Oleh Frasat Ahmad, Mubaligh, Amerika Serikat
Apakah Allah mencintamu? Apakah kamu benar-benar cinta kepada Allah? Bagaimana kamu bisa menyalakan api cinta ilahi di dalam hati? Langkah apa yang harus kamu ambil untuk menarik kecintaan Allah?
Sungguh beruntung bagi kita karena Hadhrat Muslih Mau’ud, Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (ra) telah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat sulit ini, dan beliau telah memberikan solusi dan langkah-langkah praktis untuk meningkatkan kecintaan kepada Allah sehingga Allah pun cinta kepada kita.
Berikut 10 cara Hadhrat Hazrat Muslih Mau’ud (ra), berdasarkan tulisan langsung beliau, untuk mendapatkan kecintaan Allah (dikutip dari pidato beliau yang berjudul Ta’alluq Billah, yang disampaikan pada tanggal 28 Desember 1952 di Jalsah Salana Rabwah).
1. Zikir: Mengingat Allah
Dengan melafalkan sifat-sifat Ilahi yang disebut zikir, maka lahirlah kecintaan kepada Allah; Yakni سُبْحَانَ اللّٰہِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰہِ، اَللّٰہُ اَکْبَرُ begitu pula یَا حَیُّ، یَا قَیُّوْمُ، یَا سَتَّارُ، یَا غَفَّارُ dan sebagainya.
Menyebut sifat-sifat Allah maka muncullah mahabbat Ilahiyah (kecintaan pada Allah), tetapi hal ini merupakan tingkat pertama karena merupakan tingkat permukaan. Kita mungkin menyebut nama Allah dan terus melafalkan sifat-sifat-Nya, tetapi sekedar menyebut Nama-Nya tidak langsung akan meningkatkan keimanan dan keyakinan kita. Ketika kita mengucapkan Subhnaallah, Alhamdulillah, atau mengucapkan Sattar atau Ghaffar, kita baru menghadirkan kenyamanan pikiran belum kenyamanan hati. Untuk alasan ini zikirnya baru pada tahap artifisial, baru pada tahap pikiran.
Tetapi Hazrat Masih Mau’ud as sering mengatakan bahwa jika seseorang membuat-buat wajah menangis saat shalat, lambat laun ia akan benar-benar menangis. Pada tahap ini, dalam pikirannya ia menerima Allah Maha Suci, Allah itu Sattar dan Ghaffar, tapi belum benar-benar memiliki hubungan yang tulus dengan Allah Ta’ala. Tetapi ketika ia mulai mengucapkan Ya Sattar, Ya Ghaffar, percikan cinta ilahi muncul pada dirinya. Mirip ketika lumpur dipercikkan, sebagian lumpur akan mengenai dirinya, begitu pula ketika gula dimasukkan ke dalam karung, sebagian gula akan masuk ke dalam mulut seseorang. Jadi cinta di permukaan akhirnya akan mengambil warna cinta sejati. Allah menunjukkan hal ini dalam ayat:
فَاذْکُرُوْنِیْٓ ذْکُرْکُمْ
“Maka ingatlah Aku, Aku pun akan ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah mengingkari nikmat-Ku.” (Surah al-Baqarah, 2: 153)
Ini artinya jika kita terus mengingat-Nya, maka kita pada akhirnya akan mencapai tahap di mana Allah akan mulai mengingat kita. (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, Vol. 23, hlm. 186-187)
2. Fikr: Berpikir
Cara kedua untuk menarik cinta ilahi adalah dengan merenungkan sifat-sifat Allah, yang dalam istilah para sufi disebut fikr. Melafalkan سُبْحَانَ اللّٰہِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰہِ، اَللّٰہُ اَکْبَرُ adalah satu hal, namun merenungkan betapa Allah itu Maha Suci, betapa Allah Maha Besar, dan betapa Allah layak menerima segala pujian dan kekaguman adalah hal yang sama sekali berbeda.
Disebut Fiqr adalah ketika sifat-sifat ilahiyah dihilangkan dari pikiran dan dioperasikan dalam suatu warna yang lain. Dengan hanya mengucapkan Allahu Akbar hal itu disebut zikir, namun ketika mulai merenungkan tentang Akbar, bahwa betapa Allah itu sangat Agung, maka itulah yang disebut sebagai fiqr. Ketika seseorang berpikir, maka akan muncul pertanyaan di benaknya, seperti apa Kemahabesaran Allah?
