20 Mutiara Hikmah Untuk Para Mubaligh – Bagian 1

mutiara hikmah, nasihat untuk mubaligh

Dua Puluh Butir Mutiara Hikmah dari Buku “Zarreen Hidayat Baraye Muballigheen” karya Hadhrat Mirza Bashir-ud-Din Mahmud Ahmad (ra) bagian 1
Abdul Hadi, Muballigh, UK (United Kingdom of Britain atau Britania Raya)
Penerjemah: Dildaar Ahmad Dartono

Sebagai Khalifah kedua dan Putra yang Dijanjikan dari Hadhrat Masih Mau’ud (as), Hadhrat Mushlih Mau’ud, Mirza Bashir-ud-Din Mahmud Ahmad (ra) memberikan nasihat yang sangat berharga bagi para muballighin Ahmadi di masa beliau. Bimbingan mendalamnya disusun dalam sebuah buku berjudul Zarreen Hidayat Baraye Muballigheen, yang diterjemahkan menjadi “Bimbingan Berharga bagi Para Muballigh.”

Berikut adalah ringkasan dari beberapa nasihat yang beliau berikan, nasihat yang memiliki arti penting bagi setiap orang:

Bersikaplah Lugas dalam Pernyataan Anda

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menasihati, “Dalam pidato dan tulisan Anda, pastikan bahwa poin-poin Anda tidak samar-samar, tetapi jelas dan lugas, dan tidak membuat Anda ragu untuk menyatakan kebenaran atau menghadapi kesulitan.” (Zarreen Hidayat Baraye Muballigheen, hal. 1)

Rendahkan diri Anda sepenuhnya kepada Allah saat Memberikan Tanggapan

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan:

“Ketika berhadapan dengan lawan, serahkan diri Anda kepada Allah Ta’ala dan bersihkan hati dari pikiran bahwa Anda akan memberikan tanggapan [pada lawan]. Percayalah, pada kondisi seperti itu Anda sebenarnya tidak tahu apa-apa. Kesampingkan semua ilmu Anda, dan tanamkanlah keimanan bahwa Allah bersama Anda, dan Allah sendiri yang akan membimbing Anda dalam segala hal. Berdoalah walaupun untuk sesaat, janganlah berpikiran bahwa Anda berada di bawah belas kasihan musuh.” (Ibid., hal.5)

Tidurlah Lebih Awal dan Bangunlah Tahajud

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menasihati,

“Salat Tahajud adalah sarana yang luar biasa. Budaya Eropa dapat menghalangi Anda dari melakukan tahajud, karena mereka tidur pada pukul satu dan bangun pada pukul delapan. Namun bagi Anda tidurlah setelah salat Isya. Meskipun hal ini mungkin memengaruhi beberapa kegiatan tabligh, hal itu akan diimbangi dengan cara lain.” (Ibid., hal. 10)

Berdoa Agar Senantiasa Menuntun Orang ke Jalan yang Benar

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan, “Sangat penting bagi seorang Muballigh untuk terus-menerus berdoa, ‘Ya Allah, jangan biarkan aku menyesatkan orang dari jalan yang benar.’ Sejak berdirinya Khilafat, saya telah memanjatkan doa ini.” (Ibid., hal. 18)

Tunjukkan Komitmen yang Teguh dalam Berdakwah

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan,

“Ketika melakukan tabligh dan berdakwah, keduanya harus dilakukan dengan penuh semangat. Selama tidak ada semangat yang tulus, efektivitasnya akan berkurang. Pendengar harus melihat dedikasi Anda yang teguh dan menyadari bahwa Anda siap mengorbankan hidup demi sebuah ajaran, dan keyakinan ini tidak diwariskan melainkan dipupuk melalui refleksi (gambaran pengamalan) pribadi.” (Ibid., hlm. 19-20)

Lakukan Penilaian Diri

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menyatakan bahwa seseorang harus teratur melakukan penilaian diri.

