Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 27 September 2019 (27Tabuk 1398 Hijriyah Syamsiyah/28Muharram 1441 Hijriyah Qamariyah) di Nunspeet, Belanda.
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)
Dengan karunia Allah Ta’ala hari ini mulai berlangsung Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Belanda dan setelah beberapa tahun Allah Ta’ala memberikan taufik kepada saya untuk hadir dalam Jalsah Anda. Sejak tahun lalu Amir Sahib memohon untuk datang ke Jalsah, namun dikarenakan kesibukan Jemaat lainnya tidak memungkinkan saya untuk bisa hadir meskipun saya menginginkan. Bagaimanapun, dengan karunia Allah Ta’ala pada hari ini Dia memberikan taufik kepada saya untuk ikut serta dalam jalsah ini.
Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah anggota Jemaat di Belanda. Secara pasti terjadi penambahan sepertiganya. Banyak sekali orang-orang yang hijrah dari Pakistan, beberapa orang baru juga bergabung dengan Jemaat, singkatnya sebagaimana halnya Jemaat-Jemaat lainnya di dunia, Jemaat Belanda pun terus maju baik dalam hal jumlah maupun sarana-prasarana mereka.
Penyebaran literatur-literatur pun sekarang dilakukan dengan lebih baik di sini. Pusat baru dan juga mesjid telah didapatkan oleh sebuah Jemaat, meskipun saya belum melihatnya, namun saya mendengar pujian orang-orang atas keindahan Mesjid Almere. Anda telah membangun mesjid tersebut dengan sangat baik. Insya Allah minggu depan akan dilakukan peresmiannya. Di masjid tersebut pastinya telah dimulai rutinitas shalat, namun hendaknya ingat, penambahan jumlah anggota atau pembangunan mission house (rumah misi), markas atau mesjid baru akan memberikan faedah jika tujuan-tujuan semua itu dipenuhi. Dengann demikian, setiap Ahmadi yang tinggal di sini perlu untuk mengintrospeksi diri mereka, dan perlu untuk melihat serta mencari apa saja tujuan yang harus kita penuhi setelah baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as).
Sebagaimana telah saya katakan dalam beberapa tahun terakhir ini banyak Ahmadi yang hijrah dari Pakistan datang ke sini dan jumlah anggota Jemaat di sini pun bertambah. Mengapa berhijrah ke sini?
Secara khusus hal demikian karena di Pakistan para Ahmadi tidak mendapatkan kebebasan beragama. Para Ahmadi mendapatkan penindasan atas nama agama. Hak-hak mereka dirampas dikarenakan telah mengimani Imam zaman sesuai dengan nubuatan dan perintah Hadhrat RasuluLlah (saw). Kita [di Pakistan] dilarang untuk menyebut nama Allah Ta’ala dan beribadah kepada-Nya dikarenakan kita telah baiat kepada pecinta sejati Hadhrat RasuluLlah (saw). Kita dilarang untuk membangun mesjid. Di sisi lain kita juga dilarang untuk menyelenggarakan Jalsah-jalsah dan Ijtima-ijtima untuk memberikan tarbiyat kepada para anggota kita, bahkan menurut undang-undang Pakistan, kita pun tidak boleh melaksanakan shalat di rumah. Kita tidak bisa mengorbankan hewan di hari Ied Qurban, bahkan undang-undang tidak mengizinkan itu. Kita juga dapat dikasuskan di pengadilan dikarenakan menyinggung perasaan para ulama yang hanya sekedar nama beserta para pengikut mereka.
Walhasil, dalam keadaan seperti ini banyak Ahmadi yang hijrah dari Pakistan menuju negara-negara lain yang di sana terdapat kebebasan beragama. Diantara Anda pun yang berhijrah ke sini, di sini Anda mendapatkan kebebasan beragama dan secara finansial dan penghidupan pun Anda mendapat kesempatan untuk memperbaiki keadaan anda. Walhasil, para Ahmadi yang telah terbebas dari pembatasan-pembatasan yang diberlakukan kepada mereka di Pakistan, dikarenakan hal ini secara khusus Anda harus bersyukur kepada Allah Ta’ala lebih dari sebelumnya dan hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kewajiban-kewajiban baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as). Anda hendaknya berusaha untuk memperbaiki ilmu rohani dan keadaan akhlak anda.
