Seseorang menulis kepada Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba) menanyakan apakah membaca tasyahud selama sholat dan menyebutkan,
اَلسَّلَامُ عَلَیْکَ أَیُّھَا النَّبِیُّ
‘Salam sejahtera atasmu, wahai Nabi.” adalah perbuatan syirik karena ucapannya ditujukan kepada makhluk hidup.
Huzur (aba) dalam suratnya tertanggal 6 Juni 2018 menjawab:
Telah dibuktikan oleh hadits-hadits shahih bahwa doa ini, yang dibacakan dalam tasyahud, diajarkan kepada para sahabat (ra) oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri dan beliau bersabda bahwa ketika seseorang memanjatkan doa ini, doa ini akan mencapai setiap hamba Allah yang saleh di langit dan bumi. (Sahih al-Bukhari, Kitab al-Azan)
Dengan kata lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan sendiri bahwa doa ini mencapai mereka yang masih hidup, dan mereka yang telah meninggal juga menerima berkah dari doa ini.
Jadi kita hendaknya tidak mereka-reka dengan berasumsi bahwa kata ganti orang kedua atau partikel vokatif (seruan) dll yang digunakan dalam doa-doa tersebut dapat dianggap syirik karena penerima doa tersebut telah meninggal dunia.
Tidak ada syirik dalam masalah ini, karena sebagaimana Allah Ta’ala telah menjadikan udara sebagai sarana untuk menyampaikan suara seseorang kepada orang lain di dunia ini, demikian pula Dia telah menjadikan malaikat sebagai sarana penyampai doa kita kepada orang yang telah meninggal di alam roh. Jadi, ketika kita pergi ke kuburan, doa yang kita baca juga dimulai dengan kalimat:
اَلسَّلَامُ عَلَیْکُمْ یَا أَھْلَ الْقُبُورِ
“Salam sejahtera atasmu, wahai para penghuni kuburu!” yang artinya bukan berarti kita benar-benar melihat orang-orang yang telah meninggal itu atau mereka hadir secara fisik di hadapan kita.
Mengenai hal ini, Hazrat Masih Mau’ud (as) ditanya apakah almarhum mendengar panggilan, اَلسَّلَامُ عَلَیْکُمْ یَا أَھْلَ الْقُبُورِ. Menanggapi hal ini, Hazrat Masih Mau’ud as menjelaskan:
Lihatlah! Mereka tidak menjawab salam dengan mengucapkan “Wa alaikumus-salam” melainkan, Allah Ta’ala yang menyampaikan salam kepada mereka. Udara adalah sarana kita mendengar suara, tetapi bukan sarana kita berkomunikasi dengan orang yang telah meninggal, tetapi Allah menjadikan malaikat sebagai sarana untuk menyampaikan ‘assalamu’alaikum. Demikian pula halnya dengan shalawat. Para malaikat menyampaikan salam tersebut kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. (Al-Badr, 16 Maret 1904)
Hadhrat Khalifatul Masih I (ra) menjelaskan hal ini sebagai berikut:
“Ketika perasaan cinta atau duka mendalam muncul, kita memanggil mereka yang tidak hadir secara fisik. Ini bukan berarti mereka hadir secara fisik, melainkan sebagai ungkapan cinta.” (Al Hakam, 10 Februari 1904)