بسم اللہ الرحمن الرحیم
(Pembahasan Sahabat peserta perang Badr, bahasan mengenai Hazrat Muzhahhir Bin Rafi’, Hazrat Malik Bin Qudamah, Hazrat Khuraim Bin Fatik (al-Akhram) bin Syaddad, Hazrat Ma’mar Bin Harits, Hazrat Zhuhair Bin Rafi’, Hazrat Amru Bin Iyas bin Zaid bin Ghanam, Hazrat Mudlij bin Amru, Hazrat Abdullah Bin Suhail bin Amru, Hazrat Yazid Bin Harits, Hazrat Umair Bin Humam bin al-Jamuh, Hazrat Humaid al-Anshari, Hazrat Amru Bin Muadz Bin Nu’man, Hazrat Mas’ud bin Rabi’ah radhiyAllahu ta’ala ‘anhum)
Asal-usul dan riwayat singkat para Sahabat berdasarkan data dari Kitab-Kitab Hadits, Sirah (biografi) dan Tarikh (Sejarah). Beberapa Hadits yang diriwayatkan beberapa Sahabat tersebut.
Pembunuhan (pensyahidan) Hazrat Muzhahhir Bin Rafi’ oleh para pekerjanya atas hasutan orang-orang Yahudi di zaman Khalifah Umar (ra).
Hazrat Rafi’ Bin Khudaij, keponakan Hazrat Muzhahhir Bin Rafi’ yang dilarang ikut perang Badr karena belum cukup umur, peserta perang Uhud, lukanya dan doa Nabi (saw)
Hazrat Khuraim, kisah keislamannya yang menakjubakan dan sajak-sajak orang yang mendakwahinya.
Perihal kerapian berpakaian, mencukur rambut dan seorang laki-laki tampil layaknya laki-laki.
Hazrat Ayman putra Hazrat Khuraim dalam sajaknya setelah menolak ajakan Marwan bin Hakam untuk berperang melawan sesama Muslim pada sekitar tahun 684-685.
Hazrat Zhuhair Bin Rafi’ dan dialognya dengan Nabi (saw) perihal sewa ladang perkebunan. Ketaatan beliau setelah menerima perintah Nabi (saw).
Hazrat Abdullah Bin Suhail bin Amru yang dipaksa ayahnya keluar Islam di Makkah dan ikut rombongan pasukan Musyrikin Quraisy untuk perang Badr namun membelot di medan perang dengan berpihak kepada umat Muslim.
Rasulullah (saw) pernah bersabda, يَشْفَعُ الشَّهِيدُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَهْل بَيْتِهِ ‘Orang yang syahid (martir) akan memberikan syafaat bagi 70 orang keluarganya.’ Kesyahidan Hazrat Abdullah Bin Suhail di masa Khalifah Abu Bakr (ra).
Kesyahidan Hazrat Yazid Bin Harits di perang Badr.
Kesyahidan Hazrat Umair Bin Humam di perang Badr bersama saudara angkatnya. Sajak-sajak menjelang kesyahidannya.
Hazrat Humaid al-Anshari yang memprotes keputusan Nabi (saw) perihal perselisihan mengenai pengairan di kebun (ladangnya) yang bersebelahan dengan keponakan Nabi (saw), Hazrat Zubair bin Awwam (ra).
Terkadang syaitan menyerang secara diam-diam. Namun, berkenaan dengan sahabat Badr ini, Allah Ta’ala telah memberikan kesaksian atas pengampunan-Nya dan mengumumkannya.
Kesyahidan Hazrat Amru Bin Muadz Bin Nu’man di perang Badr dan perolok-olokan dari pembunuhnya, Dhirar bin al-Khaththab bin Mirdas al-Fihri.
Pembahasan sekilas mengenai Dhirar bin al-Khaththab yang masuk Islam pada Fath Makkah (penaklukan kota Makkah oleh umat Muslim pada tahun Ramadhan 8 Hijriyyah, 630 M), peranannya pada masa Khalifah Rasyidin dan kesyahidannya.
Doa untuk keberhasilan Jalsah Salanah UK (Britania Raya) di hari Jumat yang akan datang.
Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu’minin, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (أيده الله تعالى بنصره العزيز, ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 26 Juli 2019 di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, Surrey, UK (Britania Raya)
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)
Hari ini pun saya akan menyampaikan perihal Ashhaab-e-Badr (Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam yang ikut perang Badr). Sahabat pertama bernama Hazrat Muzhahhir Bin Rafi’ (مُظَهِّرُ بن رَافع بن عَدِيّ بن زَيْد بن جُشَم بن حارثة بن الحارث بن الخَزْرج بن عمرو بن عامر بن الأَوس الأَنصاري الأَوسي ثم الحارثي). Ayahanda beliau bernama Rafi’ bin Adiyy. Beliau berasal dari keluarga banu Haritsah Bin Harits, Kabilah Aus Anshar.
Hazrat Muzhahhir mempunyai saudara kandung bernama Zhuhair. Keduanya merupakan paman Hazrat Rafi’ Bin Khudaij bin Rafi’ bin ‘Adiyy (رافع بن خديج بن رافع بن عدي) yang notabene bukan sahabat Badr namun memiliki kedudukan khusus dalam sejarah. Ini artinya, keponakan Hazrat Muzhahhir pun bernama Rafi’ begitu juga ayahnya.[1]
Perlu saya sampaikan perihal Hazrat Rafi Bin Khudaij secara singkat bahwa beliau adalah sahabat yang telah mempersembahkan diri untuk ikut serta pada perang Badr, namun dipulangkan (disuruh pulang) oleh Rasulullah (saw) karena beliau masih belum cukup umur. Kemudian diizinkan untuk ikut serta pada perang Uhud. Hazrat Rafi ikut serta pada perang Uhud, Khandak dan seluruh peperangan lainnya. Sebuah anak panah menancap pada bagian tulang selangka (collarbone, clavicle) beliau atau menurut riwayat lain, dada beliau. Anak panah berhasil dicabut namun bagian depannya masih tersisa dan terus berada di tubuh beliau sampai akhir hayat.[2]
Rasulullah (saw) bersabda kepada Hazrat Rafi, أنا أشهد لك يوم القيامة “Pada hari kiamat aku akan memberi kesaksian bagimu.” Hazrat Rafi’ Bin Khudaij wafat pada masa kekuasaan Abdul Malik Bin Marwan pada 74 Hijriyyah di usia 86 tahun.[3]
Baru saja telah saya jelaskan perihal keponakan Hazrat Muzhahhir. Berkenaan dengan Hazrat Zhuhair perlu saya sampaikan bahwa Imam Bukhari telah menyampaikan Hazrat Zhuhair ikut serta pada perang Badr bersama saudaranya. Namun, Imam Bukhari tidak mencantumkan nama saudaranya itu dalam kitabnya.
Para pensyarah (pemberi penjelasan) atas Kitab-kitab karya al-Bukhari menulis bahwa saudara Hazrat Zhuhair itu adalah Muzhahhir. Demikian pula dalam kitab Siratun Nabi (biografi Nabi) bernama ‘Subulul Huda war Rasyaad’ tertulis mengenai Hazrat Zhuhair Bin Rafi bahwa menurut al-Bukhari, saudara beliau, Hazrat Muzhahhir juga ikut perang Badr. Beberapa kitab yang membahas berkenaan dengan para sahabat yang bernama Usdul Ghabah, Al-Ishabatu, Al-Istii’aab dan lain sebagainya dalam menjelaskan berkenaan dengan peri kehidupannya tidak dijelaskan perihal keikutsertaan beliau pada perang Badr. Di dalam ketiga buku tersebut tertulis, Hazrat Muzhahhir bahwa beliau ikut serta bersama Rasulullah (saw) pada perang Badr dan seluruh peperangan lainnya. Hazrat Muzhahhir wafat pada masa kekhalifahan Hazrat Umar. Namun kitab-kitab yang menyatakan keikutsertaan Hazrat Muzhahhir pada perang Badr dapat lebih dijadikan sebagai pegangan.
