Makna Sejati dari Tobat dan Istighfar

-+=

ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Ringkasan Khutbah Jum’at

Ringkasan Khotbah Jum'at yang disampaikan oleh Hadhrat Khalīfatul-Masīh V aba pada tanggal 25 Agu 2023 di Masjid Mubarak, Islambad, Tilford, UK.

MAKNA SEJATI DARI TOBAT DAN ISTIGHFAR

Setelah membaca tasyahud, ta’awwudz dan surah Al-Fatihah, Khalifatul Masih Al- Khamis, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad aba. bersabda bahwa Allah Ta’ala menerima tobat hamba-hamba-Nya, dengan syarat apabila tobat tersebut merupakan tobat yang sungguh-sungguh dan bukan hanya sekedar ucapan di mulut saja.

Hudhur aba. bersabda bahwa di dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah Ta’ala menganugerahkan karunia berupa harta dan keturunan kepada orang-orang yang benar- benar bertobat, dan tobatnya itu menjadi sarana agar dia terhindar dari azab Allah Ta’ala.

Salah satu contohnya di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman:

Mereka pasti akan mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa 4: 65)

Hudhur aba. bersabda, akan tetapi, syarat untuk meraih hal tersebut adalah apabila seseorang memohon ampunan dan  bertobat dengan sungguh-sungguh. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. pernah bersabda bahwa bagi orang yang benar-benar bertobat, maka seolah-olah dia tidak pernah melakukan dosa. Dia akan terhindar dari akibat buruk dari dosa dan kesalahan-kesalahannya itu. Kemudian Nabi Muhammad saw. mengutip ayat berikut ini:

“Allah mencintai orang-orang yang kembali kepada-Nya dan mencintai orang- orang yang menjaga kesuciaan mereka.” (QS. Al-Baqarah 2:223)

Apakah yang dimaksud dengan Tobat Hakiki?

Hudhur aba. bersabda bahwa suatu kali, Nabi Muhammad saw. ditanya tentang apa yang dimaksud dengan tobat yang sejati. Nabi Muhammad saw. lalu menjawab dengan mengatakan bahwa tobat sejati itu adalah penyesalan dan kesedihan. Dengan perantaraan itu, maka dia akan dapat memperoleh ampunan dari dosa-dosanya dan meraih kasih sayang Allah Ta’ala.

Hadhrat Masih Mau’ud as. telah menetapkan syarat-syarat untuk tobat yang hakiki. Syarat pertama yang beliau as. tetapkan adalah meninggalkan pikiran-pikiran buruk dan kotor. Syarat yang pertama ini merupakan suatu perjuangan dan jihad yang sangat luar biasa besarnya yang harus dilakukan oleh orang-orang untuk mencapai tobat yang hakiki. Hudhur aba. bersabda bahwa syarat kedua untuk tobat yang sejati, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as. adalah bahwa seseorang harus menunjukkan rasa penyesalan dan kesedihan yang sungguh-sungguh. Dia harus memahami bahwasanya kenikmatan dan daya tarik dunia ini bersifat sementara. Tetap terikat pada hal-hal tersebut tidak akan memberikan manfaat apa pun.

Syarat ketiga yang ditetapkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as. untuk tobat yang hakiki adalah dengan sungguh-sungguh bertekad bulat untuk tidak pernah mendekati kejahatan semacam itu lagi. Hal ini hendaknya tidak boleh terbatas hanya sekedar tekad semata, melainkan harus diiringi dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk menggantikan perbuatan jahat itu dengan perbuatan baik dan mulia.

Hudhur aba. barsabda bahwa jatuh ke dalam satu kejahatan akan membawa kepada kejahatan yang lain, kemudian kepada kejahatan lainnya dan begitu seterusnya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk melakukan tobat yang sejati. Kita harus berusaha mensucikan hati kita dan melakukan yang terbaik untuk memastikan agar kita tidak pernah kekurangan dalam memenuhi hak-hak yang menjadi kewajiban kita kepada Allah Ta’ala dan memenuhi hak-hak makhluk ciptaan-Nya. Sangat penting bagi kita untuk selalu menerapkan ajaran-ajaran Allah Ta’ala, Rasul-Nya saw. dan Masih Mau’ud as. untuk memenuhi tujuan dari bai’at kita. Tanpa adanya upaya-upaya untuk menuju tobat yang hakiki itu, maka janji kita untuk mengadakan perubahan dalam diri kita akan menjadi hampa.

