Oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad – Khalifah Ahmadiyah V
Dalam acara Simposium Perdamaian Nasional ke 14 Inggris Raya
ada 25 Maret 2017, Pemimpin Dunia Jamaah Muslim Ahmadiyah, Khalifah ke 5, Yang Mulia, Hazrat Mirza Masroor Ahmad aba menyampaikan pidato dalam acara Simposium Perdamaian Nasional ke-14 yang diselenggarakan oleh Jamaah Ahmadiyah Inggris. Acara tersebut bertempat di Masjid Baitul Futuh, London dan dihadiri lebih dari 1000 tamu dari 30 negara, termasuk lebih dari 600 tamu non-Ahmadi yang diantaranya adalah para menteri, duta besar negara, anggota parlemen serta pejabat tinggi lainnya. Dalam acara ini, Hazrat Mirza Masroor Ahmad memberi penghargaan Ahmadiyya Muslim Prize for the Advancement of Peace kepada Setsuko Thurlow, seorang korban bom Hiroshima yang selamat dan seorang aktifis perdamaian, sebagai pengakuan atas usaha luar biasanya dalam mengampanyekan pelucutan senjata nuklir. Setelah pembukaan oleh Rafiq Hayat, Presiden Jamaah Ahmadiyah Inggris, serta komentar singkat dari Silvio Danio, Direktur Eksekutif Religions for Peace dari Italia, dan penyampaian pesan dari Vatikan untuk mendukung acara Simposium Perdamaian ini oleh Bapa David Standley, yang dibacakan oleh perwakilan Uskup Agung dari Southwark. Berikut ini, kami persembahkan pidato utama yang disampaikan oleh Yang Mulia, Hazrat Mirza Masroor Ahmad aba.
“Bismillahir Rahmanir Rahiim
Assalamu Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuhu.
Pertama-tama, saya ingin menyampaikan rasa duka cita mendalam kepada para korban korban penyerangan di Westminster pada Hari Rabu. Doa kami bersama masyarakat kota London di waktu berduka ini.
Atas nama Jamaah Muslim Ahmadiyah, saya mempertegas bahwa kami mengutuk segala jenis aksi terorisme dan kami menyampaikan simpati tulus kepada para korban dari aksi kejam ini. Di berbagai belahan dunia, Jamaah Muslim Ahmadiyah berusaha untuk menegakkan perdamaian; dan berdasarkan ajaran Islam, kami mengangkat suara menentang kebrutalan ini. Simposium Perdamaian yang diadakan tiap tahun ini, juga merupakan salah satu upaya penting yang dilakukan. Saya sangat berterima kasih kepada para tamu yang telah hadir pada malam ini.
Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah menyatakan bahwa dirinya telah diutus oleh Allah Ta’ala di zaman ini, sebagai hamba dari Rasulullah saw, untuk menyebarkan dua tujuan terpenting ajaran Islam. Pertama ialah mengajak manusia dekat kepada Tuhan. Lalu yang kedua, menarik perhatian manusia kepada pemenuhan hak-hak sesamanya. Saya meyakini bahwa kedua tujuan ini merupakan landasan terciptanya perdamaian sejati dan abadi di dunia.
Sebagai umat Islam, kami beruntung karena Al-Quran telah menyatakan kepada kami bahwa tujuan utama penciptaan kita adalah untuk beribadah kepada Allah, lebih utama dilakukan secara berjamaah di masjid. Namun sangat disayangkan, beberapa kelompok atau individu Muslim telah menghancurkan tujuan yang damai ini dengan menjadikan masjid-masjid atau madrasah-madrasah sebagai pusat kegiatan ekstrimisme, menyebarkan ceramah-ceramah kebencian dan menghasut orang lain untuk melakukan aksi teroris terhadap non-Muslim maupun Muslim dari golongan yang berbeda. Maka tidak mengejutkan bila hal ini menyebabkan ketakutan bagi warga Barat serta memberikan kesan bahwa masjid adalah sumber konflik dan kekacauan
Aksi sangat keji dari kelompok yang mengaku Muslim yang melakukan serangan teroris, membuat beberapa kelompok di Barat mengusulkan pelarangan simbol-simbol Islam seperti Menara masjid.
