Bagaimana ibadah haji Ahmadiyah ? Tuduhan yang ditujukan terhadap Ahmadiyah adalah mereka mempunyai tanah suci sendiri untuk naik haji yaitu Qadian. [1]
Ini merupakan suatu fitnah yang disebarkan agar orang anti dan menjauhi Ahmadiyah. Kenyataannya banyak orang Ahmadiyah yang sudah pergi ke Qadian di India dan Rabwah di Pakistan, bahkan orang-orang Ahmadi yang tinggal di kedua kota tersebut tidak satupun di antara mereka merasa dan mengaku sudah haji, kalau belum naik haji ke Baitullah di Kota Mekah. Jadi Ahmadiyah tidak meyakini dan tidak pernah mengatakan naik haji ke Qadian di India atau ke rabwah di Pakistan. Pendiri Jemaat Islam Ahmadiyah sendiri menyatakan dengan tegas bahwa:
“Kami tidak pernah membuat kalimah syahadat atau shalat atau ibadah haji atau masjid sekecil apapun yang terpisah dari mengikuti Muhammad Rasulullah saw; tugas kami adalah untuk mengkhidmati agama Islam ini. (Malfudzat, jilid VII, hal 138-139, cet. Add. Nazir Isyaat 1984) [2]
Tuduhan lain ditujukan kepada pendiri Ahmadiyah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bahwa ia tidak naik haji.
Sebagai jawabannya adalah Haji merupakan suatu ibadah wajib dan termasuk rukun Islam, tetapi untuk melaksanakannya ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Diantaranya adalah biaya yang cukup, kesehatan dan keamanan. Pada saat Hazrat Mirza Ghulam Ahmad berniat hendak menunaikan ibadah haji, pada saat itu ulama-ulama di Mekkah telah membuat fatwa bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah kafir dan murtad serta wajib dibunuh. Dengan demikian jelaslah bahwa syarat untuk menunaikan ibadah haji tidak terpenuhi pada diri beliau. Apakah mungkin ketika nyawa beliau di negeri sendiri saja terancam, lalu beliau pergi ke tanah suci Mekah, padahal ulama-ulamanya siap untuk membunuh beliau? Atas dasar itu Hazrat Mirza Ghulam Ahmad tidak dapat menunaikan ibadah haji.
Dalam hal rukun Islam seperti itu, terjadi juga pada diri nabi kita, Rasulullah saw, yaitu kewajiban membayar zakat. Zakat adalah ibadah wajib dan merupakan rukun Islam akan tetapi Rasulullah saw seumur hidup tidak pernah melaksanakannya. Hal itu terjadi karena beliau tidak pernah memiliki kekayaan yang lebih dari 3 hari. Jadi tidak adanya hal sebagai syarat untuk melaksanakannya pada diri Rasulullah saw. [3]
[1] Tuduhan ini disampaikan oleh H. Pangadilan Daulay,1990,Aliran Ahmadiyah Ancaman Terhadap Dunia Islam: 37 dan dari KH. Dr. Surahman Hidayat, MA, ketua Bayan Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera. Nomor 17/B/K/DSP-PKS/1429)
[2] Syamsir Ali (2009). Madu Ahmadiyah Untuk Para Penghujat. Wisma Damai, hal. 5-6
[3] Syamsir Ali (2009). Madu Ahmadiyah Untuk Para Penghujat. Wisma Damai, hal. 7-8