Janganlah merasa bahagia bahwa kita telah bebas dan tidak ada lagi pembatasan atas kita yang menghalangi kita mengamalkan agama kita. Jika amal perbuatan kita tidak sesuai dengan perintah-perintah Allah Ta’ala; jika kita tidak berusaha untuk menciptakan perubahan-perubahan suci di dalam diri kita lebih dari sebelumnya dan tidak menunjukkan kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya lebih dari sebelumnya maka apa gunanya kebebasan ini. Apa gunanya hadir dalam Jalsah-jalsah seperti ini? Apa faedahnya membangun mesjid-mesjid ini? Manfaat sejati kebebasan ini bagi diri kita adalah ketika kita menunaikan kewajiban baiat kita.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) juga mengumumkan penyelenggaraan Jalsah-jalsah ini setelah mendapatkan izin dari Allah Ta’ala. Beliau mengumumkan Jalsah-jalsah ini adalah supaya dengan Jalsah-jalsah ini di dalam diri kita timbul perubahan-perubahan suci; supaya kita menjadi orang-orang yang mendahulukan agama di atas dunia; supaya mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang hakiki atas hal ini; supaya kita menciptakan di dalam hati kita kecintaan kepada Allah Ta’ala dan RasuluLlah (saw) dan supaya kita berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki keadaan rohani, akhlak dan keilmuan kita.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) di satu tempat bersabda mengenai tujuan dari Jalsah dan memberikan nasihat kepada orang-orang yang baiat kepada beliau, “Seluruh orang mukhlis yang masuk dalam silsilah baiat hendaknya tampak kepada hamba yang lemah ini bahwa tujuan baiat adalah supaya kecintaan kepada dunia menjadi dingin dan kecintaan kepada Allah Ta’ala dan RasuluLlah (saw) menjadi unggul di dalam hati, dan tercipta suatu keadaan inqitha’ yang dengannya perjalanan menuju akhirat tidak dianggap sebagai sesuatu yang tidak disukai.”
Walhasil, ini adalah suatu petunjuk yang sangat jelas dari beliau, “Baiat kepada saya janganlah hanya sebatas pernyataan di bibir saja melainkan masuklah ke dalam golongan orang-orang yang mukhlis. Dengan begitu, barulah dapat mengalami kemajuan dalam hal keikhlasan dan kesetiaan apabila kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya melebihi semua kecintaan-kecintaan yang lainnya.” Oleh karena itulah di dalam syarat-syarat baiat pun beliau menetapkan syarat orang yang baiat akan menjadikan firman Allah dan sabda Rasul-Nya sebagai pedoman amal dalam setiap perkara. Setiap perkataan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya barulah dapat dijadikan petunjuk dalam setiap perkara apabila terdapat kecintaan hakiki. Walhasil, Jalsah ini dilaksanakan dengan tujuan supaya kita berulang-ulang diingatkan mengenai apa tujuan baiat kita.
Menyingkirkan kecintaan kepada dunia dan menjadikan kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya lebih unggul bukanlah perkara biasa. Demi meraih hal ini perlu perjuangan luar biasa; dan ketika kita telah berbaiat maka perjuangan ini hendaknya dilakukan dan harus dilakukan. Kita harus mengorbankan bisnis-bisnis duniawi kita untuk ibadah-ibadah kita. Kita harus mengorbankan kesibukan-kesibukan duniawi kita untuk memenuhi hak-hak Allah Ta’ala. Hendaknya hindarilah segala sesuatu yang merintangi kedekatan dengan Allah Ta’ala. Jika pekerjaan-pekerjaan kita; jika bisnis-bisnis kita menghalangi kita dari memenuhi hak-hak Allah Ta’ala maka kita harus menghindarkan diri kita dari keburukan-keburukan tersebut untuk tetap berada di dalam Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud (as). Jauhkanlah semua penghalang-penghalang tersebut.
Demikian juga, jika keakuan-keakuan kita; jika kedudukan dan kemasyhuran duniawi kita nan semu; jika pemikiran-pemikiran dan perbuatan-perbuatan kita yang mementingkan diri sendiri menghalangi kita dari memenuhi hak-hak hamba maka ini juga adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk memenuhi hak-hak hamba, dan dengan tidak mentaati perintah ini kita tidak sedang memenuhi tujuan kita berada di dalam Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud (as).