Hal tersebut telah memicu seruan dari beberapa partai dan kelompok di Barat, yang meminta agar masjid dilarang, atau paling tidak, diberlakukan pembatasan kepada umat Islam. Misalnya, terdapat larangan untuk mamakai pardah atau membangun menara, serta simbol-simbol Islam lainnya. Dan sangat disayangkan, beberapa umat Islam malah menyediakan ruang bagi orang lain untuk menentang ajaran Islam. Kewajiban seorang Muslim bukan hanya menjalankan shalat, tetapi juga berkewajiban mengurus anak yatim dan orang-orang miskin. Jika tidak, sholatnya akan sia-sia. Hal ini tertera di dalam Al Quran 107: 3-5.
Berdasarkan ajaran inilah Jamaah Muslim Ahmadiyah, dengan karunia Allah Ta’ala, menjalankan berbagai kegiatan kemanusiaan untuk meringankan kepiluan dan penderitaan orang-orang yang tertindas, tanpa membeda-bedakan keyakinan, kelas sosial atau warna kulit. Kami telah mendirikan rumah sakit, sekolah, dan perguruan tinggi yang menyediakan perawatan kesehatan dan pendidikan di beberapa daerah paling miskin dan terpencil di belahan bumi.
Kami tidak mencari pujian untuk semua kegiatan ini, harapan kami hanyalah untuk menolong mereka agar dapat berdiri di atas kaki mereka sendiri, sehingga mereka dapat memenuhi harapan dan keinginannya dan pada akhirnya dapat hidup dengan penuh martabat dan merdeka. Dengan cara ini, bukannya berputus asa dan rentan kepada ekstrimisme, mereka akan tumbuh menjadi warga yang bertanggung jawab dan setia kepada bangsanya. Di mana pun mereka berkembang, mereka juga akan membantu kemajuan bangsanya dan menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak mereka.
Ajaran pokok Islam lainnya adalah umat Muslim harus hidup damai dengan anggota masyarakat lainnya dan tidak pernah menyebabkan bahaya atau penderitaan kepada mereka. Namun demikian, banyak orang yang menghubungkan Islam dengan kekerasan dan peperangan, walaupun hal itu jauh dari kebenaran. Apapun yang teroris nyatakan, dalam kondisi apapun, serangan tanpa pandang bulu atau tindakan pembunuhan tidak pernah dibenarkan. Islam telah mengabadikan kesucian hidup manusia. Dalam Al-Quran, surah 5, ayat 33:
مَن قَتَلَ نَفسًا بِغَيرِ نَفسٍ أَو فَسادٍ فِي الأَرضِ فَكَأَنَّما قَتَلَ النّاسَ جَميعًا وَمَن أَحياها فَكَأَنَّما أَحيَا النّاسَ جَميعًا
“Barangsiapa yang membunuh seseorang, padahal orang itu tidak pernah membunuh orang lain atau telah mengadakan kerusuhan di bumi, maka seoleh-olah ia membunuh sekalian manusia. Dan barangsiapa menyelamatkan nyawa seseorang, maka ia seolah-olah menghidupkan sekalian manusia.”
Betapa jelas dan tegasnya pernyataan ini. Tetapi seringkali orang bertanya mengapa ada perang pada masa permulaan Islam dan mengapa terorisme dilakukan dengan nama Islam. Untuk menjawab pertanyaan ini, saya selalu merujuk pada dua ayat dari surah Al-Hajj, dimana izin untuk melakukan perang yang bersifat defensif diberikan pertama kali kepada muslim awwalin. Dalam surah Al-Hajj ayat 40, Allah Ta’ala berfirman:
أُذِنَ لِلَّذينَ يُقاتَلونَ بِأَنَّهُم ظُلِموا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلىٰ نَصرِهِم لَقَديرٌ
“Telah diizinkan bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah dianiaya Dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.”