Yahya Bin Sahl bin Abi Hatsmah (يحيى بن سَهْل بن أبي حَثْمَةَ) meriwayatkan, أقبل مظهر بن رافع الحارثي إلى أبي باعلاج من الشام عشرة ليعملوا في أرضه فلما نزل خيبر أقام بها ثلاثا فدخلت يهود للإعلاج وحرضوهم على قتل مظهرودسوا لهم سكينين أو ثلاثا فلما خرجوا من خيبر وكانوا بثباروثبوا عليه فبعجوا بطنه فقتلوه ثم انصرفوا إلى خيبر فزودتهم يهود وقوتهم حتى لحقوا بالشام “Hazrat Muzhahhir Bin Rafi al-Haritsi datang kepada ayah saya dengan membawa serta para pekerja berjumlah 10 orang tangguh dari negeri Syam supaya dapat mengelola tanah-tanah beliau. Ketika sampai di Khaibar, mereka tinggal selama tiga hari di sana. Di sana orang-orang Yahudi menghasut para pekerja itu untuk membunuh Hazrat Muzhahhir. Secara sembunyi-sembunyi para pekerja itu dibekali dengan beberapa pisau. Ketika mereka keluar dari Khaibar dan sampai di suatu tempat yang bernama Tsibar yang berjarak 6 mil dari Khaibar, para pekerja itu menyerang Hazrat Muzhahhir dan menusukkan pisau ke perut beliau sehingga beliau syahid. Mereka kembali ke Khaibar dan orang Yahudi tadi memulangkan mereka dengan terlebih dahulu memberikan perbekalan berupa makanan sehingga mereka sampai di negeri Syam.
Ketika Hazrat Umar Bin al-Khaththab mendapatkan kabar tersebut, bersabda, إني خارج إلى خيبرَ فَقَاسِمٌ ما كان بها من الأموال، وَحَادٌّ حُدُودَها، ومُورّفٌ أُرَفَها ومُجْلٍ يَهُودَ منها، فَإنّ رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم، قال لهم: “أُقِرّكم ما أَقرّكم الله”، وقد أذن الله في جلائهم، ففعل ذلك بهم ‘Saya akan berangkat ke Khaibar dan akan membagikan harta yang ada di sana, menjelaskan batasan-batasannya dan juga akan memberikan batasan jarak pada setiap lahan tanah yakni akan dibalas dan akan mengusir orang-orang Yahudi itu dari sana karena Rasulullah (saw) bersabda mereka, “Saya tidak akan memberikan kamu tempat sebelum Allah Ta’ala sendiri memberikan tempat kepada kalian”, dan Allah Ta’ala mengizinkan untuk mengusir mereka. Kemudian Hazrat Umar melakukan demikian.”[4] Peristiwa syahidnya Hazrat Muzhahhir terjadi pada tahun 20 Hijriyyah.
Sahabat berikutnya adalah Hazrat Malik Bin Qudamah (مَالِكُ بن قُدَامة بن عَرْفَجَة بن كعب بن النَّحَّاط بن كعب بن حارثة بن غَنْم بن السِّلْم بن امرىءِ القيس بن مالك بن الأَوس الأَنصاري الأَوسي). Ayahanda beliau bernama Qudamah Bin ‘Arfajah. Sedangkan riwayat lain menyatakan bahwa kakek beliau bernama Harits (الحارث), bukan yang disebut Arfajah (عَرْفَجَة). Itu artinya, kakek Hazrat Malik yang disebut ‘Arfajah juga dipanggil Harits. Beliau berasal dari Kabilah Aus, Anshar keluarga Banu Ghanam.
Hazrat Malik ikut perang Badr bersama satu saudara beliau yang bernama Hazrat Mundzir Bin Qudamah. Selain itu, Hazrat Malik juga ikut serta pada perang Uhud.[5]
Sahabat berikutnya adalah Hazrat Khuraim Bin Fatik (al-Akhram) bin Syaddad (خُريم بن الأخرم/فَاتِك بن شدّاد بن عَمْرو بن فاتك الأزدي). Beliau berasal dari Banu Asad. Ayahanda beliau bernama Fatik Bin Akhram atau Akhram Bin Syaddad. Beliau dipanggil Abu Yahya. Dalam riwayat lain dipanggil Abu Ayman (أبو أيمن) karena putra beliau bernama Hazrat Ayman Bin Akhram. Beliau bersama dengan sudaranya bernama Hazrat Sabrah Bin Fatik ikut serta pada perang Badr. Berdasarkan satu pendapat Hazrat Khuraim ikut serta pada perjanjian Hudaibiyah.
Ada satu riwayat yang tidak dikenal yang menyatakan bahwa Hazrat Khuraim dan putranya Hazrat Ayman baiat paska Fath Mekah pada saat kabilah Banu Asad menerima Islam. Riwayat yang sebelumnya lebih sahih yakni Hazrat Khuraim ikut serta pada perang Badr begitu juga Imam Bukhari dalam kitab At-Tarikh Al-Kabiir menerangkan beliau adalah sahabat Badr.[6]
Hazrat Khuraim bersama dengan putra pergi ke Kufah dan berdasarkan satu riwayat lainnya keduanya pindah ke kota Raqah yang terkenal terletak di sebelah timur sungai Furat (Eufrat). Keduanya wafat di sana pada masa kepemimpinan Amir Muawiyah.
Hazrat Khuraim Bin Fatik menuturkan perihal peristiwa baiatnya beliau sebagai berikut, “Pada suatu kali saya pergi untuk mencari unta-unta saya yang hilang. Ketika mengikuti jejak kaki mereka, tibalah malam hari. Akhirnya saya menemukan unta-unta itu di Abraqu as saaf, nama tempat terkenal untuk minum air milik Banu Asad Bin khuzaimah yang berada di Madinah pada jalan menuju Bashrah. Saya lalu mengikat unta-unta itu di sana.
Setelah itu saya berbaring dengan menyenderkan tubuh pada paha seekor unta. Saya lewati malam di sana, masa itu merupakan masa awal hijrah Rasulullah (saw). Saya berkata dengan suara tinggi, أَعوذ بكبير هذا الوادي ‘Aku memohon perlindungan kepada penguasa lembah ini.’ Perbuatan seperti itu merupakan tradisi pada masa itu dengan mengatakan, ‘Aku memohon perlindungan kepada penguasa lembah ini.’”
Hazrat Khuraim menuturkan, “Pada zaman jahiliyah orang-orang biasa mengucapkan demikian yakni ketika seseorang berada di lembah yang sunyi dan bermaksud bermalam di sana demi terhindar dari keburukan penghuninya. Orang-orang bodoh biasa mengucapkan demikian.
Walhasil, tiba-tiba ada seseorang yang menyahut ketika saya mengucapkan kalimat tadi. Dengan gaya membaca syair, ia berkata,
وَيْحَكَ عُذْ بِالله ذِي الْجَلَالِ مُنَـــــزِّلِ الْحَــــرَامِ وَالـْحَـــــــــلَالِ
‘Semoga kebaikan tercurah kepadamu, mintalah perlindungan kepada Allah, Pemilik keperkasaan yang menurunkan haram dan halal.
وَوَحِّـدِ الله وَلاَ تُبَـــــــــــــالـِي مَا هَوْلُ ذِي الْجِنِّ مِنَ الْأَهْوَالِ
Ikrarkanlah tauhid Ilahi, niscaya kamu takkan memperdulikan cobaan dari jin-jin.’
Maksudnya, jika engkau mengingat Allah ta’ala maka makar jin-jin akan gagal. Kecuali amalan baik orang yang bertakwa yakni kebaikan akan terus berlanjut, tidak akan terjadi keburukan.
Saya (Hazrat Khuraim) menjawabnya, يَا أَيُّهَا الْهَاتِفُ مَا تَخِيـلُ أَرَشَـدٌ عِنْـدَكَ أَمْ تَضْـلِيـلُ ‘Wahai orang yang menyeru, apakah menurutmu yang kaukatakan itu merupakan perkara petunjuk atau engkau tengah menyesatkanku?’ (Ini terjadi pada zaman jahiliyah, sungguh aneh apa yang dia katakan mengenai Tauhid.)
Ia berkata:
هَذَا رَسُولَ الْلَّهِ ذُو الخَيراتِ جَاءَ بِيَـاسِيـنَ وَحَامِيَمَـاتِ
‘Dialah Rasul Allah, pemilik kebaikan-kebaikan, pembawa Yaasiin dan Haa Miim-Haa Miim
وَسُـــــــوَرٍ بَعْـــــدُ مُفَصِّـــــلَاتِ مُحَـــرِّمَــــاتٍ وَمُحَـــــــلِّـلَاتِ
dan dia bawa surat-surat setelah merincikan (mufashshilaat) dan juga memberitahukan kepada kami semua hal yang ditetapkan haram dan semua hal yang ditetapkan halal,
يَأْمُـــــرُ بِالْصَّـــــوْمِ وَبِالْصَّــــــــلَاةِ وَيَزْجُــــرُ النَّاسَ عَنِ الْهَنَاتِ
Dia perintahkan puasa dan shalat. Dia larang orang-orang dari keburukan yang terdapat dalam diri orang-orang di masa lalu.’”
Beliau mendapat jawaban bahwa mengenai Tauhid kami mengetahui seperti itu, untuk itu kami sampaikan.
Hazrat Khuraim mengatakan, “Saya berkata, من أَنت؟ يَرحمكَ الله! ‘Semoga Allah mencurahkan rahmatnya kepada engkau. Siapa gerangan Anda ini?’
Ia menjawab, أَنا مالك بن مالك، بعثني رسول الله على جن أَهل نُصَيبين نجد ‘Saya adalah Malik bin Malik. Rasulullah (saw) telah mengutus saya kepada para Jin penduduk Najd, yakni para pemimpin mereka.’
Saya (Hazrat Khuraim) berkata, لو كان لي من يكفيني إِبلي هذه، لأَتيته حتى أَومن به ‘Jika ada orang yang dapat mengurusi unta saya, pasti saya akan pergi menjumpai Rasul tersebut (Beliau menyukai tauhid yang disampaikan sahabat tadi) lalu akan beriman kepadanya.’
Malik Bin Malik berkata, أَنا أَكفيكها حَتَّى أُؤديها إِلى أَهلك سالمة إِن شاءَ الله تعالى ‘Saya akan bertanggung jawab atas unta-unta Anda dan akan saya antar unta-unta tersebut kepada keluarga Anda dengan baik, insya Allah.’
Saya menyiapkan satu unta dari antara unta-unta itu lalu mengendarainya sampai ke Madinah. Unta-unta selebihnya saya serahkan kepada beliau.
Saya sampai di Madinah ketika orang-orang tengah melaksanakan ibadah Jumat. Saya berpikir biarkan orang-orang ini shalat dulu dan saya akan masuk ke dalam karena lelah. Saya lalu mendudukan unta saya. Ketika Hazrat Abu Dzar muncul beliau berkata kepada saya, ‘Rasulullah (saw) meminta tuan untuk masuk.’ Lalu saya masuk.
Ketika Rasulullah (saw) melihat saya, belilau bersabda, ما فعل الشيخ الذي ضَمِن أَن يؤدي إِبلك إِلى أَهلك؟ أَما إِنه قد أَدَّاها إِلى أَهلك سالمة ‘Bagaimana keadaan orang tua yang memberikan jaminan padamu untuk mengantarkan unta-untamu dengan baik kepada keluargamu. Dia telah mengantarkan untamu dengan selamat ke rumahmu.’
Semua pemandangan ghaib ini diperlihatkan oleh Allah Ta’ala kepada Rasulullah (saw).
Saya (Hazrat Khuraim) mengatakan, ‘Semoga Allah mencurahkan rahmatnya kepada orang itu.’
Rasulullah (saw) bersabda, أَجَلْ، رَحِمَهُ الله ‘Iya. Semoga Allah mencurahkan rahmatNya padanya.’
Saya (Hazrat Khuraim) berkata, ‘Saya bersaksi tidak ada sesembahan lain selain Allah.’”
Demikianlah beliau baiat masuk Islam dengan kisah yang menarik. Beliau menjelaskan kisah baiatnya.[7]
Hazrat Khuraim Bin Fatik adalah figur yang sangat lembut dan menyukai kerapian. Beliau sangat memperhatikan pakaian dan kerapian penampilan. Sebelum masuk islam, beliau biasa mengenakan celana atau pajama yang terlalu panjang dan berambut panjang sebagaimana diriwayatkan dalam al-Mustadrak ‘alash Shahihain karya Hakim Naisaburi tentang itu bahwa Hazrat Khuraim bin Fatik meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah (saw) datang dan bersabda, يا خُريم، لولا خَلّتان فيك كنتَ أنت الرجل “Wahai Khuraim, jika tidak ada dua hal dalam dirimu maka engkau tergolong orang yang baik.”
Beliau menjawab, ما هما بأبي وأمّي؟ “Ayah dan ibuku rela berkurban demi tuan, apa dua hal itu, wahai Rasulullah (saw)?”
Rasul bersabda: تُوفي شَعرَك وتُسْبِل إزارك “Memanjangkan rambutmu dan mengenakan celana terlampau panjang dengan diliputi perasaan takabbur.”
Hazrat Khuraim lalu pergi untuk mencukur rambutnya dan memendekkan celananya.
Dalam riwayat at-Tarikhul Kabiir dikatakan, Hazrat Ibnu Khazliyah (عن بن الحنظلية) meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) bersabda, نِعْمَ الرَّجُلُ خُرَيْمٌ الْأَسَدِيُّ لَوْلَا طُولُ جُمَّتِهِ ، وَإِسْبَالُ إِزَارِهِ “Betapa baiknya Khuraim Asadi jika tidak memanjangkan rambutnya sampai ke bahu dan tidak memanjangkan celananya.”[8] (Memakai celana yang terlampau panjang dengan niat takabbur. Pakaian bagian bawah hendaknya jangan terlalu panjang)
Hazrat Khuraim mengetahui kabar tersebut lalu beliau mengambil pemotong dan memendekkan rambutnya sampai telinga dan memendekkan celananya sampai setengah betis karena pada saat itu memanjangkan celana dianggap sebagai tanda kebanggaan.
Ada orang yang mengatakan tidaklah mengapa memanjangkan rambut dan celana tanpa alasan jelas. Pakailah sebagaimana yang telah dinasihatkan oleh Rasulullah (saw) sampai bagian atas telinga. Kaum pria janganlah berambut panjang seperti perempuan.
Beliau ikut serta pada masa penaklukan Syam pada masa Hazrat Umar.
Hazrat Qais Bin Abi Hazim dan Hazrat Amir Syaba (عن إسماعيل بن أبي خالد عن الشّعبي) meriwayatkan, أَرْسَل مَرْوان بن الحكم إلى أيمن بن خريم ألَا تَتَّبُعنا على ما نحن فيه؟ “Marwan Bin Hakam berkata kepada Hazrat Ayman Bin Khuraim, ‘Kenapa kamu tidak ikut serta berperang bersama kami?’
Ayman Bin Khuraim (أيمن بن خُرَيْم الأسدي) berkata kepada Marwan Bin Hakam, أن أبي وعمي شهدا بدرا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فعهدا إلي ألا أقتل أحدا يشهد أن لا إله إلا الله فإن جئتني ببراءة من النار قاتلت معك ‘Ayah dan paman saya keduanya ikut serta pada perang Badr. Mereka mengambil janji dari saya supaya saya tidak akan berperang melawan seorang pun yang telah bersyahadat (sesama Muslim). Jika Anda dapat menjamin saya tidak akan tersentuh api neraka niscaya saya akan berperang bersama Anda melawan musush-musuh Anda.’[9]
Marwan berkata, لا حاجةَ لنا بمعونتك ‘Pergilah dari dekatku. Kami tak butuh bantuanmu.’
Hazrat Ayman Bin Khuraim pergi sambil menyenandungkan syair (sajak) berikut:
وَلَسْتُ مُقَاتِلًا أَحـَدًا يُصَلِّـي عَلَى سُلْطَاَن آخَرَ مِنْ قُــــــرَيْشِ
لَهُ سُلْطَانُهُ وَعَـلَيّ إِثْمِـــــــــي
مَعَـــــــاذَ اللَّهِ مِنْ سَفَــــهٍ وَطَيْــشِ
أَأَقْتُلُ مُسْلِمًا فِي غَيْرِ جُرْمٍ
فَلَسْتُ بِنَافِعِي مَا عِشْتُ عَيْشِي
Takkan kuperangi seorang pun yang mengakui Sultan lain dari Quraisy,
Baginya kerajaannya, bagiku dosaku.
‘Ku berlindung kepada Allah dari kebodohan dan amarah seperti itu,
Akankah ‘kuperangi seorang Muslim tak bersalah?
Jika berlaku demikian, seberapa lama pun ‘ku hidup, takkan berguna apa-apa bagiku.
