Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (Manusia-Manusia Istimewa seri 159, Khulafa’ur Rasyidin Seri 04, Hadhrat ‘Abdullah Abu Bakr (ra) ibn ‘Utsman Abu Quhafah, radhiyAllahu ta’ala ‘anhu, Seri 25)
- Hudhur ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz menguraikan sifat-sifat terpuji Khalifah (Pemimpin Penerus) bermartabat luhur dan Rasyid (lurus) dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hadhrat Abu Bakr (ra) ibn Abu Quhafah, radhiyAllahu ta’ala ‘anhu.
- Uraian rinci mengenai kemenangan-kemenangan pasukan Muslim dalam berbagai tugas peperangan di masa Khilafat Hadhrat Abu Bakr ash-Shiddiq (ra) yang telah menugaskan 11 (sebelas) Amir (Komandan) perang beserta ekspedisi perjalanan menuju wilayah tugas yang tengah bergejolak penentangan, pemberontakan dan kemurtadan. Selesainya pembahasan pertama hingga ke-10 ekspedisi militer utusan Hadhrat Abu Bakr (ra) dalam menghadapi kaum Murtadin dan penentang yang melakukan pemberontakan.
- Pembahasan berdasarkan rujukan Kitab-Kitab Sejarah di kalangan umat Islam.
- Pembahasan ekspedisi ke-11 (sebelas) dibawah kepemimpinan Hadhrat Muhajir bin Abi Umayyah (ra).
- Pergolakan di Yaman dengan munculnya Aswad al-Ansi yang mengaku Nabi dan melakukan penyerangan terhadap para Amir dan ‘Amil kaum Muslimin di sana. Kejadian ini pada masa bulan-bulan akhir hidup Nabi Muhammad (saw). Kekalahan Aswad al-Ansi dan kematiannya.
- Setelah tersebarnya berita di Yaman mengenai kewafatan Nabi Muhammad (saw), bangkit pemberontakan baru di bawah kepemimpinan ‘Amru bin Ma’dikarib dan Qais bin Maqsyuh. Ada motif kebangsaan dalam upaya keduanya yaitu menentang kepemimpinan orang-orang Persia dan juga peranakan atau keturunannya. Saat itu di sana kaum Abna atau peranakan Persia umumnya setia kepada Nabi (saw) dan Khalifah Abu Bakr (ra).
- Peranan ekspedisi pimpinan Hadhrat Muhajir bin Abi Umayyah (ra) dalam kekalahan ‘Amru bin Ma’dikarib dan Qais bin Maqsyuh, penawanan keduanya dan membawa mereka di hadapan Khalifah Abu Bakr (ra).
- Hudhur (atba) akan terus menyebutkan lebih lanjut berbagai kejadian dalam masa Hadhrat Abu Bakr (ra) radhiyAllahu ta’ala ‘anhu di khotbah-khotbah mendatang.
Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 08 Juli 2022 (Wafa 1401 Hijriyah Syamsiyah/ Dzulhijjah 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم
[بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يوْم الدِّين * إيَّاكَ نعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ]
(آمين)
Saat ini sedang saya bahas ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan pada masa Hadhrat Abu Bakr (ra) untuk melawan para pemberontak. Dalam rangkaian pembahasan ini, tertulis berkenaan dengan ekspedisi kesebelas bahwa ekspedisi ini dipimpin oleh Muhajir bin Abi Umayyah (ra) untuk melawan para Murtadin yang memberontak di Yaman. Hadhrat Abu Bakr (ra) menyerahkan satu bendera kepada Hadhrat Muhajir bin Abi Umayyah (ra) dan memerintahkan kepada beliau untuk menghadapi pasukan Aswad al-Ansi dan membantu orang-orang Abna (peranakan Persia) yang tengah berperang melawan Qais bin Maksyuh (قَيْسِ بْنِ الْمَكْشُوحِ) beserta penduduk Yaman lainnya.
Pada masa itu di Yaman terdapat dua golongan utama masyarakat, yang pertama adalah penduduk asli yang berasal dari keluarga Saba (سبأ) dan Himyar (حمير), sedangkan golongan kedua adalah keturunan dari nenek moyang Persia yang disebut Abna (الأَبْنَاءِ). Abna adalah minoritas paling kuat di Yaman pada masa itu. Telah sejak lama orang-orang Abna menjadi penguasa Yaman dan berada di bawah kekuasaan Kisra (raja Persia) sehingga sebagian besar jabatan dipegang oleh mereka. Bagaimanapun, tertulis bahwa Hadhrat Abu Bakr (ra) memberikan petunjuk kepada Hadhrat Muhajir (ra) supaya pergi ke Hadramaut untuk menghadapi kabilah Kindah (كِندة) apabila telah selesai.[1] Hadramaut adalah suatu daerah yang luas di sebelah timur Yaman yang di dalamnya terdapat puluhan perkampungan. Antara Hadramaut dan Shan’a terdapat jarak sejauh 216 mil.[2] Kindah adalah nama satu kabilah di Yaman.[3]
Tertulis berkenaan dengan pengenalan Hadhrat Muhajir (ra) sebagai berikut: Nama beliau adalah al-Muhajir bin Abi Umayyah bin Mughiroh bin Abdullah (المُهَاجِرُ بن أَبِي أُمَيَّة ابن المُغِيرَة بن عبد الله بن عُمَر بن مَخْزُوم). Hadhrat Muhajir bin Abi Umayyah (ra) adalah saudara laki-laki Ummul Mukminin Hadhrat Ummu Salamah (ra). Pada pertempuran Badar beliau ikut serta dari pihak orang-orang musyrik dan pada hari itu dua saudara laki-laki beliau, Hisyam dan Mas’ud terbunuh. Nama asli beliau adalah Walid yang kemudian diganti oleh Hadhrat Rasulullah (saw).[4]
Terdapat dalam sebuah riwayat bahwa Hadhrat Muhajir (ra) tertinggal dari pertempuran Tabuk. Ketika Rasulullah (saw) kembali dari pertempuran tersebut, beliau (saw) marah kepada beliau. Suatu hari Hadhrat Ummu Salamah (ra) tengah membasuh kepala Hadhrat Rasulullah (saw), beliau berkata, “Bagaimana sesuatu bisa memberi faedah kepada saya ketika Anda marah terhadap saudara saya?”
Ketika Hadhrat Ummu Salamah (ra) melihat tanda-tanda kelembutan dan kasih sayang pada diri Hadhrat Rasulullah (saw) maka beliau (ra) memberikan isyarat kepada pelayan wanita beliau dan memerintahkan untuk memanggil Hadhrat Muhajir (ra). Hadhrat Muhajir (ra) secara terus-menerus mengemukakan alasannya, hingga akhrinya Hadhrat Rasulullah (saw) menerima alasan beliau dan ridha terhadap beliau dan menetapkan beliau (ra) sebagai Gubernur Kindah, namun beliau (ra) sakit sehingga tidak bisa pergi ke sana. Atas hal itu, beliau (ra) menulis kepada Ziyad untuk melakukan tugas untuknya. Kemudian ketika beliau telah sehat, Hadhrat Abu Bakr (ra) menggenapkan tugas keamiran beliau dan menetapkan beliau sebagai penguasa Najran hingga perbatasan terakhir Yaman dan memerintahkannya untuk berperang.[5]
Dhahhak bin Fairuz menuturkan, “Pertama kali kemurtadan terjadi di Yaman di masa Rasulullah (saw) yang pelopornya adalah Dzul Khimar, Abhalah bin Ka’b (ذو الخمار عَبْهَلة بن كعب) yang populer dengan nama Aswad al-Ansi.”[6] Aswad al-Ansi adalah pemimpin Kabilah Bani Ans di Yaman.
