Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz [1]
Tanggal 09 Mei 2014 di Masjid Baitul Futuh, UK.
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك لـه، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ*
Slogan “Love for all Hatred for none” – ‘Cinta kasih kepada semua, tidak ada kebencian kepada siapapun’ [atau dalam bahasa Arab, “الحب للجميع ولا كراهية لأحد” ‘al-hubbu lil jamii’ wa laa karaahiyata li ahad.’ ] dengan khas sering kita sampaikan di depan orang lain. Slogan ini dikemukakan untuk menjauhkan salah faham bahwa Jemaat Ahmadiyah dan para anggotanya mempunyai rasa permusuhan dan kebencian terhadap orang lain. Atau menganggap diri lebih baik dari orang lain. Atau kita juga menggunakan slogan ini untuk menjelaskan kepada dunia bahwa Islam mengajarkan kecintaan, kasih sayang, perlakuan baik dan menghargai perasaan orang lain. Oleh sebab itu tidak benar Islam dikatakan sebagai agama yang kejam dan biadab. Atau kita mengumandangkan slogan ini untuk membuktikan bahwa kita ingin hidup bersama dengan rasa cinta dan kasih-sayang dan merobohkan dinding kebencian.
Kita melakukan suatu khidmat kemanusiaan, kita menablighkan atau menyebarkan Islam, karena kita menaruh rasa cinta terhadap setiap orang dan kita menghapuskan benih-benih kebencian serta ingin menanamkan pohon kecintaan dan kasih-sayang, sebab itulah yang diajarkan oleh Junjunan kita Muhammad Rasulullah saw kepada kita. Kita telah mengetahui bahwa Hadhrat Rasulullah saw bangun setiap malam untuk beribadah kepada Allah Ta’ala di waktu dinihari yang sunyi-senyap dengan penuh rasa simpati dan kecintaan terhadap dunia. Beliau berdoa, menangis sambil merintih selama sujud di hadapan Allah Ta’ala, sehingga Allah Ta’ala telah mencatat keadaan beliau demikian di dalam Kitab Suci Al-Quran untuk menjadi bukti bagi mereka yang tidak memiliki suatu dendam kesumat atau kebencian di dalam hati mereka sampai hari Kiamat. Hal itu dicatat di dalam Kitab Suci Al-Quran agar di masa mendatang orang-orang yang hendak mengkritik harus merenungkan hal itu dan agar orang-orang Muslim berusaha untuk mengikuti contoh tauladan beliau saw yang sangat berberkat itu.
Allah Ta’ala berfirman, فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا – ‘fala’allaka baakhi’un nafsaka ‘alaa aatsaarihim il lam yu-minuu bi haadzal hadiitsi asafa.’ “Apakah karena kesedihan yang sangat mencekam engkau akan membinasakan diri engkau sendiri, jika mereka tidak mau beriman?” (Surah al-Kahfi, 18:7) Apakah yang mereka tidak mau beriman itu yang menyebabkan Hadhrat Rasulullah saw merasa sedih? Yaitu, mereka dicegah jangan menyekutukan Allah Ta’ala dengan sesuatu, dan jangan menjadikan manusia sebagai anak Tuhan. Syirik atau menyekutukan Allah Ta’ala adalah dosa yang tidak dapat diampuni oleh Allah Ta’ala. Jadi, itu adalah simpati dan kecintaan Hadhrat Rasulullah saw terhadap setiap manusia. Untuk membawa orang-orang musyrik ke arah jalan yang lurus, dimana usaha dilakukan dengan giat disana doa juga harus diusahakan untuk mereka.
Jika setiap orang Ahmadi ingin memahami makna sejati dari ‘love for all hatred for none’, kita harus belajar caranya dari Junjungan dan Muhsin insaniyat kita, Hadhrat Muhammad Rasulullah saw, dan hal itu dapat kita laksanakan apabila kita mempunyai pengertian sejati tentang Tauhid Ilahi. Kemudian kita melihat sebuah contoh lain ghairah simpati beliau, apabila orang-orang sudah melampaui batas dalam kezaliman dan kekejaman terhadap beliau, maka beliau bukan berdoa untuk kehancuran mereka, melainkan bersamaan dengan mengangkat kedua belah tengan beliau berdoa: “Ya Allah berilah hidayah kepada kaumku, sebab mereka tidak tahu apa yang sedang saya katakan adalah demi faedah mereka.” Apabila kabilah lain melakukan kejahatan kepada beliau dan beliau diminta untuk berdoa buruk bagi mereka, maka beliau berdoa untuk kebaikan mereka, bukan untuk kehancuran mereka. Misalnya beliau berdoa untuk suatu kabilah bernama Dos sambil mengangkat kedua belah tangan beliau berdoa, اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ “Hai Allah! Berilah petunjuk kepada Kabilah Daus!”[2]
Pendeknya, kecintaan dan kasih-sayang serta simpati beliau bukan hanya terhadap umat beliau sendiri. Kecintaan dan simpati beliau semata-mata untuk menegakkan Tauhid Ilahi supaya dunia selamat dari kebinasaan.
