Medan – Dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional, tokoh Lintas Iman Sumatera Utara memberikan motivasi kepada para pemuda. Kegiatan tersebut digelar di dua tempat yaitu di Komplek Jericho, Bingkawan-Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang pada Jum’at sampai Sabtu (19-20/11/2021) dan di Masjid Mubarak milik Jemaat Ahmadiyah Kota Medan pada Sabtu (20/11/2021) pagi.
Acara di Komplek Jericho diawali dengan menonton tayangan video pendek tentang sikap toleransi pemuda lintas iman, lalu menyanyikan bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya, setelah itu para pemuka agama memaparkan di hadapan 100 pemuda perwakilan dari Lajnah Imaillah dan Khudamul Ahmadiyah Sumatera Utara, serta Keluarga Besar Mahasiswa Katolik Keuskupan Agung Medan.
Pastor Sonny Wibisono, O. Carm. mendapat kesempatan pertama berbicara, menyatakan bahwa kesuksesan suatu bangsa dimotori oleh para pemuda. Dan itu bukan nanti, tetapi sukses itu sejak sekarang juga ketika setiap pemuda bertanggung jawab melaksanakan tugas-tugasnya.
“Dalam setiap agama ada unsur Cahaya Ilahi yang suci, dalam agama Islam disebut Nur, dalam agama Budha disebut Amithaba, dalam agama Katolik disebut Cahaya dalam Kristus. Apabila kita bersama-sama memiliki itu maka kita akan sama-sama mengajarkan kebaikan. Cinta kasih yang Allah berikan adalah murni milik kita semua tanpa membeda-bedakan ras, suku atau agama”, tambah Dosen Universitas Katolik Santo Thomas Medan ini.
Sementara itu pemuka agama Budha, Bhikku Dhirrapunno memberikan nasehat dengan khas puitisnya bahwa pemuda harus jadi generasi penggerak, bukan penggertak. Pemuda harus bermanfaat, bukan hanya memanfaatkan. Sebagai manusia jangan hanya berkembang biak, tetapi juga harus berkembang baik.
“Kita memang harus mementingkan agama kita masing-masing, namun harus memberikan manfaat bagi orang lain. Sebenarnya rasa cinta adalah akar dari setiap agama-agama. Jadi, jika memang agamamu mengajarkan tentang cinta, kenapa pula memandang yang lain dengan penuh kebencian?”, Ujarnya.
“Kebencian itu tidak akan membawa kebahagiaan, kebencian itu tidak akan berakhir apabila dibalas lagi dengan kebencian, tetapi harus dibalas dengan rasa cinta kasih”. Tambah penulis buku Menjadi Ada Dalam Ketiadaan, buku Kopi Toleransi dan buku Noda Batin.
Sedangkan Maulana Muhammad Idris, Pemuka Islam dari Jamaah Ahmadiyah mengawali dengan mengutip pernyataan dari Menteri Agama saat ini, Yaqut Cholil Qoumas yang sedang gencar menggalakkan moderasi beragama ditengah maraknya kaum muda Indonesia terpapar radikalisme.
Maulana Idris menyerukan agar para pemuda memiliki sikap moderat yang ciri-cirinya mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat, bersikap toleran terhadap perbedaan, menolak segala bentuk kekerasan dan bisa menghargai kebudayaan Indonesia yang beragam.
“Pemuda harus menjadi orang moderat, terutama sekali mengamalkan sikap toleransi atas perbedaan, bahkan ayat Alquran memerintahkan bahwa dalam menyikapi perbedaan itu harus li ta’arafuu, artinya hendaknya saling kenal-mengenal, kalau sudah saling mengenal baru kita merasakan saling menyayangi sehingga bisa menghargai perbedaan”, ujarnya.
“Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rahmat untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk orang muslim saja. Islam juga mengajarkan Ukhuwah Islamiyah (perlunya bersaudara sesama muslim), Ukhuwah Bashariyah (perlunya bersaudara sesama manusia) dan Ukhuwah wataniyah (perlunya bersaudara karena satu bangsa)”, tambah Muballigh yang pernah bertugas selama 8 tahun di negara Tuvalu ini.
Calon Pendeta lulusan STT Abdi Sabda, Samuel Hutabarat yang sekarang melayani di Gereja Huria Kristen Indonesia di Tarutung memaparkan bahwa ada tiga yang perlu digalakkan oleh kaum muda, yakni menjaga kerukunan, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mempercepat pembangunan Indonesia.
“Di antara penyebab munculnya radikalisme agama adalah sikap anti Pancasila, suka menyesatkan orang yang berbeda keyakinan, berusaha menjadikan negara agama, sikap anti budaya lokal dan melakukan kegiatan secara eksklusifitas”, tambahnya.
Usai pemaparan para pemuka agama, peserta Kemah Toleransi melaksanakan ibadah kebaktian bagi pemuda Katolik dan shalat maghrib untuk pemuda Islam di aula terpisah, lalu makan malam dan lanjut kegiatan diskusi peserta yang dibagi ke dalam empat kelompok.
Pada Sabtu pagi, para pemuka agama memaparkan motivasinya dalam Dialog Toleransi di Teras Masjid Mubarak Kota Medan di hadapan 60 orang siswa SMA Santo Thomas 2 Kota Medan. Pembicara antara lain Maulana Muhammad Idris, Bhikku Dhirrapunno, Pastor Alexander Silaeng dan tokoh pemuda Kristen Protestan, Herman Manulang.
Pastor Alex mengungkapkan bahwa sebagai manusia kita dianugerahkan akal budi maka perlu berkomunikasi dengan berdialog sebagai jembatan persaudaraan. Karena kita semua diciptakan oleh Allah Sang Pencipta Alam Semesta, maka kita semua bersaudara, kita hidup ke dunia secara bersama-sama, bukan untuk perselisihan.
Herman Manulang memberikan analisa yang menarik, bahwa cara beragama bisa dilihat melalui empat konsep. Konsep pertama, ada terlahir banyak agama, bisa saja yang lain salah dan hanya satu yang benar. Konsep kedua, ada banyak agama, namun hanya satu agama yang sifatnya untuk menyempurnakan. Konsep ketiga, ada banyak agama, semuanya memiliki ajaran kebenaran. Dan konsep keempat, tidak ada agama yang paling superior atas agama lainnya, karena perbedaan itu suatu keniscayaan, perbedaan itu juga perbuatan Allah, jadi kalau kita membenci perbedaan berarti kita membenci Allah. Cara beragama yang ketiga dan keempat inilah yang relevan bagi negara kita supaya NKRI tetap utuh.
Acara Dialog Toleransi diakhiri dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan dari para siswa dan dijawab secara elegan dari para pembicara serta diselingi gelak tawa. Tampak para siswa merasa senang dengan adanya dialog lintas iman ini karena semakin menambah wawasan tentang perbedaan dalam keagamaan.
Kontributor: Mln. Nasrun Aminullah MuchtarEditor: Harpan Ahmad