Terkait:   Riwayat ‘Utsman bin ‘Affan radhiyAllahu ta’ala ‘anhu (Seri-2)

Hadhrat Masih Mau’ud as. telah menarik perhatian para pengikutnya ke arah pertobatan sejati di dalam berbagai kesempatan dan memanfaatkan setiap kesempatan tersebut untuk menyoroti perkara ini. Hudhur aba. lalu bersabda bahwa beliau aba. akan menyampaikan beberapa kutipan dari sabda Hadhrat Masih Mau’ud as. tersebut berkenaan dengan topik ini.

Manfaat dari Memohon Ampun

Hudhur aba. mengutip sabda Hadhrat Masih Mau’ud as., yang berkenaan dengan manfaat dari memohon ampunan. Beliau as. bersabda bahwa umat Muslim telah dianugerahi dua kemampuan; pertama, kemampuan untuk memperoleh kekuatan, dan kedua, kemampuan untuk secara praktis menunjukkan kekuatannya tersebut. Kekuatan dapat diperoleh melalui istighfar (memohon ampunan) dan meminta pertolongan. Sama seperti halnya dengan orang yang berolahraga dengan mengangkat beban dan cara-cara lainnya, memohon ampunan juga dapat memperkuat jiwa dan meningkatkan keteguhan hati. Ghofur berarti menutupi; dengan demikian, dengan melakukan istighfar – memohon ampunan  –  dia  berusaha  untuk  menaklukkan dan  menutupi  emosi  dan  nafsu  yang menjauhkannya dari Allah Ta’ala.

Selanjutnya, masih mengutip sabda dari Hadhrat Masih Mau’ud as., Hudhur aba. bersabda, tidak diragukan lagi bahwa manusia diciptakan dalam keadaan lemah, yang mengakibatkan mereka pasti akan gagal dalam memenuhi perintah-perintah tertentu. Hal ini tentu akan membuat Allah Ta’ala menerima tobat dari orang-orang yang sungguh- sungguh bertobat. Mereka harus bertobat dengan cara yang bahkan jika mereka dilemparkan ke dalam api, mereka tidak akan kembali melakukan perbuatan jahat yang sama. Ini adalah salah satu sifat agung dari Allah Ta’ala yaitu Allah Ta’ala menerima tobat yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh umat manusia. Beberapa orang bertanya, apa gunanya bertobat jika mereka tetap saja akan merasakan azab kebinasaan? Namun, tentu saja tidak demikian. Faktanya, Allah Ta’ala menerima tobat orang-orang yang benar- benar bertobat. Dengan menyatakan bahwa Allah Ta’ala adalah Zat Yang Maha Pengampun dan Menerima Tobat, maka dengan kata lain Allah Ta’ala telah memberikan suatu harapan. Seandainya harapan itu tidak ada, maka bagaimana mungkin orang-orang itu akan bertobat? Dengan demikian, tobat yang hakiki sebenarnya akan menuntun kepada diterimanya tobat itu.

Hanya dengan Ucapan di Bibir Saja Tidaklah Cukup

Lebih lanjut lagi, Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda, beristighfar (memohon ampun) tidak dapat dibatasi hanya dengan sekedar mengucapkan kata-kata di dalam sujud saja, melainkan harus disertai dengan upaya-upaya dan tindakan yang sungguh-sungguh untuk menghindari dan menghilangkan segala bentuk kejahatan dari kehidupannya.

Hudhur aba. mengutip kembali sabda Hadhrat Masih Mau’ud as., yang mengatakan bahwa bencana-bencana yang melanda dunia saat ini sebenarnya merupakan sarana untuk menarik perhatian umat manusia agar lebih banyak memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Hudhur aba. mengatakan bahwa dengan mempertimbangkan kondisi dunia saat ini dan ancaman perang yang diambang mata, kita semua harus semakin banyak beristighfar, memohon ampun dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala. Ada orang yang mengatakan bahwa mereka telah beristighfar hingga ribuan kali, namun tidak ada sesuatu pun yang berubah dalam dirinya. Akan tetapi, ketika mereka ditanya tentang arti dari istighfar yang sesungguhnya, mereka justru tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, kita harus selalu beristighar dan memohon ampun dengan hati yang tulus, dan dengan cara yang sama, kita harus berupaya agar mempunyai kemampuan untuk berbuat baik di masa yang akan datang. Jika tidak, hanya sekedar mengucapkan kata-kata untuk istighfar saja tidak akan memberikan dampak yang nyata. Sebaliknya, apa yang diucapkan oleh lidah haruslah menjadi cerminan dari apa yang sebenarnya ada di dalam hati. Jika demikian, maka barulah Allah Ta’ala akan dapat mencegah penderitaan dan bencana sebelum bencana itu terjadi.