Karena berkulit hitam ia dipanggil Aswad.[7] Selain Abhalah bin Ka’ab, dalam satu riwayat namanya disebut ‘Ayhalah bin Ka’ab bin Auf Ansi (عَيْهَلَة بِنُ کَعْب بِنْ عَوْفْ العَنْسِیْ). Aswad al-Ansi memiliki julukan Dzul Khimaar (ذو الخِمار) karena ia setiap saat selalu diselubungi kain.[8] Menurut sebagian orang ia memiliki julukan Dzul Khumaar (ذو الخُمار), yang artinya orang yang selalu dalam keadaan mabuk.[9] Dalam beberapa riwayat julukannya disebut Dzul Himaar (ذو الحِمار) dan penyebabnya dijelaskan bahwa Aswad memiliki seekor keledai yang terlatih, ketika ia diperintahkan untuk tunduk di hadapan tuannya, ia akan tunduk, ketika ia diperintah untuk duduk, ia akan duduk, ketika diperintah untuk berdiri ia akan berdiri.[10] Menurut sebagian orang ia disebut Dzul Himar karena konon ia mengatakan, “Sosok yang tampak kepadaku itu ia sedang menunggangi keledai.”[11]
Bagaimanapun, tertulis, “Aswad menjuluki dirinya sebagai Rahmanul Yaman, sebagaimana Musailamah menjuluki dirinya sebagai Rahmanul Yamamah. Ia juga mengatakan bahwa ia menerima wahyu dan ia mengetahui semua rencana musuh sejak sebelumnya.”[12] Aswad adalah seorang ilusionis (pesulap dan penghipnotis) dan biasa mempertunjukkan hal-hal yang ajaib kepada orang-orang.[13]
Menurut riwayat Bukhari, sejak sebelumnya Hadhrat Rasulullah (saw) telah diberitahukan melalui mimpi bahwa akan muncul dua pendakwa kenabian palsu. Hadhrat Abu Hurairah (ra) meriwayatkan hadits berikut bahwa Rasulullah (saw) pernah bersabda, بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أُوتِيتُ خَزَائِنَ الأَرْضِ، فَوُضِعَ فِي يَدَىَّ سِوَارَانِ مِنْ ذَهَبٍ، فَكَبُرَا عَلَىَّ وَأَهَمَّانِي، فَأُوحِيَ إِلَىَّ أَنِ انْفُخْهُمَا، فَنَفَخْتُهُمَا فَطَارَا، فَأَوَّلْتُهُمَا الْكَذَّابَيْنِ اللَّذَيْنِ أَنَا بَيْنَهُمَا صَاحِبَ صَنْعَاءَ وَصَاحِبَ الْيَمَامَةِ “Ketika saya sedang tidur, saya bermimpi diberikan harta kekayaan bumi dan di tanganku ada dua buah gelang emas maka saya merasa hati saya tidak menyukainya. Kemudian Allah Ta’ala mewahyukan kepada saya supaya saya meniup keduanya. Saya meniupnya sehingga keduanya menghilang. Saya mengartikannya sebagai dua pendusta yang di antara keduanya ada saya. Itu ialah penduduk Shan’a, yaitu Aswad al-Ansi dan penduduk Yamamah, yaitu Musailamah Al-Kadzdzaab.[14]
Terdapat juga sebuah riwayat dalam Bukhari bahwa Hadhrat Ibnu Abbas (ra) meriwayatkan, ذُكِرَ لِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ” بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ أُرِيتُ أَنَّهُ وُضِعَ فِي يَدَىَّ سِوَارَانِ مِنْ ذَهَبٍ، فَفُظِعْتُهُمَا وَكَرِهْتُهُمَا، فَأُذِنَ لِي فَنَفَخْتُهُمَا فَطَارَا، فَأَوَّلْتُهُمَا كَذَّابَيْنِ يَخْرُجَانِ ”. فَقَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ أَحَدُهُمَا الْعَنْسِيُّ الَّذِي قَتَلَهُ فَيْرُوزُ بِالْيَمَنِ، وَالآخَرُ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابُ “Kepada saya diceritakan mengenai mimpi Hadhrat Rasulullah (saw). Beliau (saw) bersabda, “Ketika saya sedang tidur, diperlihatkan kepada saya bahwa di kedua tangan saya diletakkan dua gelang emas. Saya merasa cemas dengan keberadaannya dan menganggapnya sebagai hal buruk. Diperintahkan kepada saya sehingga saya meniup keduanya lalu keduanya terbang.” Artinya, diperintahkan oleh Allah Ta’ala. “Saya mengartikan ini sebagai dua pendusta yang akan muncul untuk melawan saya.” Perawi, Ubaidullah mengatakan bahwa salah satu dari keduanya adalah Ansi, yang dibunuh oleh Fairuz di Yaman dan yang kedua adalah Musailamah Al-Kadzdzaab.[15]
Ketika Rasulullah (saw) mengirim surat seruan pada Islam kepada Kisra (Raja Iran), maka ia dengan marah memerintahkan kepada Baadzaan (باذان) – sebagian riwayat menyebut namanya adalah Badhaan (بَدْهان), yang merupakan Gubernur Yaman yang berada di bawah kekuasaannya – untuk membawa kepala Hadhrat Rasulullah (saw). Badzan mengirim dua orang kepada Hadhrat Rasulullah (saw), namun beliau (saw) bersabda, “Allah Ta’ala telah memberitahukan kepadaku bahwa raja kalian telah dibunuh oleh putranya, Syirawaih dan ia sendiri menjadi raja menggantikannya.”
Bersama dengan itu, beliau (saw) menyeru Badzan kepada Islam dan bersabda bahwa jika ia menerima Islam maka ia akan ditetapkan sebagai sebagai penguasa Yaman sebagaimana sebelumnya.
Mendengar ini, kedua orang tersebut kembali. Mereka menceritakan semuanya kepada Badzan dan pada saat itu Badzan mendapatkan kabar bahwa memang benar demikianlah yang terjadi, Kisra telah dibunuh oleh putranya, Syirawaih dan ia sendiri menjadi raja menggantikannya. Ketika Badzan menyaksikan tergenapinya sabda Rasulullah (saw) tersebut, ia menerima seruan Islam yang disampaikan Hadhrat Rasulullah (saw) dan beliau (saw) menetapkannya sebagai penguasa Yaman.[16]
Berkenaan dengan surat tersebut, seruan terhadap Islam dan apa yang dikatakan oleh Kisra, di satu tempat Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis, “Abdullah bin Hudzafah menuturkan, ‘Ketika saya sampai ke istana Kisra, saya memohon izin masuk. Ketika saya menyerahkan surat Hadhrat Rasulullah (saw) kepada Kisra, ia menyuruh seorang penerjemah untuk membaca surat tersebut. Ketika penerjemah membacakan terjemahannya, Kisra dengan marah merobek surat tersebut.’
Ketika Abdullah bin Hudzafah datang kepada Rasulullah (saw) menyampaikan kabar ini, beliau (saw) bersabda, ‘Apa yang telah dilakukan Kisra terhadap surat kita, demikian pula Allah Ta’ala akan memperlakukan kerajaannya.’
Penyebab tindakan Kisra ini adalah karena orang-orang Yahudi Arab, melalui orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari pemerintah Romawi ke pemerintah Iran dan karena mereka mendukung Kisra dalam propaganda anti pemerintah Romawi sehingga mereka menjadi begitu dekat dengan Kisra, mereka menghasut Kisra untuk menentang Rasulullah (saw). Pengaduan-pengaduan yang mereka sampaikan, dalam pandangan Kisra nampak diperkuat oleh surat tersebut dan ia beranggapan Hadhrat Rasulullah (saw) mengawasi pemerintahannya.
Segera setelah datangnya surat itu, Kisra mengirim sepucuk surat kepada Gubernurnya di Yaman yang isinya adalah, ‘Seorang Quraisy mendakwakan dirinya sebagai Nabi dan telah melampaui batas dalam pendakwaan-pendakwaannya. Segeralah kirim dua orang kepadanya untuk menangkapnya dan menghadapkannya kepadaku.’
Atas hal tersebut, Badzan yang saat itu Gubernur Yaman yang bernaung di bawah pemerintahan Kisra, mengutus seorang perwira dan penunggang kuda kepada Rasulullah (saw) dan juga menulis sepucuk surat kepada beliau (saw), ‘Segera setelah diterimanya surat ini, datanglah ke istana Kisra bersama dua orang ini.’ Perwira tersebut pertama pergi ke Makkah. Sesampainya di dekat Thaif, ia mengetahui bahwa beliau (saw) tinggal di Madinah lalu dari sana mereka pergi ke Madinah.
Setiba di Madinah, ia menyampaikan kepada Rasulullah (saw), ‘Kisra telah memerintahkan kepada Badzan, gubernur Yaman untuk menangkap dan membawa Anda ke hadapannya. Jika Anda menolak perintah ini, ia akan menghabisi Anda dan kaum Anda, dan dia pun akan menghancurkan negeri Anda. Maka dari itu Anda harus pergi bersama kami.’
Mendengar ucapannya, Rasul yang mulia (saw) bersabda, ‘Baik, Anda besok akan bertemu kembali dengan saya.’
Di waktu malam beliau berdoa ke hadirat Allah Ta’ala hingga Allah yang Maha Perkasa mengabarkan kepada beliau, ‘Hukuman atas kejahatan Kisra adalah Kami telah menundukkan dirinya melalui putranya. Maka dari itu, pada tanggal ke-10 bulan Jumadil Awwal di tahun tersebut pada hari Senin, ia (putranya) akan membunuhnya.’ Atau dalam riwayat lain beliau (saw) bersabda, ‘Pada malam ini, ia telah membunuhnya.’ Mungkin malam yang dimaksud adalah malam tanggal 10 Jumadil Awwal.
