mereka berusaha menggunakan setiap kesemapatan dan kemampuan yang ada pada mereka. Tinggal di tengah-tengah lingkungan masyarakat seperti ini, berdiri tegak diatas agama, siap sedia mengorbankan harta milik demi agama, berdiri tegak diatas taqwa, adalah satu pekerjaan yang sangat besar sekali. Oleh sebab itu keadaan demikian dinyatakan sangat penting sekali bagi orang-orang mu’min. Kita dapat menyaksikan banyak sekali manusia yang datang ke negeri Barat ini kemudian menghilang dalam glamour kemewahan dan dalam dekadensi moral Bangsa ini. Kebanyakan amal perbuatan yang hakikatnya amal perbuatan setani, yakni mayoritas amal manusia dinegara-negara Barat ini merupakan amal-amal perbuatan setani yang menjadi daya tarik bagi para pendatang baru ke negeri ini. Para pendatang baru yang lemah iman dan mudah terpengaruh menganggap bahwa mungkin rahasia kemajuan kita berada dibalik tabir ini, kami harus mengikuti jejak langkah orang-orang ini dan agama ditinggal di belakang dan urusan dunia ini didahulukan. Padahal didalam itu semua tidak ada bahan kemajuan sedikitpun bahkan sebaliknya hanyalah kegagalan dan kehancuran. Allah Ta’ala berfirman فَاتَّقُوا اللّٰہَ یٰۤاُولِی الۡاَلۡبَابِ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ ’fattaqullooha yaa ulil albaabi la’allakum tuflihuun’ – “Berusahalah untuk bertaqwa kepada Allah hai orang-orang berakal! Supaya kamu memperoleh kemenangan.” (Al-Maidah, 5:101).
Di sini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa kemenangan itu dapat diraih oleh orang-orang yang bertaqwa. Dan dijelaskan bahwa orang-orang berakal adalah mereka yang tidak menganggap segala-galanya terhadap keinginan duniawi yang sifatnya sementara itu. Keinginan-keinginan terhadap duniawi dianggap sedikitpun tidak ada nilainya. Dan tidak membiarkan kehidupan sejatinya hancur karena keinginan-keinginan duniawi itu. Orang-orang berakal adalah mereka yang mendahulukan kepentingan agama diatas kepentingan dunia. Orang-orang yang menganggap kehidupan dunia ini lebih utama dari segalanya mereka telah membinasakan asas tujuan kehidupan mereka sendiri. Orang yang telah menghancurkan kehidupan yang sejati itu dia tidak dapat dikatakan orang berakal. Yang dikatakan orang berakal adalah mereka yang mengorbankan barang-barang kecil demi meraih barang-barang yang lebih besar. Jadi orang berakal adalah dia yang mengorbankan dunianya demi meraih keridhaan Allah Ta’ala. Hal inilah yang harus dijadikan maksud utama dalam kehidupan orang mu’min sejati. Bagaimanakah cara untuk meraihnya? Allah Ta’ala berfirman وهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ‘wa haadzaa kitaabun anzalnaahu mubaarakun fattabi’uuhu wattaquu la’allakum turhamuun’ – “Dan inilah Kitab Alqur’an yang Kami telah menurunkannya dengan penuh berkat, maka ikutilah dia dan bertaqwalah supaya kamu dikasihani (dirahmati).” (Al An’am, 6:156).
Jadi, jika kita ingin menjadi pewaris karunia Allah Ta’ala kita harus mengikuti hukum-hukum Alquranul Karim yang telah ditegaskan oleh Allah Ta’ala kepada kita. Dengan mengikutinya itu akan terbuka jalan taqwa bagi kita. Sebagai natijahnya Allah Ta’ala berfirman “Allah Ta’ala akan selalu mengasihani kamu. Maka semua keraguan kamu akan sirna.” Sebab perkataan مُبَارَكٌ mubarakun didalam ayat tersebut diatas maksudnya adalah bukan hanya setiap mendapat barang yang penuh berkat itu dari Allah Ta’ala bahkan setiap waktu barang itu semakin meningkat dan bertambah terus-menerus. Itulah bukti kasih sayang Allah Ta’ala. Jika untuk meraih keridhaan-Nya manusia berbuat satu kebaikan maka Allah Ta’ala berfirman, “Akan Aku balas dengan sepuluh kali lipat kebaikan. Bahkan Aku balas sampai 700 kali lipat ganda. Tidak hanya sejumlah itu bahkan Aku balas lebih banyak lagi dari itu.”