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 16)

Tobat Sejati Membawa Perubahan Total dalam Diri Seseorang

Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda, setelah berbai’at kepada beliau as., jika perlakuan seorang suami terhadap istrinya masih tetap sama, atau cara dia memperlakukan anak-anaknya masih sama, maka janji bai’atnya tidak ada nilainya sama sekali. Hendaknya setelah berbai’at, dia seyogyanya memperlihatkan suri teladan yang membuat orang lain membuktikan bahwasanya perubahan sejati telah terjadi dalam dirinya. Inilah yang seharusnya menjadi hasil dari tobat yang hakiki.

Istighfar-nya Para Nabi

Sembari mengutip sabda Hadhrat Masih Mau’ud as., Hudhur aba. menyampaikan sebuah riwayat di mana Nabi Muhammad saw. menangis dan kemudian berpidato di hadapan para pengikutnya dengan mengatakan bahwa bencana dan malapetaka terus mengintai manusia seperti halnya semut. Dan satu-satunya cara untuk terhindar dari musibah-musibah tersebut adalah dengan perantaraan tobat yang sejati. Hadhrat Masih Mau’ud as. melanjutkan bahwa beberapa pendeta Kristen telah melontarkan tuduhan tak berdasar bahwa dikarenakan Nabi Muhammad saw. juga biasa beristighfar, maka hal itu menunjukkan bahwasanya  beliau  saw.  adalah  seorang  yang  berdosa.  Naudzubillah. Hadhrat Masih Mau’ud as. menjawab keberatan itu dengan mengatakan bahwa orang- orang seperti itu tidak menyadari bahwa memohon ampun atau istighfar merupakan sifat yang luhur. Manusia, secara fitrat, diciptakan dengan memiliki kekurangan dan kelemahan manusiawi. Para nabi beristighfar dan memohon ampun agar beliau as. tidak menyerah kepada kelemahan dan kekurangan manusiawinya tersebut. Ghofur berarti menutupi. Tidak ada seorang pun nabi yang memiliki kekuatan yang sama dengan yang dimiliki oleh Allah Ta’ala, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa menjaga dan melindungi diri mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka membutuhkan adanya perlindungan dari Allah Ta’ala. Itulah sebabnya mengapa semua nabi beristighfar. Ini juga merupakan kesalahpahaman dari orang-orang Kristen dengan mengatakan bahwa Nabi Isa as. tidak pernah beristighfar. Namun faktanya adalah ketika Nabi Isa as. berdoa sembari memohon dengan suara rintih, “Allah Ta’alaku (Eli Eli), mengapa Engkau meninggalkanku?”, pada hakikatnya berarti beliau as. sedang memohon rahmat dan perlindungan Allah Ta’ala.

Hadhrat Masih Mau’ud as. menjelaskan bahwa istighfar adalah sebuah kata dalam bahasa Arab yang berarti memohon ampun; memohon kepada Allah Ta’ala untuk melindungi dirinya dari segala dampak buruk akibat dari segala kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya, dan untuk menjaga agar dia tidak melakukan kesalahan atau perbuatan jahat di masa depan. Jika seseorang berpaling kepada Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala pun akan semakin berpaling kepadanya.

Mengingkari Tobat Dapat Menghalangi Kemajuan

Hudhur aba. melanjutkan lagi dengan mengutip tulisan Hadhrat Masih Mau’ud as., yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala digambarkan sebagai Yang Hidup (Al-Hayy) dan Yang Maha Hidup serta Maha Menopang (Al-Qoyyum). Al-Hayy merujuk pada fakta bahwa memang Allah Ta’ala-lah yang telah menganugerahkan kehidupan, ini tetapi Dia tidak pernah meninggalkan kehidupan yang telah diciptakan-Nya itu, seperti halnya seorang tukang batu yang membangun sebuah bangunan dan meninggalkannya begitu saja. Oleh karena itu, untuk terus hidup, kita juga memerlukan istighfar untuk mendapatkan kekuatan agar tetap hidup tanpa adanya noda dosa.

Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda bahwa mengingkari tobat akan berakibat terhambatnya kemajuan dan juga kesuksesan mereka sendiri. Bukan rahasia lagi bahwa pada dasarnya, kita semua dilahirkan dalam kondisi yang tidak sempurna/lemah, sebagaimana halnya seseorang tidak dilahirkan sebagai seorang cendekiawan. Dia harus berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya. Begitu pula, standar moral seseorang membutuhkan peningkatan. Oleh karena itu, tahap-tahap awal kehidupan adalah ketika seseorang tunduk pada hasrat dan bentuk-bentuk kehidupan yang paling dasar. Ketika seseorang menyadari keadaan dan latar belakangnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, mereka bertobat dan memohon ampunan agar dia menjadi lebih dekat dengan Allah Ta’ala. Pada umumnya, inilah tahapan-tahapan yang mesti dilalui olehnya selama masih hidup. Seandainya Allah Ta’ala tidak menerima pertobatan, maka ini berarti Dia tidak memiliki niat untuk memberikan keselamatan kepada siapa pun.

Terkait:   Keberkahan Pengorbanan Keuangan: Tahrik Jadid Tahun Baru 2022

Menciptakan Kenikmatan dan Kepuasan Dalam Salat

Hudhur aba. bersabda bahwa suatu ketika, seseorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau’ud as., bagaimana caranya menciptakan kenikmatan dalam salat – ini adalah sesuatu yang ditanyakan oleh banyak orang bahkan sampai hari ini. Hadhrat Masih Mau’ud as. lalu menjawab bahwa hal itu dapat muncul melalui perbuatan-perbuatan saleh, dan berdoa kepada Allah Ta’ala untuk menciptakan kenikmatan tersebut karena kenikmatan itu tidak akan dapat diciptakan tanpa adanya pertolongan dari-Nya. Demikian pula, dia juga harus gigih dan tekun. Namun, jika dia tidak berusaha dalam hal ini, maka mereka tidak dapat mendapatkan apa pun yang mereka cari. Tanpa adanya rahmat Allah Ta’ala, dia tidak akan dapat meraih apa pun juga, sehingga ia harus selalu mencari rahmat dan pertolongan-Nya. Orang yang menjauh dari Allah Ta’ala menjadi seperti halnya setan. Oleh karena itu, seseorang harus selalu beristighfar dan memohon ampun, sehingga mereka dapat terhindar dari kehancuran.

Selanjutnya Hudhur aba. mengutip kembali tulisan Hadhrat Masih Mau’ud as., yang mengatakan bahwa pintu-pintu rahmat Allah Ta’ala tidak pernah tertutup. Jika seseorang benar-benar bertobat, maka mereka harus tahu bahwa Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dia tidak boleh berprasangka buruk bahwasanya Allah hanya akan mengampuni beberapa orang saja dan tidak mengampuni yang lainnya sebagai akibat dari bentuk ketidakhormatan kepada-Nya. Hal ini dikarenakan rahmat Allah Ta’ala sangatlah luas, dan pintu rahmat-Nya tidak tertutup bagi siapa pun juga.

Hadhrat Masih Mau’ud as., bersabda bahwa untuk menciptakan suatu perubahan dalam diri seseorang, mereka harus beristighfar. Mereka yang beralasan bahwa mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan duniawi mereka untuk memberikan perhatian kepada Allah Ta’ala dan berdoa, maka seyogyanya orang-orang semacam itu harus merasa takut. Mereka harus memperhatikan hal-hal tersebut. Bahkan, jika seseorang meminta izin kepada majikannya, maka dalam banyak kasus, izin mereka akan dikabulkan. Tobat sejati dan istighfar hanya akan membuahkan hasil apabila perintah-perintah dasar ibadah telah dipatuhi dan dilaksanakan.

Hudhur  aba.  berdoa  semoga  kita  dapat  memahami semangat  pertobatan dan pengampunan  yang  sesungguhnya dan  menjadi  orang-orang  yang  sungguh-sungguh bertobat dan memohoan ampunan dari Allah Ta’ala.

Salat Jenazah

Hudhur aba.  bersabda bahwa beliau aba. akan memimpin salat jenazah bagi beberapa anggota Jemaat yang telah wafat, berikut ini:

  1. Ansa Begum
  2. Bushra Akram
  3. Musarrat Jahan
  4. Nasir Ahmad Qureshi
Diringkas oleh: Tim Alislam
Diterjemahkan oleh: Irfan HR

DOA KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ

وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ

وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

 عِبَادَ اللهِ رَحِمَكُمُ اللهُ

 إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى

وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ  

أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.