“Catatlah aktivitas Anda, catat lokasi yang Anda kunjungi, topik yang Anda bahas, tipe orang yang Anda ajak bicara, alasan penolakan, dan aspek yang menarik perhatian orang. Catatan ini akan menjadi sumber daya yang berharga untuk upaya Anda di masa mendatang, yang memberikan gambaran tentang penyebab penentangan dan refleksi penting. Catatan ini juga akan sangat bermanfaat bagi mubaligh yang menggantikan Anda. (Ibid., hlm. 23-24)

Berpikirlah Secara Mandiri dan Bagikanlah Ide-ide Anda

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menasihati,

“Ketika menghadapi keberatan, cobalah untuk menyelesaikannya secara pribadi sebelum meminta bimbingan dari Qadian. Melalui sebuah perenungan diri, Anda akan sering menemukan jawabannya. Ini akan memberi Anda wawasan tentang berbagai masalah dan kemampuan untuk menjawab secara efektif. Meskipun saya dapat memberikan jawabannya, Anda akan kehilangan manfaat yang berharga ini. Jadi, ketika keberatan muncul, berusahalah untuk mengatasinya sendiri. Setelah melakukannya, seringlah melakukan pertukaran ide [saling bertukar pikiran dengan yang lain atau berdiskusi]; ini akan meningkatkan kemampuan Anda yang lain. Seseorang yang hanya merenungkan pikirannya sendiri tanpa terlibat dalam diskusi dengan orang lain dapat menjadikan pikirannya tumpul. Namun, ketika ide dibagikan dan dibicarakan, maka hal itu akan menajamkan pikiran.” (Ibid., hlm. 26)

Berpegangteguhlah Pada Takwa

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) berbagi wawasan berharga tentang cara mencapai taqwa, dan berikut adalah tiga poinnya:

(i) Shalat Istikharah Setiap Hari:

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menasihati bahwa untuk mendapatkan ketakwaan, salah satu caranya adalah dengan istikharah. “Berdoalah kepada Allah setiap hari, mintalah petunjuk-Nya bagi langkah-langkah Anda. Mohonlah kepada-Nya supaya Dia memberikan kekuatan kepadamu untuk melakukan perbuatan yang selaras dengan kehendak-Nya dan membimbingmu menjauh dari tindakan yang bertentangan dengan kehendak-Nya. Jika doa-doa itu tidak bisa dilakukan setiap hari, lakukanlah seminggu sekali.” (Ibid., hal. 30)

Terkait:   Tujuan Ahmadiyah; Menyebarkan Islam Damai

(ii) Senantiasa Memuji Allah SWT:

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan pentingnya untuk selalu membaca kalimat-kalimat seperti Subhanallah (Maha Suci Allah), Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah), La ilaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah), dan Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Beliau menjelaskan,

“Rahasia dari amalan ini adalah ketika Anda memuji seseorang, orang-orang yang dipuji ingin Anda juga memiliki sifat-sifat tersebut. Ketika Nabi yang mulia (saw) menekankan pentingnya ‘La ilaha illallah,’ yang menegaskan Keesaan Tuhan dan tidak adanya yang setara dengan-Nya, Allah Ta’ala menyatakan Nabi sebagai pribadi yang unik. Dengan sungguh-sungguh mengakui bahwa ‘Allahu itu Maha Besar’ dan mencerminkan kebesaran Tuhan dalam hati, jiwa, dan tindakan Anda, maka Tuhan akan meninggikan Anda. Membaca tasbih akan menyucikan Anda, dan jika Anda memuji-Nya, Allah akan menjadikan Anda seseorang yang dipuji.” (Ibid., hal.31)

(iii) Perbaiki diri melalui salat:

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) berkata,

“Cara kesembilan untuk memperbaiki diri adalah melalui salat. Allah SWT berfirman: إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ (Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran yang nyata.) [Surat al-‘Ankabut, Bab 29, Ayat 46] Salat mengangkat derajat rohani seorang mukmin. Oleh karena itu, perbanyaklah salat, biarkan salat menuntunmu menuju ketakwaan dan menanamkan hakikat ketaatan dalam dirimu.” (Ibid.)