Pada ayat selanjutnya, Al Quran menguraikan alasan mengapa Rasulullah saw diizinkan mengadakan perang. Surah Al-Hajj [22] ayat 41:
الَّذينَ أُخرِجوا مِن دِيارِهِم بِغَيرِ حَقٍّ إِلّا أَن يَقولوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَولا دَفعُ اللَّهِ النّاسَ بَعضَهُم بِبَعضٍ لَهُدِّمَت صَوامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَواتٌ وَمَساجِدُ يُذكَرُ فيهَا اسمُ اللَّهِ كَثيرًا ۗ وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزيزٌ
“Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Dan sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.”
Apa yang ditunjukkan dalam ayat ini? Tentu saja, Al-Quran tidak memberi izin kepada orang Islam untuk menimbulkan kekejaman atau menumpahkan darah orang lain. Sebaliknya, Al-Quran menetapkan kewajiban umat Islam untuk melindungi agama lain serta menjamin hak semua untuk beriman kepada apapun yang mereka yakini, bebas dari segala bentuk paksaan atau tekanan.
Dengan demikian, Islam adalah agama yang senantiasa mengabadikan prinsip universal kebebasan beragama, kebebasan hati nurani dan kebebasan berkeyakinan.
Karena itu, jika hari ini ada yang mengaku sebagai kelompok atau aliran Islam yang membunuh orang lain, maka tindakan tersebut sangatlah tercela. Tindakan barbar mereka benar-benar menghancurkan apa yang Islam perjuangkan. Pada dasarnya, orang-orang seperti itu tidak paham dengan agama yang mereka imani.
Sebagai contoh, Sven Mary, pengacara salah satu pelaku teroris di Brussels dan Paris, baru-baru ini diwawancara oleh sebuah surat kabar Perancis, ia mengutarakan bahwa kliennya tidak punya pengetahuan yang baik tentang Islam. Bahkan ketika ditanya apakah ia pernah membaca Al Quran, kliennya dengan cepat mengakui bahwa ia tidak pernah dan hanya membaca tafsirnya secara online.
Lebih lanjut, sebuah hasil penelitian yang diterbitkan oleh Royal Institute for International Relations pada bulan Maret 2016 juga berkesimpulan bahwa para teroris yang mengaku dirinya sebagai seorang Muslim hanya sedikit atau bahkan tidak punya sama sekali pengetahuan tentang ajarannya. Berkaitan dengan profil pemuda Muslim radikal yang melakukan serangan di negara-negara Barat, penelitian tersebut menyebutkan:
“Pengetahuan mereka tentang ajaran agama tidak diragukan lagi lebih cetek dan dangkal daripada pendahulu mereka, begitupun pengetahuan mereka tentang politik internasional… Ketidakadilan sering kali menjadi titik awal perjalanan para pendahulu mereka kepada ekstrimisme dan terorisme. Namun sekarang sebagian telah dibayangi oleh keterasingan dan motif pribadi sebagai penggerak utama perjalanan mereka.”
Selanjutnya dalam sebuah esai yang dikutip dari The Washington Post, pejabat anti-teroris Belgia, Alain Grinard, menulis:
“Pemberontakan mereka di masyarakat terwujud melalui kejahatan kecil dan pelanggaran. Kebanyakan mereka pada dasarnya adalah bagian dari geng jalanan. Apa yang dibawa oleh negara Islam di belakangnya adalah aliran baru Islam yang melegitimasi pendekatan radikal mereka.“
Jadi, ahli-ahli non-Muslim mengakui bahwa para teroris tersebut telah membangun sebuah “aliran baru” Islam yang hanya dapat digambarkan sebagai distorsi keburukan dari ajaran Islam yang patut dicela. Mereka yang mengadopsi aliran baru ini, yang dengan tanpa ampun membunuh, melukai dan memperkosa orang-orang tidak bersalah, menurut Al Quran telah dinyatakan bersalah karena membunuh semua umat manusia.
