c. Pengakuan Terhadap Kedudukan Rasulullah Sebagai Khatamul Anbiya dan Pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi Buruzi
“Apa yang Tuhan kehendaki dari dirimu berkenaan dengan segi kepercayaan hanyalah demikian: Tuhan itu Esa dan Muhammad saw adalah nabi-Nya serta Khatamul Anbiya, lagi beliau adalah termulia. Sesudah beliau kini tiada lagi nabi lagi kecuali yang secara buruzi (bayangan) dikenakan jubah Muhammadiyat. Sebab, seorang khadim tidaklah terpisah dari makhdum-nya (majikan-nya); demikian pula sebuah dahan tidak terpisah dari akarnya. Maka, barangsiapa karena sama sekali melarutkan diri di dalam wujud majikannya dan menerima gelar kenabian dari Tuhan, ia tidak mencemari gelar Khatamun Nubuwwat. Tak ubahlah halnya seperti kamu sekalian melihat rupamu pada cermin, kamu tidak menjadi dua bahkan kamu tetap satu adanya, kendatipun nampaknya dua. Bedanya hanya terletak dalam bentuk zil (bayangan) dan bentuk asal belaka. Demikianlah Tuhan menghendaki tentang seorang Masih Mau’ud (Isa Almasih yang dijanjikan). Di sinilah letak rahasia sabda Rasulullah saw yang mengatakan, bahwa Masih Mau’ud akan dikubur di dalam kuburan beliau saw, yakni orang yang dimaksud itu akulah dan dalam hal ini (antara wujud Rasulullah saw dan Masih Mau’ud as, Peny.) tidak terdapat kelainan.”[1]
[1] Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Bahtera Nuh, (Jema’at Ahmadiyah Indonesia, 2007) Cetakan ke VI, hal. 24