Fokus Pada Proses Tabligh bukan pada Baiat

Pada tanggal 5 Maret 1917, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) berbagi nasihat berharga dengan Hadhrat Mufti Muhammad Sadiq (ra) dan orang lain di Madrasah Ahmadiyah. Awalnya, saat berpidato di hadapan Jemaat secara umum, Hudhur (ra) menyatakan,

“Hadhrat Khalifatul Masih I (ra) biasa mengatakan bahwa meskipun orang dapat memprediksi hasil yang berkaitan dengan pekerjaan mereka, kedokteran adalah profesi yang tidak dapat diprediksi dalam banyak hal. Namun, menurut pendapat saya, bahkan dalam kedokteran pun ada beberapa hal yang dapat diprediksi. Akan tetapi, seorang muballigh tidak dapat memprediksi hasil. Dalam kedokteran ada perawatan di mana dokter dapat memprediksi hasil tertentu, dan prediksi tersebut sesuai dengan hasil sebenarnya. Namun seorang muballigh tidak dapat mengatakan terhadap orang yang paling berniat baik sekalipun bahwa ia akan menerima kebenaran, .” (Ibid., hlm. 34-35)

Hudhur (ra) lebih lanjut berkata, “Dalam hal ini, tugas Mufti Sahib begitu menantang sehingga Jemaat kita harus memberikan doa khusus untuknya.” (Ibid., hlm. 36)

Beralih ke Hadhrat Mufti Muhammad Sadiq ra, Hudhur (ra) berkata,

“Sekarang, saya ingin menyampaikan kepada Mufti Sahib bahwa tugasnya bukanlah untuk memaksa orang menerima kebenaran; sebaliknya, tugasnya adalah untuk menyebarkan kebenaran. Ini adalah tugas setiap muballigh.

“Seorang muballigh yang menganggap bahwa tujuannya adalah untuk membuat orang-orang masuk Islam dan membuat mereka mematuhi agamanya, akan gagal total atau kehilangan keyakinannya sendiri. Orang-orang yang pergi ke Eropa dengan tujuan mengubah orang menjadi Muslim maka bukannya menyampaikan kebenaran, mereka menemui berbagai kesulitan. Ketika mereka melihat bahwa orang-orang tidak memeluk Islam sejati dan tidak bertobat, mereka merasa terdorong untuk membuat versi Islam yang lain supaya sesuai dengan persepsi orang-orang. Akan tetapi, jika mereka pergi dengan satu tujuan, yaitu mendakwahkan Islam tanpa berfokus untuk mengubah orang-orang menjadi Muslim, maka kalaupun tidak ada seorang pun yang menerima Islam, mereka tetap akan dianggap berhasil.” (Ibid., hlm. 36-37)

Semakin Penting suatu Tugas, Semakin Besar Pengorbanan yang Harus Dilakukan

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) memberikan petunjuk ini,

“Karena tugas dakwah merupakan sesuatu yang sangat penting, maka sangat penting bagi para siswa Madrasah Ahmadiyah untuk bekerja keras dan mempersiapkan diri untuk itu. Ingatlah selalu bahwa semakin penting suatu tugas, semakin besar pengorbanan yang harus dilakukan. Beberapa siswa mungkin khawatir tentang mata pencaharian dan kebutuhan sehari-hari mereka setelah studi mereka [kelulusan]. Jika kekhawatiran tersebut muncul, mereka harus segera menyingkirkannya. Jika mereka tidak dapat mengatasi pikiran-pikiran ini, maka hendaklah mereka mempertimbangkan untuk menghentikan studi mereka sehingga kekhawatiran ini tidak merusak pekerjaan mulia yang ingin mereka tekuni.” (Ibid., hal.39)

Kuasai bahasa

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan pentingnya penguasaan bahasa, dengan menyatakan,

Terkait:   Apa Perbedaan Muslim Ahmadiyah dan Muslim Lainnya?

“Berikan perhatian khusus untuk menguasai bahasa Urdu. Meskipun mempelajari bahasa Arab dan Inggris penting, berusahalah untuk menguasai bahasa Urdu juga. Tanpa penguasaan bahasa yang lengkap, kemampuan Anda untuk memengaruhi orang lain akan terbatas. Menguasai bahasa sama halnya dengan memiliki sihir. Ketika para penentang tidak mampu melawan argumen Hadhrat Masih Mau’ud (as), mereka mulai mengaitkan ucapan beliau dengan ilmu sihir.” (Ibid., hal.45)

Berdoalah Untuk Meniru para Nabi, Bukan yang Lain

Pada tanggal 31 Mei 1919, pada saat kedatangan Hadhrat Syed Zain ul Abideen Waliullah Shah (ra) di Sekolah Menengah Atas Talim ul Islam, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menyampaikan pidato di hadapan hadirin. Beliau berkomentar, “Kepala sekolah menyarankan agar aku berdoa supaya Anda menjadi seperti Syed Wallullah Shah Sahib. Namun, menurutku, tidak tepat untuk berdoa agar menyerupai orang lain selain para nabi karena kita terkadang tidak mengetahui sifat sesungguhnya seseorang yang ingin kita tiru.” (Ibid., p. 50)

Berdoa Agar Ilmu dapat Bermanfaat

Hazrat Mushlih Mau’ud (ra) menambahkan,

“Pada kesempatan ini, kita secara khusus dianjurkan untuk berdoa bagi para siswa, tetapi saya yakin, penting bagi kita berdoa untuk Shah Walliullah Shah Sahib. Kita harus memohon kepada Allah agar memberinya kemampuan memperoleh manfaat dari ilmu yang telah diperolehnya. Tidak diragukan lagi bahwa beliau telah memperoleh ilmu yang banyak. Akan tetapi, dikatakan, العلم حجاب الاکبر ‘al-‘ilmu hijaabul akbar’ yang artinya terkadang ilmu dapat menjadi penghalang yang besar, oleh karena itu, penting untuk berdoa […].” (Ibid., hal.51)

Saat Menyampaikan Argumen yang Logis, Bangkitkanlah Semangat Emosi

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menjelaskan, “Dalam banyak kesempatan, kekuatan argumen logis saja gagal membangkitkan rasa ketertarikan atau penolakan di antara para hadirin. Terkadang, dengan membangkitkan emosi (perasaan) mereka, orang-orang segera tergerak untuk menerima sudut pandang tertentu. […] Anda mungkin pernah menyaksikan contoh-contoh di mana seorang maulvi (ulama), yang merasa bahwa ia akan kalah dalam perdebatan, ia berseru ‘Wahai umat Islam, tidakkah kalian terkejut menyaksikan penghinaan terhadap Nabi yang mulia (saw) terjadi di hadapan kalian sementara kalian hanya diam saja?’ Hal ini memicu tanggapan yang berapi-api dan protes yang lantang […] Menggunakan metode ini secara tidak tepat tidaklah diperbolehkan; namun, ketika akal sehat mendukungnya dan digunakan untuk upaya kebenaran dan ketulusan, maka penggunaannya menjadi diperbolehkan dan, bahkan terkadang perlu.