Misalnya Allah Ta’ala berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَن يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنكُمْ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ﴾
“Hai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika satu kaum bermaksud menjangkaukan tangan mereka terhadapmu, tetapi Dia telah menahan tangan mereka darimu dan bertakwalah kepada Allah, dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. (QS Al-Maidah 5:11)
Wahai orang-orang beriman, bukan namaku, bukan sifat-sifatku, tapi nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu yang harus perhatikan. Perhatikanlah rincian nikmat yang telah Aku berikan kepadamu di bawah salah satu sifat khusus-Ku. Jangan mengira aku memberimu makanan dan pakaian, tetapi pikirkanlah apa yang telah dunia lakukan padamu dan bagaimana aku memperlakukanmu. Bagaimana suatu bangsa bangkit untuk menghancurkanmu dan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melawanmu. Bagaimana kekuatan yang mereka miliki, tetapi kemudian Allah menghentikan semua rencana mereka dan melindungimu dari serangan mereka.
Pikiran seperti inilah yang menimbulkan rasa cinta kepada Allah Ta’ala, yaitu seseorang jangan hanya menyebut Rahman atau Rahim Allah Ta’ala dengan ucapan kosong, sebaliknya kamu harus berpikir bahwa kamu bisa meninggal karena sakit, semua keadaan tidak mendukungmu, tetapi kemudian Allah menyelamatkanmu dan memberimu kesehatan.
Bayangkan bahwa seseorang berjalan di tengah hutan dan ia menderita suatu penyakit yang membutuhkan operasi segera. Jika dalam situasi ini, tiba-tiba datang seorang dokter ke arahnya dengan menunggang kuda, lalu merawatnya sampai sembuh, maka semua orang akan menyadari bahwa ini bukan hanya seorang dokter, tetapi Tuhan sendiri yang datang untuk menyelamatkan hamba-Nya.
Ini adalah tanda-tanda yang menarik seseorang ke arah istana Allah Ta’ala dan mengangkatnya dari tanah menuju Arsy-Nya. Merenungkan tanda-tanda ini menanamkan kecintaan kepada Allah di dalam hati manusia.
Jadi, dalam ayat di atas Allah Ta’ala telah menarik perhatian dalam ayat di atas bahwa hendaklah kamu memperhatikan dan memikirkan apakah peristiwa-peristiwa tersebut pernah terjadi padamu, pada sahabat-sahabatmu, atau pada orang tua kalian, atau orang-orang yang kamu kasihi, di mana kekuasaan-Nya nampak. Ketika kamu merenungkan kejadian seperti itu, kecintaan pada Allah akan muncul dalam hatimu. Ini adalah kedudukan yang lebih tinggi dari yang pertama. Dalam zikir ada kesulitan, tapi dalam fikr tidak ada kesulitan, melainkan yang muncul adalah hakikat. (Ibid., hlm. 188-189)
3. Belas Kasih pada Makhluk Allah
Simpati dan cinta kepada mahkluk Allah dan mencintai sesama manusia juga dapat menyalakan mahabbat ilahiyah. Jika kamu memperlakukan makhluk Allah dengan baik supaya mendapatkan kecintaan-Nya, maka Allah sendiri akan berbicara kepadamu dengan mengatakan, “Marilah, dekatilah Aku.”
Kamu harus membayangkan makhluk Allah di depan matamu dan berpikir, ‘Orang-orang ini dicintai oleh Tuhanku. Jika saya tidak mampu melihat dan merasakan Allah Ta’ala, maka saya akan mencintai ciptaan-Nya, karena hal itu adalah sumber untuk mendapatkan kecintaan-Nya. Mencintai makhluk Allah dengan cara seperti itu akan dengan cepat menyalakan api mahabbat ilahiyah.
Ayat Al-Qur’an berikut yang terkait dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam membuktikan hal ini:
لَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ
“Boleh jadi engkan akan membinasakan diri engkau, karena mereka tidak mau beriman.” (Surah al-Syu’ara, 26: 4)
Yakni wahai Muhammad, akankah engkau membunuh dirimu sendiri karena kesedihan ini? Yakni berpikir bahwa orang-orang ini tidak beriman dan mereka menjadi jauh dari Allah dan akan menjadi sasaran ketidaksukaan-Nya, sehingga engkau menjadi menderita. Maksud dari ayat ini adalah untuk menyampaikan, “Bagaimana mungkin Aku tidak mencintaimu ketika engkau sangat menderita dalam kesedihan melihat kondisi umat-Ku?” (Ibid., hlm. 189-191)
4. Menyesali Diri (Tobat)
Membangun kebiasaan menyesali perbuatan dosa, artinya, tidak boleh ada dosa yang setelahnya tidak terasa penyesalan, juga menarik kasih ilahi.