Tatkala pagi tiba, Rasulullah (saw) memanggil keduanya dan menyampaikan kepadanya tentang nubuatan ini. Kemudian Rasulullah (saw) menulis surat kepada Badzan yaitu, ‘Allah Ta’ala telah menubuatkan kepadaku bahwa Kisra akan dibunuh pada tanggal dan bulan tertentu.’
Tatkala surat ini sampai pada Gubernur Yaman, ia pun berkata, ‘Jika orang ini adalah benar-benar Nabi, maka ini pasti akan terjadi; jika tidak, keburukan akan menimpa dirinya dan negerinya.’
Dalam waktu yang singkat, tibalah satu kapal laut Iran di pelabuhan Yaman. Mereka memberi satu surat dari Raja Iran kepada Gubernur. Melihat stempel yang tertera, Gubernur Yaman lantas berkata, ‘Nabi dari Madinah itu sungguh benar. Raja Iran telah berganti. Stempel yang tertera di surat itu adalah dari Raja yang berbeda.’ Tatkala ia membuka surat, di dalamnya tertera, من كسرى شِيْرَوَيْه إلى باذان حاكم اليمن، لقد قتلتُ أبي لأن حكمه أصبح فاسدًا وظالمــًا، وعاملَ الرعية بوحشية. وعليه حالما تتلقى الرسالة عليك أن تجمع قادتك وأن تطلب إليهم توكيد ولائهم لي. وأما بالنسبة لما أمر به أبي من القبض على النبيّ العربي، فلتعتبر هذه الأوامر ملغاة ‘Surat ini adalah dari Kisra (raja Iran) Syirawaih kepada Gubernur Yaman bernama Badzan. Saya telah membunuh ayah saya yang merupakan Kisra sebelumnya. Hal ini dikarenakan ia telah membuka pintu penumpahan darah di negeri ini dan telah menghabisi sosok-sosok mulia negeri ini serta telah berlaku aniaya kepada segenap penduduk negeri. Tatkala surat saya ini sampai padamu, segera ambillah sumpah setia kepada saya dari seluruh bawahanmu. Kemudian batalkanlah perintah yang telah sebelumnya diberikan ayah saya kepadamu untuk menangkap seorang Nabi dari Arab itu.’[17]
Membaca surat ini, Badzan pun menjadi sangat terpengaruh hingga temannya pun saat itu juga menerima Islam dan ia menyampaikan keislamannya kepada Rasulullah (saw).”[18] Rincian ini telah ditulis oleh Hadhrat Mushlih Mau’ud di dalam buku Pengantar mempelajari Al-Quran.
Tatkala Badzan wafat, setelahnya Rasulullah (saw) mengangkat para petinggi beliau sebagai Amil di berbagai wilayah di Yaman. Saat itu, Mu’az bin Jabal merupakan mu’allim (pendidik) bagi segenap daerah di Yaman dan Hadramaut. Karena itu, beliau kerap melakukan perjalanan di segenap tempat itu.
Aswad yang saat itu adalah seorang ahli nujum dan tinggal di bagian selatan Yaman, ia dengan cara yang licik dan rangkaian kata yang penuh dengan hasutan, telah menarik perhatian orang-orang dengan sangat cepat ke arahnya, dan ia pun mengaku telah membawa kenabian. Ia menyatakan ke hadapan segenap orang bahwa ada satu malaikat yang telah datang kepadanya dan menyampaikan segala sesuatu kepadanya serta menyingkapkan segala rencana dan rahasia musuh-musuhnya. Atas hal ini, banyak sekali orang awam dan dangkal yang telah berkumpul di lingkarannya. Pada dasarnya Aswad al-Ansi juga telah menyeru bahwa negeri Yaman hanya diperuntukkan bagi orang-orang Yaman sehingga para penduduk Yaman pun menjadi sangat terpengaruh dengan seruan bermotif kebangsaan ini.
Seruan dengan [corak] ini telah ada sejak lama dan hal inilah yang juga dipergunakan pada masa ini; dan inilah yang menjadi sebab telah tersebarnya kerusakan di dunia ini. Alhasil, karena saat itu Islam belum sepenuhnya tertanam kuat di dalam diri orang-orang di Yaman sehingga tanggapan atas hasutan dari luar itu maka mereka mengatakan labbaik (siap-sedia) atas seruan kebangsaan dari Aswad dan lantas bergabung dengannya.
Tatkala berita-berita yang menyedihkan ini tiba di Madinah, Rasulullah (saw) tengah sibuk dengan upaya menyiapkan pasukan Hadhrat Usamah bin Zaid untuk menuntut balas atas para syuhada di Perang Mutah dan untuk menanggulangi serangan-serangan di daerah utara. Rasulullah (saw) mengirimkan pesan ke para petinggi di Yaman agar mereka sendiri terus berupaya untuk menghadapi Aswad; dan tatkala pasukan Usamah telah meraih kemenangan dan pulang maka mereka selanjutnya akan diberangkatkan menuju Yaman.[19]
Aswad al-Ansi telah menyiapkan pasukan kuat yang terdiri dari 700 prajurit kavaleri serta sejumlah prajurit berunta. Selanjutnya kekuatan mereka semakin bertambah. Terdapat perwakilan dari Kabilah Muzhij yaitu ‘Amru bin Ma’dikarb. ‘Amru bin Ma’dikarb adalah seorang ksatria berkuda masyhur yang juga seorang penyair dan orator. Ia memiliki sebutan Abu Tsaur. Pada tahun 10 Hijriah, ia bersama rombongan dari kabilahnya yaitu Banu Zabid, telah datang ke hadapan Rasulullah (saw) dan memeluk Islam. Lalu setelah kewafatan Rasulullah (saw), mereka pun menjadi murtad. Namun pada akhirnya mereka kembali kepada kebenaran dan memperlihatkan jasa-jasa istimewa di pertempuran Qadisiyah lalu wafat di hari-hari terakhir era kekhalifahan Hadhrat Umar.[20]
Alhasil tertera bahwa pertama-tama Aswad al-Ansi menyerang penduduk Najran dan mengusir Hadhrat Amr bin Hazm dan Khalid bin Sa’id dari sana. Setelah itu mereka bergerak menuju Sana’a. Di sana, Hadhrat Syahar bin Badzan menghadapi mereka akan tetapi beliau disyahidkan.
Di hari-hari tersebut, Hadhrat Mu’adz bin Jabal tengah berada di San’a, namun karena melihat keadaan yang tengah terjadi beliau pergi menuju Hadhrat Abu Musa di Ma’arib lalu mereka berdua pergi menuju Hadramaut. Dengan demikian, Aswad al-Ansi pun menguasai segenap wilayah di Yaman.
Setelah kesyahidan Hadhrat Syahar bin Badzan, Aswad al-Ansi pun secara paksa menikahi istri beliau (Hadhrat Syahar bin Badzan) yang bernama Marzubanah atau yang menurut beberapa kitab rujukan lain adalah Azad. Pada waktu itulah tiba surat dari Rasulullah (saw) kepada kaum Muslim di Hadramaut dan Yaman, dimana mereka diperintahkan untuk memerangi Aswad al-Ansi. Maka dari itu, demi maksud ini, Hadhrat Mu’adz bin Jabal pun berdiri dan dengan perantaraan ini maka hati umat Muslim pun menjadi kuat.
Jisynas ad-Dailami (جشنس بْنِ الدَّيْلَمِيِّ) menyatakan, قَدِمَ عَلَيْنَا وَبْرُ بْنُ يحنس بكتاب النبي ص، يَأْمُرُنَا فِيهِ بِالْقِيَامِ عَلَى دِينِنَا، وَالنُّهُوضِ فِي الْحَرْبِ، وَالْعَمَلِ فِي الأَسْوَدِ: إِمَّا غَيْلَةً وَإِمَّا مُصَادَمَةً، وَأَنْ نُبَلِّغَ عَنْهُ مَنْ رَأَيْنَا أَنَّ عِنْدَهُ نَجْدَةً وَدِينًا فَعَمِلْنَا فِي ذَلِكَ، فَرَأَيْنَا أَمْرًا كَثِيفًا “Wabr bin Yuhanis membawa surat dari Rasulullah (saw) untuk kami…”
Nama Jisynas Dailami ini di dalam beberapa tempat lain pun diterangkan sebagai Jusyaisy Dailami. Alhasil, beliau adalah diantara orang-orang yang kepada mereka Nabi yang mulia (saw) telah menuliskan sepucuk surat ke Yaman berisi perintah untuk membunuh Aswad al-Ansi, dan beliau bersama-sama Fairuz (فَيْرُوزُ) dan Dadzuwaih (دَاذُوَيْهِ) telah membunuh orang itu.[21] Nama Wabr bin Yuhanis pun disebut dengan Wabrah bin Yuhanis. Ia termasuk keturunan Yaman. Pada tahun 10 Hijriah ia datang ke hadapan Rasulullah (saw) dan memeluk Islam. Ia menjelaskan: “Di surat itu, Rasulullah (saw) telah memerintahkan kepada kami agar tetap teguh pada agama kami dan menyiapkan upaya bersenjata melalui taktik dan pertempuran untuk melawan Aswad al-Ansi; kami juga harus menyampaikan pesan Rasulullah (saw) [ini] kepada mereka yang tetap teguh dalam keislaman dan condong untuk melindungi Islam. Kami telah melakukannya, namun kami melihat sangat sulit meraih keberhasilan dalam melawan Aswad ini.”[22]
Jisynasy Dailami menuturkan: “Kami mengetahui satu hal bahwa telah lahir suatu kebencian antara Aswad dan Qais bin Abdi Yaguts. – Maksudnya, telah ada keretakan diantara mereka – Maka dari itu, kami berpikir sekurang-kurangnya telah lahir kebencian diantara mereka. Oleh karena itu kami berpikir bahwa Qais telah merasa jiwanya ada dalam bahaya.”