Oleh karena itu, kita menemukan bahwa Al-Quran telah menggunakan pendekatan ini pada banyak kesempatan. Bahkan Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah menggunakannya secara efektif; ketika menyajikan argumen yang mendukung kematian Isa (as), beliau akan menegaskan bahwa Nabi yang mulia (saw) telah dikuburkan di bumi sementara Isa (as) masih hidup di surga, beliau bertanya bagaimana kehormatan seorang Muslim dapat membenarkan hal ini?” (Ibid., hlm. 65)

Bersikaplah Berani

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menuturkan sebuah kisah yang menggambarkan kekuatan transformatif dari keberanian dalam konteks peran seorang Missionaris (Kristen). Ia menceritakan kisah seorang wanita di Uganda yang berkat pelayanan medisnya berhasil menjaga keamanan dari orang-orang barbar di daerahnya. Namun suatu hari, orang-orang yang bermusuhan ini berbalik melawannya, membunuhnya secara brutal, dan memakan jasadnya. Setelah mendengar kejadian ini, anggota komunitasnya tidak gentar; sebaliknya, banyak wanita yang mengajukan diri untuk dikirim ke wilayah yang sama. Akibatnya, sekelompok Missionaris (Kristen) dikirim ke Uganda, dan keberanian serta tekad mereka yang tak tergoyahkan menyebabkan penduduk Uganda berpindah agama secara massal ke agama Kristen.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan,

“Keberanian seorang Muballigh sangat berpengaruh, karena ia menginspirasi orang lain menjadi berani juga. Saya pernah bertemu seseorang yang dengan gembira memberi tahu saya bahwa seorang Muballigh dari Peghamis (Gerakan Ahmadiyah Lahore) telah dipukuli. Sementara ia berbagi berita ini dengan gembira, saya tidak dapat menahan rasa sedih, bertanya-tanya mengapa Muballigh kita sendiri tidak pergi ke sana saja. Mereka akan mendapatkan pemukulan dan akan memiliki kesempatan menunjukkan keberanian mereka.” (Ibid., hlm. 73)

Tunjukkan Simpati yang Tulus kepada Orang lain

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan pentingnya muballighin menunjukkan simpati dan perhatian yang sejati kepada orang-orang yang mereka temui. Beliau menasihati, “Sangat penting bagi muballighin untuk benar-benar bersimpati dan peduli terhadap orang-orang yang berinteraksi dengan mereka. Ke mana pun Anda pergi, tindakan Anda harus menunjukkan bahwa Anda adalah orang yang mendoakan mereka. Ketika orang-orang merasakan hubungan ini, perbedaan agama menjadi kurang penting karena dunia dibentuk oleh berbagai sentimen di luar sentimen agama.” (Ibid., hlm. 74-75)

Terkait:   Masa Depan Ahmadiyah

Tingkatkan Pengetahuan Anda Selain Pengetahuan agama.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan pentingnya muballighin untuk tidak membatasi pengetahuan mereka pada masalah agama tetapi juga mempelajari pengetahuan-pengetahuan duniawi. Beliau menyatakan,

“Penting sekali, jangan sampai muballighin sama-sekali tidak mengetahui ilmu-ilmu duniawi, karena hal itu dapat meninggalkan kesan negatif.” (Ibid., hlm. 75)

Beliau selanjutnya menceritakan sebuah kisah dari Hadhrat Masih Mau’ud (as) tentang seorang raja yang sangat menghormati seorang pembimbing spiritual. Raja berulang kali meminta kepada menterinya untuk menemui pembimbing tersebut, tetapi menteri yang mengetahui karakter asli pembimbing tersebut selalu mencari-cari alasan. Akhirnya, raja mengajak menteri tersebut untuk mengunjungi pembimbing tersebut. Selama kunjungan tersebut, pembimbing spiritual tersebut menyebutkan bahwa mengabdi kepada agama merupakan usaha yang mulia, ia menyebutkan contoh dari Alexander Agung, bahwa berkat pengabdiannya pada agama Islam ia dikenang hingga hari ini. Menteri yang bijaksana tersebut, yang mengetahui akan ketidaktahuan pembimbing tersebut pada sejarah memberikan komentar yang menyingkap ketidaktahuan pembimbing tersebut. Akibatnya, persepsi raja terhadap pembimbing tersebut berubah. (Ibid., hal.76)

Pelajari Administrasi yang Efektif dan Persiapkan Pengganti Anda

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan pentingnya seorang muballigh memiliki keunggulan administratif. Hudhur (ra) mengatakan bahwa tanpa kualitas administratif, lingkup pengaruh seseorang tetap terbatas, dan usahanya akan berakhir seiring dengan hidupnya sendiri.

“Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang muballigh untuk tidak hanya peduli menyelesaikan pekerjaan selama masa tugas mereka, tetapi juga memikirkan kesinambungan setelah mereka bertugas. Hal ini hanya dapat terjadi jika mereka mempersiapkan pengganti mereka.” (Ibid., hal.80)

Teruslah Kembangkan Ilmu Anda

    Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menasihati agar seseorang tidak pernah menganggap bahwa pengetahuan mereka sudah lengkap. Hudhur mengatakan bahwa anggapan seperti itu akan menumbuhkan kesombongan dan menyebabkan hati berkarat. Sebaliknya, Hudhur mengatakan, teruslah jaga pola pikir sebagai seorang belajar yang terus mengembangkan pengetahuan mereka. Pendekatan ini menjaga hati tetap bersemangat dan bebas dari karat, seperti pedang yang sering digunakan akan tetap tajam kecuali jika hanya disimpan dan dibiarkan berkarat. (Ibid., hal. 87)

    Sebagai seorang Pendidik, Pupuklah Rasa Hormat dan Menanamkan Pemahaman

      Pada tanggal 20 Juni 1921, ketika Hadhrat Qazi Ameer Hussain (ra) dipindahkan dari Madrasah Ahmadiyah, para siswa menyelenggarakan acara perpisahan untuk menghormati beliau. Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) juga menghadiri acara tersebut dan menyampaikan pidato di mana belaiu memuji beberapa keunggulan Hadhrat Qazi Ameer Hussain (ra), berdasarkan pengalamannya sendiri saat diajar olehnya.

      Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) memulai dengan mengatakan,

      “Saya tidak diajar olehnya [Qazi Ameer Hussain] di Madrasah Ahmadiyah, tetapi saya adalah muridnya di sekolah menengah atas. Saya ingin berbagi pengalaman dari waktu itu yang saya yakini dapat bermanfaat bagi orang lain.”

      Hudhur (ra) kemudian melanjutkan,

      “Suatu kali, ketika meninjau kembali pelajaran lama untuk dipelajari, saya menemukan bahwa saya dapat mengingat pelajaran yang diajarkan oleh Qazi Sahib jauh lebih mudah dibandingkan dengan yang lain. Saya tidak dapat menjelaskan alasan fenomena ini, namun saya dapat menegaskan bahwa Qazi Sahib memiliki hasrat dan keinginan yang unik untuk memastikan bahwa apa pun yang diajarkannya tertanam kuat dalam ingatan para muridnya (orang yang diajarnya).”

      Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) kemudian menyoroti sifat lain yang mengagumkan dari Hadhrat Qazi Hussain (ra), dengan mengatakan,

      “Secara luas diketahui bahwa Qazi Sahib memiliki pendekatan yang tegas dalam pengajaran, namun para murid sangat menyayanginya. Hal ini menunjukkan bahwa para murid memahami bahwa ketegasan Qazi Sahib tidak didorong oleh permusuhan pribadi, tetapi oleh perhatiannya yang tulus terhadap perkembangan mereka. Kualitas seperti itu jarang ditemukan pada pendidik.” (Ibid.)

      Sebagai penutup, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menekankan dua kualitas penting yang harus dimiliki seorang guru. Pertama, mereka harus berinteraksi dengan murid-murid mereka dengan cara yang menumbuhkan hubungan yang penuh kasih sayang dan rasa hormat. Kedua, mereka tidak boleh hanya mengajar untuk menyelesaikan pelajaran, tetapi memastikan bahwa murid benar-benar memahami materi.

      Sumber: Al Hakam

      Leave a Reply

      Begin typing your search above and press return to search.
      Select Your Style

      You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.