Apakah Imam Shalat Membaca Bismillah Secara Jahar atau Sirr?

bacaan basmalah shalat berjamaah lantang atau pelan

Kedua amalan tersebut, baik membaca basmalah dengan jahar (lantang) maupun sir (pelan) sebelum membaca Surah di dalam shalat adalah benar dan sahih berdasarkan amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ ‏{‏ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ‏}‏ ‏.‏

Dari Anas (ra) meriwayatkan, “Aku shalat bersama Rasulullah (saw), Abu Bakar, Umar, dan Utsman (ra), tetapi aku tidak mendengar seorang pun dari mereka membaca basmalah dengan lantang.” (Shahih Muslim, Kitab as-shalat, Bab hujjati man qala la yujharu bil-basmalah)

عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ، قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ ‏{‏ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ ‏}‏ الرَّحِيمِ ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى إِذَا بَلَغَ ‏{‏ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ‏}‏ فَقَالَ آمِينَ ‏.‏ فَقَالَ النَّاسُ آمِينَ ‏.‏ وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ فِي الاِثْنَيْنِ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا سَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاَةً بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏.‏

“Nu’aim al-Mujmir meriwayatkan, ‘Aku shalat di belakang Hazrat Abu Hurairah (ra) dan beliau membaca, بِسْمِ اللّٰہِ الرَّحْمٰنِ لرَّحِیمِ (dengan jahar). Kemudian beliau membacakan Ummul-Quran (Surat al-Fatihah) dan ketika sampai di غَیۡرِ الۡمَغۡضُوبِ عَلَیۡہِمۡ وَلَا الضَّاۤلِّینَ, beliau mengucapkan, ‘aamiin‘ dan orang-orang juga mengucapkan, ‘Aamiin‘. Dan setiap kali sujud, beliau mengucapkan, ‘Allahu Akbar‘ dan ketika berdiri dari duduk setelah dua rakaat, beliau mengucapkan, ‘Allahu Akbar‘. Dan setelah mengucapkan salam beliau mengucapkan, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Shalat saya paling mirip dengan shalat Rasulullah saw.’” (Sunan an-Nasa’i, Kitabul-iftitah, Bab qira’ati bismillahirrahmanirrahim)

Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) biasa membaca bismillahir-rahmanir-rahim dengan suara keras. (Al-Mustadrak ‘Ala al-Sahihain karya Al-Hakim an-Nishapuri, Kitab al-imamati wa shalatil-jama’ah, Bab at-ta’min)

Hazrat Khalifatul Masih I (ra) menjelaskan:

“Dibolehkan membaca basmalah dengan kedua cara; secara jahar maupun sirr. Hazrat Maulvi Abdul Karim Sahib memiliki sifat yang energik. Beliau biasa membaca basmalah dengan jahar. Hazrat Mirza Sahib [yaitu, Hadhrat Masih Mau’ud as] tidak biasa membacanya dengan jahar. Saya juga membacanya dengan sirr. Di antara para Sahabat (ra), ada dua mazhab terkait hal ini. Saya menyarankan kalian untuk tidak berdebat tentang bagaimana membacanya. Hal yang sama juga berlaku untuk mengucapkan ‘aamiin‘; yang juga diperbolehkan dalam kedua cara. Di beberapa tempat, orang Yahudi dan Kristen dulu tidak menyukai ucapan aamiin umat Islam. Jadi, para Sahabat (ra) dulu membacanya dengan sangat keras. Saya menikmati kedua cara tersebut. Seseorang dapat membacanya dengan jahar ataupun sirr.’ (Badr, No. 32, Vol. 11, 23 Mei 1912, hlm. 3)

Terkait:   Tata Cara Shalat Witir

Hazrat Mian Abdullah Sanauri (ra) menceritakan, ‘Saya tidak pernah sekalipun melihat Hazrat Masih Mau’ud (as) melakukan rafa’al yadain, yaitu mengangkat tangan saat shalat, tidak pernah mendengar beliau mengucapkan aamiin dengan suara lantang, dan tidak pernah mendengar beliau membaca basmalah dengan suara lantang.’ Hamba yang lemah ini [yaitu Hazrat Mirza Bashir Ahmad (ra)] menyampaikan amalan Hazrat Masih Mau’ud (as) persis seperti yang telah dijelaskan oleh Mian Abdullah Sahib (ra). Namun, praktik kita sebagai Ahmadi sejak zaman Hadhrat Masih Mau’ud as., bahkan setelahnya hingga sampai saat ini, tidak ada yang mengkritik siapa pun tentang hal ini. Sebagian mengucapkan Aamiin dengan lantang, sebagian lainnya tidak. Sebagian mengamalkan rafa’al yadain, tetapi mayoritas tidak melakukannya. […] Sebagian membaca basmalah dengan jahar, tetapi mayoritas tidak. Hazrat Masih Mau’ud (as) pernah bersabda bahwa pada hakikatnya, semua cara ini dapat ditemukan dalam praktik Nabi Muhammad (saw). Namun, amalan yang yang dilakukan oleh Nabi Muhammad (saw) dalam banyak kesempatan adalah amalan yang juga dikerjakan oleh Hazrat Sahib [yaitu Hadhrat Masih Mau’ud (as)].’ (Siratul Mahdi, Vol. I, hlm. 147-148, riwayat no. 154, [Februari 2008])”

https://www.alislam.org/question/question-32210

Basmalah bagian Surah Al-Fatihah, Mengapa Dibaca Pelan Saat Shalat

Terdapat pertanyaan lain dari seseorang dari London menulis kepada Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V (aba) dan bertanya, karena basmalah adalah bagian dari Surah Al-Fatihah, mengapa imam saat membaca Surah Al-Fatihah dimulai dari ‘Alhamdulillah’ secara jahar dan bukan memulainya dengan basmalah?

Hudhur Anwar (aa), dalam suratnya tertanggal 7 Januari 2022, memberikan jawaban berikut untuk pertanyaan ini:

Telah dijelaskan dalam hadits-hadits bahwa basmalah, yaitu ‘بسم اللّٰہ الرّحمٰن الرّحیم’, merupakan ayat dan bagian tak terpisahkan dari setiap surah Al-Qur’an […]. Hadhrat Muslih Mau’ud (ra) memberikan penjelasan rinci tentang konsep ini dalam tafsirnya tentang Surah al-Fatihah.

Pada setiap rakaat shalat, kita membaca basmalah sebelum membaca Surah Al-Fatihah atau surat lainnya (selain Surat At-Taubah). Namun, basmalah tidak boleh dibaca dengan jahar (suara lantang), melainkan dengan suara pelan (sirr), sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa membaca basmalah dengan lirih sebelum membaca Surah Al-Fatihah dan surat-surat lainnya dalam shalat.

Terkait:   Kapan waktu Tahajud dimulai dan berakhir?

عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلاَةَ بِ ـ ‏{‏الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ‏}‏

Diriwayatkan oleh Anas (ra) bahwa, ‘Setiap kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar (ra), dan Umar (ra) memulai shalat, mereka memulainya dengan ‘Alhamdulillahi robbil ‘alamiin.” (Shahih Bukhari, Kitabul-Azan, Bab maa yaquulu ba’da takbiir)

Dalam riwayat lain:

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ – رضى الله عنهم – فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَجْهَرُ بِـ ‏{‏ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ‏}‏ ‏.‏

Anas (ra) meriwayatkan bahwa, “Saya shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar (ra), Umar (ra), dan Utsman (ra). Saya tidak pernah mendengar seorang pun dari mereka membaca basmalah dengan jahar (sebelum membaca sebuah surah dalam shalat).” (Sunan an-Nasa’i, Kitabul Iftitah, Bab tarkil-jahri bi-bismillah)

Hazrat Masih Mau’ud (as) juga mengikuti sunnah yang sama dengan tidak membaca basmalah dengan jahar. Sunnah ini dilanjutkan oleh para Khalifah beliau yang juga tidak membaca basmalah dengan jahar. Persatuan dan keseragaman Jemaat menuntut para imam shalat berjamaah untuk mengamalkan sunnah yang sama seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Hazrat Masih Mau’ud (as), dan para Khalifah.

Walaupun benar, jika seseorang masih membaca basmalah dengan keras ketika shalat, kami tidak menganggapnya batal, karena terdapat beberapa hadits yang menyebutkan bahwa, pada beberapa kesempatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga membacanya dengan jahar. Untuk hal ini, Hazrat Khalifatul Masih I (ra) menjelaskan:

“Dibolehkan membaca basmalah dengan kedua cara; dengan suara keras maupun pelan. Hazrat Maulvi Abdul Karim Sahib memiliki sifat yang energik. Beliau biasa membaca basmalah dengan keras. Hazrat Mirza Sahib [yaitu, Hadhrat Masih Mau’ud as] tidak biasa membacanya dengan keras. Saya juga membacanya dengan pelan. Di antara para Sahabat (ra), ada dua mazhab terkait hal ini. Saya menyarankan kalian untuk tidak berdebat tentang bagaimana membacanya. Hal yang sama juga berlaku untuk mengucapkan ‘amin’; yang juga diperbolehkan dalam kedua cara. Di beberapa tempat, orang Yahudi dan Kristen dulu tidak menyukai ucapan amin umat Islam. Jadi, para Sahabat (ra) dulu membacanya dengan sangat keras. Saya menikmati kedua cara tersebut. Seseorang dapat membacanya dengan suara keras atau pelan.’ (Badr, No. 32, Vol. 11, 23 Mei 1912, hlm. 3)

Terkait:   Bolehkan Shalat Jumat Dilaksanakan Dua kali di Satu Masjid?

Hazrat Maulvi Abdul Karim Sahib (ra) dari Sialkot masuk Ahmadiyah di kemudian hari. Sebelum bergabung dengan Ahmadiyah, beliau biasa membaca basmalah dengan suara keras, sebagaimana juga dicontohkan dalam sunnah Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, Hadhrat Masih Mau’ud (as) tidak melarang beliau untuk melanjutkan cara ini. Namun, hal ini juga ditegaskan melalui riwayat-riwayat para sahabat senior (ra), seperti Hazrat Mian Abdullah Sahib(ra) dari Sanaur, Hazrat Mufti Muhammad Sadiq Sahib (ra), Hazrat Qazi Muhammad Yusuf Sahib (ra) dari Peshawar, dan Hazrat Sahibzada Mirza Bashir Ahmad Sahib (ra), bahwa amalan Hadhrat Masih Mau’ud (as) sendiri sejalan dengan sunah yang paling sering disabdakan oleh junjungan dan guru beliau, Nabi Muhammad, Mustofa shallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu, untuk menjaga persatuan dan keseragaman dalam hal permasalahan ini, kita harus mengikuti pendekatan yang sama yang paling sering dipilih oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallamdan yang juga diikuti oleh:

  • Para khalifah Rasyidah yang menduduki tahta kekhalifahan Islam pada masa awal berdirinya Islam,
  • Hadhrat Masih Mau’ud (as), yang diutus sebagai pewaris rohani dan pengabdi setia Nabi Muhammad (saw) untuk membawa keteguhan iman pada masa Kebangkitan Islam,
  • Melalui setiap manifestasinya, yaitu Khalifah dari kekhalifahan Islam sejati yang didirikan melalui Hazrat Masih Mau’ud (as).

Pada suatu kesempatan, seseorang berkata kepada Hadhrat Muslih Mau’ud (ra) bahwa ada kitab-kitab lain, selain Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim, yang menyebutkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam membaca basmalah dengan keras. Orang tersebut bertanya, jika tidak ada salahnya membaca basmalah dengan keras, haruskah beliau tetap melakukannya atau meninggalkannya? Demi menjaga kesatuan dan keseragaman yang disebutkan di atas, Hadhrat Muslih Mau’udd (ra) menjawab:

“Menurut Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak membaca basmalah dengan keras. Apakah kitab-kitab lain memiliki otoritas yang lebih besar daripada Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim?” (Farmudat Muslih-e-Maud Darbarah Fiqhi Masa’il, hlm. 56-57)”

https://www.alislam.org/question/reciting-basmalah-during-congregational-salat

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.