Terdapat perselisihan perihal nama Qais bin Abdi Yaguts (قيس بن عبد يغوث) dan nasabnya ini [asal jalur keturunannya]. Menurut satu riwayat, ia bernama Hubairah bin Abdi Yaguts (هبيرة بن عبد يغوث). Tertera juga bahwa ia bernama Abdi Yaghuts bin Hubairah (عبد يغوث بن هبيرة). Meski demikian, Abu Musa menuturkan bahwa orang itu bernama Qais bin Abdi Yagus bin Maqsyuh (قيس بن عبد يغوث بن مكشوح). Menurut satu riwayat, beliau bukanlah sahabat. Tetapi dalam riwayat lain, beliau telah bertemu dengan Nabi yang mulia (saw) dan mendapat karunia untuk meriwayatkan dari beliau (saw) [mendengar sabda beliau (saw) dan menceritakan kepada orang lain]. Orang ini termasuk diantara mereka yang membunuh Aswad al-Ansi dan adalah kemenakan (putra saudari) ‘Amru bin Ma’dikarb. Ia termasuk diantara orang-orang yang murtad di Yaman, tetapi pada akhirnya kembali memeluk Islam dan namanya sangat berjasa di penaklukan Iraq dan pertempuran Qadisiyah. Beliau ini ikut serta di perang Nahawand dan ikut di perang Siffin di pihak Hadhrat Ali dan mati syahid.
Jisynasy Dailami menuturkan: “Kami menyeru Qais memeluk Islam dan menyampaikan pesan Rasulullah (saw) kepadanya dimana ia merasa seolah kami turun dari langit sehingga ia pun segera menerima seruan kami dan dengan cara inilah kami pun saling mengirim kabar lewat surat dengan orang-orang lainnya. Saat itu petinggi-petinggi berbagai kabilah pun telah siap untuk menghadapi Aswad. Mereka melalui surat telah menjanjikan bantuan kepada kami. Sebagai jawaban, kami menulis bahwa hendaknya mereka tidak bergerak dari tempat mereka selama kami belum memberi keputusan akhir sebagai jawaban; karena dengan diterimanya pesan Rasulullah (saw), adalah keharusan agar mengupayakan perlawanan menghadapi Aswad. Demikian jugalah Rasulullah (saw) telah menulis kepada segenap penduduk Najran terkait perkara Aswad ini. Mereka menerima seruan beliau (saw). Tatkala berita ini sampai pada Aswad, ia pun mulai melihat gambaran kehancurannya.”
Jisynasy Dailami menuturkan: “Saya memikirkan satu cara. Saya pergi menemui Azad (آزاد), istri Aswad yang sebelumnya adalah janda Syahar bin Badzan, dimana Aswad menikahinya setelah membunuh Syahar bin Badzan.[23] Saya mengingatkannya tentang kesyahidan yang telah menimpa suaminya terdahulu yaitu Hadhrat Syahar bin Badzan, kehancuran para Sahabat suaminya, dan kehinaan serta penganiayaan yang dialami oleh keluarganya. Saya juga meminta bantuannya untuk melawan Aswad.
Ia pun bersedia dengan sangat gembira dan ia berkata, ‘Demi Tuhan, saya menganggap Aswad adalah yang terburuk diantara segenap makhluk Allah. Ia sama sekali tidak menghargai hak-hak Allah mana pun dan sedikit pun tidak menjauhi hal-hal yang telah diharamkan Allah. Jadi, jika ini sudah menjadi rencana Anda, Anda harus sampaikan kepada saya, saya akan mengupayakannya.”
Pada akhirnya, suatu rencana yang matang dibuat mereka dan dengan dukungan dari istri Aswad al-Ansi ini, pada suatu malam benteng kediaman Aswad al-Ansi diterobos dan ia dibunuh. Pada waktu Subuh (pagi hari) sebuah suara lantang diteriakkan di bagian paling atas dinding benteng bahwa pemberontak murtad bernama Aswad telah menemui ajal, kemudian orang-orang Muslim dan orang-orang kafir berkumpul di sekitar benteng. Kemudian mereka mengumandangkan Adzan untuk shalat dan berkata أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَأَنَّ عيهلة كَذَّابٌ! ‘Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan Aswad al-Ansi adalah pembohong’ Kemudian potongan kepalanya mereka lemparkan ke depan mereka [yang tengah berkumpul di depan benteng].
Dengan demikian, kekisruhan ini berangsur dingin hingga tiga bulan dan menurut satu sumber, sekitar empat bulan lalu seluruh ‘Amil dan seluruh Amir dan lain-lain melakukan kesibukan seperti biasa di daerah masing-masing dan Hadhrat Mu’adz ibn Jabal bertindak sebagai imam bagi mereka.
Ketika berita terbunuhnya Aswad al-Ansi, kekalahan pasukannya dan akhir dari kekisruhan yang ditimbulkannya dikirim kepada Rasulullah (saw), Rasulullah (saw) telah lebih dulu meninggal. Juga diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala mengabarkan kepada Rasulullah (saw) tentang kematian Aswad al-Ansi melalui wahyu pada malam yang sama ketika dia terbunuh lalu beliau (saw) memberi tahu para Sahabat pada keesokan paginya. Beliau (saw) menyampaikan bahwa Aswad telah dibunuh oleh Fairuz. Kabar baik pertama yang diterima Hadhrat Abu Bakr (ra) setelah mendapat kehormatan kedudukan Khilafah adalah berita pembunuhan Aswad al-Ansi.
Rasulullah (saw) wafat pada pagi hari ketika berita pembunuhan Aswad sampai kepada beliau. Menurut satu riwayat, ketika pembawa kabar terbunuhnya Aswad tiba di Madinah, saat itu jenazah Rasulullah (saw) tengah dimakamkan. Dalam satu riwayat, berita pembunuhan Aswad sampai di Madinah sepuluh atau dua belas hari setelah kewafatan Rasulullah (saw) dan saat itu Abu Bakr (ra) telah terpilih sebagai Khalifah. Terdapat beragam riwayat mengenai hal ini, tetapi bagaimana pun juga ini yang terjadi pada masa itu. Delapan atau sepuluh hari sebelum atau sesudahnya.
Setelah terbunuhnya Aswad, sebuah pemerintahan Muslim berdiri di Sanaa seperti sebelumnya.[24]
Tetapi, sekali lagi pemberontakan pecah di Yaman. Ketika kabar kewafatan Rasulullah (saw) tiba di Yaman, situasinya kembali memburuk. Qais ibn ‘Abd al-Yaghus menyimpang dari kesetiaan kepada Islam setelah sebelumnya bergabung dengan Fairuz dan Bazwiyah untuk memberontak melawan Aswad dan yang telah membunuh Aswad dengan bantuan mereka. Dia adalah orang yang cakap dan teguh pendirian, dikuasai oleh prasangka nasionalisme dan selalu merasa terancam dengan kekuatan orang-orang Persia di Yaman.