Seseorang yang menyesali perbuatan dosa menunjukkan bahwa ia memiliki perasaan untuk memahami dan mengenali apa yang buruk dan jahat. Dan jika dia dapat mengenali apa yang jahat, maka dia pasti dapat mengenali hal-hal yang indah. Ketika seseorang mampu mencapai hal ini dan ia mulai mengenali keindahan, maka Tuhan sendiri mengungkapkan jalan menuju Cinta-Nya, karena Allah adalah Maha Pemberi Kebaikan (Bara Muhsin) dan Maha Indah (Bara Hasiin). Untuk alasan ini, Dia berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ التَّوَّابِیۡنَ
“Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang bertobat”. (Surah al-Baqarah, 2: 223) (Ibid., hlm. 192-193)
5. Berdoa
Siapa pun yang mencoba menanamkan keyakinan di dalam hati mereka bahwa tidak ada dalam hidup mereka yang dapat diselesaikan tanpa doa, adalah orang yang hatinya akan mencapai kecintaan Allah Ta’ala. Memiliki perhatian terhadap doa juga menanamkan cinta kepada Allah.
Tidak diragukan lagi, doa-doa seseorang mungkin terasa sulit pada awalnya, tetapi ketika manusia terus-menerus memohonkan doa, maka pasti doa-doanya akan terkabul dan terkadang terwujud secara ajaib.
Karena doa-doa mereka dikabulkan, maka akan turun rahmat yang menimbulkan rasa cinta kepada-Nya, dan hati mereka akan menanamkan rasa cinta kepada Allah. Doa-doa mereka, kebajikan, yang memelihara kasih, akan turun ke atas mereka dan hati mereka akan menanamkan cinta kepada Tuhan.
Ayat yang disebutkan di atas: اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ التَّوَّابِیۡنَ mengarah pada hal ini.
تَّوَّابِیۡنَ memiliki dua makna. Makna pertama adalah orang-orang yang bertobat dan makna kedua تَوَّاب adalah orang yang senantiasa mendatangi istana Allah. Maka, barangsiapa yang senantiasa mendatangi istana-Nya, niscaya di dalam hatinya akan tertanam kecintaan dalam hatinya.
6. Bertawakal kepada Allah
Seseorang yang telah melakukan segala upaya, namun ia yakin bahwa hanya Allah Ta’ala yang akan membuahkan hasil, maka akan timbul kecintaan kepada Allah di dalam hatinya.
Sebab setiap orang yang bertawakal yang awalnya hanya formalitas saja, maka tawakkal yang dangkal itu pada akhirnya menjadi kenyataan. Seperti yang sering terjadi dalam urusan-urusan duniawi. Hal ini ditunjukkan dalam ayat Al-Qur’an berikut:
اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُتَوَکِّلِیۡنَ
‘Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.’ (Surah Ali Imran, 3: 160)
Barangsiapa yang mempercayakan urusan mereka kepada Allah Ta’ala dan menyatakan, ‘saya tidak dapat menyelesaikan masalah ini; tolong selesaikan ini’, maka hatinya akan dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah. (Ibid., hlm. 194)
7. Berlaku adil
“Seseorang yang berusaha menegakkan keadilan di dunia ini semata-mata karena Allah juga akan menyalakan kecintaan kepada Allah di dalam hatinya.
Sebab orang tidak menerapkan keadilan adalah karena [kepentingan] diri sendiri, saudara, sahabat dan orang-orang yang dicintai. Orang-orang meninggalkan keadilan karena ia mengira jika aku berlaku adil, maka ibuku akan dirugikan, ayahku akan dirugikan, atau sanak saudaraku akan dirugikan. Jadi salah satu sebab utama orang tidak adil adalah karena cinta pada diri sendiri atau kerabat dan sahabat, dan sebab lain adalah karena kebencian pada musuh. Jadi ada dua penyebab ketidakadilan, karena persahabatan dengan salah satu pihak atau karena kedengkian dengan salah satu pihak.
Jadi, orang-orang yang tidak mempedulikan kecintaan pada dirinya atau kecintaan pada kerabat atau sahabatnya, dan ia juga tidak membiarkan permusuhan pada musuh menjauhkannya dari keadilan, niscaya dalam hatinya akan muncul cinta yang lebih besar dari cinta ini, atau rasa takut yang lebih besar dari kebencian; mereka itulah orang yang hatinya memiliki cinta lebih besar dari itu, atau rasa takut yang lebih besar daripada permusuhan yang mereka miliki pada musuh.