Jadi, perhatikanlah bagaimana orang-orang yang bertaqwa itu menikmati buah-buah amal mereka. Dan dari sebuah amal saja berapa kali lipat ganda dinikmati buahnya. Seakan-akan seluruhnya dinikmati. Maka setiap orang dari kita harus berusaha mengikuti dan mengamalkan hukum-hukum Alqur’anul Karim. barulah kita akan dapat dikatakan orang-orang yang melangkah diatas jalan taqwa.
Dalam menjelaskan taqwa Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda,
”Seluruh kecantikan (keindahan) rohani manusia terletak pada langkah-langkah diatas semua jalan yang halus dari pada taqwa. Jalan-jalan taqwa yang halus adalah gambaran kecantikan ruhani yang sangat lembut. Dan jelaslah bahwa sedapat mungkin manusia harus menyambut perintah dan menepati janji-janji iman terhadap Allah Ta’ala dan seluruh kekuatan dan tenaga dari ujung rambut sampai ujung jari kaki dengan indra yang zahir diantaranya kedua belah mata, telinga, tangan, kaki dan indra-indra lainnya serta indra batin seperti jantung hati dan kekuatan-kekuatan lainnya, begitu juga akhlak, sesuai dengan kekuatan dan kepentingannya harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan harus menjaga diri dari tempat-tempat yang terlarang dan selalu siaga terhadap ranjau dari serangan-serangan setan secara tersembunyi.” [6]
Itulah pelaksanaan hak-hak Allah Ta’ala, yang hukum-hukumnya telah diberikan oleh Allah Ta’ala dan janji-janji yang telah dinyatakan kepada Alllah Ta’ala setiap waktu harus ditepati dan dilaksanakan melalui seluruh anggota badan. Misalnya tangan bekerja untuk melaksanakan perintah Tuhan, untuk menjaga diri dari semua perbuatan buruk. Kaki dipergunakan untuk berjalan ke suatu arah kebaikan yang untuk melakukannya telah diperintah oleh Allah Ta’ala. [7]
Maka setiap langkah orang yang menuju masjid untuk menunaikan shalat berarti ia menunaikan hak-hak Allah Ta’ala. Begitu juga kemampuan besar ataupun kecil yang terpendam didalam fitrat manusia mempunyai hak kewajiban untuk dipergunakan dijalan Allah Ta’ala. Dan harus berusaha menyelamatkan diri dari pada ranjau godaan-godaan setan. Harus siap-siaga menghadapi kemungkinan serangan-serangan setan seperti ranjau tersembunyi. Setiap waktu harus waspada bagaimana setan itu melakukan serangannya.
Selanjutnya beliau menasihatkan agar kita menaruh perhatian penuh terhadap huquuqul ‘ibaad. Itulah cara-cara yang mempunyai kaitan dengan semua keindahan ruhani manusia. Didalam Alquranul Karim Allah Ta’ala telah memberi nama taqwa itu libaas (pakaian). Maka لِبَاسُ التَّقْوَى libaasut taqwa ini adalah pekataan Alquranul Karim, yang mengisyarahkan bahwa karena taqwa-lah keindahan dan kecantikan ruhani itu tercipta. Dan taqwalah yang sedapat mungkin manusia harus menaati perintah dan menepati janji-janji iman terhadap Allah Ta’ala, demikian juga sedapat mungkin menaati perintah dan menepati janji-janji iman terhadap sesama makhluk.” [8]
Yakni semua kewajiban berkenaan dengan huquuqul ‘ibaad harus berusaha memenuhinya sampai yang sekecil-kecilnya sesuai kemampuan. Bagi orang-orang bisnis, dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari janji apapun yang dilakukan atau persetujuan apapun yang telah disepakati harus dipenuhi dengan sempurna. Jika bersangkutan dengan pekerjaan sendiri maka penuhilah dengan jujur dan adil. Jika sebagai seorang pelajar maka penuhilah kewajiban belajar disamping memenuhi kewajiban ibadah kepada Allah Ta’ala. Jadi, orang yang setiap waktu selalu menunaikan hak kewajiban itulah yang dapat disebut orang yang berjalan diatas taqwa. Selanjutnya beliau as bersabda, “Untuk menjadi muttaqi perlu sekali menjauhkan diri dari akhlak-akhlak buruk yang besar seperti zina, mencuri, merampas hak orang, munafiq, ria, takabbur, menghina, kikir dan sebagainya.”