Setelah berakhir, dia ingin menghancurkan kemakmuran kalangan Abna (keturunan Persia atau Iran) dan keunggulan kolektif dan ekonomi mereka. Dia sudah menjadi pemimpin militer yang sukses. Dia bersekongkol dengan para pemimpin militer Aswad dan berencana untuk mengusir kalangan Abna dari negara itu. Dia memutus hubungan dengan Fairuz (فَيْرُوزُ) dan Dadzuwaih (دَاذُوَيْهِ). Dia membunuh Dadzuwaih dengan cara ditipu, namun Fairuz selamat dari usaha pembunuhannya itu. Fairuz memberitahu Hadhrat Abu Bakr (ra) tentang kesetiaannya dan kesetiaan kalangan Abna dan meminta Hadhrat Abu Bakr (ra) untuk membantunya. Ia mengatakan, “Kami siap untuk berkorban apapun untuk Islam.”[25]
Tertera dalam riwayat bahwa ketika Rasulullah (saw) wafat, Ziyad bin Labid (زياد بن لبيد الأَنْصَارِيّ) adalah Amil di daerah Hadramaut. Hadhrat Ziyad bin Labid adalah sahabat Rasulullah (saw). Hadhrat Ziyad memiliki seorang putra bernama Abdullah. Ketika peristiwa Aqabah Tsaniyah, dia datang kepada Rasulullah (saw) dengan tujuh puluh Sahabat lalu masuk Islam. Ketika dia kembali ke Madinah setelah menerima Islam, dia menghancurkan berhala sukunya, Bani Bayada, yang biasa menyembah berhala. Kemudian dia pergi ke Makkah menjumpai Rasulullah (saw) dan tinggal di sana hingga Nabi (saw) hijrah ke Madinah. Itulah sebabnya Hadhrat Ziyad disebut Muhajir Ansari. Hadhrat Ziyad mendampingi Nabi Suci (saw) dalam Pertempuran Badr, Uhud, Khandaq dan dalam semua pertempuran lainnya.
Ketika Nabi (saw) berhijrah ke Madinah dan melewati wilayah suku Bani Bayadah, Hadhrat Ziyad mengucapkan Ahlan wa sahlan (selamat datang) dan mempersembahkan rumahnya untuk ditempati oleh Rasulullah (saw). Namun Rasulullah (saw) bersabda, “Biarkan unta saya, ia akan mencari sendiri tempatnya.”
Pada 9 Muharram, Nabi (saw) menetapkan orang-orang tulus ikhlas secara terpisah untuk memungut sedekah dan zakat, kemudian mengangkat Ziyad untuk memungut zakat di Hadramaut. Beliau tetap dalam pengabdian tersebut hingga masa kekhalifahan Hadhrat Umar. Setelah pensiun dari jabatan ini, beliau menetap di Kufah dan meninggal di sana pada tahun 41 H.[26]
Kemudian tertulis tentang keberangkatan Hadhrat Muhajir (ra) menuju Najran bahwa pasukan Hadhrat Muhajir bin Abu Umayyah (ra) adalah pasukan terakhir dari antara sebelas pasukan yang dibentuk oleh Hadhrat Abu Bakr ash-Shiddiq (ra), meninggalkan Madinah menuju Yaman. Bersamaan dengan Yaman adalah sekelompok Sahabat Muhajirin dan Ansar. Ketika pasukan ini melewati Makkah, saudara laki-laki Atab ibn Asid, Khalid ibn Asid, juga bergabung dengan Amir Makkah. Ketika lashkar ini melewati Taif, ‘Abd al-Rahman ibn ‘As bergabung dengan lashkar ini bersama para sahabatnya, begitu pula orang-orang dari berbagai suku bergabung dengan lashkar beliau di jalan sehingga laskarnya terus bertambah.[27]
Tertulis tentang penangkapan ‘Amru bin Ma’dikarb dan Qais ibn Maqsyuh, sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa ‘Amru bin Ma’dikarb memberontak melawan pemerintah Islam dengan dalih keberanian dan ketangguhannya dan Qais Bin Abd Yaghuts pun diajak bergabung. Keduanya biasa pergi ke setiap suku dan menghasut mereka untuk memberontak melawan Muslim. Hasilnya adalah selain orang-orang Kristen Najran yang telah membuat perjanjian dengan Nabi (saw) dan tetap setia pada perjanjian mereka bahkan selama masa Abu Bakr (ra), semua suku lain memihak ‘Amru bin Ma’dikarb dan tampil untuk menentang kaum Muslimin.
Dengan izin Allah, ketika rakyat Yaman mulai menerima laporan kedatangan Hadhrat Muhajir (ra) dengan pasukan besar menuju Yaman, rakyat Yaman menjadi sangat kewalahan sehingga mereka tidak berdaya menghadapi pasukan Hadhrat Muhajir (ra). Orang-orang ini masih dalam keadaan sedemikian rupa lalu pemimpin mereka Qais dan ‘Amru bin Ma’dikarb terlibat sengketa sehingga meskipun mereka berjanji untuk melawan Hadhrat Muhajir (ra), namun mereka berdua terlibat dalam upaya untuk saling menyakiti. Akhirnya ‘Amru bin Ma’dikarb memutuskan untuk bergabung dengan umat Muslim dan suatu malam dia menyerang kediaman Qais dengan anak buahnya dan menangkapnya lalu menghadapkannya kepada Hadhrat Muhajir (ra) tetapi Hadhrat Muhajir (ra) tidak hanya menangkap Qais bahkan memenjarakan ‘Amru bin Ma’dikarb juga lalu melaporkan keadaan keduanya kepada Hadhrat Abu Bakr (ra) dan mengirim mereka berdua ke hadapan Hadhrat Abu Bakr (ra).
Qais dan ‘Amru bin Ma’dikarb dibawa ke hadapan Hadhrat Abu Bakr (ra). Hadhrat Abu Bakr (ra) berkata kepada Qais, “Apakah kamu telah menindas dan membunuh hamba-hamba Allah? Apakah kamu telah mengambil orang-orang musyrik dan murtad pemberontak sebagai teman daripada orang-orang beriman?”
Seandainya dia dinyatakan bersalah, Abu Bakr (ra) akan berniat membunuhnya. Qais dengan tegas menyangkal konspirasi dan keterlibatan dalam pembunuhan Bazwiyah dan itu adalah tindakan yang dilakukan secara rahasia dan tidak ada bukti jelas yang memberatkan Qais akan hal itu sehingga membuat beliau (ra) enggan untuk membunuhnya.
Hadhrat Abu Bakr (ra) berkata kepada ‘Amru bin Ma’dikarb, “Kemudian tiba giliran yang lain bahwa Anda tidak merasa malu yakni setiap hari Anda dikalahkan atau lingkaran di sekitar Anda menjadi sempit. Jika Anda mendukung agama ini, maka Allah akan menganugerahkan kepada Anda derajat yang tinggi.” Kemudian beliau membebaskannya dan menyerahkan keduanya yakni ‘Amru dan Qais kepada sukunya.
Amru berkata, “Tentu saja, sekarang saya akan menerima nasihat Amirul Mu-minin dan saya tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi.”[28] Karena tidak ada bukti jelas dan disebabkan oleh kepemimpinannya, karena ilmunya, mereka diampuni.
Dalam menjelaskan pengampunan bagi keduanya, ada penulis biografis lain menulis berkenaan dengan Hadhrat Abu Bakr (ra), “Abu Bakr (ra) adalah seorang yang memiliki pandangan jauh ke depan dan pandangan yang tajam pada hasil akhir. Ketika diperlukan ketegasan, beliau akan bersikap tegas. Namun ketika menuntut suatu pengampunan, beliau akan memberikan pengampunan. Beliau memiliki keinginan mendalam untuk mengumpulkan orang-orang dari suku-suku yang tersebar di bawah panji-panji Islam. Langkah bijak beliau adalah memaafkan para pemimpin suku yang menentang setelah mereka kembali ke kebenaran.
Ketika suku-suku Yaman yang murtad telah ditaklukkan dan dibuat menyaksikan keunggulan pemerintahan Islam, kehormatan umat Muslim, keperkasaan dan kemajuan tekad mereka, suku-suku itu mengaku tunduk pada pemerintahan Islam dan menerima untuk taat pada Khalifah Rasul. Abu Bakr (ra) menganggap hal yang tepat untuk membuat jalinan persahabatan dengan para pemimpin suku dan memperlakukan mereka dengan kelembutan dan kebaikan daripada kekerasan sehingga tindakan-tindakan keras dicabut atas mereka. Beliau berdiskusi dengan mereka secara santun dan menggunakan pengaruh mereka dalam suku-suku untuk kebaikan Islam dan umat Muslim. Beliau memaafkan mereka atas kesalahan mereka dan memperlakukan mereka dengan baik. Qais ibn ‘Abd al-Yaghuth dan ‘Amru bin Ma’dikarb pun diperlakukan sama. Kedua orang ini termasuk orang Arab yang paling berani dan paling bijaksana, Abu Bakr (ra) tidak mau menyia-nyiakan mereka. Beliau berusaha memurnikan mereka untuk Islam dan mengeluarkan mereka dari dilema antara Islam dan kemurtadan. Abu Bakr (ra) membebaskan ‘Amru bin Ma’dikarb.
