Peringati Hari Kesaktian Pancasila, Komunitas Lintas Iman di Solo selenggarakan Diskusi Publik secara Hybrid

Dalam rangka memperingati Hari Kesaktian Pancasila, Komunitas Omah Bhinneka, Gusdurian Solo dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Cabang Solo pada hari Sabtu, 02/10/2021 menyelenggarakan diskusi publik dengan tema “Quo Vadis Pancasila : Masa Depan Persatuan di Indonesia”. Acara tersebut dilaksanakan secara hybrid yaitu digelar offline dan online dengan pertimbangan masih kondisi pandemi Covid-19, selain itu juga agar peserta dari luar kota juga bisa mengikuti secara live. Secara offline acara dilaksanakan di Tabligh Center dan Perpustakaan Bray. Mahyastoeti Notonagara kompleks JAI Solo tentunya sesuai dengan protokol kesehatan anjuran pemerintah.

Tujuan diskusi ini adalah merekonstruksi nilai-nilai perdamaian dengan melihat konflik yang terjadi sehingga pentingnya suatu keberagaman agar satu sama lain memahami arti perbedaan itu dengan welas asih. Sasaran dari kegiatan diskusi publik ini terutama Para Penggerak Keberagaman dan Mahasiswa.

Foto 1 : Mariyoto (Amirda JAI Jateng IV) menyampaikan sambutan pembukaan acara didampingi Pdt. Dr. Jarot Kristianto, S.Pd., S.Th., M.Si, selaku moderator sesi 1 (duduk berbaju sorjan) dan Mln. Muhaimin (berdiri)

Sekitar pukul 16.30 WIB acara dibuka oleh Pdt. Dr. Jarot Kristianto, S.Pd., S.Th., M.Si dan doa pembuka dipimpin oleh Mln. Muhaimin Khairul Amin, Mbsy. Setelah itu semua peserta menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dilanjutkan dengan sambutan oleh tuan rumah. Dalam sambutannya, Mariyoto (Amirda JAI Jateng IV) menyampaikan bahwa acara tersebut penting dalam rangka untuk terus merawat dan memperkokoh rasa kebhinekaan yang ada di Indonesia. Di komunitas Muslim Ahmadiyah hal ini selaras dengan slogan “Love for All Hatred for None” yaitu cinta untuk siapapun dan tiada kebencian bagi siapa pun. Beliau berharap agar acara serupa terus bisa diadakan di kemudian hari untuk memperkokoh persaudaraan.

Moderator sesi pertama yaitu Pdt. Dr. Jarot Kristianto, S.Pd., S.Th., M.Si, adalah Ketua Komunitas Omah Bhinneka. Pembicara sesi pertama yaitu Dimas Suro Aji dari Gusdurian Solo dengan materi tentang Pularisme Agama. Hal-hal yang beliau sampaikan di antaranya : “Pluralisme Agama adalah fakta di Indonesia yang terdiri dari banyak kerajaan, berbagai macam bahasa, agama namun bersatu dengan semangat yang sama yaitu semangat untuk memperoleh kemerdekaan. Indonesia dibangun tidak dari satu agama, satu suku namun terdiri dari keberagaman. Narasi ini kadang hilang dalam pelajaran sejarah kita, seperti dalam sejarah perang Padri dan Perang Diponegoro yang menampilkan kerajaan bercorak agama tertentu. Dimas menambahkan bahwa Pemerintah saat ini belum maksimal kehadirannya karena masih cenderung memilih harmoni sosial daripada hak-hak konstitusi setiap warga negara.”

Foto 2 : Mln. Muhaimin sedang menyampaikan materi pada sesi kedua didampingi tiga pembicara lainnya dan moderator sesi kedua Lydia Riana Desi, S.Pd.

Pembicara kedua sesi pertama yaitu Mario Prakoso dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Jawa Tengah dan Komunitas Omah Bhinneka. Dengan sangat energik beliau menyampaikan materi tentang diskriminasi terhadap minoritas. “Setara Institute tahun 2020 melakukan survei tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) ada 180 peristiwa diskriminasi dan intoleransi kepada minoritas yang di dalamnya terdapat 422 tindakan. Kelompok yang sering mendapatkan diskriminasi yaitu keturunan Cina, Ahmadiyah, Penghayat Kepercayaan atau Masyarakat Adat” kata pembicara ini. Beliau juga menyampaikan bahwa orang yang kembar identik sekalipun pasti ada perbedaan dan tidak ada orang yang bisa memandang wajah kita kecuali melihat dengan cermin, artinya kehadiran orang lain itu penting dalam hidup kita. Beliau menambahkan bahwa agama mengajarkan bahwa kebaikan yang dipaksakan akan menjadi buruk. Setelah penyampaian materi dari dua pembicara, dilanjutkan dengan diskusi. Sesi pertama ditutup sesaat setelah adzan magrib berkumandang dan dilanjutkan dengan ishoma.

Foto 3 : Ketua komunitas Putera Puteri Ibu Pertiwi dan perwakilan penghayat sedang menyampaikan pandangannya

Hari sudah menjelang malam, namun pembicara dan peserta masih semangat mengikuti acara diskusi. Sesi kedua dimulai sekitar pukul 18.45 WIB dengan moderator Lydia Riana Desi, S.Pd dari Komunitas Omah Bhinneka. Pembicara pertama sesi ini yaitu Em. Didik Kartika Putra, S.Sos, Beliau Pimpinan Umum Media Online FokusJateng.com dan menjabat sebagai Sekretaris Komunitas Omah Bhinneka. Dalam penyampaian materinya beliau mengangkat topik media sebagai alat propaganda jurnalisme damai. Beberapa hal yang menarik dari materi beliau yaitu media bertanggungjawab untuk menyampaikan narasi yang positif. Selama ini rating tertinggi pembaca adalah kriminal dan bencana alam. Sampai muncul idiom “Bad News is Good News”. Dalam perkembangannya, terdapat konsep jurnalisme gaya baru yang bersifat lebih mengutamakan upaya penyelesaian konflik. Konsep jurnalisme ini disebut dengan jurnalisme damai (peace journalism) yang diperkenalkan oleh Johan Galtung, seorang profesor Studi Perdamaian dari Norwegia sekitar tahun 1997-1998. Intinya jurnalisme damai ingin mengangkat harkat martabat manusia dari sisi konflik atau perpecahan sehingga idiom “Bad News is Good News“ bergeser framenya menjadi “Good News is Good News“. Dengan demikian pembaca akan lebih mengerti alasan logis atau empirisnya. Menurut Didik, penting sekali Jurnalisme damai dibumikan juga ke media-media saat ini. Beliau menambahkan bahwa jurnalisme damai selaras dengan 10 elemen jurnalistik yang dikemukakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, yaitu salah satunya ialah seorang Jurnalis harus meliput berita secara independen. Misalnya dalam memberitakan suatu konflik maka Jurnalis harus bersifat netral.

Foto 4 : Perwakilan PERADAH (Perhimpunan Pemuda Hindu) Indonesia-Surakarta sedang menyampaikan pandangannya tentang kebersamaan dan perdamaian

Pembicara kedua sesi kedua adalah Mln. Muhaimin Khairul Amin, Mbsy., Mubaligh Ahmadiyah yang bertugas di Solo Raya. Beliau menyampaikan materi Konsep Perdamaian Perspektif Ahmadiyah. Dalam materinya Beliau menyampaikan Nama Ahmadiyah diambil dari nama lain Nabi Muhammad saw, yaitu: “AHMAD” (Ash-Shaf, 61:7). Diberi nama Ahmadiyah dengan tujuan agar para pengikutnya memiliki budi pekerti yang luhur dan agung, budi pekerti yang halus, lembut, sopan, dan santun, seperti yang terhimpun dalam nama Ahmad-nya Nabi Muhammad Saw. Beliau menyampaikan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, komunitas Muslim Ahmadiyah menerima Pancasila sebagai Dasar Negara, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Sikap politik komunitas Muslim Ahmadiyah, sesuai dengan petunjuk Al-Quran yaitu athii’ullaaha wa athii’urrasulla wa uulil amri minkum (An-Nisa, 4:59) artinya Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. Komunitas Muslim Ahmadiyah sangat mengedepankan toleransi dan sangat menghargai perbedaan dan selama ini telah mengkampanyekan islam Damai di berbagai penjuru dunia di antaranya di depan Parlemen Eropa, di jalan-jalan Kota London, New York dan tempat-tempat lainnya. Mln. Muhaimin menambahkan bahwa : Hadhrat Mirza Masroor Ahmad (Khalifah Komunitas Muslim Ahmadiyah) menyatakan bahwa “Jihad kami tidak menggunakan pedang, senapan atau bom. Jihad kami bukan melakukan tindakan aniaya, brutal dan berbuat tidak adil. Melainkan, Jihad kami adalah mencintai, menyayangi, dan mengasihi. Jihad kami adalah bertoleransi, berbuat adil, dan bersimpati terhadap sesama. Jihad kami adalah menunaikan hak-hak makhluk-Nya.” Di akhir materinya, Mln. Muhaimin menyampaikan : “Kami meyakini, jihad itu adalah mengajarkan Islam secara damai, dan kami percaya bahwa menyampaikan pesan perdamaian adalah jihad sebenarnya. Jadikanlah TOLERANSI sebagai budaya kearifan lokal dimanapun kita berada, agar dunia terasa indah laksana SURGA”.

Foto 5 : Anjasmara, perwakilan pengurus Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sedang bertanya kepada Narasumber terkait upaya-upaya dalam meningkatkan perdamaian

Seluruh rangkaian acara secara umum berjalan dengan lancar dan ditutup sekitar pukul 20.00 WIB, hanya ada kendala teknis pada audio di awal acara. Acara ini memberikan kesan dan pesan yang positif dari peserta di antaranya ada yang berharapa agar perlu terus bersinergi bersama untuk menghapus radikalisme dan intoleransi, acara sangat menarik dan perlu dilanjutkan eksistensinya, acara ini sangat bermanfaat untuk kita aplikasikan dalam hidup secara rukun dan damai di bumi pertiwi Indonesia, acara ini dapat menambah wawasan tentang keberagaman dan pancasila, serta acara acara ini sangat super sekali dalam menjaga perdamaian antar umat beragama yang mengedepankan kerukunan tanpa memandang perbedaan.

Terkait:   Ahmadiyah Berkembang Pesat di Afrika, Ada Apa? Ini Penjelasannya

Reporter : Rakhmat Fithri Adi (RFA)

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.