Saat-saat sekarang ini Tauhid Ilahi dan eksistensi Tuhan sedang menghadapi serangan dahsyat. Umat Kristiani telah banyak membahas mengenai hal ini, tetapi apa pun yang mereka kemukakan atau tuliskan adalah berkaitan dengan sosok yang dikenal sebagai Tuhan orang Islam dan bukan mengenai seorang tuhan yang sudah mati, tersalib dan tak berdaya. Kami yakin sepenuhnya bahwa barangsiapa yang memulai menulis tentang eksistensi dan Wujud dari Allah Yang Maha Kuasa, pada akhirnya ia akan merujuk kepada konsep Tuhan sebagaimana yang dikemukakan oleh agama Islam, karena setiap lembar dari kitab mengenai alam menjurus kepada-Nya dan secara alamiah setiap manusia membawa impresi Wujud-Nya di dalam kalbunya.”
(Malfuzat, vol. I, hal. 83).
***
“Umat Kristiani kiranya harus mencamkan bahwa belum pernah dibuktikan kalau Yesus itu adalah kebangkitan kembali, tidak juga umat Kristen telah dibangkitkan. Mereka sebenarnya dapat dikatakan telah mati dan terbujur dalam liang sempit yang gelap yang lebih merupakan lubang perangkap penyembahan berhala. Mereka tidak memiliki ruh keimanan dan tidak juga merupakan ruh itu sendiri. Mereka bahkan belum lagi sampai pada derajat paling bawah dari keimanan pada Ketauhidan Ilahi yang meluputkan penyembahan sesama makhluk. Mereka menyembah seorang makhluk yang sama lemah dengan diri mereka sendiri dan mengangkatnya sebagai sosok pencipta.
Tingkatan Tauhid Ilahi
Tauhid Ilahi memiliki tiga derajat. Derajat paling bawah adalah menahan diri dari penyembahan makhluk ciptaan lainnya yang berbentuk batu, api, manusia atau pun bintang-bintang. Derajat kedua adalah tidak akan mengandalkan sarana material yang dianggap sebagai sejenis sekutu dalam berfungsinya sifat Rabbubiyat. Sepatutnya seseorang mengonsentrasikan perhatiannya kepada Sang Penyedia sarana dan bukan kepada sarananya itu sendiri. Derajat ketiga dicapai setelah menyaksikan manifestasi Ilahi yang sempurna, dimana seseorang akan menganggap segala hal lainnya, termasuk dirinya sendiri, sebagai suatu hal yang tidak eksis. Segala apa pun di luar wujud Allah Yang Maha Agung akan dianggap sebagai hal yang fana semata. Apa yang dimaksud sebagai kehidupan rohani adalah telah tercapainya ketiga derajat keimanan dalam Ketauhidan Ilahi.”
“Sekarang perhatikanlah bahwa semua sumber mata air kehidupan rohani telah datang ke dunia ini berkat Yang Mulia Nabi Muhammad saw sebagai wujud yang terpilih. Jadi hanya umat Muslim saja, meskipun mereka bukan Nabi-nabi, yang bisa berbicara dengan Tuhan sebagaimana halnya para Nabi. Meskipun mereka tidak termasuk sebagai para Rasul namun tanda-tanda Ilahi yang cemerlang muncul melalui tangan mereka dan sungai kehidupan rohani mengalir melalui mereka serta tidak ada siapa pun yang bisa ditandingkan dengan mereka.”
(Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; Rohani Khazain, vol. 5, hal. 223-224, London, 1984).