Setelah hari itu, Amru tidak pernah murtad lagi melainkan menerima Islam dan menjadi Muslim yang baik. Allah membantunya dan dia memainkan peran penting dalam kemenangan Islam. Qais juga menyesali perbuatan masa lalunya dan Abu Bakr (ra) memaafkannya. Dengan memaafkan dua pejuang Arab ini memiliki dampak luas. Dengan berlaku demikian, Abu Bakr (ra) menyatukan hati orang-orang murtad yang kembali lagi kepada Islam baik karena ketakutan maupun ketamakan karena ingin sesuatu. Beliau (ra) juga memaafkan Asy’ats ibn Qays. Dengan cara begitu, Ash-Shiddiq (ra) merebut hati mereka dan menjadi pemilik kalbu mereka. Di masa yang akan datang orang-orang ini menjadi sarana pendukung dan sumber kekuatan bagi umat Islam.”[29] Artinya, tidak ada paksaan, melainkan mereka menerima Islam dengan sepenuh hati dan menaati Hadhrat Abu Bakr (ra).
Hadhrat Muhajir (ra) meninggalkan Najran (نجران) menuju daerah Lahjia (اللَحْجِيّة) dan ketika pasukan berkuda mengepung kelompok mereka, mereka meminta keamanan tetapi Muhajir (ra) menolak untuk memberi mereka jaminan keamanan. Atas hal itu mereka terbagi menjadi dua kelompok. Salah satunya menghadapi Hadhrat Muhajir (ra) di daerah Ajib (عجيب). Ajib merupakan satu tempat di Yaman. Pasukan berkuda Hadhrat Muhajir (ra) yang lainnya di bawah kepemimpinan Hadhrat Abdullah menghadapi mereka dalam perjalanan ke al-Akhabits dan musuh yang melarikan diri tewas di setiap jalan.[30]
Ketika Banu ‘Ak (بنو عك) memberontak di wilayah al-A’laab Yaman (الأعلاب باليمن), mereka disebut al-Akhabits (الأخابث) [artinya jahat dan busuk], dan jalan di mana orang-orang jahat dan berwatak buruk ini berperang kemudian dinamai Tariq al-Akhabits (طریق الاَخَابِث).[31]
Tertulis tentang kedatangan Hadhrat Muhajir (ra) di Sana’a (صنعاء) bahwa Hadhrat Muhajir (ra) meninggalkan Ajib hingga tiba di Sana’a dan kemudian beliau memerintahkan untuk mengejar suku-suku lain yang melarikan diri. Kaum Muslim membunuhi mereka dan tidak memaafkan pemberontak mana pun. Selain pemberontak, bagi mereka yang bertaubat, taubat mereka diterima. Mereka yang berperang dan penindas tidak diampuni tetapi sisanya yang bertaubat diampuni dan mereka diperlakukan sesuai dengan keadaan masa lalu mereka dan ada harapan untuk perbaikan sekali lagi.[32]
Demikianlah penjelasannya. Penjelasan selanjutnya memerlukan beberapa rincian sehingga saya akhiri di sini. Penjelasan lebih lanjut akan disampaikan lain waktu insya Allah.[33]
Khotbah II
الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُاللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1] Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2, pp. 257, Dar-ul-Kutub Al-Ilmiyyah, Lebanon, 2012 (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ257 مطبوعہ دار الکتب العلمیۃ لبنان2012ء); Hadhrat Abu Bakr ke Sarkari khuthuuth – Surat-Surat administrasi pemerintahan Hadhrat Abu Bakr, penerbit Nadwatul Mushannifiin, Delhi-India (حضرت ابوبکرؓ کے سرکاری خطوط ندوۃ المصنفین دہلی) atau penerbit Idarah Islamiyaat, Anarkali, Lahore-Pakistan (ادارہ اسلامیات، انارکلی، لاہور، پاکستان، مئی ۱۹۷۸ء۔ بحوالہ فتوح الشام، ازدی۔) atau penerbit Javed Butt Press (صفحہ59مطبوعہ جاوید بٹ پریس), penulis bernama Khursheed (Khursyid) Ahmad Fariq (ڈاکٹر خورشید احمد فارِق),yang dalam versi lain tertulis Khursyid Ahmad Faruqi (خورشید احمد فاروقی) atau Khursheed Ahmad Farooqi. Beliau adalah pengajar adab-arabi (sastra Arab) Universitas Delhi, India. Peranan dan kepeloporan Prof. Khursheed Ahmad Fariq di Departeman bahasa Arab Universitas Delhi, India membuat Universitas Delhi membuat acara khusus mengenang beliau setelah beliau meninggal yaitu “Prof. Khursheed Ahmad Fariq Memorial Lecture” atau Kuliah Kenangan tentang Prof. Khursheed Ahmad Fariq sejak 2008. https://www.indcareer.com/university-delhi/Departments/department-arabic.
[2] Mu‘jam al-Buldan, Vol. 2, p. 311 (معجم البلدان جلد2صفحہ311); Sayyid Fadl al-Rahman, Farhang-e-Sirat [Karachi, Pakistan: Zawwar Academy Publications, 2003], p. 226 (فرہنگ سیرت صفحہ 226 زوار اکیڈیمی کراچی).
[3] Sayyid Fadl al-Rahman, Farhang-e-Sirat [Karachi, Pakistan: Zawwar Academy Publications, 2003], p. 248 (فرہنگ سیرت صفحہ248 زوار اکیڈمی کراچی).
[4] ‘Ali ibnu al-Atsir, Usdul Ghabah fi Ma‘rifat al-Sahabah, Vol. 5 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003], p. 265 (اسد الغابہ جزء 5 صفحہ 265 دار الکتب العلمیۃ بیروت 2003ء); Ibnu Hajar al-Asqalani, Al-Ishabah fi Tamyiz al-Sahabah, Vol. 6 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005], p. 180 (الإصابۃ في تمييز الصحابۃ جزء 6 صفحہ180دارالکتب العلمیۃ بیروت2005ء).
[5] Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah Beirut-Lebanon, 2012, Vol. 2, p. 300 (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ 300مطبوعہ دار الکتب العلمیۃ لبنان2012ء).
[6] Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah Beirut-Lebanon, 2012, Vol. 2, p. 224 (تاریخ طبری جلد 2 صفحہ 224، دار الکتب العلمیۃ بیروت 2012ء).
[7] Biografi Abu Bakr karya Abu an-Nashr (سيرة سيدنا أبي بكر لأبي النصر), (سیرت سیّدنا حضرت ابوبکر صدیقؓ از ابو النصر مترجم صفحہ 570) Sayyiduna Siddiq Abu Bakr (ra) – terjemahan bahasa Urdu dari Arab [Lahore, Pakistan: Mushtaq Book Corner], p. 570 (سیرت سیّدنا حضرت ابوبکر صدیقؓ از ابو النصر مترجم صفحہ 570). ‘Umar Abu an-Nashr ialah seoran g penulis dari negara Lebanon yang hidup pada 1888-1960. Beliau bekerja di kewartawanan di Lebanon, Mesir dan Suriah. Beliau juga menulis buku-buku sastra dan sejarah. Diantara karyanya ialah yang dikutip dalam khotbah ini yaitu Khulafa-u-Muhammad (خلفاء محمد ـ أربعة كتب، 1936م) atau “Para Khalifah Muhammad” yang terdiri dari empat buku membahas empat Khalifah Rasyidin.
[8] Ibnu al-Atsir, Al-Kaamil fit Taarikh, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006], p. 201 (الکامل فی التاریخ لابن اثیرجلد2صفحہ201 ذکر اخبار الأسود العنسی بالیمن دارلکتب العلمیۃ بیروت2006ء).