(Coba perhatikan amal perbuatan umat Muslim pada masa ini, dari itu kita dapat mengetahui betapa jauhnya mereka telah tersesat dari ajaran sejati)
Sahabat berikutnya, Hazrat Ma’mar Bin Harits (مَعْمَر بن الحارث بن معمر بن حبيب بن وهب بن حذافة بن جمح القرشي الجمحي). Beliau berasal dari kabilah Quraisy keluarga Banu Jumah. Ayahanda beliau bernama Harits Bin Ma’mar. Ibunda beliau bernama Qutailah binti Mazh’un (قُتيلة بنت مظعون بن حبيب بن وهب ابن حذافة بن جُمَح), saudari Hazrat usman Bin Maz’un. Dengan demikian Hazrat usman Bin Maz’un adalah paman dari Hazrat Ma’mar. Hazrat Ma’mar memiliki dua saudara lagi yang bernama Hatib (حاطب) dan Hatab (حطَّاب). Ketiganya baiat masuk Islam sebelum Rasulullah (saw) masuk ke Darul Arqam. Beliau terhitung sebagai sahabat awwalin.[10]
Hazrat Aisyah Binti Qudamah meriwayatkan bahwa dari kalangan Banu Maz’un ialah Hazrat Usman (عثمان بن مظعون), Hazrat Qudamah (قدامة بن مظعون), Hazrat Abdullah (عبد الله بن مظعون), Hazrat Saa-ib Bin Mazh’un (السائب بن مظعون) dan Hazrat Ma’mar Bin Harits (معمر بن الحارث بن معمر). Mereka hijrah dari Mekah ke Madinah dan tinggal di rumah Hazrat Abdullah Bin Salma Ajlani. Hazrat Rasulullah (saw) menjalinkan persaudaraan antara beliau dengan Hazrat Muadz Bin Afra (مُعَاذ ابن عفراء).[11]
Beliau ikut serta pada perang Badr, Uhud, Khandaq dan seluruh peperangan lainnya bersama dengan Rasulullah (saw).[12] Beliau wafat pada masa kekhalifahan Hazrat Umar, tahun 23 Hijri.[13]
Sahabat berikutnya bernama Hazrat Zhuhair Bin Rafi’ (ظُهَيْرُ بنُ رَافِع بن عَدِيّ بن زَيْد بن جُشَم بن حارثة بن الحارث). Beliau adalah saudara sahabat sebelumnya, Hazrat Muzhahhir. Beliau berasal dari kabilah Aus, Anshar, dari keluarga Banu Haritsah Bin Harits. Putra beliau bernama Usaid (أسَيْد بن ظُهَيْر) yang mendapatkan kehormatan juga menjadi sahabat. Hazrat Zhuhair adalah paman Rafi Bin Khudaij juga. Sebelum ini saya telah menyampaikannya. Istri Hazrat Zhuhair bernama Fatimah Binti Bisyr (فاطمة بنت بشر بن عدي) yang berasal dari Banu Adi Bin Ghanam.
Hazrat Muzhahhir Bin Rafi adalah saudara kandung Hazrat Hazrat Zhuhair. Kedua bersaudara tersebut mendapatkan taufik ikut serta pada perang Badr. Kebanyakan sumber sejarah mengatakan kedua bersaudara tersebut ikut serta pada perang Badr. Hazrat Zhuhair ikut serta pada Baiat Aqabah Tsaniyah, Badr, Uhud dan seluruh peperangan lainnya bersama dengan Rasulullah (saw).
Hazrat Rafi Bin Khudaij meriwayatkan dari paman beliau, Hazrat Zhuhair Bin Rafi. Hazrat Zhuhair mengatakan, نهانا رسول الله صلى الله عليه وسلم عن أمر كان لنا نافعًا، دعاني رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال Rasulullah (saw) melarang kami dari satu perkara yang menguntungkan kami sendiri. ما قال رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم فهو حق Apa yang Rasulullah (saw) sabdakan itulah yang tepat. Rasulullah (saw) memanggil saya dan bertanya, كَيْفَ تَصْنَعُونَ بمَحَاقِلِكُمْ؟ ‘Apa yang kamu lakukan dengan ladang-ladangmu?
Saya katakan, نُؤَاجِرُهَا يَا رَسُولَ الله عَلَى الْرَّبِيْعِ أَوْ الأَوْسُقِ مِنَ الْتَّمْرِ وَالْشَّعِيْرِ ‘Kami mintakan orang lain untuk mengelola ladang-ladang kami sembari kami mengajukan syarat kami akan mengambil panen yang dekat dengan saluran air (panen terbaik) atau menyewakan dengan upah berupa kurma dan barley (Urdu: jo, sejenis padi-padian keluarga gandum) seukuran beberapa wasaq (satu wasaq= 60 sha dan 1 sha = sekitar 2,5 kg)’
Hazrat Rasulullah (saw) bersabda, فَلَا تَفْعَلُوا، ازْرَعُوْهَا أَوْ أَزْرِعُوْهَا أَوْ أَمْسِكُوهَ ‘Jangan melakukan demikian. Daripada begitu, lebih baik bagi kalian untuk bercocok tanam sendiri dan panen sendiri.’[14]
Hazrat Rafi berkata: سمعا وطاعة ‘sam’an wa tha’atan’ – ‘Saya mendengarnya dan ke depannya akan seperti itu. Setelah itu Kami sendiri yang bercocok tanam sendiri atau mengambil keuntungan dengan cara memberikan hak kepada yang berhak menerimanya.’”
Sahabat berikutnya adalah Hazrat Amru Bin Iyas bin Zaid bin Ghanam (عَمْرُو بن إِياس بن زيد بن غَنْم). Beliau berasal dari Yaman, pendukung Anshar (هو رجل من اليمن حليف الأَنصار، شهد بدرًا وأُحدًا).[15] Beliau berasal dari Kabilah Banu Laudzaan (ومن بني لوذان بن غنم). Ayahanda beliau bernama Iyas Bin Amru (إياس بن عمرو بن غنم).[16] Dalam riwayat lain dikatakan bahwa kakek beliau bernama Zaid. Beliau ikut serta pada perang Badr dan Uhud bersama Rasulullah (saw). Hazrat Amru adalah saudara Hazrat Rabi Bin Iyas (ربيع بن إِياس) dan Hazrat Waraqah Bin Iyas (ورقة بن إِياس). Ketiga bersaudara tersebut mendapatkan taufik untuk ikut serta pada perang Badr.
Sahabat berikutnya adalah Hazrat Mudlij Bin Amru (مدلج بن عمرو). Nama lengkap beliau adalah Hazrat Mudlij Bin Amru. Disebut juga Mudlaaj (مدلاج بن عمرو السُّلميّ) dalam riwayat lain. Berasal dari Kabilah Banu Sulaim keluarga Banu Hajar (من بني حجر بن عياذ بن يشكر بن عُدْوان). Beliau adalah pendukung Banu Kabiir Bin Ghanam Bin Dudaan (بني غَنْم بن دُودَان بن أَسد). Berdasarkan riwayat lainnya merupakan pendukung Banu Amru Bin Dudan yang kemudian menjadi pendukung Banu Abdu Syams (بني عمرو بن دُاودَان بن أسد بن خُزيمة حلفاء بني عبد شمس).
Beliau ikut perang Badr bersama kedua saudaranya bernama Hazrat Saqaf (ثقف) Bin Amru dan Hazrat Malik (مالك) Bin Amru. Hazrat Mudlij Bin Amru ikut serta pada perang Badr, Uhud dan seluruh peperangan lainnya bersama dengan Rasulullah (saw). Beliau wafat pada 50 Hijri pada masa pemerintahan Hazrat Amir Muawiyah.
Sahabat berikutnya adalah Hazrat Abdullah Bin Suhail bin Amru (عَبْدُ اللّهِ بن سُهَيل بن عَمْرو العامري). Ayahanda beliau bernama Suhail Bin Amru. Ibunda beliau bernama Fakhitah Binti Amir bin Naufal bin ‘Abdu Manaf (فَاخِتَة بنت عامر بن نَوْفَل بن عبد مَناف). Saudara beliau bernama Abu Jandal (أبو جَنْدَل بنُ سُهَيْل بن عَمْرو). Hazrat Abdullah adalah kakak Abu Jandal. Hazrat Abdullah dipanggil Abu Suhail. Beliau berasal dari kabilah Quraisy, dari keluarga Banu Amir Bin Luayy (من بني عامر بن لُؤَيّ بن غالب بن فِهْر القرشي العامري).
Ibnu Ishaq dalam kitabnya berpendapat berpendapat bahwa beliau ikut serta hijrah ke Habsyah yang kedua. Ketika Hazrat Abdullah kembali dari Habsyah, beliau dipaksa ayahnya untuk keluar dari Islam. Beliau akhirnya menyatakan keluar dari Islam dan memutuskan berada di pihak kaum Musyrikin melawan pasukan Muslim pada saat perang Badr. Beliau berangkat ke bukit Badr untuk berperang melawan pasukan Muslim. Memang beliau menyatakan keluar secara lisan namun hatinya masih condong kepada Islam. Hazrat Abdullah menggunakan kendaraannya bersama sang ayah menuju medan perang Badr. Ayahnya tidak merasa ragu lagi bahwa anaknya ini telah menyatakan keluar dari Islam.
Ketika pasukan Muslim dan Musyrik saling berhadapan di medan Badr, Hazrat Abdullah kembali bergabung dengan pasukan Muslim. Sebelum bertempur beliau menemui Rasulullah (saw) terlebih dulu. Dengan demikian beliau ikut serta perang Badr sebagai Muslim. Saat itu beliau berusia 27 tahun. Melihat perbuatannya itu ayah beliau naik pitam.[17]
Hazrat Abdullah ikut serta pada perang Badr, Uhud, Khandaq dan seluruh peperangan lainnya bersama Rasulullah (saw). Pada saat Fath Mekah, Hazrat Abdullah meminta jaminan keamanan untuk ayahnya kepada Rasulullah (saw). Beliau hadir ke hadapan Rasulullah (saw) dan berkata, يا رسول الله، أبي تُؤَمِّنه؟ “Wahai Rasulullah (saw)! Apakah tuan akan memberikan jaminan keamanan kepada ayah saya?”
Rasul menjawab, هو آمِنٌ بأمان الله، فليظهر “Disebabkan berada dalam jaminan keamanan Allah Ta’ala maka beliau aman. Baiklah, hendaknya ia menampakkan diri keluar.”
Beliau (saw) lalu bersabda kepada orang-orang di sekitar beliau, مَنْ رَأَى سُهَيْلَ بْنَ عَمْرٍو فَلَا يَشُدّ إِلَيْهِ الْنَّظرَ. فَلَعَمْرِي إِنَّ سُهَيْلًا لَهُ عَقْلٌ وَشَرَفٌ، وَمَا مِثْلُ سُهَيْلٍ جَهِلَ الْإِسْلَامَ “Siapa yang melihat Suhail Bin Amru, janganlah memandangnya dengan pandangan benci. Demi kehidupanku! Sesungguhnya Suhail adalah orang yang bijak dan baik. Orang seperti Suhail tidak mungkin tidak tahu mengenai Islam.”[18]
Hazrat Abdullah Bin Suhail bangkit dan menghadap sang ayah lalu mengabarkan sabda Rasulullah (saw) tadi kepadanya. Suhail berkata, كان والله برا صغيرا وكبيرا “Demi Tuhan! Ketika si tua dan anak-anaknya dalam kebaikan.”[19] Pada kesempatan itu ayahanda Hazrat Abdullah baiat masuk Islam. Setelah peristiwa berimannya itu, Hazrat Suhail mengatakan, قد جعل الله لابني في الإسلام خيرا كثيرا “Allah Ta’ala telah menetapkan banyak sekali kebaikan kepada anakku dalam Islam.”[20]
Hazrat Abdullah ikut serta pada perang Yamamah. Pada 12 Hjjri dalam peperangan tersebut wafat pada masa kekhalifahan Hazrat Abu Bakr. Saat itu beliau berumur 38 tahun.[21]
وأقبل أبو بكر في أثناء خلافته حاجًّا، فلما دخل مكة جاءه سهيل بن عمرو مُسلِّمًا، فعزَّاه أبو بكر بابنه عبد الله الذي قُتِل في اليمامة شهيدًا. قال سهيل: Ketika Hazrat Abu Bakr Siddiq berangkat ke Mekah untuk ibadah haji pada masa kekhalifahannya, Hazrat Suhail ayah Hazrat Abdullah datang menemui Hazrat Abu Bakr di Mekah, lalu Hazrat Abu Bakr menyampaikan takziah (ungkapan simpati) atas kewafatan Hazrat Abdullah. Saat itu Hazrat Suhail berkata, لقد بلغني أن رسول الله ﷺ قال “Saya mendengar kabar bahwa Rasulullah (saw) pernah bersabda, يَشْفَعُ الشَّهِيدُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَهْل بَيْتِهِ ‘Orang yang syahid akan memberikan syafaat bagi 70 orang keluarganya’, فأنا أرجو ألا يبدأ ابني بِأَحَدٍ قبلي sehingga saya berharap anak saya tidak mendahului memberikan syafaat untuk pengampunan seorang pun sebelum saya terlebih dahulu.”[22]
Berdasarkan pendapat lain, Hazrat Abdullah syahid di daerah Bahrain bernama Jawasa pada usia 88 tahun. Jawasa merupakan benteng Abdul Qais di Bahrain (جواثا من البحرين) yang telah dikuasai oleh A’la Bin Hadhrami pada masa kekhalifahan Hazrat Abu Bakr Ra pada 12 Hijri.[23] Walhasil, ini adalah riwayat-riwayat yang jauh.
Sahabat berikutnya adalah Hazrat Yazid Bin Harits (يزيد بن الحارث بن قيس بن مالك بن أحمر بن حارثة بن ثعلبة بن كعب بن الخزرج بن الحارث بن الخزرج). Beliau berasal dari kalangan Anshar kabilah Khazraj keluarga Banu Ahmar bin Haritsah. Ayah beliau bernama Harits Bin Qais. Ibunda beliau bernama Fushum berasal dari kabilah Qain Bin Jisr (فسحم وهي من بلقين بن جسر من قضاعة). Qain merupakan satu kabilah Qudha’ah di Yaman. Berdasarkan latar belakang ibunya, beliau dipanggil juga dengan sebutan Yazid Fushum (يزيد فسحم) dan Yazid Bin Fushum (يزيد بن فُسْحُمٍ).[24] Seorang saudara beliau bernama Abdullah Bin Fushum. Mengenai Hazrat ‘Umair bin Abdu Amru (عُمير بن عَبْد عمرو بن نَضْلة الخزرجي), nama beliau juga adalah Dzusy Syimalain (ذُو الشِّمَالَيْنِ) “Pemilik dua tangan kiri”. Sejarawan Ibnu Hisyam menerangkan bahwa beliau dijuluki Dzus Syimalain karena beliau banyak menggunakan tangan kiri untuk beraktifitas. Sementara dalam riwayat lain dikatakan bahwa karena tangan beliau cukup panjang dan beliau biasa sama-sama menggunakan kedua tangannya sehingga beliau juga dijuluki dengan Dzul Yadain (ذو اليدين) “Pemilik dua tangan”. Beliau berasal dari kabilah Banu Khuzaah (من ” خزاعة ”، حليف بني زهرة).[25]
Ketika hijrah dan sampai di Madinah, Rasulullah (saw) menjalinkan persaudaraan antara beliau dengan Hazrat Yazid Bin Harits. Dalam hal ini diterangkan mengenai Hazrat ‘Umair bin Abdu Amru atau Dzusy Simalain karena beliau dijalinkan persaudaraan dengan Hazrat Yazid Bin Harits. Hazrat Yazid dan Hazrat Dzusy Syimalain keduanya mendapatkan kehormatan ikut serta pada perang Badr. Keduanya juga syahid pada perang Badr. Naufal bin Muawiyah ad-Diliyy (نَوْفَلُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الدِّيلِيُّ) yang telah mensyahidkan beliau. Berdasarkan pendapat lain nama pembunuhnya adalah Thu’aimah bin Adi (طعيمة بن عدي). Hazrat Yazid Bin Harits pada saat perang Badr memegang kurma ditangan, lalu beliau membuangnya kemudian berperang. Ketika bertempur itu beliau syahid.
Sahabat berikutnya, Hazrat Umair Bin Humam bin al-Jamuh (عُمَير بن الحُمام بن الجَمُوح الأنصاري السلمي). Beliau berasal dari Anshar kabilah Khazraj ranting Banu Salma keluarga banu Haram Ibnu Ka’ab. Ayah beliau bernama Humam bin al-Jamuh. Ibunda beliau bernama Nawar Binti Amir (النّوار بنت عامر بن نابئ). Hazrat Rasulullah (saw) menjalinkan persaudaraan antara beliau dengan Hazrat Ubaidah Bin Harits Matlabi (عُبَيدة بن الحارث المطلبي) yang hijrah dari Mekah ke Madinah. Beliau keduanya syahid pada perang Badr.
Ketika pihak Musyrikin mendekat di perang Badr, Rasulullah (saw) bersabda, قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُها السَّمَواتُ وَالأَرْضُ “Majulah untuk meraih surga yang seluas langit dan bumi.”
Perawi mengatakan, Hazrat Umair Bin Humam bertanya, يا رسول الله، جنة عرضها السموات والأرض؟ “Wahai Rasul Allah! Apakah tuan yang menyabdakan luasnya surga sama dengan langit dan bumi?”
Rasulullah (saw) menjawab, “Ya.”
Hazrat Umair berkata, بخ بخ! Bakh! Bakh! – “Wah! Wah!” (Bravo! Bravo!)
Rasulullah (saw) bersabda, مَا يَحْمِلُكَ عَلَى قَوْلِ بَخٍ بَخٍ؟ “Kenapa kamu mengatakan ‘Wah! Wah!’?”
Beliau menjawab, رجاء أنْ أكونَ من أهلها “Wahai Rasul! Demi Tuhan! Saya mengatakan itu semata-mata karena berhasrat untuk menjadi penghuni surga.”
Rasul bersabda, فَإِنَّكَ مِنْ أَهْلِهَا “Kamu termasuk penghuninya.”
Hazrat Umair mengeluarkan kurma-kurma dari wadahnya dan memakannya lalu berkata, لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ “Jika saya masih hidup sampai tiba masanya memakan kurma ini lagi, berarti itu adalah kehidupan yang panjang.”
Lalu beliau membuang kurma yang ada pada beliau saat itu kemudian bertempur melawan kaum kuffar sampai beliau syahid.[26]
Pada saat terjadi perang Badr, Hazrat Umair Bin himam membaca sajak berikut:
رَكْضًا إِلَى اللَّهِ
بِغَيْرِ زَادِ إِلَّا التُّقَى وَعَمَلَ المَعَادِ
وَالصَّبْرَ فِي اللَّهِ عَلَى الجِهَادِ
وَكُلُّ زَادٍ عُرْضَةُ النَّفَادِ
غَيْرَ التُّقَىَ وَالبِرِّ والرَّشَادِ
Menuju Allah, selain takwa dan amal akhirat, manusia tak bawa bekal apa-apa
Dan keteguhan jihad di jalan Allah.
Semua yang hidup pasti ‘kan fana.
Kecuali takwa, kebaikan nan indah dan bimbingan menuju petunjuk terbaik.
Sahabat yang syahid pertama dari kalangan Anshar adalah Hazrat Umair Bin Humam, beliau disyahidkan oleh Khalid Bin al-A’lam (خالد بن الأَعلم). Sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa Anshar yang pertama syahid adalah Hazrat Haritsah Bin Suraqah (حارثة بن سراقة بن الحارث بن عدي).[27] Terdapat dua riwayat dalam hal ini. Walhasil, beliau berdua adalah sahabat Badr.
Sahabat berikutnya adalah Hazrat Humaid al-Anshari (حميد). Hazrat Urwah bin Zubair meriwayatkan, خَاصَمَ الزُّبَيْرُ رَجُلًا مِنَ الأَنْصَارِ فِي شَرِيجٍ مِنَ الْحَرَّةِ فَقَالَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: “Pernah terjadi sengketa antara Hazrat Zubair bin Awwam dengan seseorang dari kalangan Anshar perihal air yang akan dialirkan ke ladang-ladang mereka. Sahabat Anshar tersebut ikut juga pada perang Badr. Kasus tersebut disampaikan kepada Rasulullah (saw) untuk mendapatkan keputusan. Keduanya biasa mengairi lahannya dengan aliran air tersebut. Rasulullah (saw) bersabda kepada Hazrat Zubair, اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ ‘Zubair yang akan lebih dahulu berhak untuk diairi ladangnya setelah itu baru ladang tetanggamu (sahabat Anshar) itu.’
Sahabat Anshar itu berkata kepada Rasulullah (saw) dengan nada kecewa, يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ فَتَلَوَّنَ وَجْهُهُ ‘Wahai Rasulullah (saw)! Tuan memberikan keputusan yang memihak Zubair karena Zubair adalah keponakan (putra ‘ammah atau bibi) tuan.’ [28]
Mendengar itu, wajah Rasul memerah karena marah lalu bersabda kepada Zubair, اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الْجَدْرِ، ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ ‘Pada awalnya saya mengatakan dalam corak ihsan untuk membagi air kepadanya. Sekarang kaitannya dengan hak, alirkan air itu ke lahanmu, wahai Zubair dan biarkan sampai memenuhi ladangmu baru dialirkan ke tetanggamu.’
وَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ حِينَ أَحْفَظَهُ الأَنْصَارِيُّ كَانَ أَشَارَ عَلَيْهِمَا بِأَمْرٍ لَهُمَا فِيهِ سَعَةٌ Rasulullah (saw) memberikan hak sepenuhnya untuk penggunaan air kepada Hazrat Zubair padahal sebelum ini Rasul telah menyampaikan keputusannya yang berpihak pada keduanya. Namun, ketika sahabat Anshar tadi membuat Rasulullah (saw) kecewa, beliau (saw) akhirnya memberikan hak penggunaan air itu kepada Zubair sepenuhnya.
Hazrat Zubair berkata, فَمَا أَحْسِبُ هَذِهِ الآيَاتِ إِلاَّ نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ ‘Demi Tuhan! Saya beranggapan ayat berikut berkaitan dengan peristiwa tersebut, فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An-Nisa: 66]’”[29]
Di dalam kitab Al-Ishabah, Usdul Ghabah dan Irsyadus Saari yang merupakan syarh (kitab komentar) atas Shahih al-Bukhari tertulis, “Sahabat Anshar yang bersengketa dengan Hazrat Zubair tersebut adalah Hazrat Humaid al-Anshari (dari kalangan Anshar, Madinah) dan beliau ikut serta pada perang Badr.”
Terkadang syaitan menyerang secara diam-diam. Namun, berkenaan dengan sahabat Badr ini, Allah Ta’ala telah memberikan kesaksian atas pengampunan-Nya dan mengumumkannya.
Sahabat berikutnya adalah Hazrat Amru Bin Muadz Bin Nu’man (عَمْرُو بن مُعَاذ بن النُّعْمان الأَنصاري الأَشْهَلِي). Ayah beliau bernama Muadz Bin Nu’man. Ibunda beliau bernama Kabsyah binti Rafi (كبشة بنت رافع بن معاوية بن عبيد بن الأبجر، وهو خدرة بن عوف بن الحارث بن الخزرج). هو أخو سعد بن معاذ سيّد الأوس Beliau adalah saudara Hazrat Saad Bin Muadz, pemimpin kabilah Aus, Asyhali, Anshar. Mereka yang berasal dari kabilah Banu Abdul Asyhal al-Anshari pun disebut juga dengan Al-Asyhali. Dari kabilah tersebut banyak sekali orang yang baiat masuk Islam.
Hazrat Asim Bin Umar Bin Qatadah (عاصم بن عمر بن قتادة) meriwayatkan, آخى رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم بين عمرو بن معاذ، وبين عمير بن أبي وقّاص؛ أخي سعد بن أبي وقّاص Hazrat Rasulullah (saw) menjalinkan persaudaraan antara beliau dengan Hazrat Umair Bin Abi Waqas. Umair Bin Abi Waqqash adalah saudara dari Hazrat Sa’d Bin Abi Waqqash.
Hazrat Amru Bin Muadz ikut serta dalam perang Badr bersama saudaranya, Hazrat Sa’d. Beliau disyahidkan pada perang Uhud oleh Dhirar Bin al-Khaththab (ضِرَار بن الخطاب).
Dhirar Bin al-Khaththab ketika menusukkan tombak kepada Hazrat Muadz dan menembus tubuh beliau, mengolok-olok dengan berkata, لا تعدمنّ رجُلًا يزوِّجك من الحور العين “Lihatlah! Kamu tidak dapat selamat dari orang yang telah mengawinkanmu dengan al-Hurr al-‘Ain (yang bermata jeli, julukan untuk bidadari surga).” Saat itu Dhirar dalam keadaan belum baiat. Beliau baiat pada saat terjadinya Fatah mekah. Ketika syahid usia Hazrat Amru Bin Muadz 32 tahun.
Ayah Dhirar Bin al-Khaththab yaitu al-Khaththab bin Mardas al-Fihri (الخطاب بن مرداس الفهري) pada masanya adalah pemimpin Banu Fihr (رئيس بني فهر). Ia membuat sebuah wisma bagi kaumnya. Pada peperangan Fijar (يوم الفجار), Dhirar sebagai pemimpin Banu Muharib Bin Fihr (بني محارب بن فهر). [30]
Dhirar termasuk pengendara kuda yang mahir, pemberani dan penyair. Beliau bersama tiga orang lainnya ikut menyeberangi parit dalam perang Khandaq (perang Parit).[31]
Ibnu Asakir ad-Dimashqi memasukkan nama beliau sebagai sahabat dalam buku Tarikh Madinah ad-Dimashq (sejarah kota Damaskus). Dhirar ikut serta dalam penaklukan Syam bersama Hazrat Abu Ubaidah dan baiat pada waktu Fath Makkah. Peristiwa baiatnya beliau sangat terkenal dan syair beliau mengindikasikan pada keislaman beliau.[32]
Sahabat berikutnya, Hazrat Mas’ud Bin Rabiah Bin Amru (مسعود بن ربيعة بن عمرو بن سَعْد بن عبد العزّى). Berasal dari kabilah Qaarrah (القارّة بن خزيمة بن مُدْركة القاري). Beliau adalah pendukung kabilah Banu Zuhrah (من بني زهرة بن كلاب بن مرة). Beliau dipanggil Abu Umair. [33] Nama ayah Hazrat Mas’ud selain Rabi (الربيع) diriwayatkan juga bernama Rabiah (ربيعة) dan Amir (عامر).
Seorang putra beliau bernama Abdullah. Keluarga Hazrat Mas’ud disebut Qari di Madinah. Beliau baiat sebelum Rasulullah (saw) memasuki Darul Arqam.[34]
Ketika beliau hijrah ke Madinah, Rasulullah (saw) menjalinkan persaudaraan antara beliau dengan Hazrat Ubaid Bin at-Tayyihaan (عُبَيد بن التَّيِّهان).[35] Beliau ikut bersama dengan Rasulullah (saw) pada peperangan Badr, Uhud, Khandaq dan seluruh peperangan lainnya. Beliau wafat pada 30 Hijriyyah di usia 60 tahun.[36]
Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat segenap para sahabat dan semoga kita dapat melanjutkan segala kebaikan beliau beliau.
Sekarang saya ingin menyampaikan secara singkat bahwa pada hari Jumat mendatang, Jalsah Salanah UK akan dimulai, insya Allah. Doakanlah untuk keberkatannya, semoga Allah Ta’ala memberkatinya dari berbagai segi. Bagi mereka yang bertugas, berusahalah untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan segenap kemampuan dan berdoalah supaya diberikan taufik dapat bertugas dengan baik. Semoga mereka diberikan taufik untuk dapat mengkhidmati para tamu Hazrat Masih Mau’ud (as) dengan sebaik-baiknya.
Tahun ini bidang transportasi harus bekerja lebih lagi. Perlu pengaturan khusus untuk memberikan sarana antar jemput bagi para peserta yang berada di berbagai tempat yang telah diatur Jemaat ke Islamabad beberapa hari sebelum atau sesudah Jalsah. Untuk tugas tersebut telah saya katakan kepada Officer (Ketua Panitia) Jalsah Salanah supaya dibuat pengaturan yang baik. Saya berharap itu dilakukan sebagaimana mestinya sehingga para tamu dapat melaksanakan shalat di Islamabad juga. Adapun pada tiga hari jalsah disediakan pengaturan transportasi dari sini ke Hadiqatul Mahdi [di Alton].
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ
وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –
وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ‑
عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –
أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Penerjemah : Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London, UK); Editor: Dildaar Ahmad Dartono (Indonesia).
[1] Al-Isti’aab fi Ma’rifatil Ashhaab (الاستيعاب في معرفة الأصحاب): مُظَهِّر بن رافع، أخو ظُهير بن رافع لأبيه وأمّه؛ وهما عَمَّا رافع بن خديج. Hazrat Muzhahhir, Zhuhair dan Khudaij ialah putra-putra Rafi’ bin ‘Adiyy.
[2] Usdul Ghaabah (أسد الغابة) karya Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdul Wahid asy-Syaibani al-Jaziri, terkenal dengan nama Ibnul Atsir (أبو الحسن علي بن محمد بن عبد الكريم بن عبد الواحد الشيباني الجزري المعروف بـ (ابن الأثير)): كان قد عرض نفسه يوم بدر فرده رسول الله لأنه استصغره وأجازه يوم أحد فشهد أحدا والخندق وأكثر المشاهد وأصابه يوم أحد سهم في ترقوته وقيل في ثندوته فنزع السهم وبقي النصل إلى أن مات
[3] Usdul Ghaabah (أسد الغابة). Abdul Malik Bin Marwan bin Hakam bin Abul Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay. Banu Umayyah ialah keturunan Umayyah. Abdu Syams ialah saudara kembar Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay, kakek buyut Nabi Muhammad saw. Abdu Syams berputra Umayyah, Rabi’ah, Abdul Uzza, dan Habib. Umayyah memiliki 10 putra. Harb, putra tertua Umayyah ialah ayah Abu Sufyan dan kakek Muawiyah bin Abu Sufyan. Putra lain Umayyah, Abu al-Ash, kakek Khalifah Utsman bin Affan dan Marwan bin Hakam. Marwan bin Hakam ialah Shahabat Shighar (Sahabat Nabi (saw) tapi masih anak-anak ketika Nabi (saw) masih hidup). Setelah wafatnya Muawiyah putra Yazid bin Muawiyah pada sekitar 684, Marwan menawarkan posisi Khalifah – saat itu telah dianggap sebagai penguasa duniawi atau raja – kepada Abdullah bin Umar bin al-Khaththab. Setelah Abdullah bin Umar menolaknya, Marwan bersajak, “Urusan kekuasaan ini, hanya orang keras dan tega hati yang dapat memikulnya.”
[4] Ath-Thabaqaat.
[5] Usdul Ghabah ():((شهد بدرًا، وشهدها أَخوه المنذر. وقد انقرض بنو السِّلم كلهم.))
[6] Tarikh al-Kabir karya al-Bukhari (التاريخ الكبير للبخاري), bab (باب الخاء/باب الواحد): (خريم بن فاتك الأسدي شهد بدر مع النبي ﷺ)
[7] Usdul Ghaabah.
[8] Tarikh al-Kabir karya al-Bukhari (التاريخ الكبير للبخاري), bab (باب الخاء/باب الواحد):
[9] Musnad Abi Ya’la (مسند أبي يعلى), penulis (أحمد بن علي بن المثنى أبو يعلى الموصلي التميمي) no. 947. Ucapan Ayman saat diajak Marwan ibn al-Hakam untuk berperang melawan adh-Dhahhak ibn Qais yang memihak Abdullah ibn Zubair. Adh-Dhahhak seorang Sahabat Shighar dan pejabat penting pada masa Muawiyah, Yazid dan Muawiyah bin Yazid. Setelah kewafatan ketiganya, Bani Umayyah kehilangan patron kuat. Hampir semua wilayah umat Islam membaiat Abdullah bin Zubair bin Awwam yang berpusat di Makkah. Yazid bin Muawiyah meninggal mendadak pada sekitar 683-684 di umur 35an, 3 tahun setelah pensyahidan Imam Husain. Muawiyah putra Yazid bin Muawiyah yang mendadak dibaiat, tidak mau meneruskan sebagai Raja karena menurutnya tahta itu didapat dengan kekerasan dan khususnya pembunuhan cucu Nabi saw. Keluarga Banu Umayyah bermusyawarah dan memutuskan membaiat Marwan bin Hakam sebagai penguasa. Marwan ibn al-Hakam berusaha menguatkan posisi politik Bani Umayyah yang hanya berwilayah Damaskus. Upaya ini berhasil pada masa Abdul Malik bin Marwan bin Hakam yang mengirim panglima al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan dapat mengalahkan Abdullah bin Zubair. Garis raja-raja Banu Umayyah dari keturunan Amir Muawiyah berakhir (dinasti Sufyaniyah). Raja-raja Banu Umayyah keturunan Marwan bin Hakam (Marwaniyah) pun bermula, termasuk di dalamnya ialah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam. ‘Abdurrahman ad-Dakhil, penerus dinasti ini nantinya di Andalusia (Spanyol) setelah Banu Abbasiyah berhasil mengalahkan raja terakhir Banu Umayyah dan melakukan operasi memburu tokoh-tokoh keturunan Umayyah.