Tetapi di sisi lain, diantara umat non-Muslim terdapat juga beberapa individu atau kelompok tertentu yang mengobarkan api perpecahan dan kebencian dan bertujuan memfitnah secara tidak adil serta mendiskreditkan ajaran Islam. Misalnya, pada sebuah kolom yang baru saja terbit minggu lalu di Foreign Policy, wartawan Bethany Allen menulis tentang jaringan yang berbasis Amerika yang mempunyai dana besar dan mutakhir, yang tujuannya hanya satu, yakni untuk membangkitkan Islamfobia dan untuk menghentikan segala upaya yang mendorong ajaran Islam yang damai. Artikel tersebut menyatakan;
“Sebuah jaringan berdana besar sedang berupaya melucuti hak berbicara umat Islam di Amerika dan menyebarkan ketakutan… kelompok golongan sayap kanan Amerika, anti-Muslim telah menggunakan interpretasi Islam yang sesat yang juga disebarkan oleh Islamic State (ISIS).“
Selanjutnya sang penulis menulis bahwa umat Muslim yang damai di Amerika adalah korban dari;
“…sebuah industri Islamofobia yang semakin diberdayakan yang membatasi ruang dialog seimbang dan terbuka, mengekang umat Islam yang paling banyak melakukan upaya menyebarkan pemahaman Islam yang damai dan murni. “
Ia menulis;
“Amerika memiliki perlindungan yang kuat untuk kebebasan berbicara dan beragama… namun suatu jaringan terencana sekarang berupaya meniadakan umat Islam dari kemerdekaan itu dan memperlakukan Islam sebagai suatu ideologi politik yang berbahaya bukan sebagai agama – dan membungkam serta mendiskreditkan setiap Muslim yang tidak setuju.”
Artikel tersebut memberikan contoh seorang damai yang masuk Islam di Amerika Serikat. Sesaat setelah ia memberikan ceramah yang tentang ajaran Islam sejati, sebuah lobi yang kuat berbalik melawannya dan menggambarkannya sebagai seorang apologis terhadap pembunuhan, perbudakan dan pemaksaan. Keluarganya mendapatkan ancaman pembunuhan dan pemerkosaan. Universitas tempatnya bekerja dibanjiri e-mail yang memaksa agar ia segera dikeluarkan. Dengan demikian, kasus semacam itu membuktikan bahwa ada upaya terpadu yang dilakukan untuk mempengaruhi opini publik terhadap Islam dan untuk mencegah ajaran sejati Islam menyebar ke kalangan luas.
Berdasarkan penelitiannya ini, penulis menyimpulkan;
“Pada prosesnya, mereka menolak Islam mempunyai hak yang sama seperti yang dimiliki Kristen dan membungkam orang-orang yang berupaya mendamaikan Islam dengan kehidupan modern Amerika. Yang mungkin sangat penting.”
Sangat disayangkan, kita sering kali mendengar para politikus dan pemimpin membuat pernyataan menghasut yang tidak berguna yang tujuannya bukan untuk kebenaran tetapi untuk kepentingan politik mereka sendiri. Contohnya, seperti pada pidato tahun lalu, ketika kandidat calon presiden, Dr Ben Carson, yang sekarang menjadi anggota kabinet di pemerintahan baru Amerika Serikat, menyatakan bahwa Islam bukanlah “agama” melainkan sebagai “sistem organisasi kehidupan.”
Lalu, berkaitan dengan Rasulullah saw, Dr Carson mengatakan:
“Saya menyarankan agar setiap orang di sini meluangkan waktu beberapa jam untuk membaca tentang Islam. Bacalah tentang Muhammad. Baca bagaimana awalnya ia di Mekkah. Baca bagaimana ia dipandang oleh warga Mekkah – tidak terlalu baik … bagaimana pamannya memiliki pengaruh dan melindunginya. Ketika pamannya meninggal, ia harus melarikan diri. Ia pergi ke utara ke Madinah… Di sanalah ia mengumpulkan pasukannya, dan mereka mulai membantai orang-orang yang tidak memiliki keimanan yang sama dengan mereka.”
Saya setuju dengan Dr Carson, hanya sampai pada saran agar orang-orang meluangkan waktu untuk membaca riwayat Rasulullah saw. Jika mereka mempelajari dari buku yang tidak memihak, mereka akan menyaksikan sendiri bahwa Rasulullah saw tidak pernah terlibat dengan “pembantaian“ non-Muslim dan pernyataan semacam itu merupakan penghinaan yang nyata terhadap sejarah. Faktanya adalah, akibat penganiayaan berat dan terus-menerus selama bertahun-tahun, beliau saw dan para pengikutnya terusir dari tanah kelahirannya Mekah dan terpaksa hijrah ke Madinah, tempat mereka dapat hidup damai berdampingan dengan warga Yahudi serta suku-suku lainnya. Namun, orang-orang kafir Mekkah tidak membiarkan umat Islam hidup dengan damai, bahkan dengan agresif mengejar mereka sampai ke Madinah lalu berusaha menghancurkan Islam untuk selamanya.
Pada titik kritis sejarah Islam itulah Allah Ta’ala mengizinkan umat Islam untuk terlibat dalam perang defensif. Izin ini diberikan, seperti dalam surah Al-Quran yang dikutip sebelumnya, demi menegakkan prinsip kebebasan berkeyakinan yang universal.
Dengan demikian, tuduhan bahwa Rasulullah saw adalah seorang pemimpin yang selalu menyulut peperangan atau seorang penghasut adalah sangat tidak adil dan jahat dan pernyataan keliru seperti itu hanya akan menyakitkan hati jutaan Muslim yang damai di seluruh dunia. Sejarah menyaksikan bahwa setiap jengkal hidupnya, Rasulullah saw selalu mendahulukan kedamaian dan mencari kerukunan.
Dalam hal ini, anda tidak perlu mengambil kata-kata saya; Tetapi, lihatlah tulisan Ruth Cranston, seorang penulis terkenal di abad 20 ini, dalam 1949 book World Faith. Perbedaan antara perang defensif yang dilakukan Rasulullah saw, dengan perang senjata nuklir yang digunakan oleh Amerika Serikat saat Perang Dunia II, ia menulis:
“Muhammad tidak pernah menganjurkan suatu perang dan pertumpahan darah. Setiap peperangan yang ia jalankan adalah untuk menangkis. Ia berperang secara defensif untuk mempertahankan diri… Dan ia berperang dengan senjata dan tata cara pada zamannya…Tentu tidak ada negara Kristen yang berpenduduk 140 juta orang yang hari ini membumihanguskan 120,000 warga sipil tak berdaya dengan sebuah bom tunggal, dapat berpandangan skeptis kepada seorang pemimpin yang pada masanya, paling banyak hanya membunuh lima atau enam ratus orang.”
Untungnya, di tengah kondisi Islam biasa dicap sebagai agama ekstrimisme dan kekerasan, masih ada beberapa jurnalis non-Muslim yang menulis dengan kejujuran dan keadilan. Dalam hal ini saya menghargai mereka karena berani melawan arus kepalsuan dan ketidakadilan yang telah lumrah terjadi. Saya juga ingin memberikan penghargaan yang tinggi kepada Perdana Menteri kita yang terhormat karena telah mengutip beberapa ayat Al-Quran pada beberapa pidatonya, dan mengecam tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada ajaran Islam.
Di sini saya juga ingin memuji artikel yang ditulis oleh Julia Ioffe,yang diterbitkan dalam Foreign Policy, ia menelaah sejarah agama-agama, termasuk Islam. Pada bagian akhir, ia menyimpulkan:
“Secara inheren tidak ada agama yang merusak. Tidak ada agama yang secara inheren damai. Agama, apapun itu, adalah masalah interpretasi, dan seringkali dalam interpretasi itu kita melihat keindahan atau keburukannya.”
Saya menghargai kesimpulan yang tidak memihak ini. Di saat kita berusaha melewati masa yang tidak menentu dan sulit ini, saya sangat yakin bahwa mengkritik satu sama lain tidak ada manfaatnya dan hanya akan menambah perpecahan dan permusuhan. Sebaliknya, kebutuhan kita saat ini adalah meruntuhkan sekat ketakutan yang memisahkan kita. Bukannya membangun dinding pemisah, tetapi kita harus membangun jembatan yang dapat mendekatkan kita.