[9] Biografi Abu Bakr karya Abu an-Nashr (سيرة سيدنا أبي بكر لأبي النصر) terjemahan Urdu pada halaman 570, [Lahore, Pakistan: Mushtaq Book Corner] (سیرت سیّدنا حضرت ابوبکر صدیقؓ از ابو النصر مترجم صفحہ 570)
[10] al-Ansab li-Shahari juz 1 halaman 387 terbitan 2006 (الأنساب لصحاری جزء 1صفحہ387 مطبوعہ2006ء) tercantum juga dalam Cet. Wizarah At-Turats Al-Qaumi wa AtTsaqofah, Sulthanah Oman.. Nama lain buku ini ialah Ansabul ‘Arab (أنساب العرب) dan Tarikh al-‘Autabi (تَارِيخِ العَوْتَبِي). Penulis buku ini ialah Abu al-Mundzir Salamah bin Muslim bin Ibrahim ash-Shuhari al-‘Awtabi al-‘Umani al-Ibadhi (أبو المنذر سَلَمَةُ بنُ مُسْلِم بنِ إبْرَاهيمَ الأَزْدِيُّ العَوْتَبِيُّ الصُّحَارِيُّ العوتبي (العُمَاني الإباضي)). Beliau orang Shuhar (صُحار), sebuah wilayah di Oman (عُمَان) dan wafat pada 511 Hijriyah. Diantara muridnya ialah al-Qadhi Hadad bin Sa’id bin Sulaiman (القاضي هَدَادِ بن سعيد بن سليمان) dan penulis al-Mushannaf (الْمُصَنَّف), Syaikh Abu Bakr Ahmad bin ‘Abdullah bin Musa al-Kindi (الشيخَ أبو بكر أحْمَد بن عبدالله بن موسى الكندي): ومن بني عبد الله بن عَنْس بن مذحج لَمِيسُ بن عبد الله بن الحارث بن عبد الله بن عَنْس. ومن بني مالك من عنس صَعْب بن مالك بن من بني عَنْس الأسود العَنْسي الكذَّاب الذي تَنَبأ باليمن، واسمه عَبْهَلةُ بن كَعْب بن عوف وفي نسخة: عوف بن كعب بن الحارث بن عمرو بن بن سعد بن عنس. وسمي الأسود لأنه كان أسود الوجه. وكان قد تَكَهَّن النبّوة فاتبعته عنس وغيرها، وسمي نفسه رَحْمن اليمن، كما سَمْى مُسَيْلَمة من اليمامة. وهو ذو الحِمار، وذلك أنه كان له حمار معلم، يقول له: لربك. فيسجد، ويقول له أبرك. فيبرك، فسمى ذا الحمار. ورواه: ذو الخِمار – بالخاء المعجمة، وذلك أنه كان مُخْتَمِراً مُعْتَماً أبداً وجهه، وكان الأسود هذا قد تَجَبَّرَ بصنعاء .
[11] Madarijun Nubuwwah terjemahan jilid 2 halaman 481 terbitan Dhiyaul Qur’an Publication, Lahore-Pakistan (مداراج النبوۃ مترجم جلد2 صفحہ481 مطبوعہ ضیاء القرآن پبلیکیشنز لاہور). Madarijun Nubuwwah ialah karya ‘Abdul Haqq Muhaddats Dehlawi yang ditulis dalam bahasa Persia. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu oleh Mufti Ghulam Mu’inuddin Na’imi (حضرت شیخ عبدالحق محدث دہلوی / مترجم مفتی غلام معین الدین نعیمی علیہ الرحمہ). Penulis buku ini bernama lengkap Syaikh Abul Majd ‘Abdul Haqq bin Saifuddin ad-Dehlawi al-Bukhari (شیخ ابو المجد عبد الحق بن سیف الدین دہلوی بخاری) Beliau lahir di Delhi pada 958/1551 dan wafat pada 1052/1642. Beliau mengalami zaman kerajaan Islam sebelum Mughal dan awal-awal kaum Mughal berkuasa.
[12] Biografi Abu Bakr karya Abu an-Nashr, terjemahan Urdu [Lahore, Pakistan: Mushtaq Book Corner], p. 571 (سیرت سیّدنا حضرت ابوبکر صدیقؓ از ابو النصر مترجم صفحہ 571).
[13] Ibnu al-Atsir, Al-Kaamil fit Taarikh, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006], p. 201 (الکامل فی التاریخ لابن اثیرجلد2صفحہ201 ذکر اخبار الأسود العنسی بالیمن دارلکتب العلمیۃ بیروت2006ء).
[14] Sahih al-Bukhari 7036, 7037, Interpretation of Dreams (كتاب التعبير), Chapter: To blow out in a dream (باب النَّفْخِ فِي الْمَنَامِ). Sahih al-Bukhari, Military Expeditions led by the Prophet (pbuh) atau Al-Maghaazi (كتاب المغازى), Chapter: The delegation of Banu Hanifa (باب وَفْدِ بَنِي حَنِيفَةَ، وَحَدِيثِ ثُمَامَةَ بْنِ أُثَالٍ), 4375. Sunan al-Kubra karya an-Nasai, Kitab tentang penjelasan mimpi dua gelang (السنن الكبرى للنسائي كِتَابُ التَّعْبِيرِ السِّوَارَيْنِ): أَخْبَرَنَا أَبُو دَاوُدَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ، قَالَ : أَخْبَرَنَا أَبِي ، عَنْ صَالِحٍ ، قَالَ : قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ : سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ ، عَنْ رُؤْيَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّتِي ذَكَرَ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : ذُكِرَ لِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ أُرِيتُ أَنَّهُ وُضِعَ فِي يَدَيَّ سِوَارَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَفَظَعْتُهُمَا وَكَرِهْتُهُمَا ، فَأُذِنَ لِي فَنَفَخْتُهُمَا فَطَارَا فَأَوَّلْتُهُمَا كَذَّابَيْنِ : يَخْرُجَانِ فَقَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ : أَحَدُهُمَا الْعَنْسِيُّ الَّذِي قَتَلَهُ فَيْرُوزُ بِالْيَمَنِ ، وَالْآخَرُ مُسَيْلِمَةُ .
[15] Sahih al-Bukhari 4378, 4379, Military Expeditions led by the Prophet (pbuh) (Al-Maghaazi) (كتاب المغازى), bab al-Aswad al-Ansi (باب قِصَّةُ الأَسْوَدِ الْعَنْسِيِّ).
[16] Doktor Muhammad Husain Haikal (محمد حسين هيكل ،الدكتور) dalam karyanya Ash-Shiddiq Abu Bakr (الصديق أبو بكر – رضي الله عنه) yang terjemahan Urdunya ialah Hadhrat Sayyidina Abu Bakr Shiddiq [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khana], pp. 117-118 (حضرت ابوبکر صدیقؓ (مترجم) ازمحمدحسین ہیکل ،اردوترجمہ صفحہ 117-118); Riwayat Hidup Abu Bakr karya Abu an-Nashr (سيرة سيدنا أبي بكر لأبي النصر).
[17] Tarikh Ath-Thabari dan Sirah Ibnu Hisyam (الطبري ج 3 ص 1572 – 1574، وابن هشام ص 46).
[18] Debacah Tafsirul Qur’an – Pengantar Tafsir al-Qur’an, Anwarul ‘Uluum [kumpulan tulisan dan pidato Hadhrat Khalifatul Masih II (ra)] jilid 20, 317-319 (دیباچہ تفسیر القرآن، انوار العلوم جلد20صفحہ 317تا 319)
[19] Ibnu al-Atsir dalam al-Kaamil fit Tarikh, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006], p. 201 (الکامل فی التاریخ جلد 2 صفحہ 201 مطبوعہ دار الکتب العلمیۃ بیروت); Abu an-Nashr dalam Biografi –Riwayat hidup Sayyiduna Hadhrat Abu Bakr Shiddiq [Lahore, Pakistan: Mushtaq Book Corner], p. 571 ( سیرت سیّدنا حضرت ابوبکر صدیقؓ از ابو النصر مترجم صفحہ 571)
[20] Ibnu al-Atsir dalam al-Kaamil fit Tarikh, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006], p. 166, 202 (الکامل فی التاریخ جلد 2 صفحہ202، 166، دارالکتب العلمیۃ بیروت); Tarikh Adab Arabi – Sejarah Sastra Arab, sebuah terjemahan ke dalam Urdu [Lahore, Pakistan: Ghulam Ali Printers], pp. 67-68 (تاریخ ادب عربی مترجم صفحہ67-68 مطبوعہ غلام علی پرنٹرز لاہور)
[21] Ibnu al-Atsir dalam al-Kaamil fit Tarikh, Vol. 2, pp. 201-202, Dar-ul-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2006 (الکامل فی التاریخ جلد 2 صفحہ201، 202، دارالکتب العلمیۃ بیروت); Ibnu al-Atsir dalam Usdul Ghabah fi Ma’rifat al-Sahabah, Vol. 1 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003], p. 535 dan juga vol. 2 p. 643 (اسد الغابہ جزء 1صفحہ535 ، جزء 2 صفحہ 643 دارالکتب العلمیۃ بیروت); Madarijun Nubuwwah, Vol. 2 – translated [Lahore, Pakistan: Diya al-Quran Publications], p. 474 (مدارج النبوت جلد دوم صفحہ 474 شبیر برادرز لاہور 2004ء)
[22] Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari, dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012], p. 248 (تاریخ طبری جلد 2 صفحہ 248، دار الکتب العلمیۃ بیروت 2012ء); Muhammad ibnu Sa’d dalam karyanya Thabaqaatal-Kubra, Vol. 6 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2017], p. 62-63 (طبقات الکبری جزء6صفحہ62-63 دارالکتب العلمیۃ2017ء); (‘Ali Ibnu al-Atsir dalam Usdul Ghabah fi Ma’rifat al-Sahabah, Vol. 5 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2016], p. 408 (اسد الغابہ جلد5صفحہ408 دارالکتب العلمیۃ2016ء)
[23] Nama istri Syahar bin Badzan beda penulisan antara Tarikh al-Kamil dengan Tarikh ath-Thabari. Tarikh ath-Thabari menuliskannya adzad (آذاد).