Pada zaman sekarang juga telah tersebar ribuan macam syirik. Bukan hanya syirik melainkan sebagian besar dari penduduk dunia telah mengingkari adanya Wujud Tuhan. Maka untuk menegakkan Kerajaan Allah Ta’ala dan untuk menegakkan Tauhid Ilahi di atas dunia kita harus menggunakan cara yang telah diajarkan oleh Hadhrat Rasulullah saw kepada kita. Kita jangan merasa puas hanya dengan meneriakkan slogan yang disukai oleh dunia hingga kita mendapat pujian di berbagai tempat di seluruh dunia. Kita harus ingat betul, bahwa slogan ini sebuah sarana untuk mencapai maksud yang sangat besar dan luas, yang untuk maksud itu manusia telah diciptakan. Tugas simpati kemanusiaan kita, promosi dan praktik serta amal kecintaan, menghapuskan kebencian, dan membenci kebencian juga untuk meraih kecintaan Allah Ta’ala dan untuk menegakkan Tauhid-Nya.
Jika kita merasa benci, bukan benci kepada seseorang, melainkan membenci amal perbuatan setaninya. Kita tetap menaruh simpati terhadap orangnya yang mengikuti perbuatan setani itu. Disebabkan perasaan simpati itu kita dituntut untuk menyelamatkan mereka dari praktik perbuatan syaitani itu, agar mereka selamat dari azab Allah Ta’ala. Kecintaan dan simpati kita terhadap orang-orang duniawi bukan untuk meraih keuntungan duniawi, kita hanya berusaha menghapuskan kebencian mereka, bukan untuk mendapatkan sesuatu dari mereka, melainkan demi meraih kecintaan Allah Ta’ala dan untuk menegakkan Tauhid Ilahi serta untuk menanamkan Tauhid di dalam kalbu lebih dari sebelumnya.
Maka, kita tidak hanya meneriakkan slogan belaka untuk lebih disukai oleh orang lain, melainkan meneriakkan slogan itu demi meraih maksud dan tujuan kita juga. Di zaman ini kita sangat beruntung, Hadhrat Masih Mau’ud as telah memilih kita untuk meraih kecintaan Allah Ta’ala dan untuk menaruh simpati terhadap sesama manusia, dan untuk meraih itu semua beliau as telah mengajar kita. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: ”Agama mempunyai dua bagian yang sempurna. Pertama, cinta kepada Tuhan dan kedua, menyintai manusia demikian rupa, hingga musibah orang lain dianggap sebagai musibah diri sendiri dan berdoa juga untuknya.”[3]
Selanjutnya beliau as bersabda: “Sungguh tidak baik menyakiti orang lain hanya disebabkan perbedaan agama.”[4]
Di dalam sebuah Majlis, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: ”Bukanlah keimanan saya melakukan suatu kekerasan melampaui batas sekali pun terhadap musuh. Saya berkata dengan sesungguhnya bahwa janganlah kalian menganggap seseorang sebagai musuh pribadi kalian, dan sama-sekali tinggalkanlah kebiasaan dendam kesumat seperti itu.”[5]
Di sini yang beliau katakan, “Jangan melakukan suatu kekerasan melampaui batas sekalipun terhadap musuh”, mengisyarahkan, jika tidak merasa benci terhadap siapapun, maka bagaimana bisa terjadi permusuhan? Jawabannya telah beliau as berikan; “Janganlah kalian menganggap seseorang sebagai musuh pribadi kalian. Orang yang menjadi musuh kalian karena alasan agama, yang mereka sendiri menjadi musuh, usahakanlah untuk memperbaiki mereka, sebab di dalam hati kalian sedikitpun tidak ada rasa permusuhan. Janganlah membiasakan diri membenci atau dendam kesumat terhadap orang lain.”
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda memberikan nasehat dalam rangka menghilangkan kebencian: ”Bersikap lemah-lembut kepada sesama dan menaruh simpati kepada mereka merupakan ibadah yang sangat besar dan hal itu sebuah sarana yang luar biasa ampuhnya untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala.”[6]
Beliau as bersabda, ”Allah Ta’ala berfirman, ‘Kalian harus berlaku simpati terhadap sesama manusia tanpa menghiraukan agama atau golongan. Berilah makan kepada orang lapar, merdekakanlah para budak sahaya, tolonglah orang yang dililit hutang, bantu ringankanlah orang yang memikul banyak beban dan penuhilah hak simpati terhadap sesama manusia.’”[7]
Selanjutnya pada suatu ketika Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: ”Saya samasekali tidak suka kepada perkataan orang-orang yang berlaku simpati terbatas hanya kepada kaumnya sendiri. Saya berulang kali memberi nasihat kepada kalian; Janganlah sekali-kali kalian membatasi ruang lingkup simpati kalian.”[8]
Beliau as bersabda, “Berlakulah simpati terhadap semua makhluk Allah Ta’ala, seolah-olah kalian saudara sedarah dengan mereka, seperti seorang ibu berlaku kasih terhadap anak-anaknya. Orang yang berbuat amal baik seperti perilaku seorang ibu terhadap anaknya, tidak akan pernah berlaku ria atau pamer.”[9]
Dia tidak mungkin berbuat kebaikan untuk mendapatkan pujian dari orang lain.