Namun sayangnya, tiada hari yang terlewati tanpa berita tentang kekejaman dan serangan teroris. Tidak dapat disangkal, dunia menjadi tempat yang semakin berbahaya bagi Muslim maupun non-Muslim. Oleh karena itu, kita harus bangkit melawan segala bentuk penindasan, kebencian. Dan menggunakan segenap kemampuan kita untuk mengupayakan dan memelihara perdamaian dunia. Jika kita sungguh-sungguh menginginkan perdamaian maka para politikus, pemimpin, media dan partai politik dunia harus bertindak dengan bijaksana dan penuh penghormatan.
Ada banyak berita yang diterbitkan yang menunjukkan bahwa banyak pemuda Muslim menjadi radikal karena mereka sakit hati keyakinan mereka diserang dan diperolok oleh negara-negara Barat. Bagaimana pun hal ini tidak bisa dijadikan pembenaran ataupun alasan, mereka tetap bersalah dan bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Tetapi akal sehat menunjukkan bahwa kita seharusnya tidak menuangkan bensin ke api yang menyala. Sebaliknya, kita harus mencari kesepakatan bersama, menghargai keyakinan orang lain dan berusaha mencari persamaan.
Berkaitan dengan hal ini, Al-Quran telah meletakan prinsip nilai kebijaksanaan yang tinggi dalam surah Ali Imran ayat 65 yang menyatakan:
تَعالَوا إِلىٰ كَلِمَةٍ سَواءٍ بَينَنا وَبَينَكُم
“Marilah kepada satu kalimat yang sama di antara kami dan kamu “
Di dalam ayat ini, Al-Quran meletakan prinsip emas untuk perdamaian, yakni orang-orang harus memusatkan pikiran pada hal-hal yang mempersatukan mereka. Dalam istilah agama-agama besar, sosok pemersatu adalah Allah taala sendiri, namun tidak berarti seseorang yang beragama tidak memiliki persamaan dengan seseorang yang tidak beragama. Jadi, Al-Quran telah mengajarkan kepada kita bagaimana membangun masyarakat yang multikultural dan damai, sehingga orang-orang dari berbagai agama dan keyakinan dapat hidup secara berdampingan. Kuncinya adalah saling menghargai dan toleransi. Oleh karena itu, dalam ayat lain, Al-Quran telah memerintahkan agar umat Islam tidak menjelek-jelekan sembahan atau tuhan orang lain, karena akibatnya, mereka juga akan menjelek-jelekan Allah, dan terbentuklah siklus kebencian yang tiada akhir.
Jika anda perhatikan, tema acara malam ini adalah ‘Konflik Global dan Perlunya Keadilan’. Sudah sejak lama saya mengatakan bahwa tidak adanya keadilan telah mengganggu setiap lapisan masyarakat dan memicu terjadinya kekacauan. Nihilnya keadilan juga terjadi di PBB sampai-sampai mereka yang terkait erat dengan PBB sekalipun secara terbuka memperlihatkan kelemahan dan kegagalannya dalam mencapai tujuan utamanya yakni menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Sebagai contoh, di dalam artikel yang diterbitkan the New York Times, mantan Sekjen PBB, Anthony Banbury, menulis;
“Saya mencintai PBB, namun ia telah gagal. Ada terlalu banyak birokrasi, namun sedikit hasil. Terlalu banyak keputusan yang dibuat karena alasan politik, dibandingkan mengikuti nilai dan tujuan PBB atau kenyataan di lapangan… Jika PBB ingin tetap berdiri dan langgeng, ia perlu dirombak total dan memerlukan pihak luar untuk memeriksa dan memberikan rekomendasi perubahannya.”
Demikian pula, selama beberapa tahun terakhir, sebagian pemerintahan tertentu membuat keputusan politik luar negeri yang tidak adil dan bijak yang telah menimbulkan efek yang sangat buruk bagi perdamaian dan stabilitas dunia. Seorang kolumnis terkenal, Paul Krugman, baru-baru ini juga menulis dalam The New York Times tentang Perang Irak tahun 2003:
“Perang Irak bukanlah suatu kekeliruan, sebuah usaha yang dilakukan atas dasar intelegen yang ternyata salah… Pembenaran publik untuk menginvasi hanyalah suatu dalih, yaitu dalih yang dipalsukan.“
Alasan saya menuturkan contoh-contoh ini adalah untuk memberi gambaran bahwa sangat keliru menyatakan umat Islam merupakah satu-satunya penyebab meningkatnya konflik yang terjadi di dunia. Walaupun tidak dapat disangkal beberapa negara Islam menjadi sumber peperangan dan kezaliman sakarang ini, namun tidak bisa pula disebut seluruh dunia ini bersatu dan luput dari kekacauan.