[24] Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam karyanya, Al-Isabah fi Tamyiz al-Sahabah, Vol. 5 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005], pp. 404-405 (ماخوذ از الاصابہ فی تمییز الصحابہ جلد5 صفحہ404-405 دارا الکتب العلمیۃ 2005ء); Khurshid Ahmad Fariq (ڈاکٹر خورشید احمد فارِق) dalam karyanya Hadhrat Abu Bakr ke Sarkari khuthuuth – Surat-Surat administrasi pemerintahan Hadhrat Abu Bakr, penerbit Nadwatul Mushannifiin, Delhi-India (حضرت ابوبکرؓ کے سرکاری خطوط صفحہ3349، ندوۃ المصنفین دہلی) atau penerbit Idarah Islamiyaat, Anarkali, Lahore-Pakistan (ادارہ اسلامیات، انارکلی، لاہور، پاکستان، مئی ۱۹۷۸ء۔ بحوالہ فتوح الشام، ازدی۔) atau penerbit Javed Printing Press, h.60 (حضرت ابوبکرؓ کے سرکاری خطوط از خورشید احمد فارق صفحہ60مطبوعہ جاوید بٹ پریس); Ibnu al-Atsir dalam karyanya Al-Kamil fi al-Tarikh, Vol. 2, pp. 201-204, Dhikr Akhbar al-Aswad al-‘Ansi bi al-Yemen, Dar-ul-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2006 (ماخوذ از الکامل فی التاریخ لابن اثیرجلد2صفحہ201-204ذکر اخبار الأسود العنسی بالیمن دارلکتب العمیۃ بیروت2006ء); Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi (عَلي محمد محمد الصَّلاَّبي) dalam karyanya Al-Insyirahu wa Raf’udh Dhayyiq fi Sirati Abi Bakr ash-Shiddiq syakhshiyatuhu wa ‘ashruhu (الانشراحُ وَرَفعُ الضِّيق في سِيرة أبي بَكْر الصِّديق شخصيته وَعَصره نویسنده : الصلابي، علي محمد), penerbit Darut Tauzi’ wa Nasyr, Kairo-Mesir (دار التوزيع والنشر الإسلامية، القاهرة – مصر), tahun 1423 Hijriyyah atau 2002 (عام النشر: 1423 هـ – 2002 م), versi terjemahan Urdu terbitan Maktabah al-Furqan, Muzhaffar Garh, Pakistan dengan judul Sayyiduna Abu Bakr Siddiq (ra) (ماخوذ از سیدناابوبکر شخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد صلابی مکتبہ الفرقان مظفرگڑھ پاکستان), penerjemah Syamim Ahmad Khalil as-Salafi (مترجم شمیم احمد خلیل سلفی), h. 301. Terjemahan Urdu bisa diakses pada link https://kitabosunnat.com/musannifeen/doctor-ali-muhammad-muhammad-al-salabi/true
[25] Hadhrat Abu Bakr ke Sarkari khuthuuth – Surat-Surat administrasi pemerintahan Hadhrat Abu Bakr, penulis Khursheed Ahmad Fariq (ڈاکٹر خورشید احمد فارِق) penerbit Javed Butt Press, h. 60-61 (حضرت ابوبکرؓ کے سرکاری خطوط از خورشید احمد فارق صفحہ60-61مطبوعہ جاوید بٹ پریس)
[26] Muhammad ibnu Sa’d dalam karyanya Thabaqaatal-Kubra, Vol. 3 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996], p.302 (الطبقات الکبریٰ جلد 3 صفحہ 302 مطبوعہ دار احیاء التراث العربی بیروت 1996ء); Pachas Shahabah atau sejarah 50 Sahabat Nabi karya Thalib Hasyimi, halaman 557-559, penerbit Al-Badr Publication, Lahore-Pakistan (پچاس صحابہ ؓ،از طالب ہاشمی صفحہ 557 تا 559 البدر پبلیکیشنز لاہور)
[27] Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi (عَلي محمد محمد الصَّلاَّبي) dalam karyanya Al-Insyirahu wa Raf’udh Dhayyiq fi Sirati Abi Bakr ash-Shiddiq syakhshiyatuhu wa ‘ashruhu (الانشراحُ وَرَفعُ الضِّيق في سِيرة أبي بَكْر الصِّديق شخصيته وَعَصره نویسنده : الصلابي، علي محمد), penerbit Darut Tauzi’ wa Nasyr, Kairo-Mesir (دار التوزيع والنشر الإسلامية، القاهرة – مصر), tahun 1423 Hijriyyah atau 2002 (عام النشر: 1423 هـ – 2002 م), versi terjemahan Urdu terbitan Maktabah al-Furqan, Muzhaffar Garh, Pakistan dengan judul Sayyiduna Abu Bakr Siddiq (ra) (ماخوذ از سیدناابوبکر شخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد صلابی مکتبہ الفرقان مظفرگڑھ پاکستان), penerjemah Syamim Ahmad Khalil as-Salafi (مترجم شمیم احمد خلیل سلفی), (ماخوذ از سیدنا ابو بکر الصدیقؓ از ڈاکٹر علی محمد صلابی صفحہ 305 مترجم شمیم احمد خلیل سلفی 314) h. 305.
[28] Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari, dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012], p. 299 (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ299مطبوعہ دار الکتب العلمیۃ لبنان2012ء); Doktor Muhammad Husain Haikal (محمد حسين هيكل ،الدكتور) dalam karyanya Ash-Shiddiq Abu Bakr (الصديق أبو بكر – رضي الله عنه) yang terjemahan Urdunya ialah Hadhrat Sayyidina Abu Bakr Shiddiq, (translated) [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khana], pp. 253-254 (حضرت ابوبکر صدیقؓ (مترجم) ازمحمدحسین ہیکل ،اردوترجمہ صفحہ 253-254).
[29] Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi (عَلي محمد محمد الصَّلاَّبي) dalam karyanya Al-Insyirahu wa Raf’udh Dhayyiq fi Sirati Abi Bakr ash-Shiddiq syakhshiyatuhu wa ‘ashruhu (الانشراحُ وَرَفعُ الضِّيق في سِيرة أبي بَكْر الصِّديق شخصيته وَعَصره نویسنده : الصلابي، علي محمد), penerbit Darut Tauzi’ wa Nasyr, Kairo-Mesir (دار التوزيع والنشر الإسلامية، القاهرة – مصر), tahun 1423 Hijriyyah atau 2002 (عام النشر: 1423 هـ – 2002 م), versi terjemahan Urdu terbitan Maktabah al-Furqan, Muzhaffar Garh, Pakistan dengan judul Sayyiduna Abu Bakr Siddiq (ra) (ماخوذ از سیدناابوبکر شخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد صلابی مکتبہ الفرقان مظفرگڑھ پاکستان), penerjemah Syamim Ahmad Khalil as-Salafi (مترجم شمیم احمد خلیل سلفی), (سیدناابوبکرصدیقؓ ، ازڈاکٹر علی محمدصلابی ،اردوترجمہ صفحہ 313-314) h. 313-314.
[30] Muhammad Ibn Jarir al-Tabari, Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2012], p. 299 (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ299 دار الکتب العلمیۃ بیروت 2012ء); Yaqut Ibn ‘Abd Allah al-Hamawi, Mu’jam al-Buldan, Vol. 4 [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Turath al-’Arabi], p. 99 (معجم البلدان جلد4 صفحہ99).
[31] Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2012], p. 294-195 (ماخوذ از تاریخ الطبری جلد2 صفحہ294-295 دار الکتب العلمیۃ بیروت 2012ء).
[32] Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2012], p. 299 (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ299مطبوعہ دار الکتب العلمیۃ لبنان2012ء).
[33] Sumber referensi: media al-Fadhl International https://www.alfazl.com/2022/07/23/51712/ (Official Urdu transcript published in Al Fazl International, 26 July to 8 August 2022 [Jalsa Salana Special Edition], pp. 5-9. Translated by The Review of Religions)
https://www.alhakam.org/friday-sermon-men-of-excellence-hazrat-abu-bakr-8-july-2022/; https://www.alislam.org/urdu/khutba/2022-07-08/; www.alislam.org (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.Islamahmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab). Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono.