Pidato Pemimpin Dunia Ahmadiyah pada Simposium Perdamaian di Calgary, Kanada
Pada 11 November 2016, Pemimpin Dunia Jamaah Muslim Ahmadiyah, Khalifah Kelima, Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba) menyampaikan pidato utama di Simposium Perdamaian Calgary, yang diselenggarakan oleh Jamaah Muslim Ahmadiyah di Kanada. Lebih dari 800 orang, termasuk lebih dari 650 pejabat dan tamu menghadiri acara. Diantaranya Mantan Perdana Menteri Kanada, Stephen Harper, Walikota Calgary, Nasheed Nenshi, Menteri Pelayanan Masyarakat Provinsi Irfan Sabir, dan anggota Parlemen Federal, Darshan Kang. Turut hadir juga berbagai perwakilan senior organisasi First Nations, para akademisi terkemuka dan awak media. Berikut kami hadirkan pidato utama yang disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad.
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum wa rohmatullahi wa barokaatuhu
Pertama-tama saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Anda sekalian semua yang telah menghadiri acara ini. Pengurus lokal Ahmadiyah Kanada telah meminta saya untuk berbicara pada hari ini tentang sarana dan cara-cara untuk membangun perdamaian dunia. Tentu saja, semua orang menyadari bahwa dunia sangat membutuhkan perdamaian dan kerukunan, namun meskipun memahami hal ini, tampaknya orang-orang seolah tidak mau mengambil langkah yang diperlukan untuk mencapainya. Sangat mudah berbicara tentang berjuang demi perdamaian, tetapi pada kenyataannya, upaya yang dilakukan untuk ini jauh dari kata cukup.
Tindakan sekelompok tertentu yang mengatasnamakan Islam telah menyebabkan ketakutan di Barat, namun insiden-insiden itu tidaklah mewakili mayoritas umat Islam yang merupakan warga negara yang mencintai perdamaian dan taat pada hukum di seluruh dunia. Foto: Seorang Muslim berdoa di sebuah masjid. Ibadah kepada Allah adalah tujuan utama kehidupan menurut Islam, dan umat Islam berdoa kepada Allah, Wujud yang mencintai seluruh umat manusia, bahkan mereka yang tidak beragama.
Sayangnya, di banyak negara, baik secara langsung maupun tidak, memberikan prioritas yang lebih besar terhadap penegasan dominasi dan supremasi atas orang lain dan untuk memuaskan hasrat kekuasaan dan pengaruh. Setelah mendengar hal ini, beberapa diantara Anda mungkin mempertanyakan apa yang dapat dikatakan seorang Pemimpin Muslim tentang menegakkan perdamaian dunia, mengingat kekacauan di dunia saat ini utamanya terjadi di negara-negara Muslim atau kelompok Islam. Tentu, demi kepentingan keadilan dan keberimbangan, saya tidak dapat menyangkal semua fakta bahwa konflik dan peperangan saat ini memang berpusat di negara-negara Muslim tertentu.
Tidak diragukan lagi, perbuatan buruk kelompok-kelompok yang disebut Islam itu telah menyebabkan meningkatnya ketakutan dan kepanikan di dunia non-Muslim. Orang-orang di Barat menjadi semakin takut pada Islam dan menganggapnya ancaman bagi peradaban dan cara hidup mereka. Alhasil, saya memahami jika beberapa diantara Anda menganggapnya sebagai paradoks aneh bahwa seorang pemimpin Muslim di sini berbicara tentang membangun perdamaian dunia. Namun sebelum melemparkan pandangan itu, sangat penting bagi orang-orang untuk lebih mengenal ajaran Islam yang benar. Jangan ada yang berasumsi bahwa tindakan ekstremis atau teroris itu sesuai dengan ajaran Islam.
Islam yang saya tahu dan praktekkan, didasarkan pada ajaran Al-Qur’an, kitab yang paling suci bagi seluruh umat Islam, dan berdasarkan sunnah dan ajaran Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, di waktu yang tersedia, ajaran Islam yang otentik inilah yang akan saya sampaikan, sehingga Anda dapat menilai apakah Islam menyebarkan kekerasan dan perpecahan atau Islam adalah agama yang menumbuhkan toleransi dan saling menghormati seluruh masyarakat.
