Tuduhan bahwa Mirza Ghulam Ahmad membajak Al-Qur’an, memalsukan dan merubah-rubah ayat adalah tuduhan yang sering kali dibuat oleh para penentang Ahmadiyah, diantaranya adalah Amin Djamaluddin dalam bukunya Ahmadiyah & Pembajakan Al-Qur’an.
Kata kata hujatan ini adalah fitnah untuk membangkitkan kebencian dan permusuhan kepada Ahmadiyah. Orang tulus yang pernah membaca buku pendiri Ahmadiyah tidak akan berkesimpulan demikian, karena para sahabat Rasulullah saw dan para waliyullah banyak yang mendapatkan karunia pengalaman rohani berupa menerima wahyu yang bunyinya sama dengan ayat Al-Quran. Bahkan sepanjang sejarah Islam, para sahabat, waliyullah, dan para sufi banyak yang telah ber-mukalamah (berbicara secara langsung) dengan Allah swt. Sebagian dari wahyu-wahyu itu banyak yang merupakan lafaz-lafaz kitab suci Al-Quran dan kadang-kadang dengan disertai tambahan lafaz lainnya. Dengan kata lain, diantara wahyu-wahyu tersebut ada yang 100% serupa dengan ayat-ayat Al-Quran dan ada yang tidak. Bagi mereka yang berpengetahuan luas dalam agama Islam serta terbiasa menelaah kitab-kitab kuning, tidaklah sulit untuk memahami perkara ini.
Di antara mereka yang benar-benar telah menerima wahyu-wahyu itu dan menuliskannya dalam beberapa kitab adalah Imam Syafi’i ra, Imam Ahmad bin hambal ra, Imam Muhyiddin Ibnu Arabi, Umar ra, serta beberapa sahabat. Apakah dengan demikian kita akan mengatakan bahwa orang-orang suci itu telah membajak ayat-ayat Al-Quran? Naudzubillah min dzaalik, kita tidak akan selancang itu. Pendiri Jemaat Islam Ahmadiyah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as sering menemukan wahyu seperti itu. Jadi pengalaman rohani tersebut adalah karunia Allah yang diberikan kepada hamba hamba terpilih atas iradahnya.
Adapun satu-satunya kitab suci yang diimani oleh anggota Jemaat Ahmadiyah adalah Al-Qur’anul Karim yang terdiri dari 30 juz. Kitab suci itulah yang dicetak dan disebarkan oleh Ahmadiyah ke seluruh dunia. Setiap orang dapat dengan bebas memiliki cetakan Al-Quran tersebut. Bagi orang yang telah membacanya, pasti membuktikan bahwa tidak ada ayat-ayatnya yang dirubah-rubah apalagi dipalsukan. Bahkan Departemen Agama pun pernah menjadikan terjemahan dan tafsir Quran Ahmadiyah sebagai rujukan dalam terjemahan dan Tafsir Al-Quran terbitan mereka. [1]
Mirza Ghulam Ahmad Mencuri Ayat Al-Qur’an
Tuduhan serupa juga dilontarkan oleh Ahmad Dahlan di dalam buku Musang Berbulu Ayam dimana ia menulis:
“Kami memberikan kabar-suka kepada engkau dengan mendapat seorang anak laki-laki yang menzhahirkan kebenaran dan ketinggian. Ayat ini dicuri Mirza Ghulam Ahmad dari surat Maryam ayat 6” (Musang Berbulu Ayam, hal. 36).
Kalau begitu Hazrat Mujaddid Al-Alfits-Tsani ‘alaihir-rahmah itu juga seorang ‘pencuri besar’ karena beliau telah mendapatkan ilham:
“Kami Allah memberikan kabar-suka kepadamu tentang jadinya seorang anak laki-laki yang bernama Yahya” (Maqamatul-Imam bir-Rabbani, hal. 36, cetakanMesir).
Cobalah Ahmad Dahlan membaca ayat 7 surat Maryam sekali lagi dan bandingkan ilham ini dengan ayat itu, samakah atau tidak?
Tatkala anak itu dilahirkan, maka Imam Rabbani menamai dia dengan Muhammad Yahya menurut Ilham itu. Saya bimbang kalau-kalau Ahmad Dahlan berkata pula bahwa Hadhrat Al-Imam Ar-Rabbani sudah mencuri anak itu dari Tuhan Allah!
Dengan keterangan-keterangan tersebut, tuan-tuan para pembaca dapat mengetahui bahwa Ahmad Dahlan sangat berani mengadakan fitnah dan suka berkata yang tidak benar, maka segala fitnah dan kedustaan itu adalah seperti buih di air yang akan hilang begitu saja. Allah s.w.t. berfirman:
“Adapun buih, maka ia akan hilang dengan sendirinya”
Jadi, sudah nyata bahwa tidak ada satupun keterangan yang tidak menunjukkan bahwa kepercayaan dan pengakuanAhmadiyah itu menyalahi Islam bahkan segala kepercayaan Ahmadiyah bersesuaian benar dengan ayat-ayat Al-Quranul-Majid dan Hadis-hadis yang shahih. [2]
[1] Syamsir Ali (2009). Madu Ahmadiyah Untuk Para Penghujat. Wisma Damai, hal. 4-5
[2] Muhammad Sadiq bin Barakatullah (2014), Penjelasan Ahmadiyah. Neratja Press, hal. 40. ISBN: 978-602-70788-1-9