***
Konsep Trinitas Agama Kristen
“Doktrin agama Kristen menyatakan bahwa mereka yang tidak mengimani Trinitas dan tidak menerima penebusan Yesus, maka mereka ini akan masuk neraka untuk selama-lamanya. Sikap membatasi Tuhan yang Maha Tidak Terbatas dengan menyekutukan-Nya melalui tiga atau empat sekutu lalu menganggap masing-masing unsur sebagai suatu yang sempurna, tetapi tetap saja memerlukan bantuan satu sama lain, adalah perbuatan syirik. Menyatakan bahwa pada awalnya Tuhan adalah Firman (Injil Yahya 1:1 &14) dan bahwa Firman itu lalu turun ke dalam rahim Maryam dan dari sana memperoleh bentuk dari darahnya, untuk kemudian dilahirkan dengan cara yang sama sebagaimana manusia lainnya, mengalami semua penyakit semasa kanak-kanak dan setelah dewasa lalu ditangkap dan disalibkan, adalah perbuatan syirik yang menjijikkan karena telah mempertuhankan seorang manusia. Tuhan tidak memerlukan turun ke rahim seorang wanita hanya untuk memperoleh kerangka tubuh manusia untuk kemudian ditangkap oleh para musuh-Nya.”
“Fitrat manusia menolak anggapan bahwa Tuhan harus melalui penderitaan demikian mengingat Dia adalah Penguasa segala Keagungan dan tidak bisa menerima bahwa sumber semua kemuliaan itu harus mengalami pelecehan demikian rupa. Umat Kristiani sendiri mengakui bahwa perendahan harkat Tuhan seperti itu baru kali itulah terjadi dan sebelumnya Dia tidak pernah dihinakan. Sebelumnya tidak pernah terjadi bahwa Tuhan harus mendapat bentuk di dalam rahim seorang wanita sebagaimana halnya dengan sperma. Sejak pertama manusia mengenal nama Tuhan, tidak pernah terjadi bahwa Dia harus dilahirkan dari seorang wanita sebagaimana halnya anak manusia. Penganut agama Kristen mengakui semua hal tersebut di atas dan juga mengakui kalau tiga sekawan dalam posisi Ketuhanan tersebut pada awalnya tidak terpisah dalam tiga entitas. Lalu tiba-tiba sekitar 1896 tahun yang lalu dirasa perlu tercipta tiga wujud bagi ketiga anggota persekutuan tersebut. Format Sang bapak adalah seperti Adam karena Tuhan menciptakan Adam menurut rancangan gambar-Nya (Kejadian 1:27), sedangkan Sang putra dimunculkan dalam bentuk Yesus (Yahya 1:1), adapun Rohul kudus mengambil bentuk seekor burung merpati (Matius 3:16).
Dalam pandangan umat Kristiani, perwujudan ketiga tuhan itu memang berwujud secara abadi, memiliki pengejawantahan yang terpisah satu sama lainnya secara abadi, namun ketiganya secara gabungan disebut Tuhan yang satu. Bagaimana caranya memahami bahwa ketiga entitas itu adalah satu namun memiliki jasad samawi terpisah. Misalnya pun kita satukan pendeta Dr. Martyn Clarke, Pastor Imaduddin dan Pastor Thakar Dass menjadi satu kesatuan yang berfitrat tiga, maka dapat dipastikan bahwa misalnya ketiga orang itu diremuk menjadi satu dan sel-sel tubuh mereka di campurkan, tetap saja menjadikan satu wujud dari apa yang sebelumnya tiga adalah suatu hal yang mustahil.”
“Rasanya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ketiga tuhan-tuhan umat Kristen ini adalah seperti tiga orang anggota dewan dan semua keputusan dilakukan secara musyawarah atau voting, seolah-olah lembaga Ketuhanan merupakan bentuk pemerintahan republik dan Tuhan tidak bisa melaksanakan pemerintahan sendirian dan harus bergantung pada keputusan dewan. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa tuhan umat Kristen adalah tuhan majemuk itu.”
(Anjam Atham, Qadian, Ziaul Islam Press; Rohani Khazain, vol. 11, hal. 34-36, London, 1984).
***
Yesus dan Tauhid Ilahi
“Agama Kristen tidak mengenal Ketauhidan Ilahi. Umat Kristen telah berpaling dari Tuhan yang benar dan telah mencipta tuhan baru yang sebenarnya putra seorang wanita Israel. Apakah tuhan baru ini memiliki kadar sama dalam sifat kuasanya sebagaimana Allah Yang Maha Agung? Sejarah hidupnya sendiri sayangnya menggambarkan hal yang sebaliknya. Kalau benar ia kuasa maka tak mungkin ia akan disiksa oleh umat Yahudi, tidak akan dipenjarakan oleh bangsa Roma dan tidak juga lalu disalibkan. Ketika umat Yahudi itu menantangnya untuk turun dari atas salib agar mereka bisa beriman kepadanya, mestinya ia langsung turun, namun ia tidak ada memperlihatkan kekuasaannya.
Adapun mengenai mukjizat-mukjizat yang dilakukannya, nyatanya masih lebih sedikit dibanding Nabi-nabi lain. Sebagai contoh, kalau umat Kristiani mau membandingkan mukjizat yang dilakukan oleh Nabi Elia sebagaimana dirinci dalam Kitab Injil yang antara lain mencakup menghidupkan kembali orang mati, dibanding dengan mukjizat yang dilakukan Yesus putra Maryam, maka mereka akan mengakui bahwa mukjizat Nabi Elia itu lebih akbar dan lebih banyak daripada mukjizat Yesus. Kitab Injil berulangkali menceritakan bagaimana Yesus mengusir ruh setan dari penderita epilepsi (ayan) dan hal ini dianggap sebagai mukjizat akbar. Hal itu menjadi bahan tertawaan para pakar terpelajar masa kini karena mereka mengetahui bahwa epilepsi itu adalah akibat dari adanya kelemahan dalam struktur otak manusia, serta tidak ada hubungannya dengan ruh setan.”
“Bukanlah kelahiran Yesus dan bukan juga dari antara mukjizat yang dilakukannya yang dapatdikemukakan sebagai bukti ketuhanannya. Allah swt mengungkapkan kelahiran Yahya Pembaptis bersamaan dengan kelahiran Yesus sendiri dengan tujuan bahwa sebagaimana kelahiran luar biasa Yahya tidak menjadikannya keluar dari kategori manusia biasa, maka kelahiran Yesus putra Maryam pun tidak menjadikannya sebagai Tuhan. Yesus tidak ada memiliki kekuasaan luar biasa. Beliau adalah seorang rendah hati, punya sifat berupa kelemahan manusiawi serta kurangnya pengetahuan. Injil mengemukakan bahwa beliau tidak memiliki pengetahuan mengenai yang tersembunyi, beliau mendatangi pohon ara untuk memakan buahnya tanpa menyadari bahwa pohon itu sedang tidak berbuah. Beliau mengakui tidak mengetahui apa pun mengenai Hari Penghisaban, padahal kalau beliau itu tuhan mestinya tahu. Beliau tidak memiliki sifat-sifat Ilahi dan tidak ada sesuatu apa pun di diri beliau yang tidak terdapat pada diri orang lain. Umat Kristen pun mengakui bahwa beliau bisa mati, alangkah menyedihkannya bagi suatu agama jika tuhan mereka bisa saja mati. Meski dikatakan bahwa beliau dibangkitkan kembali setelah kematian, rasanya hal itu tidak memberikan keselesaan. Kita tidak bisa mengandalkan diri kepada sesuatu yang nyawanya setiap saat bisa lepas.”
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; Rohani Khazain, vol. 19, hal. 378-382, London, 1984).
***
“Apa gunanya sesembahan atau tuhan yang kemampuannya menurun seperti karakteristik orang yang sudah mulai uzur? Apa perlunya kita dengan tuhan yang tidak bisa mengampuni dosa-dosa hambanya sampai setelah ia didera, diludahi, dipenjarakan untuk terakhir disalibkan? Kami ini tidak bisa menerima sosok tuhan yang bisa dikalahkan oleh bangsa Yahudi yang rendah akhlak dimana mereka sendiri telah kehilangan kerajaan mereka. Kami hanya beriman kepada Allah Yang Maha Benar yang telah mengangkat seorang yang miskin dan lemah dari Mekah sebagai Rasul-Nya dan memanifestasikan Kekuatan dan Keagungan-Nya pada masa yang sama kepada seluruh dunia. Ketika Shah Iran mengirim lasykarnya untuk menangkap Yang Mulia Rasulullah saw, Allah Yang Maha Kuasa memerintahkan kepada beliau untuk memberitahukan para lasykar tersebut bahwa Tuhan beliau telah membunuh tuhan mereka.”
“Agar dicermati disini bahwa di satu sisi ada seseorang yang dipertuhan telah ditangkap dan dipenjarakan oleh bangsa Roma sedangkan doanya sepanjang malam kelihatannya tidak dikabulkan, sedangkan di sisi lain adalah satu sosok manusia yang mengaku hanya sebagai seorang Rasul tetapi Allah Yang Maha Kuasa malah menghancurkan raja-raja yang menentang beliau.”
“Bagi mereka yang mencari kebenaran, cermatilah peribahasa yang menyatakan: ‘Berkawanlah dengan mereka yang bersifat agung, agar engkau pun terbawa menjadi agung.’ Apa gunanya bagi kita agama yang sudah mati, serta manfaat apa yang bisa didapat dari Kitab yang kadaluwarsa dan rahmat apa yang bisa dianugerahkan oleh sosok tuhan yang sudah mati?”
(Chasmai Masihi, Qadian Magazine Press, 1906; Rohani Khazain, vol. 20, hal. 353, London, 1984).
***
“Apa yang umat Kristen coba tablighkan kepada kita adalah suatu kaidah yang bermutu rendah dan memalukan. Bagaimana nalar bisa menerima bahwa seorang makhluk yang lemah yang memiliki sifat-sifat manusia biasa, lalu disembah sebagai tuhan? Bisakah nalar menerima bahwa makhluk lainnya boleh mencambuki Pencipta mereka, bahwa para hamba Tuhan harus meludahi wajah Tuhan yang Maha Kuasa, menangkapnya dan menyalibkannya ke kayu salib sebagai sosok yang sama sekali tidak mempunyai kuasa apa pun? Bagaimana kita bisa menerima bahwa seseorang yang menyebut dirinya Tuhan tetapi terpaksa berdoa sepanjang malam memohon kelepasan, dan itu pun kelihatannya doanya tidak langsung dikabulkan? Bisakah batin kita menerima bahwa seorang tuhan juga perlu bermukim sembilan bulan di dalam rahim seorang wanita dan memperoleh kehidupan dari darah ibunya untuk kemudian lahir dengan tangisan melalui saluran peranakan wanita yang biasa? Bisakah seorang yang berakal menerima pandangan bahwa setelah suatu periode waktu yang demikian panjang, lalu Tuhan harus terpaksa mewujud dalam suatu tubuh, sebagian dari diri-Nya mengambil bentuk seorang manusia dan bagian lainnya berbentuk burung merpati, dimana ketiga wujud ini lalu menjadi belenggu diri-Nya sepanjang masa?”
(Kitabul Bariyah, Qadian, Ziaul Islam Press, 1898; Rohani Khazain, vol. 13, hal. 86-87, London, 1984).
Konsep Tuhan menurut agama Kristen
“APA YANG DISIFATKAN oleh umat Kristiani terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa adalah suatu hal yang bisa ditentukan oleh satu pertanyaan saja. Allah Yang Maha Kuasa yang bersifat abadi dan sempurna, yang tegak dengan sendiri-Nya dan tidak bergantung kepada apapun, telah melakukan semua kegiatan akbar-Nya sepanjang masa keabadian dengan Wujud-Nya sendiri. Dia sendiri yang menciptakan alam semesta ini tanpa bantuan bapak atau pun anak. Dia itulah yang telah mengaruniakan kekuatan yang mereka butuhkan kepada semua makhluk hidup dan Dia sendirilah yang menjadi Penjaga dan Pendukung serta Pengendali alam ini. Dia menciptakan berkat sifat Rahmãniyat-Nya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh semua ruh dan jasmani tanpa perlu kegiatan apa pun dari pihak mereka. Dia menciptakan matahari, rembulan dan bintang-bintang, bumi dengan segala isinya semata-mata karena rahmat-Nya tanpa bantuan dari seorang putra.
Secara tiba-tiba Tuhan Yang Maha Sempurna ini di kemudian hari dengan menanggalkan segala sifat Keagungan dan Kekuasaan-Nya, lalu menjadi tergantung kepada seorang putra untuk menyediakan penebusan dan pengampunan bagi umat manusia padahal putra itu demikian rendah mutunya sehingga tidak ada mirip-miripnya dengan Sang Bapak. Putra ini tidak pernah menciptakan apa pun dari langit dan bumi sebagaimana yang dilakukan Bapaknya untuk memperoleh status ketuhanan. Dalam Injil Markus pasal 8 ayat 12 dikemukakan betapa ketidak-berdayaan dirinya sendiri sehingga putra tersebut mengeluh:
‘Mengapa angkatan (generasi) ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.’
Ketika kemudian umat Yahudi menyalibnya, mereka mengatakan bahwa jika beliau bisa hidup kembali maka baru mereka akan beriman. Namun beliau tidak ada memberikan tanda itu kepada mereka, tidak juga memperlihatkan ketuhanan dirinya atau pun kekuasaan melalui cara apa pun. Adapun mukjizat-mukjizat yang dilakukannya, sudah juga dilakukan oleh Nabi-nabi terdahulu, bahkan air di kolam pun memiliki sifat yang memanifestasikan mukjizat-mukjizat yang sama (lihat pasal 5 Injil Yahya)[1].
Yesus sendiri mengakui bahwa beliau tidak mampu memberikan tanda-tanda yang mendukung sifat ketuhanannya. Karena dilahirkan dari seorang wanita yang lemah, maka beliau dalam pandangan umat Kristiani, harus mengalami penghinaan, perendahan dan ketidakberdayaan sepanjang hidup beliau sebagaimana layaknya manusia yang tidak beruntung dan papa. Beliau terpenjara sepanjang kurun waktu dalam kegelapan rahim untuk kemudian dilahirkan melalui saluran kandungan ibunya dan menjalani semua hal yang terjadi pada seorang bayi manusia tanpa ada kekecualian apa pun. Kemudian beliau mengaku dalam kitabnya sendiri, kebodohan dan ketidaktahuannya serta ketidakberdayaan dan bahwa beliau merasa tidak becus.
Hamba yang lemah itu, yang tanpa alasan yang jelas lalu dianggap sebagai anak Tuhan, bahkan masih kalah mutunya dibanding beberapa Nabi-nabi besar lain dalam kemampuan intelektual dan dalam tindakannya. Begitu juga ajaran beliau tidak sempurna karena hanya merupakan salah satu cabang dari ajaran Nabi Musaa.s. Bagaimana mungkin masuk akal mensifatkan segala hal yang menjadi atribut Tuhan Yang Maha Perkasa, Yang Maha Abadi, Wujud yang sempurna dan tegak dengan sendiri-Nya, dengan fitnah yang menyatakan bahwa pada akhirnya Dia harus bergantung kepada putra yang cacat demikian sehingga karenanya Dia kehilangan segala keagungan dan keakbaran-Nya? Aku tidak yakin bahwa ada manusia bijak yang mengizinkan penghinaan seperti itu dilontarkan kepada Wujud yang menjadi himpunan dari semua sifat yang sempurna.”
(Barahin Ahmadiyah, Rohani Khazain, vol. 1, hal. 435-441, London, 1984).
[1] Yang dimaksud adalah kisah penyembuhan di kolam Bethesda dimana berbaring orang- orang sakit, buta, timpang dan lumpuh yang menunggu goncangan air kolam. Jika airnya goncang berarti ada malaikat turun dan siapa yang masuk kolam pada saat itu akan sembuh.(Penterjemah)
Trinitas, Yesus dan Tauhid Ilahi ini disusun dari buku “Inti Ajaran Islam Bagian Pertama (ekstraksi dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as)”. Neratja Press, hal 143-150, ISBN 185372-765-2