Prinsip Al-Qur’an dalam Membangun Perdamaian Dunia
Pertama, saya akan menyebutkan prinsip emas dalam membangun perdamaian yang diabadikan dalam Al-Quran Surah An-Nahl: 91 dimana Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebaikan dan memberi kepada kaum kerabat…”
Oleh karena itu, Al-Quran tidak hanya menyeru umat Islam untuk berbuat baik dan adil, melainkan juga telah menetapkan standar yang jauh lebih tinggi dalam hal memperlakukan orang lain. Manakala Allah Ta’ala berfirman, ‘memberi layaknya seperti kerabat’, Dia menginginkan orang beriman untuk berbuat baik kepada orang lain dan selalu menginginkan yang terbaik untuk mereka. Dia mengharuskan umat Islam untuk memperlakukan orang lain layaknya anggota keluarga dekat mereka. Dia mengharuskan mereka untuk berusaha mencintai orang lain, tanpa ada keinginan meraih imbalan, layaknya seorang ibu yang tanpa pamrih mencintai anaknya. Selanjutnya Al-Quran tidak mengatakan bahwa seorang Muslim hanya memperhatikan sesama Muslim saja dengan cara ini, melainkan dikatakan bahwa mereka harus mencintai ‘orang lain’, dan ini mencakup Muslim dan non-Muslim.
Namun jika kita layangkan pandangan kita pada kondisi negara-negara Islam tertentu saat ini, jelas terlihat bahwa ajaran Islam ini telah jauh diabaikan. Banyak pemerintahan Muslim gagal memenuhi hak-hak rakyatnya dan hal ini menyebabkan meningkatnya rasa frustasi yang bersifat mendalam dan berlangsung lama di kalangan masyarakat. Akibatnya, terbentuklah kelompok-kelompok pemberontak dan teroris, dan semua pihak telah bersalah dalam menimbulkan tindakan kekejaman yang mengerikan. Sebelum itu, negara-negara maju telah tercabik dan tenggelam dalam bencana perang saudara.
Al-Quran memberikan tingkat keadilan yang sangat tinggi dengan memerintahkan agar dalam kesempatan tertentu seseorang harus bersedia bersaksi walaupun melawan dirinya sendiri.
Semua konflik dan peperangan ini telah menunjukkan fakta bahwa mayoritas umat Islam telah melupakan ajaran sesungguhnya agama mereka dan telah gagal memenuhi hak-hak satu sama lain. Bukannya mewujudkan keadilan dan integritas, mereka termotivasi keserakahan dan hasrat kekuasaan. Tragisnya, hasil akhir semua ini adalah sirnanya perdamaian, karena kegelisahan telah bersemayam di dalam masyarakat.
Pentingnya Keadilan
Dalam hal standar keadilan yang diajarkan oleh Islam, di dalam Al-Quran Surah An-Nisa ayat 136, Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang menjadi penegak keadilan dan jadilah saksi karena Allah walaupun bertentangan dengan dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabat. Baik ia orang kaya atau miskin, maka Allah lebih memperhatikan kepada keduanya. Karena itu janganlah kamu menuruti hawa nafsu agar kamu dapat berlaku adil. Dan, jika kamu menyembunyikan kebenaran atau mengelakkan diri, maka sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan.”
Ayat ini menunjukkan fakta bahwa ajaran Islam sama sekali tidak kejam atau lalim, tetapi ia berdasarkan pada tolok ukur keadilan tak tertandingi, Al-Quran mengatakan bahwa seseorang harus siap bersaksi walaupun bertentangan dengan dirinya sendiri atau orang yang dicintainya, semata-mata untuk menegakkan kebenaran. Mudah mengatakan, “Saya siap berbicara yang berlawanan dengan diri sendiri” namun dalam praktek nyata menerapkan standar ini sangat sulit. Namun, ini adalah sasaran dan tantangan yang Allah Ta’ala berikan kepada umat Islam, dimana Dia telah berfirman bahwa keadilan sejati tidak akan terjadi sebelum seseorang bersedia untuk menyisihkan semua kepentingan pribadi.
Orang-orang dari berbagai negara, agama dan budaya harus selalu memperlihatkan simpati dan kebaikan untuk menciptakan perdamaian melalui dialog.
Jika dipraktekkan, prinsip istimewa ini akan menjadi sarana membangun perdamaian, tidak hanya di negara-negara Muslim, tetapi juga di setiap desa, setiap kota dan kawasan dan setiap bangsa di dunia.
Sementara itu orang-orang pada umumnya menganggap Islam menyebarkan ekstremisme, tuduhan itu disebabkan karena ketidaktahuan dan kurangnya pemahaman ajaran yang benar. Seseorang yang merenungkan dan menilai ajaran Islam dengan cara yang adil, akan melihat ajaran Islam bertolak belakang dengan segala bentuk kekejaman, prasangka dan kejahatan. Islam telah meletakkan dasar bagi perdamaian di setiap tingkat masyarakat dan ini meliputi hubungan antar bangsa-bangsa juga. Oleh karena itu, dalam Al-Quran, Surah 49 ayat 10, Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Dan, jika dua golongan dari orang-orang beriman berperang, maka damaikanlah di antara keduanya, maka jika salah satu dari kedua mereka menyerang yang lain, maka perangilah pihak yang menyerang, hingga ia kembali kepada perintah Allah, kemudian jika ia kembali, damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berbuat adillah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.”
Dalam ayat ini, Allah telah menyatakan bahwa jika dua pihak atau negara berada dalam kondisi konflik maka negara tetangga atau sekutu mereka harus berusaha untuk mengadakan rekonsiliasi. Jika perdamaian tidak dapat dibangun melalui dialog, maka negara-negara lain harus bersatu melawan setiap orang yang melakukan tindak pidana dan menggalang kekuatan untuk menghentikan mereka. Saya pribadi percaya bahwa prinsip Al-Quran yang luar biasa ini bukan hanya bernilai bagi Muslim semata, tetapi jika ditindak lanjuti oleh PBB dan negara-negara besar dunia, maka ia akan menjadi cara untuk menciptakan kestabilan dunia dan membangun perdamaian yang berkelanjutan.
Di Mekkah, Nabi Muhammad telah dianiaya selama bertahaun-tahun tetapi beliau tidak pernah membalas dendam, ini adalah teladan dan contoh bagi semua umat Islam yang hidup saat ini.
Namun, sayangnya baik negara-negara Muslim ataupun negara-negara non-Muslim tidak mencari perdamaian melalui cara-cara ini.
Misalnya, baik Perang Dunia Pertama maupun Perang Dunia Kedua, prinsip mediasi dan resolusi konflik tidak diperhatikan dan hal ini menyebabkan kekecewaan diantara negara-negara yang menjadi marah sejak itu. Oleh karena itu, setiap upaya yang dilakukan untuk menekan tumbuhnya blok-blok oposisi dan aliansi dan upaya menyatukan dunia terbukti tidak berhasil dan sia-sia. Apa yang saya katakan ini bukanlah rahasia atau sesuatu hal yang baru, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah komentator dan para kolumnis telah secara terbuka mengkritik organisasi yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan dunia, terutama PBB, dengan mengatakan bahwa mereka telah gagal dalam memenuhi tujuan mereka karena hampa akan keadilan.
Selanjutnya, dalam rangka membangun masyarakat yang adil, Al-Quran surah Al-Maidah (5) ayat 9 menjelaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri teguh karena Allah, menjadi saksi dengan adil; dan janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini menyatakan bahwa umat Islam wajib untuk bertindak adil, walaupun kepada musuh terbesarnya sekalipun; dan permusuhan dan kebencian itu tidak menjadikannya melakukan balas dendam.
Semua tempat ibadah dilindungi oleh Islam. Ini adalah ajaran dalam Al-Quran dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw sendiri.
Penjelasan Tentang Jihad
Setelah mendengar semua ini, beberapa diantara Anda mungkin meminta bahwa jika ini benar-benar ajaran Islam, dan jika itu benar-benar agama perdamaian dan keadilan, maka bagaimana mungkin konsep perang dan jihad terkait erat dengan Muslim? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya kembali merujuk pada Al-Quran itu sendiri. Sejarah menjadi saksi bahwa setelah klaim kenabiannya, Nabi Muhammad saw dan para pengikut awal menjadi sasaran kekejaman setelah tiga belas tahun tanpa henti dan penganiayaan yang pahit di kota Mekkah.
Sehingga akhirnya mereka terpaksa berhijrah ke kota Madinah untuk mencari keleluasaan. Namun, kafir Qurays tetap saja tidak membiarkan mereka hidup dengan damai dengan tetap mengejar mereka ke Madinah dan mengobarkan perang kepada mereka. Setelah saat itulah, kemudian Allah Ta’ala mengizinkan umat Islam untuk memberi perlawanan untuk pertama kalinya. Izin perang defensif ini diberikan dalam Surah Al-Hajj, 22:40 sebagai berikut:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah dianiaya Dan sesunngguhnya Allah berkuasa menolong mereka.”
Dalam ayat berikutnya, Allah Ta’ala lebih memperjelas dan menjabarkan hal ini. Sehingga dalam ayat 41 dinyatakan:
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, ‘Tuhan kami ialah Allah’. Dan sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.”
Ayat ini menegaskan bahwa izin untuk melawan itu diberikan kepada umat Islam bukan karena kekejaman yang mereka hadapi, melainkan mereka diperintahkan melawan untuk memberikan keamanan kepada masyarakat luas dan untuk membela hak-hak semua orang dalam menyatakan keimanan dan keyakinan mereka dengan bebas dan tanpa rasa takut. Ini adalah manifestasi besar dari ajaran Islam yang cemerlang, bahwa Al-Quran tidak memberi izin perlawanan untuk melindungi Islam, atau karena kekhawatiran semua masjid akan dirobohkan, tetapi izin tersebut diberikan untuk melindungi semua agama dan semua tempat ibadah, baik itu gereja, kuil, sinagog, masjid atau tempat ibadah lainnya.
Dengan demikian, orang-orang Islam di zaman awal tidak mempertaruhkan hidup mereka untuk mempertahankan diri mereka sendiri, tetapi untuk melindungi umat manusia itu sendiri dan untuk menegakkan nilai-nilai universal kebebasan hati nurani dan berkeyakinan. Orang-orang Islam mempertaruhkan nyawa mereka untuk memukul balik tangan-tangan penindasan yang ingin menghancurkan perdamaian dunia. Selain itu, sejarah Islam menjadi saksi bahwa manakala perang defensif seperti itu terjadi, Nabi Muhammad saw meletakkan aturan peperangan yang sangat ketat guna memastikan bahwa tentara Muslim tidak melakukan kekejaman.
Beliau secara khusus memerintahkan bahwa gereja-gereja, sinagog, kuil dan tempat-tempat ibadah lainnya jangan menjadi sasaran. Demikian juga, umat Islam tidak diizinkan untuk menyerang para Imam, Rabbi atau pemimpin suatu agama. Begitu juga perempuan, anak-anak atau orang tua tidak boleh dilukai, tanaman atau pohon jangan dirusak. Ini adalah fakta sejarah kalau Nabi Muhammad saw, keempat Khalifah beliau, dan setelahnya para pemimpin Islam yang mengikuti ajaran Islam yang benar ini, selalu menghormati dan melindungi kesucian semua tempat ibadah dan semua agama.
Tentunya ini tetap menjadi kewajiban semua umat Islam untuk memenuhi prinsip-prinsip tersebut karena Al-Quran Surah Al-Baqarah; 2:191 menyatakan:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangimu, namun jangan kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.”
Instruksi yang sangat jelas dan gamblang ini telah meletakkan persyaratan perang dalam Islam. Hal ini mengharuskan umat Islam agar jangan mengorbakan perang atau mengambil tindakan agresif. Dengan demikian, mereka yang mengklaim bahwa Islam membolehkan tindakan agresif dan Jihad dengan kekerasan adalah benar-benar sesat.
Selanjutnya, dalam AL-Quran Surah Al-Anfal, 8:62 menyatakan bahwa umat Islam harus selalu bersedia mengambil semua peluang perdamaian dan rekonsiliasi, apapun keadaannya. Dalam ayat ini, Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan, jika mereka condong kepada perdamaian, maka condong pulalah engkau kepadanya dan berwakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Dia-lah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Hal ini berarti umat Islam harus selalu mengejar setiap jalan yang memungkinkan untuk perdamaian. Meskipun misalnya, himbauan genjatan senjata mungkin hanya sebagai taktik militer demi mengulur waktu untuk berkumpul kembali dan mempersiapkan serangan agresif lanjutan. Karena itu di dalam Al-Quran Surah Al-Anfal ayat 63, Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ ۚ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ
“Dan, jika mereka berkeinginan menipu engkau, maka sesungguhnya Allah cukup bagi engkau; Dia-lah Yang telah menguatkan engkau dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang mukmin.”
Alhasil, kalaupun terdapat ketakutan bahwa lawan melakukan penipuan, umat Islam telah diberitahu untuk menyingkirkan kekhawatiran tersebut dan menempatkan ketawakalannya di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Nabi Muhammad dan Perdamaian
Dari semua yang telah saya jelaskan, masihkah orang-orang menganggap bahwa Islam adalah agama kekerasan dan ekstremis? Sangat jelas jawaban untuk ini, TIDAK. Sebaliknya, sudah jelas terbukti bahwa jika umat Islam saat ini melakukan kebrutalan dan tindakan yang sangat keji maka mereka itu telah melanggar ajaran Islam. Oleh karena itu, bagaimana mungkin umat Islam diperbolehkan memasuki negara lain dengan terlibat dalam pembunuhan yang tak berperikamanusiaan dan kekejaman yang biadab? Lebih lanjut lagi, sementara orang-orang mungkin menerima ajaran Islam yang damai, namun mereka mungkin bertanya apakah ajaran tersebut benar-benar dipraktekkan dan diterapkan di masa Nabi Muhammad saw?
Dalam hal ini, Anda tidak perlu merujuk pada perkataan saya, melainkan pada apa yang para sejarawan dan orientalis non-Muslim katakan tentang Nabi Muhammad saw dan para sahabat dimana mereka telah mempelajari sejarah beliau dengan teliti. Misalnya Stanley Lane-Pole, seorang orientalis Inggris dan arkeolog, dan juga merupakan seorang Profesor Studi Bahasa Arab di Dublin University, telah menulis tentang kehidupan Nabi Muhammad saw pasca kemenangan di kota kelahirannya, Mekkah, setelah tahun-tahun penganiayaan. Profesor Stanley Lane-Pole menulis:
“Hari kemenangan terbesar Muhammad atas musuh-musuhnya juga merupakan kejayaan atas dirinya sendiri… Beliau dengan hati lapang memaafkan Quraisy untuk semua tahun-tahun kesedihan dan kekejaman yang telah mereka timpakan pada diri beliau, dan beliau memberikan ampunan kepada seluruh penduduk Mekkah. Para pasukan mengikuti teladan beliau dan masuk dengan tenang dan damai. Tidak ada rumah yang dirampok, tiada juga wanita dihina… demikianlah Muhammad kembali memasuki kota kelahirannya. Dari semua sejarah penaklukan, tidak ada catatan kemenangan yang sebanding dengan yang satu ini.”
Jadi, sang penulis membuktikan suatu fakta bahwa pada saat kemenangan, Nabi Muhammad saw tidak mencari kemuliaan dan juga tidak melakukan balas dendam kepada orang-orang yang telah menyiksa beliau dan para sahabat. Sebaliknya, tanggapan beliau adalah dengan memberikan pengampunan kepada mereka semua secara sama. Oleh karena itu, saya jelaskan sekali lagi bahwa mereka yang melakukan tindakan terorisme dan ekstremisme secara langsung telah melanggar ajaran Al-Quran dan teladan Nabi Muhammad saw.
Di satu sisi Nabi Muhammad saw telah memaafkan mereka yang telah menyiksa beliau dan orang-orang yang dicintai, tetapi mereka yang disebut [menyebut diri] orang Islam itu dengan tanpa ampun telah menganiaya dan membunuh dengan orang-orang yang tidak bersalah.
Meskipun demikian, patut disebutkan bahwa peperangan yang terjadi di dunia Muslim saat ini, telah dipicu dari negara luar, baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Tidak ada satupun dari pemerintahan Muslim, kelompok-kelompok pemberontak dan organisasi teroris yang memiliki kemampuan memproduksi berbagai senjata yang sangat destruktif lagi canggih untuk mereka gunakan. Jadi, sebagian besar senjata yang digunakan di negara-negara seperti Suriah dan Irak diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu, negara-negara yang memproduksi senjata-senjata mematikan semacam itu dan melakukan perdangangan dengan negara-negara Muslim juga harus bertanggung jawab atas kekacauan pada hari ini.
Banyak analis dan ahli telah membuktikan dengan pasti bahwa senjata yang digunakan oleh kelompok teroris ISIS dan oleh para pemberontak dan ekstremis lainnya awalnya diproduksi di Barat atau Eropa Timur. Alhasil, bukannya mengakhiri peperangan yang melanda dunia Islam, negara-negara besar benar-benar menjadi pemicunya. Bukannya memprioritaskan perdamaian, mereka telah berupaya terus menerus mempengaruhi dan bahkan mengambil keuntungan dari perang. Setiap kali perang saudara atau konflik yang meletus di negara-negara Muslim, akan jauh lebih baik jika hanya negara-negara terdekat saja yang boleh turun tangan dan melakukan tanggung jawab memulihkan perdamaian di wilayah mereka.
Namun, kebijakan luar negeri dan kepentingan bisnis negara-negara besar berlaku sebaliknya. Misalnya, sejumlah negara-negara Barat terus menjual miliaran dolar persenjataan berat ke Arab Saudi, walaupun kenyataannya senjata-senjata canggih tersebut digunakan untuk menimbulkan kerusakan dahsyat terhadap negara Arab yang sangat kecil, yaitu Yaman. Penyerbuan dan pemboman membabi buta itu menghancurkan jutaan jiwa, meluluh-lantakkan kota-kota dan kawasan serta mengakibatkan kematian ribuan orang tidak bersalah. Bahkan, tempat-tempat pengungsian seperti rumah sakit juga menjadi sasaran.
Seringkali kebijakan luar negeri negara-negara besar didasari oleh kepentingan bisnis. Persenjataan berat yang bernilai milyaran dolar telah dijual ke Arab Saudi yang menggunakannya untuk menimbulkan kekejaman yang dahsyat di negara Arab kecil Yaman.
Hal yang sama berlaku di Suriah dan Irak dimana dokter dan perawat yang dengan berani terjun untuk menolong para korban perang, mereka juga diserang. Demikian juga, tempat ibadah menjadi target, sebagaimana bangunan-bangunan bertingkat tempat tinggal para perempuan dan anak-anak tak berdosa dibunuh. Bagaimana semua hal itu dapat dibenarkan? Bagaimana hal itu dapat ditoleransi di zaman sekarang ini? Dan apa hasil akhir kebijakan yang tak adil seperti itu? yaitu para pemuda negara-negara tersebut telah diradikalisasi. Setelah kehilangan harapan akan masa depan, mereka beralih melakukan tindakan terorisme yang mengerikan di Barat, melawan negara-negara yang mereka anggap terdepan berperan bagi penderitaan mereka. Oleh karena itu, saya katakan lagi, bahwa dunia membutuhkan perdamaian.
Hari ini di Kanada sedang diperingati Remembrance Day dan juga di banyak negara lain, dan jika kita melihat kembali Perang Dunia Kedua kita menyaksikan bagaimana sekitar 70 juta orang telah kehilangan nyawa mereka. Bahkan setelah lewat beberapa dekade, ketika orang membayangkan kehancuran dan kekejaman yang terjadi, ia akan bergidik sampai ke punggungnya. Peperangan yang fatal itu telah mengajarkan kita bahwa peperangan modern tidak berkaitan dengan agama, tetapi merupakan puncak keserakahan dan haus kekuasaan. Ini juga merupakan perang yang harus dihadapi dunia dengan penggunaan senjata nuklir untuk pertama kalinya. Menulis tentang penggunaan nuklir oleh Amerika Serikat, dan membandingkan kekejaman yang dahsyat ini dengan contoh dari Nabi Muhammad saw, Ruth Cranston, seorang penulis terkemuka di abad ke-20, menulis dalam buku World Faith (1949):
“Muhammad tidak pernah menghasut untuk berperang dan penumpahan darah. Setiap pertempuran yang dilakukan dilakukan untuk bertahan. Beliau berjuang untuk membela diri guna bertahan hidup.. dan beliau berjuang dengan senjata dan dengan cara sesuai waktunya….
…tentu saja tidak ada negara Kristen dari 140 juta warganya, yang saat ini membunuh 120.000 warga sipil tak berdaya dengan satu bom tunggal, dapat terlihat mencurigakan di depan seorang pemimpin yang paling banyak hanya membunuh lima atau enam ratus orang.”
Ini bukanlah pernyataan dari seorang Muslim atau orang yang cenderung bias, tetapi ini dibuat oleh penulis non-Muslim yang berpandangan adil dan dihormati. Hal sebenarnya adalah perang yang berlansung saat ini bukan dilakukan karena alasan agama, tetapi dilakukan untuk tujuan geo-politik dan demi memperoleh kekayaan dan kekuasaan. Pada masa Perang Dunia II, hanya Amerika Serikat yang memiliki senjata nuklir, tetapi saat ini, banyak negara, termasuk beberapa negara yang sangat kecil telah membeli senjata itu dan juga terdapat peningkatan risiko senjata tersebut jatuh di tangan kelompok teroris yang sembrono.
Alhasil, tidak usah dipertanyakan lagi, bahwa dunia tengah berdiri diatas tebing bencana yang besar. Awan badai pertanda Perang Dunia Ketiga kian hari, kian mendekat. Akibat dari perang tersebut akan berpuluh-puluh tahun. Generasi demi generasi akan terlahir cacat fisik atau genetik karena efek radiasi. Oleh karena itu kebutuhan mendesak saat ini bagi manusia adalah bekerja untuk menjaga masa depan kita.
Sebagai ganti dari hanya menyalahkan umat Islam atas kerusuhan global, negara-negara besar di dunia juga harus mundur selangkah dan melihat diri mereka diri mereka sendiri. Bukan para politisi pencari publisitas yang menyatakan niat melarang umat Islam masuk negara mereka yang diperlukan, melainkan dunia memerlukan pemimpin yang tulus dalam upaya menjembatani perbedaan yang memisahkan kita.
Daripada mendambakan kekayaan dan sumber daya orang lain, kekuatan dunia harus memfokuskan energi mereka untuk menjamin kesejahteraan umat manusia yang berkelanjutan. Tujuan utama kita adalah melindungi generasi kita yang akan datang dari dampak perang dan pertumpahan darah yang berbahaya. Oleh karena itu, pemerintah dan pembuat kebijakan harus menyadari penuh tugas mereka sebagai penjaga dunia. Mereka harus berupaya sungguh-sungguh untuk menjamin bahwa generasi kita tidak terlahir cafat atau tumbuh di dunia yang rusak, sebaliknya mereka lahir dengan sehat, bahagia dan berada di dunia yang lebih damai dan harmonis.
Hal ini hanya dapat terjadi jika keadilan hakiki yang didirikan diatas semangat kepentingan bersama, dapat unggul di atas segala bentuk keserakahan. Semoga Allah memberikan akal dan kebijaksanaan kepada orang-orang yang telah mengobarkan peperangan dan dapat memahami dampak dari tidakan mereka, sebelum terlambat. Semoga masyarakat dunia dapat menyadari Tuhan mereka dan menyadari pentingnya berjuang untuk perdamaian dan pemenuhan hak-hak satu sama lain. Semoga Allah memungkinkan kita semua menyaksikan masa depan yang lebih baik dan lebih cerah bagi umat manusia. Aamiin.
Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih karena telah menerima undangan kami malam ini.
Terima kasih banyak
Endnotes
- Lane-Poole, S. (1882), The Speeches and Table Talk of the Prophet Muhammad, London, MacMillan.
Sumber : Reviewofreligions.org
Penerjemah: Khaeruddin Ahmad Jusmansyah
Editor : Dildaar Ahmad Dartono