Selanjutnya yang ditekankan oleh beliau adalah kecintaan kepada Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam (saw). Beliau bersabda dengan jelas bahwa kecintaan kepada RasuluLlah (saw) harus lebih besar dari kecintaan kepada segenap manusia dan harus meliputi semuanya karena dengan perantaraan beliau (saw)-lah kita dapat sampai kepada Allah Ta’ala. Dengan mengamalkan perintah-perintah beliau (saw) dan mengamalkan Sunnah-Sunnah beliau(saw)-lah kita dapat sampai kepada Allah ta’ala. RasuluLlah (saw)-lah yang menjadi wasilah untuk terkabulnya doa-doa dan mendapatkan akhir kehidupan yang baik. Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: Perhatikanlah, Allah ta’ala berfirman dalam Al Quran, قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ – ‘Qul in kuntum tuhibbûnalLôha fattabi’ûnî yuhbibkumulLôh’ – Artinya: ‘Katakanlah: Wahai manusia! Jika kalian mencintai Allah Ta’ala maka ikutilah aku. Dengan begitu Dia akan mencintai kalian.”
Allah Ta’ala akan mencintai kalian jika kalian mengikuti RasuluLlah (saw), mengamalkan sunnahnya dan melaksanakan perintahnya.
Beliau (as) bersabda: “Untuk menjadi kekasih Allah ta’ala, pengikutan terhadap RasuluLlah (saw) merupakan satu satunya jalan dan tidak ada jalan lain lagi yang dapat mempertemukan kalian dengan Allah ta’ala. Yang menjadi tujuan manusia haruslah semata-mata untuk mencari wujud yang Esa dan tiada sekutu bagiNya. Janganlah mencari wujud lain. Janganlah menyekutukan-Nya dengan wujud lainnya.”
Beliau (as) bersabda, “Jauhilah syirik dan bid’ah. Janganlah mengikuti tradisi buruk dan ambisi. Perhatikanlah! Saya katakan lagi bahwa selain mengikuti jalan hakiki RasuluLlah (saw), manusia tidak mungkin akan meraih kesuksesan. Kita hanya memiliki satu Rasul dan satu al-Qur’an yang turun kepada Rasul tersebut yang dengan mengikutinya kita dapat meraih Allah ta’ala. Untuk membuka pintu karunia Ilahi dan keberkatan, tidak ada kunci lain selain Al Quran, menaati sabda RasuluLlah (saw), shalat, puasa dan lain lain yang merupakan Sunnah Rasul. Inilah satu satunya cara, tidak ada jalan lain.”
Untuk meraih keberkatan ini, cintailah RasuluLlah (saw) dan ikutilah perintah RasuluLlah (saw) dengan didasarkan pada kecintaan tersebut. Jika tidak maka Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah menjelaskan dengan terang bahwa baiatnya tidak memberikan manfaat apa-apa dan berhimpunnya Anda pada Jalsah ini pun menjadi tidak bermanfaat. Beliau as bersabda, “Saya adalah pecinta kekasih Allah Ta’ala ini. Jika kalian ingin berada di dalam baiat saya maka sudah lazim bagi kalian untuk mencintai kekasih saya.”
“Ciptakanlah keadaan inqitha’ di dalam diri yang memisahkan kalian dari hiburan dunia dan gemerlapnya. Amal perbuatan kalian harus selaras dengan perintah Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Sesungguhnya mencari nafkah, pekerjaan duniawi dan perdagangan tidaklah dilarang karena Allah ta’ala jugalah yang memerintahkan untuk melakukannya. Para sahabat pun biasa melakukan pekerjaan itu. Mereka pun berdagang, berbisnis. Mereka pun melakukan penjualan besar yang nilainya jutaan. Mereka pun memiliki harta kekayaan yang sangat besar nilainya, namun kecintaan kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya sangat mendominasi di dalam diri mereka. Setiap saat mereka memikirkan bagaimana melaksanakan kewajiban ibadah kepada Allah ta’ala dan harus mengikuti perintah RasuluLlah (saw) juga. Mereka selalu khawatir jangan sampai mereka melakukan suatu perbuatan yang yang akan membuat kekasih mereka marah kepada mereka.”
Saat ini saya sering menyampaikan khotbah bertemakan para sahabat RasuluLlah (saw), banyak sekali teladan para sahabat, ibadah mereka, bagaimana standar ketaatan mereka kepada RasuluLlah (saw) bagaimana gejolak rasa cinta mereka untuk RasuluLlah (saw). Mereka selalu memikirkan, jangan sampai mereka melakukan suatu perbuatan yang membuat kekasih mereka marah kepada mereka.
Kita harus senantiasa memikirkan, meskipun menghadapi segala kesibukan, jangan membiarkan kecintaan kita kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya berkurang. Dengan demikian, kita harus sedapat mungkin berusaha untuk mengamalkan perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya; dan demi memperbaiki keadaan diri; demi meraih keberkatan dari suasana ruhani jalsah dan untuk memperbaiki keadaan ruhani kita, kita tengah berkumpul selama tiga hari ini.
Walhasil, hendaknya kita selalu memikirkan, apa tujuan berhimpunnya kita di sini selama tiga hari? Artinya, demi meraih manfaat dari suasana ruhani ini, berusahalah untuk memperbaiki keadaan amalan, jauhkanlah keburukan diri, berikanlah perhatian untuk dzkir Ilahi dan beristighfar selama tiga hari ini seiring dengan ibadah-ibadah. Jika kita tidak memiliki pemikiran demikian, kedatangan kita pada jalsah ini sia sia saja. Akal sehat menuntut kita supaya tiga hari ini dianggap sebagai pusat pelatihan. Apapun kelemahan di dalam keadaan amal perbuatan kita dan itu biasa terjadi, ketika manusia terkeluar dari suatu lingkungan maka harus berupaya untuk menjauhkannya.
Suatu ketika Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjelaskan berkenaan dengan manfaat jalsah, bersabda, “Segenap kawan-kawan hendaknya datang pada tanggal tersebut sebisa mungkin untuk mendengar perkara ruhani semata-mata karena Allah ta’ala dan untuk ikut serta dalam doa. Dalam jalsah tersebut akan disibukkan untuk menyimak hakikat dan makrifat yang perlu untuk meningkatkan keimanan dan keyakinan.”
Jadi, tujuan Jalsah adalah peningkatan dalam keimanan dan keyakinan, meningkat dalam makrifat.
Beliau as bersabda: “Jalsah ini bukanlah seperti perkumpulan duniawi lainnya dimana kita berkumpul dan melakukan keributan lalu menampakkan banyaknya jumlah.”
Jadi, setiap orang yang hadir pada jalsah ini baik pria maupun wanita, tua maupun muda, harus menaruh perhatian agar keimanan, keyakinan dan makrifatnya meningkat yang menghasilkan peningkatan dalam kecintaan kepada Tuhan dan Rasul-Nya. Jika keimanan, keyakinan dan makrifat bertambah maka kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya akan meningkat. Jika kita tidak mengenali kedudukan Allah ta’ala dan Rasul-Nya dan jika kita tidak meyakini Dzat Allah ta’ala, lantas bagaimana mungkin makrifat akan meningkat. Dengan meningkatnya makrifat-lah keimanan dapat bertambah.
Jadi, janganlah kita beranggapan berkumpul di sini semata-mata untuk meramaikan suasana, atau untuk melewati waktu dengan mengobrol kesana-kemari. Jika memiliki pemikiran seperti itu maka seperti yang saya katakan, kedatangan kita pada jalsah ini tidak ada manfaatnya. Dalam menekankan untuk mengamalkan kebaikan yang di dalamnya demi memenuhi hak-hak Allah ta’ala dan untuk menunaikan terhadap hak-hak sesama hamba-Nya, beliau (as) bersabda, “Lakukanlah kebaikan dengan dilandasi niat semata-mata supaya Allah Ta’ala berkenan, meraih ridha-Nya dan demi melaksanakan perintah-Nya; terlepas apakah di dalamnya terdapat ganjaran ataukah tidak.”
Jadi, inilah falsafah kecintaan yang hakiki yakni tuntutan rasa cinta kepada Allah ta’ala adalah dengan mengamalkan perintah-Nya yang di dalamnya termasuk ibadah-ibadah dan penunaian hak-hak hamba-Nya. Janganlah mengamalkan perintah itu dilandasi niat sebagai balasannya Allah ta’ala akan memberikan ganjaran atau pahala.
Allah Ta’ala tidak akan meluputkan orang yang telah berbuat amal saleh tanpa ganjaran. Dia pasti akan mengganjarnya. Tuntutan keimanan hakiki adalah sebagaimana beliau bersabda supaya tidak berbuat amal saleh didasari hanya supaya mendapatkan sesuatu melainkan lakukanlah karena itu merupakan perintah Tuhan.
Beliau bersabda: “Keimanan akan sempurna ketika pemikiran seperti itu hilang dari benak kita. Janganlah berpikiran apakah akan mendapatkan ganjaran atau tidak? Jika fikiran seperti itu masih ada maka keimanan tidak akan dapat sempurna. Meskipun benar Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan suatu kebaikan. وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ () ‘Innallaaha laa yudhiiu ajral muhsiniin.’ – ‘Allah Ta’ala tidak akan pernah menyia-nyiakan ganjaran bagi orang yang telah berbuat ihsan.’ (Surah Hud, 11:116) Namun, yang menjadi perhatiannya janganlah semata-mata untuk mendapatkan ganjaran. Jadi, kebaikan hakiki adalah melakukannya dengan tanpa diliputi keserakahan atau keinginan untuk mendapatkan hadiah. Berbuatlah kebaikan kepada sesama hamba dengan memperhatikan prinsip tersebut. Berusahalah untuk memenuhi hak satu terhadap lain. Lakukanlah dengan niat karena itu merupakan perintah Tuhan untuk berbuat baik satu sama lain, perintah RasuluLlah (saw), sunnah beliau, sabda beliau untuk berusaha memenuhi hak satu sama lain dan menampilkan akhlak yang luhur, terlepas apakah ia akan mendapatkan balasan dari hamba tersebut ataukah tidak. Allah Ta’ala pasti akan membalas kebaikan tersebut.”
Dengan demikian, ketika Tuhan kita memperlakukan kita demikian maka sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengamalkan apa-apa yang telah diperintahkan kepada kita untuk meraih keridhaanNya. Hindarilah segenap keburukan yang telah diperintahkan kepada kita untuk menghindarinya. Setelah tiba di negeri-negeri maju ini, ketika masuk pada lingkungan yang sibuk dengan kelaghauan dengan mengatasnamakan kebebasan semu, perlu bagi kita untuk memperhatikan keadaan kita. Terkadang kelapangan harta menjadi penghambat dalam melakukan kebaikan. Ketika keadaan menjadi baik, manusia menjadi lupa akan masa lalunya.
Kita beranggapan jika upaya duniawi ini tidak kita lakukan maka kita akan rugi, namun Allah Ta’ala berfirman, “Yang memberikan rezeki itu adalah Aku.”
Pada umumnya hal ini tampak dalam kehidupan orang-orang duniawi berpikiran bagaimana supaya tidak rugi dan tidak memenuhi hak Allah. Sayangnya diantara kita masih ada yang melakukannya yaitu mengorbankan shalat demi untuk pekerjaannya. Ketika tiba waktu shalat, namun sedang di tengah kesibukan lalu meninggalkan shalat. Atau terkadang menyatukan dua shalat setelahnya atau bahkan terkadang tidak melakukannya. Lupa. Namun, pekerjaan duniawi tidak ditinggalkannya. Kita harus berusaha untuk terhindari dari perbuatan seperti itu. Atau melakukan shalat dengan tergesa-gesa layaknya ingin segera melepaskan kewajiban yang mengikat. Seperti yang telah saya katakan bahwa ini bukanlah perwujudan rasa cinta kepada Allah, sebaliknya, merupakan penampakan rasa cinta kepada duniawi.
Jika kita ingin memenuhi baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as) maka kita harus menunaikan hak-hak (kewajiban) untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Hadhrat Masih Mau’ud (as) menekankan kita untuk memahami hakikat yakni lakukanlah ibadah dengan diwarnai oleh kecintaan pribadi kepada Allah Ta’ala. Inilah yang inti. Beribadahlah kepada Allah Ta’ala dan jangan anggap itu sebagai suatu keharusan melainkan sebagai bentuk kecintaan pribadi kepada-Nya dan lakukanlah dengan diwarnai hal tersebut. Jika ibadah yang kita lakukan diwarnai dengan kecintaan pribadi maka segala maksud-maksud duniawi akan sirna lalu hakikat mendahulukan agama diatas dunia akan tampak. Jika maksud-maksud duniawi sirna maka Allah akan menganugerahkan rezeki dengan berbagai cara yang tidak disangka-sangka oleh manusia sebagaimana Allah berfirman, وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا () وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ ‘wa man yattaqillaaha yaj’al lahuu makhrajan wa yarzuqhu minhaitsu laa yahtasib..’ – ‘Siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan menunjukkan kepadanya jalan keluar dari kesusahan, dan diberikan-Nya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka, dan siapa yang bertawakkal kepada Allah…’ (Surah At-Talaq ayat 2-3).
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Dengan demikian, prinsip kesejahteraan adalah takwa. Benar sekali, Allah Ta’ala tidaklah menyia-nyiakan hambaNya dan melindunginya dari meminta-minta kepada orang lain. Keyakinan saya adalah jika seseorang saleh dan memiliki ketakwaan sejati maka Allah Ta’ala akan mencurahkan rahmat dan keberkatan kepadanya sampai 7 keturunan, terkecuali jika dengan malangnya ia melakukan suatu perbuatan yang dapat meluputkannya dari karunia Ilahi. Jika tidak, Allah Ta’ala akan melindunginya.
Manusia hendaknya membakar semua sarana lainnya (apapun yang menjadi sarana) bakarlah kesemuanya, sisakanlah hanya kecintaan Ilahi. Yakinilah satu sarana, satu perantara yang dengannya kamu dapat meraih segala sesuatu dan itu adalah kecintaan Ilahi.”
Beliau bersabda: Sesungguhnya barangsiapa yang menjadi milik Tuhan, maka Tuhan akan menjadi miliknya. Jadilah sedemikian rupa sehingga tanda-tanda rahmat dan keberkatan Allah Ta’ala tercurah atas kalian. Barangsiapa yang menjadikan umur panjangnya semata mata untuk merasakan kesenangan, kelezatan dan kenikmatan dunia, manfaat apa yang bisa diberikan oleh umur seperti itu, (hanya bertujuan untuk mendapatkan umur supaya dapat meraih kelezatan dan kesenangan duniawi) Dalam umurnya tidak terdapat bagian untuk Tuhan, yang menjadi tujuannya hanya semata mata makan makanan lezat, tidur nyenyak, punya anak istri, rumah atau kendaraan mewah, kebun dll. Orang seperti itu hanya merupakan pemuja perut.”
Orang seperti itu bukanlah hamba Allah dan bukanlah orang yang beribadah padaNya, bahkan tidak bisa disebut hamba, melainkan hanya menjadi pemuja tujuan-tujuan pribadinya, ia hanya gandrung bagaimana supaya memiliki harta kekayaan, rumah, banyak kendaraan yang mana zaman dulu dimisalkan dengan kuda, sedangkan zaman sekarang dengan kendaraan. Itu semua bukanlah tujuan, silahkan saja memanfaatkan nikmat yang Allah berikan, namun jangan jadikan sebagai tujuan. Jika yang menjadi tujuan hanya itu semata, berarti ia menjadi budak dari itu semua, memujanya. Orang seperti itu tidak dapat disebut hamba Allah dan penyembah Allah Ta’ala melainkan pemuja maksud dan tujuan pribadinya.
Beliau (as) bersabda, “Orang seperti itu telah menjadikan hawa nafsu dan kelezatan hewani sebagai maksud, tujuan dan sembahannya. Itulah hasrat keinginannya. Namun Allah Ta’ala menetapkan tujuan utama dari mata rantai penciptaan manusia semata-mata untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana Dia firmankan, وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya’buduwn artinya, ‘Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia semata mata untuk beribadah kepada-Ku.’ (Surah adz-Dzaariyaat, 51:57).”
Jadi, di sini telah diwajibkan supaya yang menjadi tujuan semata-mata Ibadah Ilahi dan alam semesta pun diciptakan hanya untuk tujuan itu. Namun apa yang terjadi di dunia saat ini sama sekali berseberangan dengan itu, bukan menempuh tujuan tersebut malah memiliki keinginan dan iradah lain. Manusia sibuk dalam keduniaan, memiliki banyak keinginan. Keinginan mereka pun sudah aneh-aneh. Hasrat duniawi semakin meningkat dibandingkan keinginan meraih Allah ta’ala.
Jadi, hal ini hendaknya menjadikan bahan renungan bagi kita, supaya bagaimana kita menjadi orang yang meraih kehidupan yang mana bukan hanya memikirkan kehidupan dunia saja. Pikiran kita dan kerja keras kita jangan hanya dibelanjakan untuk meraih dunia itu saja melainkan kita harus mengerahkan segenap kapasitas untuk meraih tujuan hakiki kehidupan kita. Setelah sampai di negeri-negeri ini, kita harus berusaha untuk menarik karunia Ilahi dan melaksanakan hak-hak ibadah kepada-Nya. Jangan sampai keinginan dan iradah kita tertuju ke arah lain. Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Kenalilah Pencipta kita dan penuhilah hak-hak dari penciptaan kita dan penuhilah apa yang menjadi tujuan diutusnya Al-Masih yang dijanjikan (Masih Mau’ud) oleh Allah Ta’ala.”
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Saya diutus untuk menguatkan keimanan dan membuktikan keberadaan Allah Ta’ala kepada orang-orang karena keadaan iman setiap kaum telah begitu lemah dan alam akhirat dianggap dongeng belaka.”
Bersabda: Melalui amalannya, setiap manusia mengabarkan bahwa sebagaimana mereka yakin kepada dunia dan tingkatannya, sebagaimana mereka percaya kepada sarana kebendaan, namun mereka sama sekali tidak meyakini keberadaan Allah Ta’ala dan alam akhirat. Dimulut mengatakan sesuatu, namun, namun hati didominasi kecintaan pada dunia. (Memang lisan mereka menyebut nama Allah, namun hati mereka dipenuhi oleh kecintaan pada dunia) dan penzahiran dominasi ini tampak dari amalannya.
Beliau As bersabda: “Pada zaman itu, kecintaan kepada Tuhan di kalangan orang Yahudi telah dingin lalu datanglah Hadhrat Isa As untuk mengajak mereka kepada agama dan Allah Ta’ala. Begitu pula keadaan pada masa saya ini. Saya pun diutus supaya masa keimanan itu datang lagi dan tercipta ketakwaan dalam kalbu.”
Dengan demikian, tugas kita pada saat ini adalah sembari memenuhi hak baiat kepada beliau, tingkatlah kecintaan kepada Allah Ta’ala didalam diri dan semaikanlah tauhid dalam diri. Di satu sisi cintailah Allah Taala dan tinggalkanlah dunia dan segala gemerlapnya sementara disisi lain, sembari menciptakan perubahan suci dalam diri berusaha jugalah untuk mendekatkan orang-orang kepada Allah Ta’ala.
Saat ini dunia mengingkari wujud Allah Ta’ala dan setiap tahunnya jumlah orang-orang yang ingkar terhadap wujud Allah Ta’ala semakin meningkat, mereka meninggalkan agama, apakah itu Kristen ataupun agama lainnya bahkan terkadang umat muslim juga. Jadi, kita harus menyadarkan dengan hakikat keberadaan Tuhan setelah terlebih dahulu menimbulkan kecintaan kepadaNya didalam diri sendiri. Dengan begitu kita dapat memenuhi tujuan dari jalsah ini dan memenuhi hak baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as). Namun tidaklah cukup dengan hanya menimbulkan kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, tugas kita bukan hanya itu melainkan lebih besar dari itu yakni untuk menimbulkan kecintaan didalam diri anak keturunan kita kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, kita harus berusaha keras dan sebagaimana telah saya katakan, kita harus menyadarkan dunia dengan hakikat wujud Tuhan. Setelah baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as), adalah tugas kita juga untuk menyebarkan misi beliau.
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita. Semoga kita dapat melewati hari hari jalsah ini untuk meningkatkan standar ibadah kita dan teguh diatasnya. Semoga kita selalu meningkat dalam kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya dan kita tidak dikuasai oleh hasrat duniawi dan kelezatannya. Ingatlah bahwa tidak mungkin itu dapat diraih tanpa karunia Ilahi. Untuk menarik karunia karunia tersebut diperlukan doa-doa dan perhatian yang dalam. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufikNya. Aamiin.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ
وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –
وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ‑
عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –
أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Penerjemah : Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London, UK) dan Mln. Hashim; Editor: Dildaar Ahmad Dartono.