Maksudnya keburukan-keburukan yang besar seperti zina, mencuri dan keburukan besar lainnya misalnya kedekut (kikir), takabbur dan riya semua ini harus dihindari oleh manusia. Keburukan kecil-kecil lainnya juga harus dihindari. Bahkan bukan hanya menghindarinya melainkan harus meningkatkan kualitas akhlak juga. Akhlak baik yang sudah dimiliki harus terus ditingkatkan. Tampillah di hadapan orang lain dengan perangai simpati, sopan santun dan dengan akhlak yang terpuji. Dan tunjukkanlah sifat ketaatan dan kesetiaan sejati dihadapan Allah Ta’ala. Carilah kesempatan-kesempatan untuk berkhidmat terhadap agama. Yakni, selain memenuhi hak-hak Allah Ta’ala hendaknya ia harus berusaha melakukan pengkhidmatan terhadap agama juga yang kedudukannya sangat tinggi dan patut dipuji. Dengan semua akhlak itulah manusia dapat dikatakan muttaqi. Orang yang memiliki semua akhlak itu menjadi orang muttaqi yang sejati. Jika satu macam saja akhlak terdapat pada diri seseorang maka ia tidak dapat dikatakan orang muttaqi. Banyak sekali akhlak, banyak sekali amal saleh dan banyak sekali kebaikan, jika terdapat dua atau tiga macam saja didalam diri seseorang maka ia tidak dapat dikatakan seorang Muttaqi yang sempurna. Beliau as bersabda, “Seseorang dapat menjadi muttaqi yang hakiki apabila semua akhlak itu terdapat pada dirinya. Musnahkanlah hal-hal tidak baik yang terdapat pada diri kalian kemudian berusahalah menerapkan akhlak yang tinggi. Dan terapkanlah setiap akhlak yang baik pada diri kalian. Barulah kalian dapat dikatakan orang Muttaqi.” Beliau bersabda lagi, “Jika seseorang memiliki hanya beberapa jenis akhlak baik dia tidak akan disebut Muttaqi, selama tidak terdapat akhlak fadillah secara keseluruhan pada dirinya. Bagi orang muttaqi sejati Allah Ta’ala berfirman, وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ “Maka tidak ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati.” (Al ‘Araf ayat 36). Setelah itu Allah Ta’ala bersama dia dan menjadi Pelindungnya. Seperti firman-Nya, وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ ‘wa huwa yatawallash shaalihiin’ – “Dan Dia melindungi orang-orang saleh.” (Al ‘Araf:197). Terdapat riwayat didalam Hadis Syarif, ‘Allah Ta’ala menjadi tangannya dengan mana ia memegang, Dia menjadi matanya dengan mana ia melihat, Dia menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar. Dia menjadi kakinya dengan itu ia berjalan.’ Terdapat juga di dalam sebuah Hadis lain, “Barang siapa yang memusuhi Wali-Ku maka Aku berkata kepadanya, ‘Siapkah kamu berperang melawan-Ku?’ [9] Di satu tempat lagi beliau (Rasulullah saw) bersabda, “Apabila ada orang yang menyerang wali (kekasih) Tuhan maka Tuhan dengan cepat menyambarnya seperti seekor singa betina menyambar mangsa yang akan menangkap anaknya.’” [10]
Jadi, demikianlah kedudukan orang Muttaqi yang harus kita usahakan untuk meraihnya. Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as telah mengingatkan kita bahwa sambil menghadiri Jalsah kita harus menaruh perhatian terhadap pengkhidmatan-pengkhidmatan agama. Sebagaimana telah saya katakan bahwa untuk pengkhidmatan agama dan menablighkan agama kita harus memberikan pengorbanan harta. Kebanyakan yang hadir dalam Jalsah ini berasal dari Pakistan yang hijrah ke sini sebab di Pakistan jangankan mereka menyebarkan agama dan melakukan tabligh sedangkan mengamalkan ajaran agama pun tidak diizinkan. Shalat terbuka secara umum tidak dapat dilaksanakan. Kita menulis Kalimah Syahadah dilarang. Setiap kali kita menulis kalimah Syahadah diatas Masjid kita, polisi datang mendukung para mullah (ulama) untuk menghapus kembali kalimah yang sudah kita tulis itu. Bahkan, sekarang mereka mengincar Masjid-masjid kita yang ada di kota-kota besar. Disebabkan penganiayaan atas dasar agama banyak sekali anggota Jemaat yang hijrah meninggalkan tanah air Pakistan. Baru-baru ini sejumlah besar keluarga Jemaat dari Pakistan telah datang ke Belanda dari Thailand. Mereka telah lama terdampar dengan banyak kesusahan di sana, kemudian melalui bantuan UNO (PBB) kasus mereka telah diselesaikan dan akhirnya mereka berhasil datang sebagai muhajirin ke negeri Belanda ini. Kebanyakan dari mereka yang datang disebabkan menjalani kehidupan yang sangat sulit di Pakistan. Banyak diantara mereka yang datang disebabkan lingkungan yang sangat mencekam karena kekerasan dan penganiayaan pihak penentang Jemaat di Pakistan. Bagaimanapun sekarang para muhajir telah datang dengan selamat ke negeri ini dan tinggal di sini dengan bebas. Oleh sebab itu bagi para anggota Jemaat asal Pakistan yang tinggal di luar negeri, pertama mereka harus banyak-banyak memanjatkan doa bagi para Ahmadi di Pakistan semoga Allah Ta’ala segera merubah keadaan mereka dan mereka segera mendapat kebebasan beragama. Yang kedua, merupakan tanggung jawab yang sangat besar diatas pundak para Ahmadi asal Pakistan yang tinggal di luar negeri, sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, ”Majulah kedepan demi pengkhidmatan agama.”