Walhasil, itulah mutu simpati dan kasih-sayang terhadap orang lain. Hal itu dilakukan demikian karena demi memenuhi perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala telah menyerukan hal itu kepada kita di dalam Al-Qur’an.
Pendeknya, betapa indahnya ajaran Islam ini tentang simpati terhadap sesama makhluk. Apakah dengan meninggalkan Tuhan Pemberi ajaran ini dan meninggalkan utusan-Nya di zaman ini yang telah datang sebagai sahaya Hadhrat Rasulullah saw, kita dapat memperoleh standar ajaran seperti ini dari tempat lain? Tidak mungkin akan diperoleh. Jadi, slogan kita ‘love for all hatred for none’ bukanlah tujuan akhir kita, melainkan salah satu sarana untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala. Hal ini harus selalu kita ingat dan harus berusaha untuk menyempurnakannya.
Beberapa waktu yang lalu saya merasa bahwa untuk khidmat insaniyat, Badan sosial yang diberi nama Humanity First, para petugasnya dan juga para penyelenggaranya mungkin menganggap jika pengkhidmatan itu terpisah dari urusan agama, maka mungkin dunia akan lebih menghargai kita. Saya telah berkata kepada para pengurus Humanity First di tingkat pusat bahwa, sesungguhnya kedudukan penting mereka itu disebabkan adanya kaitan dengan agama dan nama Jemaat juga disebut-sebut di dalam pengkhidmatan mereka. Bahkan, jika di suatu tempat ketika melakukan pengkhidmatan itu harus menyebutkan nama Jemaat juga tidak ada halangannya. Apa yang harus kita perhatikan sekali adalah, bahwa khidmat kemanusiaan ini dilakukan semata-mata demi meraih keridhaan Allah Ta’ala. Karena ada perintah Allah Ta’ala untuk memenuhi hak-hak sesama manusia, maka sesuai dengan itu kita melakukan khidmat kemanusiaan ini. Dan demi meraih keridhaan Allah Ta’ala, hubungan kita dengan-Nya dan ibadah kepada-Nya juga harus kita pelihara. Tanpa itu semua khidmat insaniyat kita sedikitpun tidak mengandung faedah.
Para pengurus di sini tentu faham, namun saya ingin memberi tahu kepada para petugas dan para penyelenggara Humanity First di beberapa negara lain, yang kebanyakan orang-orang Ahmadi, kecuali beberapa orang saja, bahwa pengkhidmatan Saudara-saudara akan mendapat berkat apabila Saudara-saudara lakukan sambil memperkuat hubungan dengan Allah Ta’ala, dan berusaha untuk melakukan pengkhidmatan itu demi mencari keridhaan Allah Ta’ala serta memanjatkan doa bersama dahulu sebelum memulai pekerjaan. Tanpa doa, pekerjaan kita berupa apapun tidak akan mendapat berkat, sekalipun telah direncanakan dengan akal dan pikiran yang sehat. Sebelumnya, memang saya telah bermaksud untuk menerangkan hal tersebut dan sekarang sudah saya lakukan, sebab saya pikir hal itu perkara penting sekali untuk disampaikan kepada Saudara-saudara.
Sekarang kembali lagi kepada pokok pembicaraan mengenai ‘love for all hatred for none’ yang sebelumnya sedang dibahas, saya ingin menjelaskan bahwa, memang fungsi khidmat khalq dan sympathy khalq, mengembang-luaskan kecintaan serta menghapuskan permusuhan, merupakan sebuah kebaikan yang sangat besar sekali. Akan tetapi hanya saja slogan ini jangan dianggap sebagai tujuan dari kehidupan kita. Kita jangan mengira bahwa dengan mengikuti slogan ini kita telah mencapai tujuan kita. Sebagaimana sebelumnya juga saya sudah berulangkali memberi tahu, bahwa slogan ini sebagian dari usaha untuk mencapai maksud itu. Sebuah langkah untuk mencapai puncak maksud dan tujuan itu Allah Ta’ala telah mengutus Hadhrat Rasulullah saw. Dan Allah Ta’ala telah mengutus Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud as yang bertindak sebagai sahaya beliau saw untuk meraih maksud dan tujuan itu di zaman ini. Ada pun tujuan itu adalah untuk menciptakan pemahaman yang tepat tentang Tauhid Ilahi dan untuk berusaha mengamalkan semua hukum-hukum Allah Ta’ala. Dan membuat suri tauladan Hadhrat Rasulullah saw menjadi tujuan hidup setiap orang serta berusaha keras untuk meraihnya. Sebab itulah sebagai sarana untuk meraih akhlaq luhur dan berbagai macam kebaikan.
Di zaman Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. juga ketika artikel tentang itu disiarkan dalam surat kabar Al Fadzle, beberapa orang ulama Jemaat terkemuka menyampaikan pendapat mereka masing-masing, apa atau bagaimana seharusnya bunyi motto (slogan) atau target Jemaat kita? Menanggapi hal itu Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. telah memberi motto (slogan) atau target yang membuat kekuatan kepada agama, memberi kekuatan iman dan huquuquLlah serta huquuqul ‘ibaad juga dipenuhi.
Salah seorang diantara dua orang ulama Jemaat terkemuka berkata: “Target kita harus “فاستبقوا الخيرات” Yakni berlomba-lombalah di dalam kebaikan (Al Baqarah, 2:149). Ulama kedua berkata: “Moto (slogan) atau target kita harus ‘Mendahulukan urusan Agama di atas semua urusan pribadi’. Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. setuju bahwa target atau motto harus ada bagi Jemaat. Semua organisasi di dunia setidak-tidaknya mempunyai suatu slogan atau target. Jika mereka serius dan mempertahankan kejujuran dalam usaha mencapai target itu, tentu mereka berusaha untuk meraih maksud dan tujuan mereka itu agar mereka dapat membedakan identitas mereka dari yang lain.
Di dunia dilancarkan slogan-slogan untuk memiliki motto tentang peningkatan moral juga. Slogan dilancarkan untuk memiliki motto tentang kemajuan pendidikan. Dan di suatu tempat jika hak asasi manusia dilanggar, di sana organisasi politik membuat motto mereka tentang kemerdekaan dan melakukan suatu usaha untuk itu sambil meneriakkan slogan. Jika di satu tempat timbul suatu suasana khas maka dibuatnya di sana suatu motto.
Alhasil, maksud dibuatnya motto atau target adalah untuk menegakkan hal itu di atas dunia dan di hadapan Jemaat sendiri juga setiap waktu keutuhannya tetap terpelihara. Di dunia juga orang-orang mengenalnya dan di hadapan kita sendiri juga tetap terpelihara. Di atas dunia terdapat beribu-ribu macam sumber kebaikan, jika salah satu diantaranya dipilih atau disukai orang, maka nyatalah bahwa itu adalah motto atau target yang baik.
Akan tetapi maksudnya bukanlah berarti bahwa semua kabaikan lainnya tidak diperlukan, melainkan target atau motto itu dibuat berdasarkan pandangan kepada keperluan dan kemudahannya dari satu sumber kebaikan yang tersedia. Alhasil, suatu motto yang baik — siapapun yang membuatnya — adalah suatu kebaikan baginya.
Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. menjelaskan bahwa banyak diantara motto yang mempunyai kaitan satu dengan yang lain. Misalnya: “Patuh kepada Allah Ta’ala” dan motto “majulah dalam kebaikan” adalah saling bergantung satu sama lain. Sebab tanpa taat kepada Allah Ta’ala tidak mungkin manusia dapat meraih suatu kebaikan. Dan demikian juga orang yang tidak baik tidak bisa menjadi orang patuh kepada Allah Ta’ala.
Misalnya motto “akan mendahulukan agama dari pada urusan dunia” dan “akan berlomba di dalam amal kebaikan” kedua-duanya serupa. Kedua-duanya berkaitan satu sama lain. Semuanya adalah kebaikan belaka dan kita harus berusaha menerapkannya (mengamalkannya). Namun sejauh mana yang berkaitan dengan motto, kadang-kadang manusia dengan berpegang teguh kepada motto itu sangat membatasi diri di dalam melakukan suatu kebaikan, atau menganggap motto itu sudah mencakup segala-galanya.
Seperti di kalangan anak-anak muda kita atau di kalangan orang-orang lain juga, mereka lupa kepada keadaan iman mereka sendiri, namun untuk memperlihatkan kepada dunia gemar sekali meneriakkan slogan “love for all hatred for none”’. Memang slogan ini sangat baik untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada dunia, akan tetapi maksud dan tujuan kita bukan hanya semata-mata demikian. Maksud dan tujuan kita sangat besar dan luas sekali.
Begitu juga dalam melakukan simpati terhadap sesama makhluk, bukan hanya sekedar melakukan khidmat simpati terhadap makhluk, namun jika hati hampa dari zikir kepada Allah Ta’ala, maka pengkhidmatan itu sendiri tidak akan membawa faedah apa pun.
Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. bersabda, ”Ketika saya membaca artikel (tentang usulan moto) maka saya teringat kepada sebuah kisah seorang Yahudi. Ketika ia sedang bercakap-cakap dengan Hadhrat Umar r.a. berkata, ‘Kami sangat iri hati terhadap orang-orang Muslim.’ Hadhrat Umar r.a. bertanya kepadanya, ‘Apa alasannya iri-hati itu?’ Yahudi itu menjawab, ‘Islam mempunyai suatu kelebihan khusus, tidak ada satu perkara dunia pun yang tidak terdapat di dalam ajaran Islam, dan tidak terdapat di dalam Al-Quranul Karim. Perkara pribadi sampai kepada perkara Internasional semua terdapat di dalamnya beserta semua solusinya. Itulah perkara-perkara yang membuat kami iri hati.’”
Jika setiap orang menaruh perhatian terhadap hal itu, maka akan nampak jelas bahwa Islam tidak dapat membenarkan memilih sesuatu untuk dijadikan motto. Maka tidak ragu lagi, “فاستبقوا الخيرات” fastabiqul khairaat “Berlomba-lombalah di dalam kebaikan.” (Al Baqarah, 2:149), adalah sebuah motto yang sangat baik dan indah sekali. Begitu juga ”akan mendahulukan agama diatas urusan dunia” juga sangat indah. Al-Quran juga memberi isyarah ke arah itu. Sebagaimana firman-Nya, بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى bal tu-tsiruunal hayaatad dunya wal aakhiratu khairuw wa abqaa “Orang bodoh mendahulukan duniawi di atas urusan Agama. Padahal akhirat, yakni natijah dari kehidupan agama lebih mulia dari pada kehidupan duniawi dan ia kekal.” (Al ‘Alaa, 87:17-18). Surah ini selalu dibaca pada waktu shalat Jum’ah. Selain dari itu tidak terhitung banyaknya ajaran lainnya terdapat di dalam Kitab Suci Al-Quran. Maka ajaran manakah di dalam Al-Quran yang tidak bisa dijadikan motto atau yang tidak dapat dijadikan target? Apabila seseorang menaruh perhatian kepadanya dan merenungkannya maka hatinya akan tertarik kepadanya.”
Setelah pendahuluan ini Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. bersabda: “Dapat diketahui dari Al-Quranul Karim bahwa zaman kebangkitan Hadhrat Rasulullah saw merupakan zaman penyempurnaan tuntutan ayat Al-Quranul Karim berikut ini, ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ zhaharal fasaadu fil barri wal bahri Yakni, “Kerusakan telah merajalela di daratan dan di lautan” (Surah Ar Rum, 30:42). Tidak ada suatu keburukan atau kejahatan yang tidak terdapat di zaman itu. Hadhrat Masih Mau’ud as adalah ظل (zhilli) — bayangan atau refleksi dari Hadhrat Rasulullah saw, oleh sebab itu zaman Hadhrat Masih Mau’ud as juga adalah ظل (zhilli) dari zaman Hadhrat Rasulullah saw.
Di zaman sekarang juga kita dapat menyaksikan setiap jenis keburukan sudah sampai puncak ketinggiannya, karena itu zaman sekarang memerlukan agama juga, semua jenis akhlaq juga sangat diperlukan, setiap kebaikan dunia dan kemajuannya juga diperlukan. Dimana iman manusia sudah terbang (hilang) disana akhlaq fadhillah (akhlak mulia) juga sudah hilang lenyap.
Demikian juga kemajuan dunia secara hakiki pun sudah hilang lenyap, karena pada zaman ini yang manusia katakan kemajuan ia hanyalah merupakan sebuah pertunjukan nafsani (hawa-nafsu), baik di tingkat lokal maupun di tingkat Internasional. Sebab kemajuan sekarang hanyalah dicapai demi faedah pribadi masing-masing, tidak dapat dikatakan sebagai kemajuan dunia, karena hanya sebagian dari dunia yang sedang merasakan faedahnya dan bagian dunia lainnya dijadikan hamba-hamba atau budak-budak mereka, baik ia dijadikan hamba politik atau hamba masyarakat ekonomi.
Dalam bentuk apa pun sebagian dari dunia menjadi hamba sahaya, bagaimanapun tidak ada kemajuan bagi mereka, bahkan bagian dunia yang sedang mendapat kemajuan juga merupakan bagian dari faedah-faedah mereka, merupakan nafsaniyat belaka yang telah mereka namakan kemajuan itu.
Jadi, pada waktu seperti itu mengatakan: “ayat ini atau ayat itu dari Al-Quran harus dijadikan motto dan yang lainnya harus ditinggalkan”, adalah tidak benar, melainkan setiap ayat suci Al Quran adalah motto atau target kita semua. Jadi, sesungguhnya motto kita adalah seluruh Kitab Suci Al-Quran.
Akan tetapi jika diperlukan motto lain, Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. bersabda: ”Maka Allah Ta’ala telah menetapkannya melalui Hadhrat Rasulullah saw dan ia adalah “لا إله إلا الله” yakni; “Tidak ada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah”. Kalimah thayyibah ini adalah intisari dari seluruh Kitab Suci Al-Qur’an. Dan hakikatnya juga adalah semua ajaran dan semua maksud dan tujuan yang tinggi berkaitan erat dengan Tauhid Ilahi. Begitu juga hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan Allah Ta’ala termasuk dalam Tauhid. Dan Tauhid tidak dapat zahir tanpa pertolongan Hadhrat Rasulullah saw Dan itulah sebabnya kalimah “لا إله إلا الله” diikuti dengan kalimah “محمد رسول الله”. Bahwa mencari ma’bud (sembahan) hakiki atau jika ingin menemukan Allah Ta’ala maka dapat diperoleh dengan melalui Hadhrat Muhammad Rasulullah saw, seolah-olah beliau adalah sarana utama, hanya dengan pertolongan beliau manusia dapat menemukan Tuhan. Dan apabila diperlukan pertolongan dari Hadhrat Muhammad Rasulullah saw maka manusia dapat melihat subject atau masalah “لا إله إلا الله” yang terdapat di mana-mana dari Surah Al Fatihah sampai kepada Surah An Naas.
Sungguh, wujud mubarak (beberkat) Hadhrat Muhammad Rasulullah saw yang telah menegakkan Tauhid Ilahi hakiki itu di atas dunia. Sebelum kedatangan beliau saw ke dunia, kebanyakan manusia menjadikan Hadhrat Ezra sebagai anak Tuhan dan kebanyakan manusia lainnya menjadikan Hadhrat Isa as sebagai anak Tuhan, bahkan banyak lagi orang yang menyembah malaikat.
Pada waktu seperti itu Hadhrat Muhammad saw lah yang telah menghapuskan setiap jenis keburukan dan beliaulah yang telah dibangkitkan oleh Allah Ta’ala untuk menegakkan Tauhid Ilahi di atas dunia. Dan dengan karunia Allah Ta’ala melalui Hadhrat Muhammad saw lah Tauhid Ilahi telah berdiri tegak di atas dunia. Dan inilah motto “لا إله إلا الله” yang kita ucapkan dengan suara tinggi di waktu menyerukan Azan dan di waktu seseorang masuk Islam dia disuruh mengucapkan “لا إله إلا الله” sebab itulah nama Islam hakiki.
Jika seseorang menjadi lemah iman maka ia sudah kehilangan pengertian kalimah “لا إله إلا الله” ini. Sebab jika kalimah “لا إله إلا الله” selalu terpampang di hadapan matanya maka manusia akan terhindar dari kelemahan iman. Dan hanya di mulut mengucapkan “لا إله إلا الله”, bukan itu yang dimaksud, seperti kebanyakan orang, sambil menggeleng-gelengkan kepala, selalu mengulang-ulangnya. Sekalipun di waktu berkata dusta orang akan berkata “لا إله إلا الله” juga. Padahal dengan mengucapkan kalimah “لا إله إلا الله” maka keagungan Allah Ta’ala, Sifat-sifat Kegagahan-Nya serta rasa takut terhadap-Nya tertanam di dalam hati.
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya bahwa hakikat “لا إله إلا الله” menjadi sangat jelas melalui Hadhrat Rasulullah saw. Selama manusia tidak tenggelam dalam menyintai Hadhrat Rasulullah saw tidak akan dapat memahami Tauhid Ilahi secara sempurna, dan tidak pula akan dapat memahami secara rinci manifestasinya, yaitu Kitab Suci Al-Quran.
Orang-orang yang tenggelam di dalam kecintaan terhadap Hadhrat Rasulullah saw, namun mereka tidak dapat memahami Tauhid Ilahi, sekalipun berakal, mereka terlibat di dalam syirik. Lupakan orang-orang Non Muslim, bahkan orang-orang Muslim sendiri juga banyak yang menjadikan para fakir dan pier sebagai tuhan sembahan mereka. Sedangkan para Ahmadi mereka tuduh sebagai orang telah keluar dari Islam karena dianggap telah melakukan penghinaan terhadap Hadhrat Rasulullah saw, na’uuzu billuah! Akan tetapi hakikatnya mereka sendiri-lah yang tidak mampu mengenal martabat Hadhrat Rasulullah saw dan natijahnya (akibatnya) mereka sendiri telah jauh dari Tauhid Ilahi.
Pada zaman ini pemahaman sejati tentang Tauhid Ilahi telah dianugerahkan Allah Ta’ala kepada Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud as, dan semua itu diperoleh karena beliau telah mengorbankan diri beliau secara sempurna dan seutuhnya kepada Hadhrat Rasulullah saw. Orang yang telah dicap kafir oleh dunia, beliau itulah pemangku Tauhid Ilahi yang sejati. Berkat beliau telah mengorbankan diri seutuhnya kepada Hadhrat Rasulullah saw, beliau telah mengetahui dengan pasti bahwa Nabi Isa as sudah wafat secara alami, dan perbuatan syirik-lah menganggap beliau masih hidup di atas langit.
Sebelum ini ribuan ulama dan para faqih (ahli hukum Islam) menisbahkan Sifat-sifat Allah Ta’ala kepada Nabi Isa as. Misalnya, mereka mengatakan bahwa beliau as masih hidup di langit, menghidupkan orang yang sudah mati, mengetahui ilmu gaib, dan sebagainya. Namun, berkat beriman kepada Hadhrat Masih Mau’ud as, kita semua, bahkan anak-anak Ahmadi pun menolak akidah seperti itu. Masih banyak lagi hal-hal lain yang berkat Hadhrat Masih Mau’ud mengorbankan diri seutuhnya kepada Hadhrat Rasulullah saw dan berkat meraih nur dari beliau, telah menjelaskan kepada kita dan telah menjauhkan syirik dari kita.
Hadhrat Masih Mau’ud as sendiri yang telah menunjukkan manifestasi kalimah “لا إله إلا الله” kepada ummat manusia di zaman ini. Dan kalimah itulah yang menjadi intisari agama Islam, yang harus dijiwai oleh setiap orang yang beriman sepenuhnya kepada Tauhid Ilahi. Yang lainnya merupakan tafsirannya bagi berbagai tingkatan manusia, dan selalu berubah dalam bentuk yang berbeda-beda.
Seperti contohnya Hadhrat Rasulullah saw memberi tahu kepada salah seorang sahabah bahwa kebaikan paling besar adalah mengkhidmati kedua ibu-bapak, kepada sahabah lain diberitahu, jihad adalah kebaikan yang paling besar, dan kepada sahabah lain lagi dikatakan shalat Tahajjud adalah kebaikan yang paling besar. Maka untuk menghapuskan kelemahan dasar setiap orang, beliau saw mengingatkan mereka dengan cara demikian. Akan tetapi bukanlah berarti tidak perlu mengamalkan kebaikan lainnya lagi.
Maka, harus diingat betul, bahwa semua hukum-hukum Al-Quran sangat indah dan sangat berfaedah di tempatnya masing-masing. Akan tetapi kalimah “لا إله إلا الله” dominan di atas segala-galanya, dan itulah motto sejati yang setiap waktu harus kita tanamkan di dalam benak kita semua.
Kita harus merenungkan setiap waktu hakikat Tauhid Ilahi dan untuk menegakkannya di atas dunia. Tauhid Ilahi tidak hanya berarti bahwa manusia jangan menyembah patung atau berhala. Atau jangan percaya kepada seseorang manusia hidup seperti Tuhan yang Hidup. Atau jangan menyekutukan Tuhan dengan siapapun, melainkan setiap pekerjaan dunia sangat berkaitan erat dengan Tauhid Ilahi.
Hadhrat Rasulullah saw diwaktu akan tidur dan di waktu mengambil air wudhu juga beliau senantiasa mengucapkan Tauhid Ilahi. Apabila seseorang menaruh kepercayaan penuh dan bertumpu sepenuhnya kepada sesuatu sarana dunia, maka ia telah terlibat ke dalam pekerjaan syirik dan menyatakan diri sebagai orang muwahid (percaya kepada Tuhan Yang Esa) menjadi batal. Sebab untuk menjadi muwahid sejati manusia harus berpegang teguh dan bertumpu hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Arti Tauhid yang utama adalah dalam setiap pekerjaan, baik diini (agami) maupun duniawi, pandangan manusia harus terpusat hanya kepada Tuhan. Tidak diragukan lagi bahwa semua kalimat-kalimat indah adalah motto baik-baik. Namun untuk menjadi seorang muwahid yang sempurna sangat perlu sekali bahwa setiap benda raib (hilang) dari pandangannya dan selain Tuhan tidak ada benda lain yang berarti bagi-nya.
Jadi, motto sejati hanyalah “لا إله إلا الله محمد رسول الله” (Tidak ada tuhan kecuali Allah, Muhammad adalah Rasul Allah) yang telah menghimpun semua kebaikan di dalamnya. Dan ia juga memberi solusi terhadap setiap problema dalam memahami Tauhid Ilahi. Untuk menjauhkan semua kesulitan harus ada suatu contoh atau tauladan, dan Hadhrat Rasulullah saw sendiri adalah uswah hasanah (suri teladan terbaik). Untuk itu Hadhrat Aisyah r.a. menyebutnya hanya dengan satu kalimat saja, كان خلقه القرآن Kaana khuluquhul Qur’an (akhlaknya adalah Al-Quran).[10]
Kalimah ini menunjukkan tingginya martabat Tauhid Ilahi. Dan menciptakan standar tinggi pengamalan ajaran-ajaran Al-Quranul Karim, dan tafsir rinci mengenai hukum-hukum-nya juga termasuk di dalamnya. Maka orang yang telah memahami Hadhrat Rasulullah saw, dia faham juga Allah Ta’ala. Dan orang yang telah memahami Allah Ta’ala maka ia faham semuanya, sebab syiriklah yang menjadi dasar semua keburukan, kelengahan dan kelalaian serta perbuatan dosa.
Setelah manusia berdiri tegak di atas Tauhid Ilahi, maka akhlaq luhur, ilmu, irfan, kebudayaan, politik dan kemampuan di dalam perkara lainnya semua tercakup di dalamnya, sebab nur Allah Ta’ala sebuah antidote (obat penawar) bagi pengobatan semua jenis penyakit. Jadi motto kita, Allah Ta’ala sendiri yang telah membuatnya, yaitu “لا إله إلا الله” (tiada tuhan kecuali Allah), sedangkan yang lainnya merupakan tafsirannya yang dapat digunakan untuk nasihat.
Karena di zaman ini telah zahir Dajjal dengan seluruh daya kekuatannya, yang tujuannya adalah “mendahulukan dunia dari pada urusan agam”’, oleh sebab itu kewajiban kita adalah meneriakkan slogan “mendahulukan agama dari pada urusan dunia” sebagai jawabannya. Itulah sebabnya Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud as telah mencantumkan perkataan slogan itu di dalam syarat-syarat bai’at. Yang maksudnya hanyalah bahwa kita akan menerapkan ajaran agama pada diri kita dan akan menunjukkan wajah Islam yang indah dalam menjawab tuduhan-tuduhan para penentang. Dan kita lakukan itu demi menjadi para penegak kalimah “لا إله إلا الله محمد رسول الله” (Tidak ada tuhan kecuali Allah, Muhammad adalah Rasul Allah).
Pada zaman ini kita telah melakukan bai’at kepada Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud as untuk tujuan itu semua Allah Ta’ala telah berfirman kepada Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud as melalui ilham berikut ini, “خذوا التوحيد التوحيد يا أبناء الفارس” Khudzut tauhida attauhida ya abnaa-al-faaris, yakni “Hai anak-anak Faris, pegang teguhlah Tauhid!” Yang dimaksud dengan Abna–e–Faris bukan hanya sejumlah keluarga beliau saja, melainkan seluruh Jemaat secara rohaniah masuk ke dalamnya. Dan perintah ini untuk seluruh Jemaat.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa di waktu menghadapi kesulitan manusia berpegang sekuatnya kepada sesuatu benda yang khas. Beliau bersabda: “Di waktu menghadapi kesulitan peganglah teguh kepada Tauhid. Semua perkara lainnya termasuk di dalamnya. Maka merupakan kewajiban semua anggota Jemaat, mereka harus menempatkan motto “لا إله إلا الله” (Tidak ada tuhan kecuali Allah) di dalam benak mereka setiap waktu.
Pada zaman ini syirik dan atheisme sedang menyebar dengan pesatnya, kita tidak dapat memelihara kehidupan kita dengan baik di dunia ini maupun di akhirat hanya dengan mencukupkan diri kepada satu motto. Kita juga tidak dapat meninggalkan ibadah dan shalat-salat kita karena menganggap kita sedang melakukan khidmat kemanusiaan. Barang siapa yang berbuat demikian dia tidak ada hubungannya dengan Hadhrat Masih Mau’ud as. Karena itu kita harus selalu menempatkan tujuan dan motto kita di hadapan mata kita agar mudah-mudahan kita semua menjadi para peraih nikmat-nikmat duniawi dan rohaniah. Semoga Allah Ta’ala memberi taufiq kepada kita semua untuk memahami betul hakikat itu semua. Amin !
Setelah salat Jum’ah akan dilaksanakan salat jenazah gaib untuk Sadeeq Akbar Rahman Sahib, putera Faizur Rahman Sahib. Beliau meninggal dunia setelah menderita penyakit cancer yang cukup lama, pada tanggal 7 Mei 2014 pada umur 40 tahun. Sekalipun beliau bukan anggota pengurus Jemaat namun beliau sangat rajin berkhidmat kepada Jemaat. Beliau mempunyai hubungan yang sangat kuat dan erat dengan Khilafat dan mempunyai keyakinan kuat terhadap Allah Ta’ala dan doa.
Beliau sangat sabar menghadapi penyakit yang cukup lama. Semoga Allah Ta’ala menutupinya dengan cadar maghfirah-Nya dan meninggikan derajatnya. Dan semoga Allah Swt. memberi kesabaran dan ketabahan kepada ibu dan janda beliau. Beliau meninggalkan seorang anak masih kecil. Semoga Allah Ta’ala menjadi Penolong dan Pelindung mereka semua.
[1] Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang Perkasa
[2] Shahih al-Bukhari, kitab Jihad dan Perjalanan, bab ad-du’a lil musyrikiina bil huda li yata-allafahum (doa untuk orang-orang musyrik dengan hidayah agar mereka lembut hati), hadits 2937, قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدِمَ طُفَيْلُ بْنُ عَمْرٍو الدَّوْسِيُّ وَأَصْحَابُهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ دَوْسًا عَصَتْ وَأَبَتْ فَادْعُ اللَّهَ عَلَيْهَا فَقِيلَ هَلَكَتْ دَوْسٌ قَالَ اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ
[3] Nasim-e-Da’wat, Ruhani Khazain jilid 19, h. 464
[4] Lecture Ludhiana, Ruhani Khazain jilid 20, h. 281
[5] Malfuuzhaat jilid cehaaram, hlmn 440, terbitan Rabwah
[6] Malfuuzhaat jilid cehaaram, hlmn 438, terbitan Rabwah
[7] Nuurul Qur’an number 2, Ruhani Khazain jilid 9, halaman 434
[8] Malfuuzhaat jilid cehaaram, hlmn 217, terbitan Rabwah
[9] Kisyti Nuh, Ruhani Khazain jilid 19, halaman 30.
[10] Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 8, halaman 144, Musnad ‘Aisyah, hadits 25108, Maktabah Alamul Kutub, Beirut, 1998. Musnad Ahmad bin Hanbal, Kitab Baqi Musnad Sahabat Anshar, bab Lanjutan Musnad yang lalu.
Redaksi yang berbeda namun sama isinya ada di Shahih Muslim, Kitab Shalatnya Musafir dan Penjelasan tentang Qashar, bab shalat malam, orang yang meninggalkannya karena tidur atau sakit, yaitu, قَالَ قَتَادَةُ وَكَانَ أُصِيبَ يَوْمَ أُحُدٍ فَقُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَنْبِئِينِي عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ أَلَسْتَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قُلْتُ بَلَى قَالَتْ فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْقُرْآنَ
Hadhrat Aisyah ditanya; “Wahai Ummul mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam!.’ ‘Aisyah menjawab; “Bukankah engkau telah membaca Al-Qur’an?” Aku menjawab; “Benar, ” Aisyah berkata; “Akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al-Qur’an.”