Bila ia menyadari bahwa jika saya memutuskan suatu perakara, maka anakku akan mendapatkan manfaat, atau temanku mendapat manfaat, atau orang tua ku mendapatkan manfaat, tetapi dalam kondisi itu ia tidak melakukannya, maka hal itu berarti ada kecintaan yang lebih besar di belakangnya, karena itulah ia tidak meninggalkan keadilan. Atau jika musuh besar telah berada di bawah kendalinya, tetapi meskipun ia mampu membalas dendam, tetapi ia tetap bersikap adil dan tidak melihat akan permusuhan yang ada. Maka jelas ada rasa takut yang lebih besar di balik balas dendam atas kebencian sehingga mencegahnya bertindak tidak adil dan ia akan berpikir bahwa jika saya membalas dendam maka hal itu tidak baik bagi saya.
Kecintaan yang besar dan ketakutan yang besar itu hanya bisa muncul karena Allah Ta’ala.
Jika di dalam hati mereka tidak terdapat ketidakadilan, maka pasti mereka akan mengakui Kekuatan Yang Lebih Besar atau ia akan menginginkan kedekatan dengan Kekuatan Yang Lebih Besar ini. Ketika seseorang telah mencapai tahap ini, maka tentu saja, mereka akan mulai mencintai Allah Ta’ala , dan ketika mereka telah melakukannya, Allah Ta’ala pun akan mencintai mereka. Karena Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُقۡسِطِیۡنَ
‘Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil’. (Surah al-Maidah, 5: 43)” (Ibid., hlm. 194-195)
8. Takwa: Jadikan Allah perisaimu
“Salah satu cara untuk meraih mahabbah ilahiyah adalah dengan berusaha menjadikan Allah sebagai perisai dalam setiap hal dan persoalan. Kita harus meninggalkan kejahatan, bukan karena hal itu jahat, melainkan semata karena Allah. Inilah definisi takut [takut sejati kepada Allah].”
“Ketika seseorang menanamkan kebiasaan bertindak karena wujud lain, mereka perlahan-lahan mulai mencintai wujud tersebut. Karena alasan inilah para pelayan dan pekerja mencintai raja, bangsawan, dan penguasa yang mereka layani, karena mereka telah menanamkan kebiasaan bekerja demi mereka dan melayani mereka.
“Demikian pula, manusia hendaknya bertindak sesuai dengan keridhaan Allah. Misalnya, seseorang harus berkata saat memberi sedekah, ‘Saya memberikan sedekah ini bukan supaya kedudukanku di masyarakat meningkat, tetapi karena Allah telah memerintahkan bahwa saya harus bersedekah.’
“Maka, jika manusia membiasakan diri mencari perlindungan Allah dalam segala hal, maka akan terjadil hubungan antara dirinya dan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala menunjukkan hal ini dalam ayat Al-Qur’an berikut:
اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُتَّقِیۡنَ
‘Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.’ (Surah Ali Imran, 3: 77)” (Ibid., hlm. 195)
9. Menjadi satu dengan Allah dan Menerapkan sifat-sifat-Nya
“Allah Ta’ala mencintai mereka yang berusaha menjadi seperti Dia. Karena itu, kalian harus berusaha untuk meniru sifat-sifat Tuhan yang digambarkan dalam Al-Qur’an.
“Kalian tidak dapat menjadi حییّ (Yang Hidup), tetapi kalian dapat meniru sifat ini dengan menyembuhkan dan merawat orang yang sakit. Kalian tidak dapat menjadi مُمِیْت (Dia yang menyebabkan kematian), tetapi kalian tentu dapat meniru sifat ini untuk merusak dan mengakhiri kejahatan. Kalian tidak dapat menjadi خالق (Sang Pencipta), tetapi kalian tentu dapat melahirkan keturunan suci.
“Maka, orang yang berusaha menanamkan sifat-sifat Allah dalam diri mereka, akan menumbuhkan kecintaan pada Allah dalam hatinya sesuai dengan tingkat keserupaan mereka dengan Allah Ta’ala. (Ibid., hlm. 196)
10. Pelajari hakikat cinta
“Salah satu cara untuk meraih kecintaan Allah adalah dengan mempelajari hakikat dan merenungkan cara-cara meraih cinta, lalu mengamalkannya. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
فِطۡرَتَ اللّٰہِ الَّتِیۡ فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا
“Turutilah fitrat Allah, yang dengannya Dia menciptakan manusia. (Surah al-Rum, 30: 31)
“Allah Ta’ala telah menanamkan dalam diri manusia emosi dan nafsu yang telah Dia tanamkan sendiri. Dalam emosi-emosi ini terdapat percikan-percikan sifat-sifat ilahi. Hal ini berarti Allah telah menanamkan dalam diri manusia substansi-substansi yang menghasilkan kesamaan dan keterpaduan antara Allah dan manusia.” (Ibid., hal. 197)
Sumber: Alislam.org
Penerjemah: Salma Sholeh