[10] Ath-Thabaqaat: أسلم معمر بن الحارث قبل دخول رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم، دار الأرقم
[11] Usdul Ghaabah. أن هناك خمسة نفر في طبقات البدريين من المهاجرين من بني جمح بن عمرو بن هصيص بن كعب بن لؤي وهم
[12] Usdul Ghaabah. شهد بدرًا وأُحُدًا والمشاهد كلها مع رسول الله صَلَّى الله عليه وسل
[13] Usdul Ghaabah. توفي في خلافة عُمَر بن الخطاب رضي الله عنهما
[14] Shahih al-Bukhari (صحيح البخاري), Kitab tentang pertanian (كتاب المزارعة ), (باب ما كان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يواسي بعضهم بعضا في الزراعة والثمرة ), (حديث رقم 2242 ). [Muslim hadits no. 1547]: Pada suatu hari, Hanzhalah bin Qais al-Anshari bertanya kepada Rafi’ bin Khudaij perihal hukum menyewakan ladang dengan uang sewa berupa emas dan perak. Maka Rafi’ menjawab, “Tidak mengapa. Dahulu semasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masyarakat menyewakan ladang dengan uang sewa berupa hasil dari bagian ladang tersebut yang berdekatan dengan parit atau sungai, dan beberapa bagian hasil tanaman. Dan kemudian di saat panen tiba, ladang bagian ini rusak, sedang bagian yang lain selamat, atau bagian yang ini selamat, namun bagian yang lain rusak. Kala itu tidak ada penyewaan ladang selain dengan cara ini, maka penyewaan semacam ini dilarang. Adapun menyewakan ladang dengan nilai sewa yang pasti, maka tidak mengapa.” Hadits ini menjelaskan ketentuan uang sewa: 1. Bila sewa ladang dengan uang baik dinar atau dirham atau uang lain yang serupa, maka insya Allah tidak mengapa. 2. Namun, bila uang sewa berupa hasil tanaman yang ditanam di ladang tersebut maka ada dua kemungkinan: a. Hasil ladang yang tidak pasti; b. Persentase dari hasil ladang sebagian ulama membolehkannya.
[15] Usdul Ghaabah.
[16] Al-Isti’aab fi Ma’rifatil Ashhaab (الاستيعاب في معرفة الأصحاب)
[17] Ath-Thabaqaat al-Kubra karya Ibn Sa’d.
[18] Di dalam Mustadrak juga disebutkan: عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة قربه من مكة في غزوة الفتح : إن بمكة لأربعة نفرمن قريش أربأهم عن الشرك وأرغب لهم في الإسلام
قيل : ومن هم يا رسول الله ؟ قال : عتاب بن أسيد وجبير بن مطعم وحكيم بن حزام وسهيل بن عمرو
[20] (الإصابة في تمييز الصحابة) karya (أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلاني الشافعي).
[21] Al-Isti’aab fi Ma’rifatil Ashhaab (الاستيعاب في معرفة الأصحاب): واستشهد عبد الله بن سهيل بن عمرو يوم اليمامة سنة اثنتى عشرة وهو ابن ثمان وثلاثين سنة
[22] Ath-Thabaqaat al-Kubra karya Ibn Sa’d:
[23] Ath-Thabaqaat al-Kubra karya Ibn Sa’d: وشهد اليمامة وقُتل بها شهيدًا يومَ جُواثا في خلافة أبي بكر الصّدّيق سنة اثنتي عشرة وهو ابن ثمانٍ وثلاثين سنة
[24] Al-Thabaqaat-ul-Kubra li ibn Sa‘d, (طبقات البدريين من الأنصار الطبقة الأولى من الأنصار).
[25] Al-Thabaqaat-ul-Kubra li ibn Sa‘d, (طبقات البدريين من المهاجرين ذكر الطبقة الأولى).
[26] Muwatha imam Malik (موطأ مالك), (كتاب الجهاد) (باب الترغيب في الجهاد- الجزء رقم3); Shahih Muslim (صحيح مسلم), (كِتَابُ الْإِمَارَةِ ), (بَابُ ثُبُوتِ الْجَنَّةِ لِلشَّهِيدِ ), (حديث رقم 3631 )
[27] Ath-Thabaqaaat al-Kubra dan Biharul Anwar (بحار الأنوار – العلامة المجلسي – ج ١٩ – الصفحة ٣٦١): (أول قتيل قُتِل من الأنصار في الإسلام عُمير بن الحُمَام); ‘Umdatul Qari (عمدة القاري – ج 17 – 3861 – 4340 – تتمة مناقب الأنصار – المغازي), Ibn Abī Ḥātim al-Rāzī (d. 938 CE) – al-Jarḥ wa-l-taʿdīl dan Usdul Ghaabah (أسد الغابة [ جزء 1 – صفحة 225 ]): كان أول قتيل قتل من الأنصار حارثة بن سراقة
[28] Ibu Zubair, Shafiyyah binti Abdul Muththalib (صفية بنت عبد المطلب) ialah saudari ‘Abdullah, ayah Nabi Muhammad (saw). Zubair bin Awwam bin Khuwailid dari Klan Asad yang termasuk Quraisy Bithah (elit, pemimpin). Awwam bin Khuwailid ialah saudara Khadijah binti Khuwailid. Jadi, Zubair juga keponakan istri Nabi (saw), Hazrat Khadijah (ra).
[29] Hadits dari Kitab sunan Ibnu Majah Nomor 15
[30] Julukan Fihr ialah Quraisy. Fihr berputra al-Harits, Muharib dan Ghalib. Ghalib menurunkan Adram dan Luayy. Luayy berputra 5 yang diantaranya Ka’b. Ka’b berputra 3, diantaranya Adiyy dan Murrah. Murrah berputra 3, diantaranya Taym dan Kilab. Kilab berputra Zuhrah dan Qushay. Qushai inilah kakek moyang Nabi Muhammad (saw). Perang Fijar atau perang pelanggaran ialah perang antara Banu Kinanah (induk suku Quraisy, termasuk Fihr yang di dalamnya terdapat Banu Hasyim, Umayyah dst) melawan Qais dan Hawazin. Persoalannya ialah ada seorang pemabuk kawan dekat Harb bin Umayyah membunuh orang Hawazin. Perang ini terjadi pada masa sebelum datang Islam selama 8 tahun dimulai pada sekitar 589 Masehi dan terdapat 8 kali pertempuran. Nabi Muhammad (saw) saat itu masih berusia belasan tahun.
[31] Al-Isti’aab (الاستيعاب في معرفة الأصحاب). Dalam perang Parit, pasukan Quraisy dan kawan-kawan tidak berhasil memasuki kota Madinah karena dihalangi parit yang dibuat umat Muslim. Hanya beberapa gelintir pasukan Quraisy yang berani berusaha melewati parit tersebut dan itu pun dengan resiko menjadi korban Hazrat Ali dan kawan-kawannya. Dhirar yang waktu itu masih Musyrik termasuk pasukan Quraisy dimaksud namun mereka balik lagi.
[32] Pada masa itu bangsa Arab – sebagai bangsa Ummi (tidak mengutamakan baca tulis) – sangat menjunjung tinggi kebiasaan dan kepandaian berkata-kata dalam bentuk syair (sajak atau puisi). Ukuran kesempurnaan seseorang bukan pada karya-karya tulis nan panjang dan lengkap tetapi pada kemahiran serta-merta (spontan) dalam merangkai kata-kata sajak dan puisi yang indah berirama, panjang dan dihapal dalam waktu lama. Kitab Al-Isti’aab (الاستيعاب في معرفة الأصحاب) memuat sajak Hazrat Dhirar bin al-Khaththab mengenai Nabi (saw) yag contoh dua baitnya sbb: يَــا نَــبِـيَّ الهُــدَى إِلــَيـْـكَ لَـــجَــا جَـيُّ قُـريـشٍ وَلَـاتَ حَـيْـنَ لَجَـاءِ – حِينَ ضَـاقَتْ عَـلَيهِمُ سَعَةُ الأرْ ضِ وَعَــادَاهُــمُ إِلَـــهُ الــسَّـــمَـــاءِ – وَالْتَقَتْ حَلْقَتَا البِطَانِ عَلَى القَوْ مِ وَنُـــودُوا بِــالصَّــيْـلَــمِ الصَّـلـعَـاءِ – إِنَّ سَعْدًا يُرِيدُ قَاصِمَـةَ الـظَّــهْـــ ــرِ بِـأَهْـلِ الـحَجُونِ وَالـبَــطْـحَــاءِ
[33] Al-Isti’aab (الاستيعاب في معرفة الأصحاب): يُكْنَى أبا عُمير
[34] Al-Isti’aab (الاستيعاب في معرفة الأصحاب): أسلم قديمًا بمكّة قبل دخولِ رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم دار الأرقم
[35] Usdul Ghaabah (أسد الغابة). هاجر إِلى المدينة، وآخى رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم بينه وبين عُبَيد بن التَّيِّهان
[36] Ath-Thabaqaat ():شهد مسعود بن الرّبيع بدرًا وأُحُدًا والخندق والمشاهد كلها مع رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم