Apakah Islam Menolak Etika Timbal Balik (Golden Rule) dan Melarang Berteman dengan non-Muslim?
Golden Rule merupakan prinsip memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Sejatinya prinsip ini dapat dijumpai di setiap agama dan budaya. Istilah Golden Rule mulai digunakan secara luas pada awal abad ke-17 di Inggris oleh para teolog dan pengkhotbah Anglikan. (wikipedia)
Pandangan Islam tentang Golden Rule dan Berteman dengan non-Muslim?
Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan, bahkan jika mereka harus menderita kerugian karena perlakuan negatif.
Pengampunan yang diberikan Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wasallam) kepada para penindas dari Mekah telah menggambarkan ajaran ini dengan baik.
Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian, sampai ia mencintai untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri.” (Bukhari, Kitabul Imaan)
Beberapa kritik menyatakan bahwa “saudara” dalam hadis ini hanya merujuk kepada sesama Muslim saja, tetapi tidak ada yang mendukung anggapan ini. Bahkan, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk membalas orang lain dengan perlakuan yang lebih besar, melebihi apa yang diajarkan dalam Etika Timbal Balik (Golden Rule).
Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda, “Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.” Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wasallam) lantas ditanya: “Ya Rasulullah! Kalau menolong orang yang dizalimi kami mengerti, tetapi bagaimana cara kami menolong orang yang melakukan kezaliman?” Rasulullah kemudian menjawab: “Dengan mencegahnya menindas orang lain.” [2]
Jadi, kewajiban seorang Muslim bukan hanya memperlakukan orang lain seperti mereka ingin diperlakukan, tetapi juga berbelas kasih pada orang-orang yang dizalimi dan membantu mereka terbebas dari penindasan, bahkan tanpa mereka minta sebelumnya.
Ajaran Islam lebih unggul dari Etika Timbal Balik (Golden Rule). Islam mengajarkan bahwa umat Islam harus memperlakukan orang lain dengan baik, tidak peduli bagaimana mereka memperlakukan orang-orang Islam.
“Sesungguhnya, Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil, dan melakukan kebaikan untuk orang lain, dan memberi kepada kaum kerabat”. [3]
Berbeda dengan ajaran Perjanjian Lama tentang kebaikan yang setimpal Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk saling memaafkan:
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang Zalim.” [4]
Al-Qur’an mengajarkan bahwa umat Islam harus berlaku adil dengan semua orang, bahkan kepada mereka yang mungkin membenci mereka.
“Hai orang-orang yang beriman! Bersabarlah di jalan Allah, bersaksilah dengan adil, dan janganlah kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan takutlah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti atas apa yang kamu kerjakan.” [5]
Etika Timbal Balik (Golden Rule) mengajarkan untuk memperlakukan hal yang sama kepada orang lain, sebagaimana Anda ingin diperlakukan oleh mereka. Dalam ayat di atas, Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk selalu memperlakukan orang lain dengan keadilan, sekalipun mereka memusuhi atau berlaku tidak adil kepadanya.
Dengan kata lain, Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan, bahkan jika mereka harus menderita karena mengalami perlakuan yang tidak baik. Contoh pengampunan yang diberikan Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wasallam) kepada para kufar Mekah merupakan wujud nyata dari ajaran ini.
Bahkan, Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wasallam) menambahkan bahwa,
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad (kafir yang terikat kesepakatan) ia tidak akan mencium wangi surga. [6]
Al-Qur’an juga mengajarkan bahwa seorang Muslim yang membunuh orang kafir yang terdapat perjanjian persekutuan, baik disengaja atau tidak, maka ia harus membayar diyat (uang tebusan) kepada ahli waris yang meninggal dan juga harus membebaskan seorang budak. (QS 4: 93). Seperti itulah tingkat penghormatan yang diberikan kepada orang-orang yang telah memiliki perjanjian dengan umat Islam.
Al-Qur’an hanya melarang umat Islam berteman dengan orang-orang yang menyerang atau memerangi umat Islam, sebaliknya Islam dengan tegas mendorong membentuk suatu ikatan kekeluargaan dan aliansi.
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agamamu, dan yang tidak mengusirmu dari rumah-rumahmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan telah mengusir kamu dari rumah-rumahmu, dan telah membantu untuk mengusirmu. Barang siapa berteman dengan mereka – maka mereka itulah orang-orang yang aniaya. [7]
Al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa umat Islam tidak dilarang berteman dengan mereka yang tidak memerangi mereka, dan sebaliknya memerintahkan umat Islam untuk ‘bersikap baik dan berlaku adil terhadap mereka.’
Bertentangan dengan tuduhan, tidak dibutuhkan syarat agama sebelum seseorang dapat berteman.
Ayat ini menunjukkan bahwa ayat-ayat tentang “menangkap dan merampas” para penyembah berhala hanya berlaku bagi orang-orang yang telah menganiaya umat Islam karena keyakinan mereka, mengusir mereka dari rumah mereka, dan telah menghasut orang lain untuk menganiaya umat Islam. Menanggapi tindakan-tindakan itulah Allah telah mengizinkan umat Islam untuk berperang untuk membela diri.
Tapi kapan Islam mengizinkan umat Islam mengangkat senjata untuk membela diri? Al-Qur’an menjelaskan,
“Telah diizinkan untuk mengangkat senjata disebabkan mereka telah diperangi, bagi mereka yang telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.” [8]
Dengan demikian, perang pendahuluan (pre-emptive) tidak dibenarkan dalam Islam. Izin – bukan perintah – hanya diberikan setelah pihak lain memaksakan perang kepada pihak yang tidak melakukan penyerangan. Sesuai dengan prinsip tersebut, Al-Qur’an menambahkan:
“Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Dan sekiranya Allah tidak menahan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, maka biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah tentu telah dihancurkan. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa, Mahaperakasa.” [9]
Ayat seperti ini tidak terdapat dalam kitab-kitab suci agama lain, begitu juga dalam konstitusi sekuler manapun selama berabad-abad setelahnya – yaitu memerintahkan umat Islam untuk memperjuangkan kebebasan beragama universal bagi semua agama.
Tidak seperti kitab-kitab terdahulu, Al-Qur’an secara khusus melindungi orang-orang yang biasa mendatangi ‘biara-biara, gereja, dan sinagog.’ Selain itu, umat Islam harus lebih melindungi agama lain bahkan dari agama mereka sendiri, seperti yang ditunjukkan oleh Al-Quran yang menyebutkan masjid di akhir.
Dengan demikian umat Islam diizinkan untuk berperang sebagai upaya pertahanan diri ketika mereka diserang dan untuk melindungi kebebasan beragama universal bagi semua pemeluk agama.
Ayat ini menyadari dan mengantisipasi apa yang akan terjadi ketika pihak yang zalim mulai menindas satu keyakinan dan tidak ada yang bersuara — yaitu tersebarnya penindasan. Dengan demikian, 1.400 tahun sebelum kutipan terkenal Martin Niemoller [10], Al-Qur’an telah mewajibkan umat Islam untuk memperjuangkan kebebasan beragama universal.
Bertentangan tuduhan ini, Al-Qur’an tidak hanya mengajarkan belas kasihan melebihi Etika Timbal Balik (Golden Rule), tetapi juga mendorong persahabatan antar agama, dan merupakan satu-satunya Kitab Suci yang mengamanatkan para pengikutnya – Muslim – untuk berperang atas nama umat beragama dengan tujuan menegakkan kebebasan beragama universal.
Catatan:
- Bukhari, Vol. 3, #624
- Q.S An-Nahl: 91
- Q.S Asy-Syura: 41
- Q.S Al-Maidah: 9
- Hadis Bukhari, Kitab al-Jizyah Wa’l-Muwada‘ah, Bab Ithm Man Qatala Mu‘ahadan Bi-Ghairi Jurm
- Q.S Al-Mumtahanah: 9-10
- Q.S Al-Hajj: 40
- Q.S Al-Hajj: 41
9. Ketika para Nazi itu menciduk kaum komunis, aku diam saja: aku bukan seorang komunis.
Ketika mereka menciduk para aktivis buruh, aku diam saja: aku juga bukan seorang buruh.
Ketika mereka menangkapi kaum sosialis, aku diam saja: aku pun bukan seorang sosialis.
Ketika mereka juga menangkapi orang Yahudi; aku pun diam saja: aku toh bukan seorang Yahudi.
Tatkala mereka menjemput aku; tak ada lagi tersisa orang yang dapat memprotes tindakan ini.
Sumber: Alislam.org – Does Islam reject the Golden Rule and forbid befriending non-Muslims?
Penerjemah: Soraya Resti Pengestika