Misalnya, ada beberapa berita dan pernyataan yang mengindikasikan meningkatnya ketegangan antara Amerika dan Cina, bahkan ada kemungkinan perang diantara mereka. Bahkan baru-baru ini tersebar berita bahwa penasihat Presiden Trump berkata “tidak diragukan” perang Amerika-Cina akan terjadi dalam waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Pernyataan yang sama, di bulan Januari, the South China Morning Post mengutip pernyataan pejabat senior militer Cina yakni perang Amerika-Cina sekarang ini bukan “hanya slogan” melainkan akan menjadi sebuah “kenyataan.”
Begitu pula ketegangan antara Rusia dan Barat yang semakin membara dan mengancam akan memuncak seketika. Saat ketegangan semakin meningkat, mantan Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier, menyatakan ketidaksenangannya terhadap tentara NATO yang berlatih dekat perbatasan Rusia. Bulan Juni lalu, ia mengatakan;
“Satu hal yang tidak boleh kita lakukan adalah memanas-manasi keadaan dengan penghasutan perang. Siapapun yang mengira tank-tank yang berbaris di perbatasan timur aliansi adalah untuk menjaga keamanan, maka ia telah keliru. Kita diberi nasihat agar tidak berdalih untuk memulai kembali konfrontasi lama.”
Saya sependapat dengan pernyataan mantan Menteri Luar Negeri bahwa bangsa-bangsa tidak boleh saling memprovokasi atau untuk menunjukan dominansi masing-masing. Mereka seharusnya berdiplomasi serta berupaya mengatasi perbedaan dengan cara damai, tanpa perlu saling mengancam. Sayangnya, seiring berlalunya waktu, sepertinya kita semakin kehilangan kemampuan untuk mendengar dan mentolerir pandangan dan perspektif yang berlawanan. Membuka jalur komunikasi dan menfasilitasi sebuah dialog merupakan hal yang sangat penting, karena jika tidak ketidaknyamanan di dunia akan bertambah parah.
Saya telah mengutip berbagai pernyataan yang mengisyaratkan kita sedang berjalan menuju peperangan dan pertumpahan darah. Baik pada taraf internasional maupun nasional, kita menyaksikan proses polarisasi dan sikap saling bersikeras satu sama lain. Daripada saling menunjuk dan menyalahkan, sekarang waktunya untuk membuat solusi. Menurut pendapat saya ada satu solusi instan yang dapat dengan cepat memperbaiki keadaan dunia. Saya meyakini bahwa perdagangan senjata internasional harus dihentikan dan dilarang.
Kita semua mengetahui bahwa untuk meningkatkan ekonomi mereka, negara-negara Barat menjual senjata-senjata ke luar negeri, termasuk ke negara yang terlibat perang dan konflik senjata. Misalnya, beberapa minggu lalu, diberitakan luas pemerintahan Amerika menandatangani kesepakatan penjualan persenjataan teknologi misil terbaru dengan Arab Saudi. Lebih lanjut, dalam laporan PBB tahun lalu ditemukan bahwa ketika menyangkut penjualan senjata, aturan hukum menjadi tidak berlaku. Telah didapati bahwa sejumlah perusahaan, individu dan negara telah lama melanggar embargo senjata ke Libya dan menyuplai senjata ke berbagai pihak di sana.
Dengan demikian, peraturan yang diterapkan tidak ditegakkan secara seharusnya.
Kepentingan utama tiap negara seharusnya adalah kesejahteraan manusia dan mencapai kedamaian, kenyataan yang memilukan jika kepentingan bisnis dan mengejar kekayaan selalu menjadi prioritas di atas hal tersebut. Berkaca dari kepentingan pribadi yang sempit ini, seorang pembawa acara CNN terkenal baru-baru ini mengatakan pembatasan perdagangan senjata dapat mengakibatkan hilangnya lapangan pekerjaan bagi perusahaan pertahanan Amerika. Ketika diwawancara, ia menjawab;
“Ada banyak pekerjaan yang dipertaruhkan. Tentu saja, jika kontraktor pertahanan berhenti menjual pesawat tempur, serta peralatan canggih lainnya ke Arab Saudi, maka akan ada pengurangan pekerjaan dan pendapatan yang signifikan bagi Amerika.”
Selain daripada itu, ada yang berpendapat bahwa penjualan senjata sebetulnya dapat “mendorong” perdamaian, karena senjata dapat berfungsi sebagai alat “pencegah.” Menurut pendapat saya, pandangan ini tidak masuk akal dan hanya akan mendorong pembuatan dan penjualan senjata yang lebih bahaya lagi. Pembenaran seperti inilah yang telah menyebabkan dunia masuk ke dalam perlombaan senjata tanpa akhir. Demi kebaikan manusia, pemerintah harus mengesampingkan ketakutan akan kerugian ekonomi negaranya jika perdagangan senjata dilarang. Sebaliknya, mereka seharusnya memikirkan dunia seperti apa yang ingin mereka wariskan kepada rakyat mereka.
Banyak dari senjata yang digunakan oleh negara Islam, bahkan oleh kelompok teroris seperti Daesh, diproduksi oleh negara Barat atau Eropa Timur. Maka sekarang adalah waktu yang tepat untuk memberikan sangsi. Jika langkah ini diambil, saya yakin akan segera ada dampak yang signifikan. Jika tidak hal sebaliknya tidak akan terbayangkan.
Saya tidak perlu menjelaskan lebih jauh, sebab artikel yang saya kutip ini akan menjelaskan dengan sendirinya dan merujuk kepada perang lain yang lebih besar. Jangan ada negara atau kelompok yang membayangkan mereka aman, karena jika perang terjadi, ia akan meluas dengan cepat tanpa di duga-duga.
Jika kita ingat kembali Perang Dunia II, terdapat negara yang memutuskan untuk tidak terlibat, namun akhirnya terseret juga, seraya aliansi dan blok berganti-ganti. Saat ini, beberapa negara telah memiliki senjata nuklir, satu saja senjata ini digunakan, akibatnya tidak terbayangkan dan akan terus berlanjut walaupun kita sudah tidak di dunia ini. Bukannya mewariskan kesejahteraan bagi generasi mendatang, kita malah meninggalkan penyesalan dan penderitaan. Hadiah kita bagi dunia adalah generasi anak-anak cacat, lahir dengan kekurangan fisik dan mental. Kita bahkan tidak tahu apakah orang tua mereka lolos dari maut sehingga bisa merawat dan memelihara mereka.
Dengan demikian, kita harus selalu ingat jika kita hanya mementingkan diri sendiri, hak orang lain akan dirampas dan hal ini hanya akan membawa kepada konflik, perang dan penderitaan. Kita harus merenungkan dan memahami bahwa kita sedang di tepi jurang. Kita harus mengenali tujuan kita diciptakan.
Seperti yang sudah saya utarakan di awal, Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah as datang untuk menguatkan ikatan antara manusia dengan Penciptanya serta untuk menyatukan manusia, maka dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya berdoa agar dunia ini segera tersadar sebelum terlambat.
Pesan saya kepada dunia ini adalah lihatlah hari esok, jangan hanya hari ini.
Mari kita berikan warisan harapan dan kesempatan kepada anak-anak kita, bukan membebankan mereka dengan efek yang mengerikan yang disebabkan oleh dosa-dosa kita.
Akhir kata, saya berdoa agar Tuhan menganugerahi kesadaran kepada manusia di dunia ini dan agar awan gelap yang menyelubungi kita sirna, berganti dengan masa depan yang cerah dan sejahtera.
Semoga Allah memberikan rahmat kepada umat manusia, Amin. Terima kasih kepada semua tamu, terima kasih banyak.
Sumber: http://www.reviewofreligions.org/13082/global-conflicts-the-need-for-justice/
Penerjemah: Mardiana Habibah
Editor: Khaeruddin Ahmad Jusmansyah