Adalah bodoh untuk membayangkan bahwa beberapa hal yang dikemukakan dalam kitab Injil sebagai agama. Semua hal yang yang esensial bagi kesempurnaan manusia harus tercakup dalam ruang lingkup suatu agama. Agama harus mencakup semua hal yang menuntun manusia dari kondisi alamiah liarnya kepada kondisi kemanusiaan yang sebenarnya, dan dari sana membawa manusia ke tingkatan hidup yang bijak, setelah itu membawanya lagi kepada kehidupan yang sepenuhnya merupakan pengabdian kepada Allah s.w.t. .”
(Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Kitabul Bariyah, Qadian, Ziaul Islam Press, 1898; Ruhani Khazain , vol. 13, hal. 89, London, 1984)
“Tidak ada keraguan bahwa kitab Injil tidak memberikan jalan bagi pemeliharaan pohon kemanusiaan. Kita ini turun di bumi dengan berbagai kemampuan dan sifat, dimana setiap kemampuan itu layaknya digunakan pada tempatnya yang tepat. Injil hanya menekankan kepada sifat ‘rendah hati’ dan ‘kelembutan.’ Sifat rendah hati dan pengampun memang merupakan sifat yang baik jika digunakan pada saat yang tepat, tetapi jika digunakan pada setiap keadaan maka hal itu akan membawa kerusakan dahsyat. Kehidupan budaya manusia terdiri dari saling pengaruh mempengaruhinya berbagai bentuk tabiat yang menuntut bahwa kita harus menggunakan sifat-sifat kita secara bijak pada saat yang tepat. Memang benar bahwa pada beberapa keadaan, sifat pengampun dan tabah akan memberikan manfaat material dan spiritual kepada orang yang menyakiti kita. Tetapi pada keadaan lain, penggunaan sifat tersebut hanya akan menggalakkan si pendosa tersebut untuk melakukan kejahatan yang lebih besar dan menimbulkan kerusakan yang lebih parah.
Kehidupan kerohanian kita dalam banyak hal menyerupai kehidupan fisik. Berdasarkan pengalaman kita mengetahui bahwa memakan satu jenis makanan atau obat saja sepanjang waktu akan merusak kesehatan kita. Jika kita membatasi diri untuk suatu waktu panjang hanya menyantap makanan yang bersifat dingin dan sama sekali tidak makan sesuatu yang menghangatkan maka kita akan mudah terkena beberapa jenis penyakit seperti kelumpuhan, Parkinson atau epilepsi. Sebaliknya kalau kita membatasi diri pada unsur-unsur makanan yang hangat saja, dimana air minum pun harus panas, maka kita juga cenderung akan terkena beberapa jenis penyakit lainnya. Karena itu untuk menjaga kesehatan tubuh, kita harus menjaga keseimbangan di antara panas dan dingin, di antara yang keras dan yang lunak dan antara dinamika gerakan dengan istirahat.
Menyangkut kesehatan ruhani, kita juga harus mengikuti ketentuan yang sama. Sesungguhnya tidak ada sifat yang sendirinya secara murni bisa dikatakan buruk. Adalah penyalahgunaan dari sifat itu yang menjadikannya buruk. Sebagai contoh, sifat iri hati dikatakan buruk, tetapi jika kita menggunakannya untuk tujuan yang baik seperti berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, maka sifat iri demikian menjadi akhlak yang mulia. Begitu juga dengan sifat-sifat akhlak lainnya. Penyalahgunaan sifat itu akan menjadikannya merusak, tetapi pemanfaatannya pada saat yang tepat dengan cara yang layak akan menjadikannya bermaslahat. Karena itu merupakan kesalahan untuk memotong cabang-cabang lain dari pohon kemanusiaan dan hanya menekankan pada ‘pengampunan’ dan ‘ketabahan’ saja. Karena itulah ajaran tersebut telah gagal dalam tujuannya dan para penguasa di negeri-negeri Kristiani harus menerapkan norma-norma hukum untuk penghukuman mereka yang bersalah. Kitab Injil yang sekarang ini tidak bisa menghasilkan penyempurnaan harkat kemanusiaan. Sebagaimana bintang-bintang mulai memudar dan kemudian menghilang dengan munculnya Sang surya, begitu juga halnya dengan Injil dibanding dengan Al-Quran.”
(Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Kitabul Bariyah, Qadian, Ziaul Islam Press, 1898; Ruhani Khazain , vol. 13, hal. 66-67, London, 1984).
“Telaah atas berbagai agama di dunia mengungkapkan bahwa setiap agama, kecuali Islam, mengandung berbagai kesalahan. Hal ini bukan karena sumbernya adalah salah, tetapi karena setelah turunnya agama Islam, Allah s.w.t. tidak lagi mendukung agama-agama lain sehingga agama-agama itu menjadi seperti taman-taman yang tidak lagi mempunyai tukang kebun untuk merawat, mengairi dan memeliharanya sehingga secara berangsur taman itu menjadi lapuk. Pohon-pohon buah mereka jadi meranggas dan mandul, sedangkan semak dan duri merayap meliputi semuanya. Agama-agama itu kehilangan semangat kerohanian yang menjadi dasar dari semua agama, dan tidak ada lagi yang tersisa selain kata-kata usang.
Allah s.w.t. tidak membiarkan hal seperti itu terjadi pada agama Islam, karena Dia menginginkan agar taman ini harus subur berkembang selamanya. Dia telah mengatur agar di tiap abad ada yang mengurus pengairannya sehingga taman itu tidak menjadi terlantar. Meski pun pada awal setiap abad ketika diutus seorang hamba Allah s.w.t. untuk memperbaiki, orang-orang selalu menentang dan menolak perubahan atas apa pun yang telah menjadi kebiasaan mereka, namun Allah Yang Maha Kuasa tetap bersiteguh dengan cara-Nya. Pada akhir zaman ini pun yang merupakan saat pertempuran terakhir di antara petunjuk kebenaran dan kebatilan, di awal abad ke-14 karena melihat bagaimana umat Muslim menjadi tidak perduli dan acuh, Allah s.w.t. kembali menunaikan janji-Nya dan menyiapkan kebangkitan kembali Islam. Hanya saja agama-agama lain tidak pernah disegarkan kembali setelah kedatangan Yang Mulia Rasulullah s.a.w. sehingga agama-agama itu mati jadinya. Tidak ada lagi kehidupan kerohanian dalam agama-agama itu dan kebatilan berakar di tengah mereka seperti halnya debu yang berakumulasi di pakaian yang tidak pernah lagi dicuci. Orang-orang yang tidak mempunyai perhatian atas keruhanian dan tidak terbebas dari noda eksistensi keduniawian, malah membuat agama-agama itu membusuk sehingga sama sekali tidak lagi mirip dengan keadaan pada awal ketika agama tersebut diturunkan. Ambillah sebagai contoh agama Kristen, betapa murninya agama itu pada awalnya. Ajaran yang diberikan Nabi Isa a.s. memang tidak sesempurna ajaran Al-Quran karena saat itu belum waktunya manusia menerima wahyu ajaran yang sempurna dan mereka belum cukup kuat untuk menanggungnya, namun ajaran tersebut amat baik dan cocok untuk zamannya. Ajaran itu juga menuntun manusia kepada Tuhan yang sama sebagaimana disuratkan oleh Taurat, hanya saja setelah Nabi Isa a.s. , tuhannya umat Kristen menjadi tuhan yang lain yang tidak ada disebut dalam Taurat dan tidak dikenal sama sekali oleh Bani Israil.”
“Keimanan kepada tuhan yang baru ini telah menjungkir-balikkan sistem Taurat dan semua ajaran yang terkandung di dalamnya karena pelepasan dari dosa dan upaya pencapaian keselamatan hakiki serta kehidupan yang suci, menjadi kacau balau. Keselamatan dan pelepasan dari dosa sekarang menjadi bergantung pada kepercayaan bahwa Yesus menerima penyaliban sebagai penebusan umat manusia dan bahwa beliau adalah Tuhan itu sendiri. Banyak sekali kaidah-kaidah utama dari Taurat yang telah diubah dan agama Kristen menjadi begitu berubah sehingga jika misalnya Yesus turun lagi ke dunia maka beliau tidak akan lagi mengenalinya sebagai ajaran yang dibawanya.
Ajaib sungguh bahwa manusia yang diperintahkan untuk mentaati Taurat, lalu tiba-tiba mengesampingkan ajaran-ajarannya. Sebagai contoh, meskipun Injil menyatakan bahwa Taurat melarang makan daging babi, namun hal itu sekarang diperkenankan. Begitu juga Injil menyatakan bahwa walaupun Taurat mengharuskan khitan, tetapi sekarang hal itu malah dilarang. Hal-hal seperti ini dan apa yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Isa a.s. malah menjadi bagian dari agama Kristen. Hanya saja, karena memang sudah menjadi bagian dari rencana Allah s.w.t. untuk menegakkan sebuah agama yang universal yang bernama Islam, maka semua kelapukan dari agama Kristen menjadi indikasi dari kemunculan Islam.
Begitu juga diketahui bahwa agama Hindu sudah melapuk jauh sebelum kedatangan agama Islam dimana di seluruh bagian India, penyembahan berhala sudah menjadi hal yang umum. Bagian dari pembusukan itu berasal dari akidah bahwa Tuhan yang sebenarnya tidak tergantung kepada apa pun dalam pelaksanaan sifat-sifat-Nya, dalam pandangan bangsa Arya dianggap amat bergantung kepada yang lainnya dalam penciptaan alam semesta. Akidah seperti ini melahirkan akidah salah lainnya yang mengatakan bahwa semua partikel massa dan semua jiwa bersifat abadi dan ada berwujud tanpa diciptakan. Kalau saja mereka mempelajari secara mendalam sifat-sifat Tuhan, maka mereka tidak akan mungkin mengatakan hal demikian. Jika dalam pelaksanaan sifat-sifat abadi-Nya dalam kegiatan penciptaan ternyata Tuhan harus bergantung kepada yang lain seperti halnya manusia, lalu bagaimana mungkin Dia dalam sifat mendengar dan melihat menjadi tidak terlalu bergantung sebagaimana halnya manusia. Manusia tidak bisa mendengar tanpa perantaraan udara dan tidak bisa melihat tanpa bantuan cahaya. Apakah Tuhan juga bergantung pada cahaya dan udara untuk melihat dan mendengar? Jika Dia tidak bergantung demikian maka yakinlah bahwa Dia itu tidak bergantung kepada apa pun dalam melaksanakan sifat-sifat-Nya ketika kegiatan penciptaan. Adalah salah sama sekali menyangka bahwa Dia bergantung kepada yang lain dalam pelaksanaan sifat-sifat-Nya.”
“Adalah salah sama sekali melekatkan sifat kelemahan manusia kepada Tuhan, seperti dikatakan bahwa Dia tidak mampu menciptakan sesuatu dari ketiadaan sama sekali. Keadaan manusia itu terbatas adanya sedangkan keadaan Tuhan itu tanpa batas. Atas dasar kekuasaan Wujud-Nya, Dia itu bisa saja menciptakan mahluk lainnya. Inilah yang menjadi inti dari konsep ketuhanan. Dia itu tidak bergantung kepada apa pun dalam pelaksanaan sifat-sifat-Nya karena jika demikian adanya maka Dia bukanlah Tuhan. Tidak ada satu pun yang bisa menghalangi-Nya. Jika Dia bermaksud menciptakan langit dan bumi secara seketika, maka Dia akan bisa melakukannya. Dari antara umat Hindu yang memiliki selain pengetahuan juga menganut keruhanian serta tidak bergantung kepada logika dasar, mereka ini tidak mengimani Tuhan sebagaimana yang dikemukakan bangsa Arya saat ini. Semua ini adalah akibat dari ketiadaan keruhanian di dalam agama tersebut.”
“Semua pembusukan agama, beberapa di antaranya bahkan tidak layak disebut dan bertentangan dengan kesucian kemanusiaan, merupakan indikasi perlunya ada agama Islam. Setiap orang yang berpikir pasti mengakui bahwa sejenak sebelum turunnya Islam, agama-agama lain telah membusuk dan kehilangan keruhaniannya. Yang Mulia Rasulullah s.a.w. adalah seorang pembaharu akbar dalam bidang kebenaran yang telah mengembalikan kebenaran kepada dunia. Tidak ada Nabi lain yang bisa menyamai beliau dalam kebanggaan bahwa beliau menjumpai dunia ini dalam kegelapan dan dengan turunnya beliau lalu merubah kegelapan menjadi Nur.”
(Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pidato Sialkot berjudul ‘Islam,’ Sialkot, Mufid Aam Press, 1904; Ruhani Khazain , vol. 20, hal. 203-206, London, 1984).