Belanda sebuah Negara kecil. Di sini ada seorang politisi yang telah banyak berusaha keras menjatuhkan nama baik agama Islam. Jika Jemaat disini memperluas sayap kegiatan tabligh secara tetap maka pasti gambaran yang negatif dan keraguan tentang Islam dapat segera disingkirkan. Bahkan kesempatan dapat diperoleh disini untuk menampilkan ajaran Islam sejati yang cemerlang. Tujuan agung kebangkitan Hadhrat Masih Mau’ud as adalah untuk menyebarkan propaganda syari’at Islam yang dibawa oleh Hadhrat Rasulullah saw, yang tersimpan pada kita dalam bentuk Kitab Suci Alqur’anul Karim. Untuk menyebarkan amanat ini ke seluruh pelosok dunia adalah tanggung jawab kita semua. Untuk itu kita harus berusaha keras dengan penuh semangat. Dengan karunia Allah Ta’ala di negeri ini tinggal berbagai macam bangsa dari seluruh dunia. Diantaranya banyak juga orang-orang Ahmadi. Di sini perlu sekali meningkatkan kegiatan tabligh terhadap bangsa-bangsa itu. Dengan karunia Allah Ta’ala dimanapun diatas dunia ini orang-orang Ahmadi dengan memahami pentingnya kewajiban ini dan dengan menjadi sulthan nasir (kekuatan yang menolong) bagi Hadhrat Masih Mau’ud as, menjadi penyambung tangan Khilafat memperluas kegiatan tabligh, disini dengan karunia Allah Ta’ala Jemaat ini bukan hanya telah dikenal oleh masyarakat bahkan banyak sekali orang-orang yang berhati suci bersih telah tertarik kepada Jemaat Ahmadiyah Islam hakiki. Banyak orang mengatakan bahwa disini orang-orang tidak tertarik terhadap agama. Memang keadaan manusia di negara-negara Eropa ini kebanyakan demikian. Bahkan, di semua negara Barat demikanlah keadaanya. Dapat dikatakan bahwa di semua negara-negara Kristen itu sama keadaannya demikian. Bukan itu saja di negara-negara Muslim juga orang-orang Muslim sendiri hanya tinggal nama saja, banyak yang sudah tidak tertarik lagi terhadap agama. Mereka tidak mempunyai keyakinan penuh terhadap Alah Ta’ala. Jika benar mereka mempunyai keyakinan terhadap Tuhan maka tentu kerusuhan dan kezaliman tidak akan terjadi dimana-mana, para pemimpin mereka juga tidak akan mengambil peranan didalamnya. Bagaimanapun mereka mengatakan bahwa sudah banyak orang Muslim yang tidak tertarik lagi dengan agama dan mereka tidak yakin lagi terhadap Allah Ta’ala. Maka hal itu juga menjadi tanggung jawab kita agar mereka diyakinkan kembali terhadap wujud Allah Ta’ala. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Ikutilah ajaran Alqur’anul Karim dan berusahalah menjadi muttaqi (orang bertakwa).” Jika didalam setiap amal kita sungguh-sungguh mengikuti ajaran Alquran yang sempurna ini maka tentu kita akan menjadi orang muttaqi seperti yang telah dijelaskan sifat-sifatnya diatas oleh Hadhrat Masih Mau’ud as . Teladan kita itulah yang akan menjadi pembuka jalan bagi pertablighan kita. Untuk itu diperlukan perhatian yang khusus dari kita. Jika kita mempunyai perhatian penuh kearah itu maka insya Allah keadaan akan berubah.
Jadi, mencari jalan bagi terbukanya pertablighan juga syaratnya adalah taqwa, yang setiap orang Ahmadi harus berjalan diatasnya. Setelah menyatakan baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud as kita harus selalu ingat kepada perjanjian untuk menciptakan perubahan suci dalam diri kita. Amal-amal kita, usaha-usaha kita, doa-doa kita bisa menjadi sarana penunjuk jalan bagi dunia. Jika tidak selain dari Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud as tidak ada Jemaat atau golongan lain lagi yang mampu menunjukkan ajaran Islam yang sejati.
Maka dengan menghadiri Jalsah Salanah selama tiga hari ini setiap orang Ahmadi harus mengoreksi dirinya masing-masing dan berjanji mulai dari sekarang akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kewajiban terhadap hak-hak Allah Ta’ala dan juga terhadap hak-hak sesama manusia. Selain itu akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi hak-hak kewajiban terhadap masyarakat sekitar dan juga terhadap hak-hak Negara ini yang telah memberi kebebasan kepada kita untuk tinggal di negeri ini. Dan hak-hak kewajiban ini dapat dipenuhi melalui tabligh. Ha-hak ini dapat dipenuhi dengan menyampaikan ajaran Islam yang indah murni. Hak-hak ini dapat dipenuhi dengan menjauhkan keraguan dan salah paham tentang Islam. Maka semua laki-laki, perempuan, para pemuda dan orang-orang tua harus berusaha untuk memenuhi semua hak-hak itu, maka barulah perhatian mereka akan tertuju kepada kita dan barulah akan timbul perubahan besar dikalangan mereka. Untuk itu sibuklah memanjatkan doa maka berkat doa-doa itu Allah Ta’ala akan menunjukkan tanda-tanda-Nya. Banyak sekali pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia oleh sebab itu kita harus banyak berdoa bersama-sama sambil merundukkan kepala dihadapan Allah Ta’ala maka Allah Ta’ala akan memeperlihatkan tanda-tanda-Nya. Dan tanda-tanda-Nya itulah yang akan menjadi sarana timbulnya perubahan besar. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita semua. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada semua yang hadir di Jalsah Salanah ini agar dapat menciptakan perubahan yang suci bersih didalam diri pribadi masing-masing. [aamiin]
Setelah shalat Jum’at saya juga akan memimpin shalat jenazah ghaib untuk seorang pekerja keras, sesepuh yang mukhlis yaitu tuan Nasir Ahmad, ex muhasib (auditor) dan Pengurus Dana Pensiun [Provident Fund] Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan. Setelah mengalami sakit yang cukup lama, beliau wafat tanggal 13 Mei 2012 yang lalu pada usia 74 tahun. Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Dikarenakan sakit pada bagian tulang belakang (punggung) selama beberapa waktu tuan ini istirahat di tempat tidur. Keluarga beliau berasal dari Sikhwan, Gurdaspur, India. Kakek almarhum, Mia Ilahi Bakhsh Sikhwaani ra adalah sahabat Hadhrat Masih Mau’ud as. Ayahanda almarhum, Mukarram Mia Chiragh Din Shahib berbaiat pada tahun 1908 di tangan Hadhrat Khalifatul Masih Awwal dan setelahnya beliau pindah dari Sikhwan untuk tinggal di Qadian. Tuan Nashir lahir di Qadian pada Agustus 1938. Beberapa pendidikan dasar diperolehnya di Qadian lalu setelah hijrah ke Pakistan bersekolah di TI School Chiniot dan lulus Matrik. Selanjutnya meraih pendidikan hingga [mendapat gelar] BA. Semenjak bulan Juni 1956 telah memegang tugas di Shadr Anjuman Ahmadiyah Rabwah di berbagai pos; sebagai panitia, di bagian perbendaharaan, kantor wasiyat, asisten sekretaris majlis Karpardaz dan kemudian pada 1990 menjadi naib auditor (pembantu auditor). Sejak tahun 1993 hingga 2008 memberikan pengkhidmatan terakhirnya sebagai Muhasib Officer Provident Fund. Cukup lama mendapat taufik berkhidmat sebagai Nazim Tanqih Hisaabaat (penelitian atau investigasi akun-akun rekening) di kantor Jalsah Salanah, Rabwah.
Beliau memiliki banyak sekali sifat yang indah (baik, terpuji). Seorang yang rajin dan teratur mendirikan shalat berjamaah bahkan dalam kondisi sakit pun saya (Hudhur ) menyaksikannya di masjid. Rajin bertahajjud, pendoa, suka merendah, murah senyum, setia, peramah terhadap tamu, memperlakukan tetamu dan kawan seiring dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Memiliki ingatan yang kuat. Seluruh anak di mahallahnya (lingkungan RTnya) belajar Alqur’an darinya. Seorang pecinta dan mengikat kuat dengan khilafat. Seorang musi dan telah melunasi semua kewajiban Jaidad beliau. Beliau meninggalkan seorang istri dan dua orang anak perempuan. Semoga Allah Taala memperlakukan almarhum dengan penuh pengampunan dan memberikan maqam (kedudukan) terbaik di dalam surga keridhaan-Nya.
Alihbahasa oleh Mln. Hasan Basri, Shd
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ ‑ وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ‑ عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ ‑ أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
AlhamduliLlâhi nahmaduHû wa nasta’înuHû wa nastaghfiruHû wa nu-minu biHî wa natawakkalu ‘alayHi wa na’ûdzubiLlâhi min syurûri anfusinâ wa min sayyi-âti a-’mâlinâ may-yahdihil-Lâhu fa lâ mudhilla lahû, wa may-Yudhlilhû fa lâ hâdiya lah – wa nasyhadu al-lâ ilâha illal-Lôhu wa nasyhadu annâ muhammadan ‘abduhû wa rosûluHû – ‘ibâdal-Lôh! Rohimakumul-Lôh! Innal-Lôha ya-muru bil‘adli wal-ihsâni wa iytâ-i dzil-qurbâ wa yanhâ ‘anil-fahsyâ-i wal-munkari wal-baghyi ya’idzukum la’allakum tadzakkarûn – udzkurul-Lôha yadzkurkum wad’ûHu Yastajiblakum wa ladzikrul-Lôhi akbar. [11]
“Segala puji bagi Allah Ta’ala. Kami memuji-Nya dan meminta pertolongan pada-Nya dan kami memohon ampun kepada-Nya dan kami beriman kepada-Nya dan kami bertawakal kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah Ta’ala dari kejahatan-kejahatan nafsu-nafsu kami dan dari amalan kami yang jahat. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala, tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang dinyatakan sesat oleh-Nya, maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Dan kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Ta’ala dan kami bersaksi bahwa Muhammadsaw. itu adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai hamba-hamba Allah Ta’ala! Semoga Allah Ta’ala mengasihi kalian. Sesungguhnya Allah Ta’ala menyuruh supaya kalian berlaku adil dan ihsan (berbuat baik kepada manusia) dan îtâ-i dzil qurbâ (memenuhi hak kerabat dekat). Dan Dia melarang kalian berbuat fahsyâ (kejahatan yang berhubungan dengan dirimu) dan munkar (kejahatan yang berhubungan dengan masyarakat) dan dari baghyi (pemberontakan terhadap pemerintah). Dia memberi nasehat supaya kalian mengingat-Nya. Ingatlah Allah Ta’ala, maka Dia akan mengingat kalian. Berdoalah kepada-Nya, maka Dia akan mengabulkan doa kalian dan mengingat Allah Ta’ala (dzikir) itu lebih besar (pahalanya).”
Doa-Doa dari Hadits-Hadits Nabi Muhammad saw [12]
” اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ، وَالْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْغِنَى، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْفَقْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ عَنِّي خَطَايَاىَ بِمَاءِ الثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّ قَلْبِي مِنَ الْخَطَايَا، كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَبَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ ”.
[1] ‘Allahumma a’uudzu bika minal kasali wal harami, wal ma-tsami wal maghrami, wa min fitnatil qabri wa ‘adzabil qabri, wa min fitnatin naari wa ‘adzaabin naari, wa min syarri fitnatil ghinaa, wa a’uudzu bika min fitnatil faqri, wa a’uudzu bika min fitnatil Masihid Dajjaal, Allahummaghsil ‘annii khaathaayaaya bimaa-its tsalji wal barad wa naqqi qalbii minal khathaaya, kamaa naqqaitats tsaubal abyadha minad danas, wa baa’id bainii wa bainaa khaathaayaaya kamaa baa’atta bainal masyriqi wal maghribi.’ – “Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari kemalasan, tua renta, nafsu syahwat, fitnah kubur dan azab kubur, dan dari fitnah Api dan azab Api. Lindungilah aku dari keburukan fitnah (ujian) harta kekayaan duniawi, dari kemiskinan; aku berlindung kepada Engkau dari fitnah Masih ad-Dajjal. Ya Allah, bersihkanlah daripadaku segala kesalahanku dengan air sedingin es dan bersihkanlah hatiku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana kain putih dibersihkan dari segala noda dan jauhkanlah diriku dari segala kekhilafanku sebagaimana Engkau jauhkan antara Timur dan Barat.” [13]
[2] ‘Allahummaghfir lii dzanbii wa wassi’ fii daarii wa baarik lii fiimaa razaqtanii’ – “Ya Allah, ampunilah dosaku, perluaslah untukku tempat tinggalku, dan berkatilah segala hal yang telah Engkau berikan kepadaku.” (al-Jaami’ush Shaghir lis Suyuthi)
” اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ ”.
[3] ‘Allahumma innii a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasali, wal jubni wal harami, wa a’uudzu bika min ‘adzaabil qabri, wa a’uudzu bika min fitnatil mahyaa wal mamaat’ – “Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari keterlantaran/kelemahan, kemalasan, sifat pengecut dan takut akan hari tua. Aku berlindung kepada Engkau dari azab kubur. Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari berbagai ujian hidup maupun maut.’ [14]
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَدُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَؤُلاَءِ الأَرْبَعِ».
[4] ‘Allahumma inni auzubika min qalbin laa yahsya wa min doa’in laa yasma wa min nafsin laa tasba wa min ilmin laa yanfa. Audzubika min haulaa’il arba’ – “Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari hati yang tidak khusyu’ (qalbu yang takabbur dan ketidaktaatan). Aku berlindung dari doa yang tidak makbul dan nafs (jiwa) yang tidak pernah terpuaskan, dan juga dari ilmu yang tak mendatangkan faedah (manfaat). Aku berlindung kepada Engkau dari empat perkara ini.’ [15]
” اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي، إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ”
[5] ‘Allahumma innii zhalamtu nafsii dzulman katsiiraw wa laa yaghfirudz dzunuuba illa anta, faghfirlii maghfiratam min ‘indika warhamni inna antal Ghafuurur Rahiim.’ – “Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat menganiaya diriku sendiri, padahal tak ada wujud lain selain Engkau yang dapat mengampuni dosa. Maka, ampunilah diriku dengan maghfirah Engkau, kasihanilah diriku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [16]
” رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي كُلِّهِ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَايَاىَ وَعَمْدِي وَجَهْلِي وَهَزْلِي، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ، وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ ”.
[6] ‘Rabbighfir lii khathiiatii wa jahlii wa israafii fii amrii kullihi, wa maa anta a’lamu bihi minnii, Allahummaghfir lii khathaayaaya wa ‘amdii wa jahlii wa hazlii wa kulli dzalika ‘indii, Allahummaghfir lii maa qaddamtu wa maa akhakhartu wa maa asrartu wa maa a’lantu antal Muqaddamu wa antal Muakhkhiru wa anta ‘alaa kulli syai-in Qadiir.‘ – “Ya Rabb (Yang Maha Memelihara), maafkanlah segala kesalahanku dan kebodohanku dan segala hal yang berlebihan dalam segala urusanku; dan apa-apa (semua hal) yang Engkau ketahui dari diriku. O Allah, ampunilah segala kekhilafanku, baik yang disengaja maupun tidak. Ampunilah segala kesalahanku yang berada di dalam diriku. Baik yang telah aku perbuat maupun yang belum, baik yang tampak maupun yang tidak. Ampunilah semuanya. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang sanggup memajukan maupun memundurkan. Hanya Engkaulah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [17]
اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ، وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ـ أَوْ ـ لاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ”
[7] ‘Allahumma laka aslamtu wa ‘alaika tawakkaltu wa bika aamantu wa ilaika anabtu wa bika khashamtu wa ilaika hakamtu faghfirlii maa qaddamtu wa maa akhkhartu wa maa asrartu wa maa a’lantu antal muqaddamu wa antal muakhkhiru laa ilaaha illa anta’ – “Ya Allah, aku serahkan diriku sepenuhnya kepada Engkau. Beriman dan hanya mengandalkan wujud-Mu. Aku bersimpuh ke hadapan-Mu dan berdebat dengan berbagai penentangku dengan pertolongan-Mu. Aku serahkan segala perkara kepada-Mu. Maka ampunilah segala dosaku; baik yang telah lalu maupun di masa-masa yang akan datang, baik yang nyata (diketahui diriku dan orang lain) maupun yang tersembunyi (rahasia, tidak diketahui). Engkaulah al-Muqaddam (Yang Mengawali) maupun al-Muakhkhir (Yang Mengakhiri). Tiada yang patut disembah selain Engkau.” [18]
” اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا، وَفِي بَصَرِي نُورًا، وَفِي سَمْعِي نُورًا، وَعَنْ يَمِينِي نُورًا، وَعَنْ يَسَارِي نُورًا، وَفَوْقِي نُورًا، وَتَحْتِي نُورًا، وَأَمَامِي نُورًا، وَخَلْفِي نُورًا، وَاجْعَلْ لِي نُورًا ”.
[8]‘Allahummaj’al fii qalbii nuraw waj’al fii basharii nuuraw, wa fii sam’ii nuraw wa ‘an yamiinii nuuraw wa ‘an yasaarii nuuraw wa fauqii nuraw wa tahtii nuuraw wa amaamii nuuraw wa khalfii nuuraw waj’alnii nuraa.’ – “Ya Allah, tumbuhkanlah/ciptakanlah/adakanlah nuur dalam hatiku; ciptakanlah cahaya dalam penglihatanku; ciptakanlah cahaya dalam pendengaranku; ciptakanlah cahaya di sisi kananku; ciptakanlah cahaya di sisi kiriku; ciptakanlah cahaya di atasku; ciptakanlah cahaya di bawahku; ciptakanlah cahaya di hadapanku; ciptakanlah cahaya di belakangku; jadikanlah diriku nuur (cahaya).” [19]
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي وَأَهْلِي وَمِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ».
[9]‘Allahumma inni as’aluka hubbaka wa hubba may yuhibbuka wal ‘amalal ladzii yubalighunii hubbaka. Allahummaj’al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii wa minal maa-il baarid.’ – “Ya Allah, aku memohon kecintaan-Mu, kecintaan mereka yang mencintai-Mu dan berbagai amal yang dapat menyampaikan kepada kecintaan-Mu; Ya Allah, jadikanlah kecintaan Engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri, keluargaku, maupun kepada air dingin yang menyegarkan.’ [20]
[10]‘Yaa mushorrifal quluubi tsabbit qalbii ‘alaa thaa’atika’ – “‘Wahai Engkau yang sanggup merubah hati, teguhkanlah selalu qalbuku dalam ketaatan kepada-Mu.” (Musnad Imam Ahmad)[21]
[1] Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang Perkasa
[2] Asmaani Faishlah, Ruhani Khazain jilid 4 halaman 351
[3] إنما الأعمال بالنيات ‘innamal a’maalu bin niyyaat’
[4] الصلاة مخ العبادة ‘Ash-shalaatu mukhul ‘ibaadah’
[5] Syahadatul Qur’aan, Ruhani Khazain jilid 6, halaman 394
[6] Zhamimah Baraahiin Ahmadiyah V, Ruhani Khazain jilid 21, h. 209-210
[7] Shahih Muslim, Kitaabul Masaajid wa maudhi’ish shalaah babul masy-yi ilash shalaati
[8] Zhamimah Baraahiin Ahmadiyah hishshah pancjam, Ruhani Khazain jilid 21, halaman 210
[9] Shahih al-Bukhari Kitab ar-Riqaaq, Bab at-Tawadhu (Kerendahan Hati) [Lengkapnya adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ” إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِي بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَنَّهُ، وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَىْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ، يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ ”.
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang berupaya memusuhi wali-Ku, niscaya Aku umumkan perang terhadapnya.’ Hamba-Ku tidak mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku sukai dari pada sesuatu yang Aku fardhukan atasnya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sunnah-sunnah sampai Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengaran yang untuk mendengarnya, penglihatan yang untuk melihatnya, tangan yang untuk menamparnya dan kaki yang untuk berjalan olehnya. Jika ia memohon kepada-Ku, niscaya Aku benar-benar memberinya. Jika ia memohon kepada-Ku, niscaya Aku benar-benar melindunginya. Dan Aku tidak bimbang terhadap sesuatu yang Aku lakukan seperti kebimbangan-Ku terhadap jiwa hamba-Ku yang beriman yang mana ia tidak senang mati sedang Aku tidak senang berbuat buruk terhadapnya”.
[10] Malfuuzhaat, jilid 2, halaman 680-681
[11] Rujukan pola kata-kata khotbah kedua ini ialah hadits Sunan Abi Daud, Kitab ash-Shalaah, Abwaabul Jumu’ah, Bab ar-Rajulu yakhthubu ‘alal qaum.
[12] Disampaikah oleh Hadhrat Khalifatul Masih al-Khaamis dalam Khotbah Jum’at 10-09-2010 di akhir bulan Ramadhan.
[13] Shahih al-Bukhari, Kitabud Da’waat
[14] Shahih al-Bukhari, Kitabud Da’waat
[15] Sunan at-Tirmidzi Kitabud Da’waat bab 69
[16] Shahih al-Bukhari, Kitabud Da’waat
[17] Shahih al-Bukhari, Kitabud Da’waat
[18] Shahih al-Bukhari, Kitabud Da’waat
[19] Shahih al-Bukhari, Kitabud Da’waat
[20] Sunan at-Tirmidzi Kitabud Da’waat (kitab tentang doa-doa) bab 74
[21] اَللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ، صَرِّفْ قُلُوْبُنَا عَلَى طَاعَتِكَ ‘Allahumma mushorrifal quluub, sharrif quluubunaa ‘alaa thaa’atik.’ Shahih Muslim